BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Penderita penyakit gagal ginjal kronik di negara Amerika menempati urutan pertama pada pembiayaan perawatan. Ada lebih dari 378 ribu warga Amerika tertolong dari gagal ginjal kronis dengan memerlukan mesin ginjal buatan untuk mempertahankan hidup, lebih dari 50 ribu pasien menunggu untuk dilakukan transplantasi ginjal tetapi hanya sekitar 14 ribu yang dapat menerimanya karena keterbatasan organ donor ginjal. Negara-negara maju lainnya seperti Jepang, Australia dan Inggris penderita gagal ginjal kronis dapat mencapai 77 sampai 283 per satu juta penduduk (Rubianto, 2009). Indonesia termasuk negara dengan tingkat penderita gagal ginjal yang cukup tinggi. Menurut data dari PERNEFTRI (Persatuan Nefrogi Indonesia), diperkirakan ada 70 ribu penderita ginjal di Indonesia. Ternyata yang terdeteksi menderita gagal ginjal kronis tahap terminal dari mereka yang menjalani cuci darah hanya sekitar 4 ribu sampai 5 ribu(syamsir & Iwan, 2008). Terdapat peningkatan jumlah kunjungan pasien Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Dumai. Pada tahun 2009 jumlah pasien 72 orang dengan 532 kunjungan pertahun, tahun 2010 jumlah Pasien 156 orang dengan 996 kunjungan pertahun, dan pada tahun 2011 jumlah pasien 288 dengan 1985 kunjungan pertahun. Jumlah rata-rata kenaikan kunjungan sebesar 40-50% pertahun(medical Record RSUD Kota Dumai, 2009). 1
2 Penyebab tingginya angka kasus gagal ginjal yang menjalankan terapi hemodialisa di pengaruhi banyak faktor yaitu perubahan gaya hidup, pola makan tinggi lemak dan karbohidrat, juga penyebab lainnya seperti penyakit genetik yaitu kelainan kekebalan dan cacat lahir (Syamsir & Iwan, 2008). Hemodialisa adalah salah satu tindakan yang dilakukan pada kasus GG. Ketika ginjal tidak dapat bekerja dengan baik, sampah sisa hasil metabolisme dari apa yang dimakan dan diminum akan menumpuk didalam tubuh karena tidak dapat dikeluarkan ginjal, hal inilah mengapa diet khusus penting untuk dipatuhi. Pola makan harus diubah pada pasien yang mengalami gagal ginjal terminal yang menjalani hemodialisa. Apabila seseorang telah menjalani terapi hemodialisa banyak hal yang harus diperhatikan diantaranya adalah program diet. Tujuan terapi diet dan intervensi nutrisi pada pasien yg dilakukan hemodialisa adalah untuk mencapai dan menjaga status nutrisi yang baik, mencegah atau memperlambat penyakit, mencegah atau memperbaiki keracunan uremik dan gangguan metabolik lain yang dipengaruhi nutrisi,yang terjadi pada gagal ginjal dan tidak dapat teratasi secara adekuat dengan hemodialisis (Cahyaningsih,N. 2008). Diet cukup sulit dan diet sukar diikuti oleh pasien karena sering timbul perasaan bosan jika hanya mengkonsumsi makanan yg disarankan oleh rumah sakit. Nafsu makan pasien umumnya rendah dan perlu diperhatikan makanan kesukaan pasien dalam batas diet yang sudah ditetapkan. Perencanaan pengaturan diet cukup sulit oleh pasien akan tetapi bila itu tidak dipatuhi akan memberikan
3 konsekuensi yang merugikan dan akan mempercepat dari jadwal terapi yang akan ditentukan dan akan memperberat biaya terapi (Almatsier, 2008). Seseorang yang telah menjalani terapi hemodialisa kemudian tidak menjalankan program diet dengan baik maka akan terjadi defisiensi gizi, keseimbangan cairan dan elektrolit akan terganggu dan akan terjadi akumulasi produk sisa metabolisme (uremia) yang berlebihan sehingga akan mempercepat dari jadwal terapi yang akan ditentukan dan akan memperberat biaya dari terapi (Almatsier 2008). Kepatuhan pasien dalam menjalankan program diet sangat menentukan keberhasilan terapi hemodialisa, diet juga merupakan perawatan yang penting untuk pasien gagal ginjal.banyak faktor yang melatarbelakangi ketidakpatuhan pasien GG, menurut Wuyung, VH tahun 2008 yang melakukan penelitian tentang bagaimana ketaatan diet pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa di RS Panti Rapih Jogjakarta yaitu dari faktor internal seperti pendidikan, pengetahuan, sikap, perilaku dan sebagainya. Dari hasil uji statistik yang dilakukan terhadap semua variabel independen diperoleh nilai p=0,000, ternyata hanya pendidikan dan pengetahuan yang mempunyai hubungan yang signifikan terhadap ketaatan diet pasien (Wuyung, 2008). Berdasarkan wawancara dengan kepala ruangan hemodialisa RSUD KotaDumai, bahwa Penyuluhan telah diberikan oleh petugas kesehatan kepada pasien tentang pola diet yang harus mereka jalani supaya terapi yang diberikan lebih maksimal dan jadwal yang telah di tetapkan bisa dijalani seoptimal mungkin tanpa ada percepatan dari jadwal terapi yang telah di tetapkan petugas medis.
4 Dilihat dari segi biaya, sekali hemodialisa maka akan bisa memberatkan pasien.dari segi waktu akan mengganggu aktifitas pasien tersebut. RSUD Kota Dumai memberlakukan kebijakan bahwa semua pasien menjalani hemodialisa dengan frekwensi 2 kali/minggu dengan lama waktu 5 jam,sehingga dosis hemodialisa yang diterima adalah 10 jam/minggu. Menurut konsesus pernefri (2003) untuk mencapai adekuasi hemodialisa diperlukan dosis 10-12 jam perminggu yang dapat dicapai dengan frekwensi hemodialisa 2kali/minggu dengan lama waktu 5jam atau 3 kali/minggu dengan lama waktu 4 jam. Di Indonesia dilakukan 2 kali/minggu dengan durasi 4-5 jam, dengan pertimbangan bahwa PT ASKES hanya mampu menanggung biaya hemodialisa 2 kali/minggu. Mengingat begitu banyak kerugian apabila pasien yang menjalani terapi hemodialisa tidak patuh terhadap pola diet maka hendaknya setiap pasien harus patuh dan tidak boleh melanggar terhadap pola diet yang diberikan. Dari banyaknya jumlah kunjungan pasien yang menjalani terapi hemodialisa dan ketidakpatuhan dalam menjalankan pola diet, peneliti sangat tertarik untuk mengetahui lebih jauh mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ketidakpatuhan pasien hemodialisa menjalani pola diet. B. Rumusan Masalah Program penyuluhan terhadap pola diet pada pasien hemodialisa sudah diberikan oleh perawat di ruang hemodialisa Rumah Sakit Umum daerah kota Dumai. Hal ini dilakukan agar setiap pasien yang menjalani terapi hemodialisa mendapatkan hasil yang maksimal dan tidak mendapatkan kerugian yang
5 diakibatkan dari ketidakpatuhan dalam menjalankan pola diet. Namun kenyataan dilapangan masih ditemukan banyak pasien yang tidak mematuhi pola diet tersebut sehingga beberapa pasien harus menambah jadwal terapinya. Dengan demikian dapat dirumuskan masalah penelitian: faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ketidakpatuhan pasien hemodialisa dalam menjalani pola diet? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ketidakpatuhan pasien hemodialisa dalam menjalankan pola diet. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi faktor pendidikan pasien hemodialisa yang b. Mengidentifikasi faktor pengetahuan pasien hemodialisa yang c. Mengidentifikasi faktor sikap pasien hemodialisa yang mempengaruhi ketidakpatuhan dalam menjalani pola diet. d. Mengidentifikasi faktor perilaku pasien hemodialisa yang e. Mengidentifikasi faktor motivasi pasien hemodialisa yang
6 f. Mengidentifikasi faktor budaya pasien hemodialisa yang D. Manfaat Penelitian 1. RSUD Kota Dumai Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pelayanan dan kesehatan dimasa yang akan datang khususnya bagi pasien yang menjalani terapi hemodialisa sehingga dapat dijadikan pedoman dalam memberikan penyuluhan 2. Pengembangan Ilmu terutama ilmu keperawatan Hasil penelitian ini dijadikan sebagai evidence based untuk peneliti dimasa yang akan datang terkait tentang pasien hemodialisa dalam menjalankan pola diet. 3. Pasien Hasil penelitian ini sebagai pertimbangan bagi pasien yang menjalani terapi hemodialisa untuk lebih mentaati pola diet yang benar agar mendapatkan hasil terapi yang maksimal. 4. Peneliti Hasil penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan peneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan pasien hemodialisa dalam menjalani pola diet