1 meningkatnya bertambahnya pertambahan dampak stress Kadar Lama perawatan jumlah kurang Kadar berat dan gula tidur faktor gula darah makanan badan berolah dari darah BAB emosi dan obat raga yang I usia (istirahat dikonsumsi tidur) PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah lama diketahui bahwa diabetes merupakan penyakit keturunan. Artinya bila orang tuanya menderita diabetes, anak-anaknya akan menderita diabetes juga. Hal itu memang benar. Tetapi faktor keturunan saja tidak cukup. Diperlukan faktor lain yang disebut faktor resiko atau faktor pencetus misalnya, adanya infeksi virus (pada DM tipe 1), kegemukan, pola makan yang salah, minum obat-obatan yang bisa menaikkan kadar gula darah, proses menua, stress, dan lain-lain (Suyono, 2007). Diabetes Mellitus (yang untuk selanjutnya disingkat DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang berdampak pada produktivitas dan dapat menurunkan Sumber Daya Manusia. Penyakit ini tidak hanya berpengaruh pada individu, tetapi system kesehatan suatu Negara. Walaupun belum ada survey nasional, sejalan dengan perubahan gaya hidup termasuk pola makan masyarakat Indonesia diperkirakan penderita DM ini semakin meningkat, terutama pada kelompok umur dewasa keatas pada seluruh status sosial ekonomi. Saat ini upaya penanggulangan penyakit DM belum menempati skala prioritas utama dalam pelayanan kesehatan, walaupun diketahui dampak negatif yang ditimbulkannya cukup besar antara lain komplikasi kronik pada penyakit jantung kronis, hipertensi, otak, system saraf, hati, mata dan ginjal. DM merupakan salah satu penyakit degeneratif, dimana terjadi gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein serta ditandai dengan tingginya kadar gula dalam darah (hiperglikemia) dan dalam urin (glukosuria) (Direktur Gizi Masyarakat, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Departemen Kesehatan RI, 2003).
2 Dalam Diabetes Atlas 2000 (International Diabetes Federation) tercantum perkiraan penduduk Indonesia diatas 20 tahun sebesar 125 juta dan dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,6%, diperkirakan pada tahun 2000 berjumlah 5,6 juta. Berdasarkan pola pertambahan penduduk seperti saat ini, diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia diatas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,6% akan didapatkan 8,2 juta pasien diabetes (Suyono, 2007). Data yang didapatkan dari rekam medik, jumlah pengunjung dengan diagnosa Diabetes Mellitus Tipe II sejak bulan Juli sampai dengan September 2011 di Ruang rawat inap Cardiac Center RSUP Dr. Kariadi Semarang sebanyak 32 pasien. Melihat angka kejadian penderita DM yang terus meningkat dari tahun ke tahun, dan komplikasi pada DM dapat mengenai berbagai organ, maka penting sekali untuk melakukan pencegahan dan pengelolaan yang tepat. Menurut PERKENI (Perkumpulan Dokter Ahli Endokrin Indonesia), ada empat dalam pengelolaan DM. Keempat pilar tersebut adalah perencanaan makan atau disebut pula terapi gizi medik; keseimbangan kerja, olah raga, dan istirahat; manajemen stress yang baik dan benar; penggunaan obat kalau perlu insulin. Salah satu dari empat pilar pengelolaan DM adalah istirahat. Tidur merupakan faktor penting dalam mekanisme kerja tubuh. Selama tidur semua fungsi tubuh diperbaharui lagi. Manusia membutuhkan tidur untuk membantu mengistirahatkan anggota tubuhnya setelah banyak melakukan aktivitas dan mencharge tubuh untuk bisa fit beraktivitas lagi. Sebuah penelitian menunjukkan, setelah bangun dari tidur yang cukup, otak kembali berfungsi dengan sangat baik. Pertumbuhan hormon penting untuk meningkatkan kualitas, ukuran dan efisiensi otak, juga meningkatkan pengangkutan asam amino dari darah ke otak, yang memungkinkan sel urat syaraf untuk dapat membantu menyalurkan ilmu pengetahuan yang didapatkan dan berguna ke otak. Kebanyakan dari pertumbuhan hormon diproduksi pada saat kita tidur (Graha, 2007).
3 Kurang tidur tidak saja membuat kita merasa lelah, marah-marah, pelupa, namun penelitian mutakhir menyatakan bahwa kurang tidur bisa meningkatkan berat badan. Riset yang dilakukan terhadap 8274 anak Jepang menunjukkan bahwa mereka yang tidur kurang dari 8 jam setiap malam, mempunyai resiko peningkatan berat badan tiga kali lipat dibandingkan mereka yang tidur 10 jam setiap malam. Kurang tidur bisa memicu produksi hormon kortisol, menurunkan toleransi glukosa, dan mengurangi hormon tiroid. Semua itu menyebabkan meningkatnya resistensi insulin dan memperburuk metabolisme. Kurang tidur membuat tubuh menimbun lemak karena kalori pembakarnya berkurang (Vita Health, 2000). Dari sebuah jurnal penelitian yang dilakukan pada 1.709 laki-laki selama kurang lebih 15 tahun di Massachusets menuliskan bahwa yang melaporkan durasi tidur pendek 5 jam permalam dua kali lebih mungkin untuk mengembangkan diabetes, sedangkan yang melaporkan durasi tidur panjang > 8 jam permalam lebih dari tiga kali kemungkinan untuk mengembangkan diabetes (Yaggi, Araujo, & McKinley, 2006). Dengan demikian sudah menjadi tugas perawat untuk memberikan informasi kepada pasien dengan diabetes melitus tipe 2 untuk menjaga kuantitas tidurnya yaitu antara 5 sampai dengan 7 jam permalam, untuk menghindari efek dari hormon kortisol yang tidak diinginkan akibat kurang tidur. Hormon kortisol normalnya meningkat pada pagi hari untuk membangunkan anda, meningkatkan nafsu makan dan memberi anda energi untuk melewati hari itu. Pada malam hari hormon tersebut normalnya merosot, sementara hormon pertumbuhan dan kadar melatonin meningkat, membantu anda tidur dan memperbaharui tubuh. Dengan gagalnya metabolisme, irama normal ini lenyap, mengakibatkan berat badan kian bertambah (Hyman, 2006). Hormon kortisol digolongkan ke dalam glukokortikoid. Penggolongan ini menunjukkan bahwa fungsi utama hormon kortisol adalah meningkatkan kadar gula darah dengan mengorbankan jaringan otot. Walaupun ini efek yang
4 diinginkan dalam situasi melawan / kabur, pada kondisi kronis, ini dapat mengakibatkan resistensi insulin dan perubahan susunan tubuh karena jaringan lemak menjadi lebih banyak dari jaringan insulin. Sebagai tambahan, penelitian menunjukkan bahwa kadar kortisol yang tinggi cenderung meningkatkan nafsu makan, karena hubungannya dengan hormon leptin. Ilmuwan berpendapat bahwa hormon kortisol adalah faktor utama yang menghalangi kerja hormon leptin untuk menekan nafsu makan, meningkatkan metabolisme, dan mengurangi lemak tubuh (D'Adamo & Whitney, 2004). Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Hubungan lama istirahat tidur terhadap kadar gula darah penderita Diabetes Mellitus Tipe II di Ruang Rawat Inap Cardiac Center RSUP Dr. Kariadi Semarang tahun 2012. B. Rumusan Masalah Kurang tidur bisa mengganggu kadar gula darah dan menyebabkan tubuh memproduksi sedikit hormon leptin sebagai pengendali nafsu makan, dan menghasilkan lebih banyak hormon kortisol, sehingga ketika orang dengan kelelahan kronis akan lebih suka mengkonsumsi gula dan karbohidrat. Apabila hal tersebut terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2, tentu akan sangat mempengaruhi perubahan kadar gula darah dalam tubuh pasien. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dirumuskan suatu permasalahan dalam penelitian ini adalah adanya hubungan lama istirahat tidur dengan kadar gula darah penderita diabetes mellitus Tipe II di Ruang Rawat Inap Cardiac Center RSUP Dr. Kariadi Semarang. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
5 Mengetahui hubungan lama istirahat tidur dengan kadar gula darah pada penderita Diabetes Mellitus Tipe II di Ruang Rawat Inap Cardiac Center RSUP Dr. Kariadi Semarang. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan lama tidur klien Diabetes Mellitus Tipe II di Ruang Rawat Inap Cardiac Center RSUP Dr. Kariadi Semarang. b. Mendeskripsikan kadar gula darah klien Diabetes Mellitus Tipe II di Ruang Rawat Inap Cardiac Center RSUP Dr. Kariadi Semarang. c. Menganalisis hubungan antara lama istirahat tidur terhadap kenaikan kadar gula darah klien Diabetes Mellitus Tipe II di Ruang Rawat Inap Cardiac Center RSUP Dr. Kariadi Semarang. D. Keaslian penelitian Penelitian yang secara khusus mengenai hubungan lama istirahat tidur terhadap kadar gula darah di Cardiac Center RSUP Dr. Kariadi Semarang, sepanjang pengetahuan penulis belum pernah dilakukan. Namun demikian studi empiris yang berkaitan dengan penelitian ini telah dilakukan oleh peneliti lain, yaitu: Penelitian yang dilakukan oleh Sri Hidayati (2003) dengan judul beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan kadar gula darah pada penderita Diabetes Mellitus di ruang rawat inap Mawar RSU Tugurejo Semarang, jenis penelitian ini yaitu penelitian explanatory dengan menggunakan metode survey dengan pendekatan cross sectional yaitu variabel diobservasi sekaligus pada waktu yang sama. Sebagian data penelitian diambil dari data sekunder. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 30 responden penderita Diabetes melitus di rawat inap di Ruang Mawar RSU Tugurejo. Variabel yang diteliti meliputi variabel bebas yaitu umur,
6 pendidikan, pengetahuan, dan variabel terikat adalah penurunan kadar gula darah sedangkan variabel antara adalah tingkat konsumsi energi. Hasil penelitian menunjukkan kadar gula darah awal sewaktu awal masuk rawat inap 383 mg %, kadar gula darah akhir pasien setelah mendapatkan terapi obat anti diabetes dan diet adalah 151 mg%, rata-rata penurunan kadar gula darah adalah 232 mg%. Umur responden lebih dari 40 tahun (80%). Pendidikan responden terbanyak SMA (43,3%). Persentase pengetahuan responden kurang atau cukup hampir sama 43,3%. Tingkat kecukupan energi responden yang memenuhi ketentuan energi yang dianjurkan 46,7%. Kesimpulan yang diperoleh ada pengaruh umur, pendidikan, pengetahuan dan tingkat konsumsi energi terhadap penurunan kadar gula darah pada penderita Diabetes melitus di ruang rawat inap di Ruang Mawar RSU Tugurejo. Kemudian penelitian yang dilakukan Agus Widodo (2008), dengan judul Stress pada penderita Diabetes Mellitus Tipe II dalam melaksanakan program diet di poliklinik penyakit dalam RSUP Dr. Kariadi Semarang, jenis penelitian ini yaitu penelitian kualitatif yaitu pendekatan sistematis dan subyektif yang digunakan untuk menjelaskan pengalaman hidup dan memberikan makna atasnya. Jumlah sample adalah 6 orang penderita diabetes Mellitus tipe II yang masih aktif control dan melaksanakan program pengobatan, teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Perbedaan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian tersebut di atas adalah bahwa penelitian ini dilakukan di Paviliun Garuda dan Cardiac Center RSUP Dr. Kariadi Semarang dan lebih spesifik, yaitu khusus mengenai hubungan lama istirahat tidur terhadap kadar gula darah. Dengan demikian, penelitian ini sedikit banyak mempunyai perbedaan dari penelitian sebelumnya, baik dari segi tempat maupun faktor yang mempengaruhi kadar gula darah. Penelitian ini mendasarkan pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sri Hidayati (2003) dan Agus Widodo (2008), yang menitikberatkan penelitiannya pada faktor secara umum yang mempengaruhi
7 penurunan kadar gula darah pada penderita Diabetes Mellitus. Disini peneliti ingin mendalami lebih spesifik khusus mengenai hubungan lama istirahat tidur terhadap kadar gula darah. Berdasarkan penelitian di atas, maka disimpulkan bahwa penelitian ini bukan merupakan penelitian yang bersifat duplikasi. E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Ilmu Pengetahuan a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya berkaitan tentang tidur terhadap kadar gula darah pada penderita Diabetes Mellitus. b. Bagi Peneliti Selanjutnya Sebagai sumber data dan informasi bagi yang akan melakukan penelitian mengenai tidur dan kadar gula darah dengan variabel dan metode penelitian yang lebih komplek. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Klien Diabetes Melitus Sebagai masukan dan informasi tentang pentingnya pengaturan tidur sehingga kadar gula darah dapat terkontrol. b. Bagi Perawat di Cardiac Center RSUP Dr. Kariadi Semarang
8 Diharapkan dapat sebagai bahan pertimbangan dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan, meningkatkan kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien Diabetes Mellitus. c. Instansi RSUP Dr. Kariadi Semarang Sebagai wacana keilmuan di RSUP Dr. Kariadi Semarang tentang keterkaitan lama tidur terhadap kadar gula darah, dan menjadi tindak lanjut agar klien mempunyai kadar gula darah yang terkontrol.
9