BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB 1 PENDAHULUAN. yang rata-rata masih usia sekolah telah melakukan hubungan seksual tanpa merasa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan era global saat ini membawa remaja pada fenomena maraknya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Dalam masa ini remaja mengalami pubertas, yaitu suatu periode

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Periode perkembangan manusia terdiri atas tiga yaitu masa anak-anak,

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas. Hal ini dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seksualitas merupakan bagian integral dari kepribadian yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja diidentifikasikan sebagai masa peralihan antara anak-anak ke masa

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah seksualitas merupakan salah satu topik yang menarik untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemahaman masyarakat tentang seksualitas sampai saat ini masihlah kurang.

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan

BAB I PENDAHULUAN. antara masa kanak-kanak dan dewasa. Menurut WHO (World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu fase krusial dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsep diri adalah cara individu dalam melihat pribadinya secara utuh,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dunia mengalami perkembangan pesat diberbagai bidang di abad ke 21

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang didalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini

BAB I PENDAHULUAN. biasanya dimulai pada usia 9-14 tahun dan prosesnya rata-rata berakhir pada

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

BAB 1 PENDAHULUAN. dipungkiri kenyataan bahwa remaja sekarang sudah berperilaku seksual secara bebas.

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang potensial adalah generasi mudanya. Tarigan (2006:1)

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai 19 tahun. Istilah pubertas juga selalu menunjukan bahwa seseorang sedang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan sosial-ekonomi secara total ke arah ketergantungan yang

GAMBARAN MEDIA INFORMASI, PENGARUH TEMAN, TEMPAT TINGGAL DENGAN PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI KOTA PALEMBANG TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju

SKRIPSI Diajukan UntukMemenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Oleh : ROBBI ARSYADANI J

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. setiap individu yaitu merupakan periode transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB I PENDAHULUAN. (Soetjiningsih, 2004). Masa remaja merupakan suatu masa yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa disertai dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seks bebas atau dalam bahasa populernya disebut extra-marital intercouse

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMAN 8 SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan fisik remaja di awal pubertas terjadi perubahan penampilan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang

BAB 1 PENDAHULUAN. harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang saling bertentangan.

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

BAB I PENDAHULUAN. Tri Lestari Octavianti,2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG SEKS BEBAS DI SMA NEGERI 1 KADIPATEN KABUPATEN MAJALENGKA

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku seksual khususnya kalangan remaja Indonesia sungguh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali setiap individu akan mengalami masa peralihan ini.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanakkanak. menjadi masa dewasa. Masa transisi ini kadang

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja tertinggi berada pada kawasan Asia Pasifik dengan 432 juta (12-17 tahun)

BAB I PENDAHULUAN. perilaku remaja dalam pergaulan saat ini. Berbagai informasi mampu di

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah normanorma,

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa

Untuk memenuhi sebagian persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Disusun oleh : PUJI YATMI J

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Masa remaja ditandai dengan perubahan-perubahan fisik pubertas dan emosional yang kompleks, dramatis serta penyesuaian sosial yang penting untuk menjadi dewasa. Kondisi demikian membuat remaja belum memiliki kematangan mental oleh karena masih mencari-cari identitas atau jati dirinya sehingga sangat rentan terhadap berbagai pengaruh dalam lingkungan pergaulan termasuk dalam perilaku seksualnya (Sarwono, 2011). Perilaku seksual menurut Sarwono (2011) adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentukbentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, bercumbu dan senggama. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Nevid, dkk. (1995) dalam Amalia (2007) mendefenisikan perilaku seksual sebagai semua jenis aktivitas fisik yang menggunakan tubuh untuk mengekspresikan perasaan erotis atau perasaan afeksi. Sedangkan perilaku seks pranikah sendiri adalah aktivitas seksual dengan pasangan sebelum menikah pada usia remaja. Perilaku seksual remaja sudah menjamur di belahan dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Menurut Jones (2005) dalam 20 tahun terakhir

terdapat peningkatan jumlah remaja yang berhubungan seks pranikah seperti di Inggris, Amerika Serikat, Kanada, dan Australia. Sekitar 17% remaja berhubungan seks pranikah sebelum usia 16 tahun dan ketika usia 19 tahun, tiga perempat remaja satu kali melakukan seks pranikah. Sedangkan di negara-negara Asia seperti Thailand, Cina, dan Rusia sekitar 135 remaja sudah melakukan hubungan seks pranikah pada umur 15-17 tahun. Menurut Boyke (2009) dalam Harahap (2011) bahwa hasil survei dari 33 Provinsi di Indonesia pada tahun 2008 menunjukkan bahwa 63% remaja SMA pernah berhubungan seks. Angka ini naik dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yaitu penelitian BKKBN tahun 2005-2006 di kota-kota besar seperti Jabotabek yaitu Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (51%), Medan (52%), Bandung (47%), Surabaya (54%) dan Yogyakarta (37%) remaja mengaku melakukan hubungan seks sebelum menikah sehingga remaja rentan risiko gangguan kesehatan seperti penyakit HIV/AIDS (Human Immuno Virus /Acquired Immuno Deficiency Syndrome). Hasil survei Sexual Behavior Survey tahun 2011 dalam BkkbN (2011) yang dilakukan di 5 kota besar yaitu Jabodetabek, Tangerang, Bekasi, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya menunjukkan bahwa 39% responden sudah pernah berhubungan seksual saat masih ABG (Anak Baru Gede) usia 15-19 tahun, sisanya 61% berusia 20-25 tahun. Hasil kajian terbaru oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (Komnas PAI) pada tahun 2010 menunjukkan hasil bahwa dari sejumlah remaja di 12

kota besar di Indonesia yang disurvei, 97% menyatakan pernah menonton film porno, sebanyak 93,7% menyatakan pernah melakukan ciuman, oral sex atau petting. Hasil yang lebih mengejutkan adalah bahwa 62,7% remaja SMP SMA sudah tidak perawan/perjaka dan sebanyak 21,2% melakukan aborsi (SMP-SMA). Hasil penelitian yang lain menyatakan bahwa remaja SMP SMA di Kota Yogyakarta yang sudah tidak perawan/perjaka mencapai 32% (Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat, 2011). Hasil penelitian pada 398 siswa-siswi SMA di Kota Yogyakarta menyebutkan bahwa mayoritas remaja melakukan hubungan seksual pertama kali saat di bangku SMA yaitu pada usia antara 15-18 tahun. didapat 60% menyatakan bahwa perilaku seksual yang boleh dilakukan sebelum menikah adalah sebatas ciuman bibir sambil pelukan, aktivitas ciuman ini pada kalangan remaja tersebut dianggap sebagai sesuatu yang biasa/wajar namun bila tidak terkendali dapat mengarah kepada hubungan seksual yang menyebabkan kehamilan (Soetjiningsih, 2008). Selain dapat menyebabkan kehamilan, perilaku seksual pada usia muda dapat menyebabkan kanker serviks, tertular penyakit kelamin seperti HIV/AIDS, herpes alat kelamin, infeksi chlamydia dan lain-lain (Masland, 2004). Bila dilihat cara penularan HIV/AIDS dapat disimpulkan bahwa mudahnya penyebaran HIV/AIDS sangat dipengaruhi oleh perilaku manusia sendiri dimana perilaku tersebut berisiko tinggi untuk tertular dan menularkan virus yang sangat berbahaya tersebut kepada orang lain. Oleh karena itu semua manusia memiliki potensi untuk tertular dan menularkan virus tersebut, termasuk subpopulasi kaum remaja, yang berdasarkan

beberapa survei dilakukan di luar negeri dan di Indonesia memperlihatkan kecenderungan yang tinggi dalam melakukan aktivitas seksual mereka (Bantarti, 2000). Berdasarkan data BkkbN Propinsi Sumatera Utara, pada tahun 2007 rata-rata usia kawin pertama adalah 19,8 tahun, dan diharapkan pada tahun 2014 rata-rata usia kawin pertama menjadi 20 tahun. Penundaan usia perkawinan (PUP) adalah upaya untuk meningkatkan usia pada perkawinan pertama, sehingga pada saat perkawinan diharapkan mencapai usia minimal 20 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi lakilaki (BkkbN Propinsi Sumatera Utara, 2011). Berdasarkan hasil penelitian BkkbN bahwa remaja yang melakukan hubungan seks pranikah berat di Medan sebesar 52% (Sahrasad, 2010). Banyak remaja yang terjerumus dalam perilaku seksual yang tidak sehat disebabkan kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi sehat. Menurut Sarwono (2011), pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi masih sangat rendah dibuktikan 83,7% remaja kurang memahami kesehatan reproduksi dan hanya 3,6% yang tahu pentingnya kesehatan reproduksi. Begitu juga menurut Dadang (2008) dalam Harahap (2011) yang mengatakan bahwa terbatasnya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi seringkali mengarah pada perilaku seksual yang tidak sehat, dan perilaku seksual yang tidak sehat disebabkan oleh banyak faktor. Menurut Sarwono (2011), faktor-faktor penyebab perilaku seksual pada remaja yaitu meningkatnya libido seksualitas, penundaan usia perkawinan, adanya tabu-larangan dalam membicarakan seksual, kurangnya informasi tentang seks,

pergaulan yang makin bebas, dan pergaulan teman sebaya. Faktor-faktor tersebut menjadi kompleks jika antara satu penyebab dan penyebab lainnya saling berkaitan. Perilaku seksual remaja merupakan bentuk dari perilaku kesehatan yang dapat mengganggu kesehatan reproduksi remaja. Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2010) mengatakan bahwa pembentukan atau terjadinya perubahan perilaku pada hakekatnya adalah sama dengan proses belajar yang terkenal dengan teori Stimulus Organisme Respon (SOR). Teori ini mendasarkan pada asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung pada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Berdasarkan teori Skiner di atas maka dalam penelitian ini perilaku seksual remaja disebabkan oleh adanya stimulus atau rangsangan dari teman sebaya dan sumber informasi dalam hal ini media massa yang terdiri dari media cetak dan media elektronik akan diterima dalam bentuk organisme (perhatian, pengertian, dan penerimaan) dan pada akhirnya akan membentuk atau merubah perilaku remaja dalam hal ini perilaku seksualnya. Jadi, variabel teman sebaya dan sumber informasi baik media cetak maupun media elektronik dapat memengaruhi remaja dalam mengekspresikan perilaku seksual pranikah. Beberapa pendapat dan hasil penelitian tentang pengaruh teman sebaya dan sumber informasi dapat dilihat berikut ini. Banyak remaja dalam memasuki masa peralihan tanpa dibekali oleh pengetahuan yang memadai tentang seksual. Hal ini disebabkan orang tua merasa tabu membicarakan masalah seksual kepada anaknya dan hubungan orang tua dengan

anak menjadi jauh sehingga anak berpaling ke sumber-sumber lain yang tidak akurat khususnya teman sebaya (Sarwono, 2011). Menurut Dariyo (2004) dalam Hidayah (2010) perubahan secara seksual yang terjadi pada remaja diantaranya timbul proses perkembangan dan kematangan organ reproduksi. Kematangan organ reproduksi tersebut mendorong remaja melakukan hubungan sosial baik dengan teman sejenis maupun dengan lawan jenis. Dalam melakukan hubungan sosial dengan lawan jenis, remaja berupaya mengembangkan diri melalui pergaulan dengan membentuk teman sebaya (peer group). Teman sebaya (peer group) adalah suatu kelompok yang anggotanya mempunyai persamaan usia, status sosial, dan minat untuk mengembangkan hubungan dengan anggota dan untuk menemukan kecocokan antar anggota dalam kelompok (Santosa, 2009). Menurut Dariyo (2004) interaksi antara teman sebaya pada remaja yang berlainan jenis mendorong remaja untuk melakukan pergaulan yang tidak terkendali dalam hal ini pergaulan bebas. Pergaulan bebas pada remaja terjadi karena adanya tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual. Dorongan hasrat seksual tersebut menyebabkan terjadinya perilaku seksual di luar nikah (Hidayah, 2010). Papalia (2009) menyatakan bahwa ada 4 (empat) aspek dalam interaksi teman sebaya yang dapat saling mempengaruhi, adapun aspek-aspek interaksi tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: pola hubungan, tuntutan konformitas, kepemimpinan dalam kelompok, dan penyesuaian diri terhadap teman (adaptasi).

Salah satu indikator dalam teman sebaya yang dapat merubah perilaku remaja yaitu adanya konformitas dalam kelompok. Seperti terlihat dari hasil penelitian Sukmawati (2010) pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Purwokerto bahwa tingkat konformitas pada kelompok teman sebaya dalam kategori sedang atau rata-rata (84,8%) yang mengindikasikan bahwa adanya konformitas dalam kelompok teman sebaya akan memengaruhi melakukan aktivitas clubbing yang dapat menjurus pada perilaku seks bebas. Selanjutnya, globalisasi informasi membawa dampak yang besar bagi remaja. Besarnya rasa keingintahuan remaja mengenai reproduksi mendorong remaja untuk mencari informasi dari berbagai sumber seperti dari media massa, teman sebaya, orang tua dan sekolah (Astuti, 2011). Berkaitan dengan paparan media massa, hasil penelitian Lembaga Peduli Remaja Kriya Mandiri (LPRKM) Surakarta (2009) menunjukkan bahwa media online menjadi tempat terbanyak yang dijadikan sarana untuk mengetahui informasi mengenai seksualitas. Dari jumlah responden 352 remaja yang masih berstatus pelajar SMA di Surakarta, sebesar 56% menyatakan media online menjadi sarana untuk mengetahui informasi tentang seks, kemudian terbanyak kedua adalah teman sebaya sebesar 15%, diikuti orang tua 12%, guru 9%, serta organisasi remaja dan lainnya masing-masing sebesar 4% (Sosiawan, 2010). Survei Komnas Perlindungan Anak tahun 2010 mengungkapkan bahwa 97% remaja pernah menonton atau mengakses materi pornografi. Sedangkan Survei yayasan Kita dan Buah Hati sepanjang tahun 2005 terhadap 1.705 anak SD usia 9-12 tahun di Jabodetabek, diperoleh data bahwa 80% dari mereka sudah mengakses

materi pornografi dari berbagai sumber seperti VCD/DVD, dan situs-situs porno (Suyatno, 2011) Dengan mendapatkan materi pornografi sejak masih SD maka akan berpengaruh terhadap perilaku seksual pada masa remajanya kelak. Beberapa kajian menunjukkan bahwa remaja sangat membutuhkan informasi mengenai persoalan seksual dan kesehatan reproduksi. Remaja seringkali memperoleh sumber informasi yang tidak akurat mengenai seksual dari teman-teman sebayanya atau dari media massa, bukan dari petugas kesehatan, guru atau orang tua (Darmasih, 2009). Menurut Rohmawati (2008) dalam Darmasih (2009), bahwa faktor lain yang memengaruhi perilaku seksual pada remaja adalah paparan media massa, baik cetak (koran, majalah, buku-buku porno) maupun elektronik (TV, VCD, Internet, mempunyai pengaruh secara langsung maupun tidak langsung pada remaja untuk melakukan hubungan seksual pranikah. Penelitian Nursal (2008) mendapatkan hasil bahwa responden yang terpapar media elektronik mempunyai peluang 3,06 kali untuk berperilaku seksual berisiko berat dibandingkan dengan responden yang tidak terpapar dengan media elektronik, sedangkan responden yang terpapar media cetak mempunyai peluang 4,44 kali untuk berperilaku seksual berisiko berat dibanding tidak terpapar dengan media cetak. Meningkatnya perilaku seksual remaja menyebabkan banyaknya kasus-kasus kejahatan seksual yang dialami oleh remaja akibat interaksi dengan teman sebaya dan rangsangan dari sumber informasi seks seperti media massa dan media cetak. Demikian juga angka kejadian aborsi cukup tinggi, dan penularan HIV/AIDS terus

meningkat, maka penting untuk mengetahui seberapa besar pengaruh teman sebaya dan sumber informasi (media cetak dan media internet) terhadap perilaku seks pranikah pada remaja. Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan di SMA Negeri 2 Medan terlihat bahwa beberapa siswa sepulang sekolah bersama dengan teman-teman sebayanya singgah ke warnet yang tidak jauh lokasinya dari sekolah, dan beberapa siswa bermain internet pada jam belajar secara berkelompok yang terdiri antara 3-5 orang. Saat ditanya, kecenderungan remaja di warnet lebih banyak waktunya bermain mencari hiburan (bermain game online, membuka situs-situs khusus untuk orang dewasa, dan lain-lain) dibandingkan mencari informasi berkaitan dengan pelajaran yang diberikan guru. Dan ketika ditanya tentang pergaulan kelompok (geng), mereka menjawab dengan adanya kelompok mereka lebih mempunyai keeratan dalam berteman. Hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner terhadap 20 siswa SMA Negeri 2 Medan yang pernah dan sedang pacaran, ditemukan 77% remaja mengakui telah melakukan perilaku seksual ringan pranikah (menaksir, pergi berkencan, mengkhayal, berpegangan tangan, berciuman ringan (kening, pipi), dan saling memeluk yang terpengaruh oleh teman sebaya (72%), dan yang terpengaruh/terpapar sumber informasi media cetak (65%) serta 76% sumber informasi media elektronik. Sedangkan 23%nya ditemukan telah melakukan perilaku seksual berat pranikah (berciuman bibir/mulut dan lidah, meraba atau mencium bagian sensitif seperti payudara dan alat kelamin, oral seks, dan berhubungan seks/senggama) yang

dipengaruhi oleh teman sebaya (28%) dan sumber informasi media cetak (35%), serta 24% terpapar informasi media elektronik. Dari penelitian Lembaga Peduli Remaja Kriya Mandiri (LPRKM) Surakarta (2009) menunjukkan bahwa tempat terbanyak yang dijadikan sarana untuk mengetahui informasi tentang seks adalah dari sumber informasi media dan teman sebaya. Begitu juga bagi remaja SMAN 2 Medan yang telah melakukan perilaku seksual pranikah, karena besarnya rasa keingintahuan remaja mengenai seksualitas sehingga remaja seringkali memperoleh sumber informasi yang tidak akurat mengenai seksual dari teman-teman sebayanya dan dari informasi media (cetak dan elektronik). Sudah sangat mengkhawatirkan perilaku seksual pranikah di kalangan remaja SMA Negeri 2 Medan yang ditemukan dapat berdampak terjadinya risiko kehamilan tidak diinginkan (KTD), aborsi dan penularan penyakit HIV/AIDS yang tidak diinginkan oleh para orang tua dan guru di lingkungan sekolah. Meningkatnya perilaku seksual pranikah pada remaja akibat adanya pergeseran sikap yang lebih permisif sehingga akan mudah dipengaruhi oleh teman sebayanya dan rangsangan dari sumber informasi media (cetak dan elektronik). Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa teman sebaya (pola hubungan dalam teman sebaya, konformitas kelompok, kepemimpinan dalam kelompok, serta upaya remaja untuk beradaptasi dengan kelompok) dan sumber informasi seksual (media cetak dan media elektronik) mendukung terjadinya perilaku seksual pranikah pada remaja maka dirasa perlu untuk dilakukan penelitian tentang: Pengaruh Teman

Sebaya dan Sumber Informasi terhadap Perilaku Seksual Pranikah pada Siswa SMA Negeri 2 Medan. 1.2 Permasalahan Melihat beberapa variabel yang diduga berpengaruh terhadap perilaku seksual pranikah maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh teman sebaya dan sumber informasi terhadap perilaku seksual pranikah pada siswa SMA Negeri 2 Medan. 1.3 Tujuan Penelitian Untuk menganalisis pengaruh teman sebaya dan sumber informasi terhadap perilaku seksual pranikah pada siswa SMA Negeri 2 Medan. 1.4 Hipotesis Ada pengaruh teman sebaya dan sumber informasi terhadap perilaku seksual pranikah pada siswa SMA Negeri 2 Medan. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukan bagi guru dan Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Medan dalam memberikan pendidikan kesehatan pada siswa tentang bahaya perilaku seksual pranikah. 2. Sebagai bahan masukan untuk Dinas Kesehatan Kota Medan dan Dinas Pendidikan Kota Medan dalam upaya membuat kebijakan penanganan masalah seksual remaja.

3. Sebagai bahan masukan bagi siswa untuk pencegahan perilaku seksual yang tidak sehat, seks pranikah, kehamilan yang tidak diinginkan, dan mencegah terjadinya aborsi. 4. Bagi peneliti selanjutnya, dapat dijadikan referensi dan perbandingan dari hasil penelitian yang didapatkan dalam bidang penelitian kesehatan reproduksi remaja khususnya perilaku seks pranikah.