DAFTAR ISI SAMPUL DALAM i PRASYARAT GELAR ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI iv UCAPAN TERIMAKASIH v ABSTRAK vii ABSTRACT viii RINGKASAN ix DAFTAR ISI x DAFTAR GAMBAR xiv DAFTAR TABEL xv DAFTAR SKEMA xvi DAFTAR SINGKATAN xvii DAFTAR LAMPIRAN xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah.. 11 1.3 Tujuan Penelitian 11 1.4 Manfaat Penelitian. 12 1.4.1 Bagi Praktisi 12 1.4.2 Bagi Akademisi 12 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kemampuan Fungsional 13 2.1.1 Pengertian... 13 2.1.2 Keterbatasan Mobilitas Sendi Lutut. 15 2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan disabilitas 15 2.2 Osteoarthtritis... 17
2.2.1 Pengertian. 17 2.2.2 PatologiFungsional.. 18 xi 2.2.3 Gambaran klinis dan Diagnosa. 24 2.2.4 Faktor resiko Osteoarthtritis sendi lutut 26 2.3 Anatomi Dan Biomekanik Sendi Lutut.. 27 2.3.1 Tulang Pembentuk sendi lutut. 38 2.3.2 Sendi Pembentuk Lutut 31 2.3.3 Jaringan Lunak Sekitar Lutut.. 32 2.3.4 Otot-otot Penggerak Sendi Lutut... 37 2.4 Osteokinematik dan Artrokinematik sendi lutut... 45 2.4.1 Osteokinematic lutut... 45 2.4.2 Arthtrokinematika lutut 45 2.4.3 Valgus danvarus. 47 2.5 Latihan Quadriceps setting 48 2.5.1 Pengertian 48 2.5.2 Jenis latihan Quadricep setting... 49 2.5.3 Fungsi Latihan Quadriceps setting. 49 2.5.4 Tujuan Latihan Quadriceps setting.. 50 2.5.5 Mekanisme Peningkatan kemampuan fungsional latihan quadriceps setting... 52 2.5.6 Prosedur Penerapan latihan quadriceps setting 54 2.6 Kinesiotaping. 54 2.6.1 Pengertian 54 2.6.2 Fungsi Penggunaan kinesiotaping 55 2.6.3 Mekanisme Peningkatan kemampuan fungsional dengan kinesiotaping... 59 2.6.4 Prosedur Penerapan kinesiotaping pada osteoarthritis sendi lutut...... 62
BAB III KERANGKA BERFIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berfikir.. 64 3.2 Skema Kerangka Berfikir.. 69 3.3 Konsep Penelitian... 70 3.4 Hipotesis 71 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian... 72 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian..... 73 4.2.1 Tempat Penelitian... 73 4.2.2 Waktu Penelitian... 73 4.3 Penentuan Sumber Data Penelitian... 73 4.3.1 Populasi... 73 4.3.2 Sampel... 74 4.3.2.1 Kriteria inklusi... 75 4.3.2.2 Kriteria ekslusi... 75 4.3.2.3 Kriteria pengguguran droop out... 76 4.3.3 Besaran Sampel... 76 4.3.4 Teknik penentuan sampel... 77 4.4 Variabel Penelitian... 78 4.4.1 Variabel Dependent. 78 4.4.2 Variabel Independent.. 78 4.4.3 Variabel Kontrol.... 78 4.5 Definisi Operasional Variabel... 78 4.6 Bahan dan Instrumen Penelitian... 79 4.7 Prosedur Penelitian... 79 4.7.1 Tahap persiapan dan administrasi... 79 4.7.2 Tahap penentuan populasi dan pemilihan sampel... 80 4.7.3 Prosedur pengukuran KOOS. 80 4.8 Prosedur Pelaksanaan Pelatihan... 81 4.9 Tahap Pengukuran kedua atautes Akhir... 87 4.10 Analisa Data Penelitian.. 88
BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Deskripsi Data Penelitian 90 5.2 Uji Persyaratan Analisis 93 5.2.1 Uji Normalitas. 93 5.2.2 Uji Homogenitas... 93 5.2.3 Uji Hipotesis 1 94 5.2.4 Uj Hipotesis 2... 94 5.2.5 Uji Hipotesis 3.. 96 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Subyek Penelitian. 97 6.2 Latihan Quadriceps Setting... 100 6.3 Kinesiotaping Pada Latihan Quadricepas Setting 103 6.4 Penambahan Kinesiotaping dalam Latihan Quadriceps Setting. 104 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan 105 7.2 Saran 105 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR Gambar2.1 Anatomi Lutut 28 Gambar2.2 Otot bagian Anterior.. 38 Gambar 2.3 Otot bagian Posterior... 40 Gambar 2.4 Otot Pes anserinus... 42 Gambar 2.5 Otot Iliotibial band... 43 Gambar 2.6 Valgus dan Varus...... 47 Gambar2.7 Otot dalam berkontraksi 52 Gambar2.8 Kinesiotaping pada kulit 55 Gambar2.9 Mekanisme kerja Kinesiotaping 58 Gambar 2.10 Jarak aliran pada cairan limfe... 62 Gambar 4.1Latihan Quadriceps Setting... 83 Gambar 4.2 Kinesiotaping... 84 Gambar 4.3 Aplikasi Kinesiotaping pada otot Quadriceps... 85 Gambar 4.4 Aplikasi Kinesiotaping pada lower patella... 86 Gambar4.5 Hasil aplikasi kinesiotaping pada OA lutut.... 87
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Grade Osteoarthtritissendilutut 25 Tabel 4.1 Proses pemeriksaan pada penderita osteoarthtritis sendi lutut 74 Tabel 5.1 Distribusi sampel berdasarkan usia... 91 Tabel 5.2 Distribusi sampel menurut berat badan... 92 Tabel 5.3 Distribusi sampel menurut jenis kelamin... 94 Tabel 5.4 Hasil pengukuran skala KOOS... 95 Tabel 5.5 Hasil Uji Hipotesis III... 96
DAFTAR SKEMA Skema 3.1 Kerangka berfikir.... 69 Skema 3.2 Konsep penelitian...... 70 DAFTAR SINGKATAN
WHO : World Health Organization LGS : Lingkup Gerak Sendi KOOS : Knee Injury and Osteoarthtritis Outcome Score OA KT ICF : Osteoarthtritis : Kinesiotaping : International Clasification of Function GAG : Glucoaminoglican ADL : Actifity Daily living ACL PCL LCL : Anterior Cruciatum Ligament : Posterior Cruciatum Ligament : Lateral Colateral Ligament MCL : Medial Colateral Ligament KF : Kemampuan Fungsional
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lembar Inform Of Concern Lembar persetujuan berpartisipasi sebagai subyek penelitian Formulir assesment Data Diri dan Riwayat pasien Form Knee injury and osteoarthtritis outcome score (KOOS) Foto Dokumentasi Penelitian Data Diskripsi dan Pengukuran Sampel Surat Ijin Penelitian RSUD Cengkareng Analisa Data Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Pembangunan nasional dihadapkan pada berbagai perubahan dan tantangan strategis yang mendasar baik eksternal maupun internal termasuk didalamnya adalah pembangunan dalam bidang kesehatan. Pembangunan kesehatan berdampak pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Hal ini berpengaruh pada demografi dan transisi epidemiologi dimana pola penyakit yang semula berupa penyakit infeksi menjadi penyakit kronik degeneratif. Salah satu kasus dalam permasalahan penyakit kronik degenerative yang cukup banyak ditemui dalam kehidupan masyarakat Indonesia adalah osteoarthritis pada sendi lutut. Aktivitas manusia dalam menjalankan fungsinya banyak mempergunakan sendi lutut, diantaranya adalah ketika berjalan. Oleh karena itu berat tubuh dan aktivitas yang terlalu membebani sendi lutut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan yang bersifat traumatik maupun degeneratif sehingga terjadi osteoarthritis pada sendi lutut. Osteoarthritis adalah penyakit degeneratif sendi yang bersifat kronik, berjalan progresif lambat, dimana keseluruhan struktur dari sendi mengalami perubahan patologis. Ditandai dengan hilangnya tulang rawan sendi secara bertingkat dan diikuti dengan penebalan tulang subchondral, pertumbuhan osteofit, penebalan kapsul sendi, melemahnya otot-otot yang menghubungkan sendi, kerusakan ligament dan peradangan sinovium, sehingga sendi bersangkutan membentuk efusi (Fytiliti, 2005). Penderita gangguan sendi di Indonesia mencapai 81% dari populasi, hanya 24% yang pergi untuk kontrol kedokter sedangkan 71% nya cenderung langsung mengkonsumsi obatobatan pereda nyeri. Penyakit sendi secara nasional berdasarkan wawancara yang di diagnosis tenaga kesehatan meningkat seiring dengan bertambahnya usia (Kemenkes, 2013). Di Indonesia, 1
prevalensi osteoarthritis mencapai 5% pada usia<40 tahun, 30% pada usia 40-60 tahun, dan 65% pada usia >60 tahun. Laki-laki dan wanita sama-sama dapat terkena penyakit ini, meskipun pada usia sebelum 45 tahun lebih sering terjadi pada laki-laki, tetapi setelah usia 45 tahun lebih banyak terjadi pada wanita. Kemampuan fungsional pada penderita mengalami penurunan karena dipengaruhi oleh terdapatnya proses degenerasi, inflamasi yang terjadi pada jaringan ikat, lapisan rawan synovial, dan tulang subchondral. Patologi seperti instabilitas sendi lutut, menurunnya lingkup gerak sendi, disuse atrofi dari otot quadriceps femoris, nyeri lutut sangat kuat berhubungan dengan menurunnya kekuatan otot quadriceps yang berperan sebagai stabilisator utama sendi lutut sekaligus berfungsi untuk melindungi struktur sendi lutut. Seperti halnya tanda-tanda perubahan patologi, tahap awal kerusakan pada rawan sendi dimulai dengan penurunan kadar proteoglikan. Sehingga menyebabkan meningkatnya enzim hyaluronidase yang dapat merusak matriks rawan sendi. Dengan rusaknya matriks rawan sendi menyebabkan tulang subchondral yang lunak secara local akan mengalami pecah. Karena rusaknya tulang subchondral maka akan terjadi peningkatan aktivitas tulang berupa pembentukan spur atau osteophite pada tepi sendi yang akan dapat menimbulkan iritasi jaringan sekitar dan menimbulkan nyeri, dan tingkat nyeri yang mengganggu ini dapat mengakibatkan timbulnya inaktivitas dalam jangka waktu yang lama pada penderita osteoarthritis sendi lutut. Dengan berbagai gangguan fungsional yang terjadi pada lutut akibat osteoarthritis, penulis menggunakan Knee injury and Osteoarthritis Out Come Score (KOOS) yaitu kuisioner yang dirancang dalam melakukan pendataan sebagai panduan jangka pendek atau panjang dalam melihat perubahan dari minggu ke minggu setelah menjalani program latihan dengan hasil yang relevan. Metode KOOS dikembangkan pada tahun 1990-an sebagai alat untuk menilai pendapat pasien tentang lutut dan permasalahannya. KOOS terdiri dari
5 sub-skala yaitu: nyeri, gejala, aktifitas sehari-hari, aktifitas olahraga dan rekreasi, serta kualitas lutut yang berhubungan dengan aktifitas hidup (Roos, 2003). Mengingat pentingnya fungsi dari sendi lutut, maka penanganan osteoarthritis pada lutut harus diusahakan seoptimal mungkin, dengan lebih dulu memahami keluhan-keluhan yang ditimbulkan osteoarthritis pada lutut tersebut. Osteoarthritis pada lutut dapat menimbulkan gangguan kapasitas fisik yang berupa : Adanya nyeri pada lutut baik nyeri diam, tekan, ataupun gerak, adanya keterbatasan lingkup gerak sendi karena nyeri,adanya spasme, penurunan kekuatan otot dan oedema. Sedangkan gangguan fungsionalnya berupa: adanya gangguan aktivitas jongkok dan berdiri terutama pada saat melakukan aktifitas toileing, kesulitan untuk naik turun tangga terutama saat menekuk dan menapak, berjalan jauh serta mengalami gangguan untuk aktifitas sholat terutama untuk duduk antara dua sujud, serta berdiri lama (Kemenkes, 2013). Berdasarkan PERMENKES No.65 tahun 2015 disebutkan bahwa fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada perorangan dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeuntik dan mekanis) pelatihan fungsi dan komunikasi (Kemenkes, 2013). Dalam menangani keluhan osteoarthritis sendi lutut,fisioterapi dapat menggunakan berbagai aplikasi yang bertujuan untuk mengurangi keluhan dan meningktkan aktifitas fungsional, untuk mencapai aktifitas fungsional dibutuhkan kerjasama dari tingkat mikro sampai tingkat makro, salah satunya adalah kerjasama dari otot. Otot sebagai salah satu komponen yang dapat menghasilkan gerakan melalui kontraksinya membutuhkan sesuatu kekuatan untuk menghasilkan kemampuan yang tinggi. Kerja otot yang maksimal dapat meningkatkan
kemampuan kerja seseorang yang pada akhirnya akan meningkatkan produktifitasnya (Kemenkes, 2013). Pada penderita osteoarthritis sendi lutut otot quadriceps femoris memiliki peranan sangat penting bagi pasien agar dapat kembali beraktivitas tanpa mengalami kesulitan. Otot quadriceps merupakan otot pada sendi lutut yang berfungsi sebagai stabilisasi aktif sendi lutut, dan juga berperan dalam pergerakan sendi yaitu gerakan ekstensi lutut yang digunakan dalam aktifitas berjalan, lari, melompat, dan lain sebagainya. Otot quadriceps merupakan otot yang memiliki kekuatan melebihi otot-otot ekstensor yang ada, oleh karena itu otot ini memerlukan kekuatan yang maksimal agar bisa melaksanakan fungsinya dengan sempurna sehingga dapat dihasilkan performance otot yang tinggi. Selain itu otot quadriceps yang kuat juga dapat mencegah terjadinya cidera saat melakukan aktivitas. Salah satu program aplikasi fisioterapi yang dapat diterapkan adalah pemilihan program terapi latihan quadriceps setting, adalah pola latihan yang mengikuti kaidah kontraksi isometric, yakni suatu kontraksi dimana otot tidak mengalami perubahan panjang otot. Secara mikro peristiwa yang terjadi di dalam sacromere, kepala myosin menarik aktin tanpa terjadi pemindahan dari tropinin satu ke tropinin lain, atau tidak terjadi sliding mechanism. Efek dari mekanisme ini setiap sacromere tidak berubah panjangnya (Dekker, 2014). Besarnya kontraksi isometric sangat tergantung pada besar beban yang ditanggungnya. Bila beban yang ditanggung ringan atau lebih kecil dari kekuatan maksimum otot maka hanya beberapa fasciculus saja yang bekerja, sebaliknya bila beban yang ditanggung berat atau sebesar kekuatan maksimum otot, maka seluruh fasciculus dari otot tersebut akan dikerahkan. Dalam melakukan latihan harus dilakukan dengan kaidah-kaidah latihan yang benar atau dengan dosis yang tepat. Dosis latihan akan membantu memberikan acuan dalam melaksanakan latihan
sehingga latihan tersebut dapat memberikan hasil dan manfaat yang positif. Oleh sebab itu sudah selayaknya latihan hendaknya mengikuti dosis yang baik. Salah satu takaran latihan tersebut adalah frekuensi. Dimana frekuensi ini adalah berapa kali latihan intensif yang dilakukan oleh seseorang. Latihan quadriceps setting pada osteoartritis sendi lutut disarankan tiga kali dalam satu minggu. Hal ini dianggap cukup. Apabila frekuensi kurang dari tiga kali dalam satu minggu maka tidak memenuhi takaran atau dosis dalam melakukan program latihan. Namun jika diberikan lebih dari tiga kali dalam satu minggu dikhawatirkan akan terjadi over load akibat dosis yang terlalu berlebih sehingga dapat mengakibatkan terjadinya cidera. Latihan ini dilakukan dengan pengulangan tiga set ditiap sesi latihan dengan hitungan enam detik kontraksi dan tiga detik istirahat (Dekker, 2014). Selain pemberian terapi latihan dengan menggunakan metode latihan penguatan pada penderita osteoartritis sendi lutut,penulis juga tertarik untuk menambahkan aplikasi kinesiotapping pada area sendi lutut, kinesiotapping adalah aplikasi fisioterapi berbentuk plester yang dalam tindakannya ditempelkan pada permukaan kulit. Awalnya karena tidak adanya unsur terapetik dan rehabilitatif maka seorang pengobat tradisional dari Jepang bernama dr. Kenzo Kase ingin menciptakan taping yang dapat digunakan ketika di rumah oleh pasien dan tetap dapat memberi efek terapi. Sampai akhirnya di akhir tahun 1970-an beliau menciptakan taping yang elastis dan metode pemakaiannya yang spesifik sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan mobilitas otot dan ROM (Anandkumar, at al, 2014). Kinesiotaping memilki 4 fungsi fisiologis utama yaitu: Mengurangi nyeri atau rasa tidak nyaman dari kulit dan otot,membantu otot dalam pergerakan, mengalirkan endapan cairan limfatik dibawah kulit,membantu mengkoreksi mis-alignment sendi.
Kinesiotaping bekerja pengganti tangan kita sebagai terapis (tactile stimulation) dengan cara menstimulasi reseptor yang ada di kulit. Jika tekanan ringan maka akan merangsang merkel disk atau meissner sementara bila tekanan berat akan merangsang ruffini atau pacinian. Jika kita mengaplikasikan taping dengan tekanan yang ringan maka akan timbul konulasi (kerutan) sehingga terjadi dekompresi yang akan mengurangi inflamasi dan mendorong pengaliran cairan oleh pembuluh limfe di kulit (Kaze, 2005). Tarikan pada taping juga berperan besar dalam menentukan efek terapi yaitu jika kita memberikan tarikan ringan maka selain input sensori yang diteruskan juga akan memberikan informasi ke jaringan di sekitar kulit antara lain fascia dan otot.tehnik tarikan yang digunakan pada kasus osteoartritis sendi lutut adalah 15-35% yang bertujuan dalam memfasilitasi otot quadriceps femoris dan penatalaksanaan dalam kasus ini taping menggunakan tipe aplikasi Y shape, dengan cara menempelkan jangkar pada permukaan kulit yang tepat berada pada rectus femoris sebagai origo diatas jaringan otot quadriceps femoris dan menarik taping menjauhi jangkar kearah distal atau base of patella sebagai insersionya dengan diikuti gerakan menekuk lutut dan membagi dua ekor taping kebagian medial dan lateral sendi lutut hingga berakhir pada bagian bawah dari os patella. Aplikasi berikutnya dengan menggunakan tipe I shape, yang bertujuan sebagai stabilisasi sendi lutut yaitu dengan menempelkannya pada sisi-sisi lateral dan medial sendi lutut yang mengalami nyeri akibat osteoarthtritis dengan cara merobek bagian tengah taping sebagai jangkar dan menarik lurus kebagian distal dan arah proksimal menggunakan tehnik tarikan 50-70% (Kaze, 2005). Hal ini akan dilakukan dalam bentuk penelitian, apakah ada pengaruh pemberian latihan dan penambahan kinesiotaping dalam meningkatkan kemampuan fungsional yang akan
dipaparkan dalam bentuk tesis dengan judul: Penambahan kinesiotaping pada latihan quadriceps setting lebih efektif meingkatkan kemampuan fungsional pada penderita osteoartritis sendi lutut. Osteoartritis adalah suatu penyakit sendi menahun yang dimulai dari kerusakan dan kemunduran pada tulang rawan sendi yang antara lain diikuti pertumbuhan osteophite, penebalan tulang subchondral dan kerusakan ligament. Osteoartritis dapat menimbulkan berbagai macam keluhan seperti nyeri kekakuan sendi pada pagi hari yang disebabkan oleh pemendekan capsul dan ligament sendi sehingga lingkup gerak sendi menjadi terbatas, kelemahan otot, gangguan stabilitas sendi dan kesulitan dalam melakukan aktifitas seperti : berjalan, sholat dan naik turun tangga yang kesemuanya dapat menyebabkan kelainan (Maurer, 1999). Data yang dilansir oleh Badan kesehatan dunia, menyebutkan 40 persen penduduk dunia yang berusia 70 tahun akan menderita osteoarthritis sendi lutut. Dari jumlah itu 80 persen diantaranya berdampak pada keterbatasan gerak. Berbagai keluhan yang sering dialami oleh penderita osteoarthritis sendi lutut pada usia lanjut antara lain adalah menyebabkan timbulnya rasa nyeri pada pinggang bawah, kaku leher dan hingga menyebabkan kematian. Hal ini terjadi akibat adanya rasa nyeri yang mengakibatkan penderita lebih cenderung inaktivitas dalam jangka waktu yang lama sehingga mempengaruhi fungsi dari organ paru dan jantung. Penyakit osteoarthritis sendi lutut terdiri dari empat stadium, pada stadium lanjut 3-4 memerlukan tindakan penggantian sendi lutut, sedangkan stadium akut 1-2 membutuhkan proses pembersihan sendi melalui tindakan operasi (Kemenkes, 2013). Karena adanya kondisi yang mempunyai gejala-gejala serta patologi yang sama dengan osteoarthritis lutut seperti remathoid arthtritis, pasca cidera, maka diperlukan standar pemeriksaan yang baku sehingga tidak akan mengacaukan kita dalam menegakkan diagnosa. Pada kondisi osteoartritis sendi lutut diagnosa harus dikriteria nyeri nampak sebagai salah satu
gejala utama dalam osteoartritis sendi lutut selain gejala dan tanda klinis lain seperti: kaku sendi lutut pada pagi hari kurang dari 30 menit,nyeri tekan pada medial condila, pembesaran tulang, adanya krepitasi sendi pada saat melakukan gerakan pada sendi lutut,kelemahan otot quadriceps femoris dan terjadinya deformitas (Kemenkes, 2013). Penurunan aktivitas fungsional pada penderita osteoarthritis disebabkan oleh adanya rasa nyeri. Nyeri pada sendi lutut timbul secara progresif atau perlahan-lahan kemudian rasa nyeri timbul saat beraktifitas dan hilang ketika melakukan istirahat, terkadang terasa krepitasi dan pembengkakan jaringan lunak dan efusi sendi menggambarkan adanya inflamasi. Pada pemeriksaan foto rongent akan terlihat jelas adanya osteophite dan penyempitan celah sendi,lain halnya pada kondisi rheumatoid arthtritis, dimana pada pemeriksaan foto rongent yang terlihat adanya penyatuan osteophite atau penulangan (Kemenkes, 2013). Rasa nyeri lutut disebabkan karena terjepitnya saraf afferent polimodal oleh penekanan kolagen. Penekanan jaringan karena adanya deformitas serta adanya pembengkakan jaringan disekitar sendi lutut, sehingga bila ada suatu gerakan sendi maka akan menimbulkan sensasi nyeri. Nyeri yang menjadi keluhan dan mengganggu aktifitas, inilah yang mengakibatkan berkurangnya produktifitas dan kemampuan seseorang yang mengalami osteoartritis pada sendi lutut. Pengurangan mobilitas dan aktivitas pada tungkai akibat nyeri pada lutut dalam gerakan aktif berjalan,naik dan turun tangga,lari, dan melompat akan mengakibatkan terjadinya kelemahan pada otot quadriceps femoris yang memiliki fungsi dalam stabilisasi aktif dan pergerakan sendi lutut (Kemenkes, 2013). Fisioterapi yang berperan sesuai dengan kondisi problematik pada kasus osteoarthtritis berdasarkan hasil-hasil kajian fisioterapi yang meliputi assessment, diagnosis, planning, intervention dan evaluation. Intervention fisioterapi berupa aspek promotif, preventif, kuratif,
serta rehabilitative. Secara umum penatalaksanaan fisioterapi pada kasus ini ditujukan pada perbaikan gerak dan fungsi sendi lutut (Kuntono,2011). Dengan berbagai gangguan fungsional yang terjadi pada lutut akibat osteoarthtritis, penulis akan menggunakan skala KOOS yang berupa kuisioner yang diberi 3 klasifikasi yaitu nyeri, kekakuan, dan fungsi fisik atau aktifitas fungsional. KOOS merupakan salah satu skala ukur yang dapat digunakan untuk menilai pendapat pasien tentang masalah-masalah yang terkait. KOOS dapat digunakan untuk mengevaluasi gangguan fungsional dari pasien osteoarthtritis lutut. Pemilihan program fisioterapi yang tepat pada kondisi ini sangat diperlukan untuk mencapai hasil terapi yang optimal, oleh karena itu peneliti ingin membuktikan apakah penambahan latihan quadriceps setting pada otot quadricepas femoris dan kinesiotaping dapat meningkatkan kemampuan fungsional pada pasien dengan osteoarhtritis sendi lutut. 1.2 Rumusan Masalah. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka peneliti merumuskan masalah yang akan diteliti sebagai berikut : 1. Apakah latihan quadriceps setting dapat meningkatkan kemampuan fungsional pada kasus osteoartritis sendi lutut? 2. Apakah penambahan kinesiotaping pada latihan quadriceps setting dapat meningkatkan kemampuan fungsional pada osteoartritis sendi lutut? 3. Apakah penambahan kinesiotaping pada latihan quadriceps setting lebih meningkatkan kemampuan fungsional pada kasus osteoartritis sendi lutut dibandingkan dengan latihan quadriceps setting?
1.3 Tujuan Penelitian. 1. Untuk mengetahui latihan quadriceps setting dapat meningkatkan kemampuan fungsional pada kasus osteoarthritis sendi lutut. 2. Untuk mengetahui penambahan kinesiotaping pada latihan quadriceps setting dapat meningkatkan kemampuan fungsional pada kasus osteoarthritis sendi lutut. 3. Untuk membuktikan penambahan kinesiotaping pada latihan quadriceps setting lebih meningkatkan kemampuan fungsional pada kasus osteoartritis sendi lutut dibandingkan dengan latihan quadriceps setting. 1.4 Manfaat Penelitian. 1.4.1 Manfaat Praktis. Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan jawaban atas harapan pasien dengan kondisi Osteoarthtritis sendi lutut dalam meningkatkan kemampuan fungsional serta mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya fisioterapi pada penanganan pasien Osteoarthtritis sendi lutut. 1.4.2 Manfaat Akademisi. Sebagai bahan informasi dan masukan guna pengembangan penelitian lebih lanjut.