BAB I PENDAHULUAN. oleh aparat penegak hukum. Pengulangan tindak pidana ini seakan menunjukkan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.

menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. UUD 1945 pasal 1 ayat (3) bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. Merebaknya kasus kejahatan dari tahun ke tahun memang bervariasi,

BAB I PENDAHULUAN. timbul berbagai macam bentuk-bentuk kejahatan baru. Kejahatan selalu

BAB I PENDAHULUAN. pasar narkoba terbesar di level Asean. Menurut United Nation Office on Drugs and

BAB I PENDAHULUAN. Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

BAB I PENDAHULUAN. sebutan penjara kini telah berubah menjadi Lembaga Pemasyarakatan

BAB I PENDAHULUAN. sanksi atau nestapa sebagaimana diatur dalam hukum pidana (Strafrecht) dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengadilan, serta Lembaga Pemasyarakatan. Keempat subsistem tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Ketika seseorang yang melakukan kejahatan atau dapat juga disebut sebagai

BAB I PENDAHULUAN. hanya terbatas pada kuantitas dari bentuk kejahatan tersebut.

PENGARUH HARAPAN TERHADAP KECENDERUNGAN RESIDIVIS PADA NARAPIDANA DI LAPAS KLAS I MALANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat agar dapat tercipta dan terpeliharanya ketertiban umum.

BAB I PENDAHULUAN. Negeri tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan menejemen Pegawai. Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri.

BAB I PENDAHULUAN. 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan; 5. Penghormatan harkat dan martabat manusia;

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebagai salah satu institusi

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia

BAB I PENDAHULUAN. yang menjalani masa pidana, hal ini sudah diatur dalam Undang undang tentang

PENDAHULUAN. dalam penjelasan UUD 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berdasarkan atas hukum ( rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut tercermin dalam UUD

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

P, 2015 PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA BANDUNG DALAM UPAYA MEREHABILITASI NARAPIDANA MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan dan tidak adanya ketenangan dalam masyarakat. Kejahatan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Manusia dengan segala aspek kehidupannya itu melaksanakan aktivitas dalam

Maksudnya adalah bahwa pembimbing kemasyarakatan yang ada di BAPAS. kerjaannya untuk dapat menyelesaikan persoalan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. harapan-harapan dari orang tua dan negara ini berada. Dapat dikatakan

BAB I PENDAHULUAN. legal apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Namun

I. PENDAHULUAN. untuk didapat, melainkan barang yang amat mudah didapat karena kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN. kesatuan hubungan hidup antara warga binaan dengan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan tersebut terjadi dikarenakan berbagai macam faktor yang

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil

BAB I PENDAHULUAN. sosial, dan politik dalam dunia internasional, Indonesia telah ikut berpatisipasi

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang kejahatan semakin berkembang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini

BAB I PENDAHULUAN. Dasar hukum dari Pembebasan bersyarat adalah pasal 15 KUHP yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. JUDUL LEMBAGA PEMASYARAKATAN Yang Berorientasi Kepada Pembentukan Suasana Pendukung Proses Rehabilitasi Narapidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ribu orang di seluruh Indonesia, hingga Oktober 2015 jumlah narapidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem pemasyarakatan yang merupakan proses pembinaan yang

BAB I PENDAHULUAN. perampokan, pembunuhan, narkoba, penipuan dan sebagainya. Dari semua tindak

BAB I PENDAHULUAN. lain dalam melangsungkan kehidupannya. 1. menjadi latar belakang diperlukannya hukum dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. sosial dimana mereka tinggal.

BAB I PENDAHULUAN. aka dikenakan sangsi yang disebut pidana. mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam

BAB I PENDAHULUAN. dialami manusia dari waktu ke waktu, bahkan sejak adam dan hawa

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Penyesuaian..., Nice Fajriani, FPSI UI, 2008

PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Syofiyatul Lusiana, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Komnas Perlindungan Anak, yaitu Arist Merdeka Sirait dalam wawancara dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. cepat dari proses pematangan psikologis. Dalam hal ini terkadang menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Hukum. Secara substansial, sebutan Negara Hukum lebih tepat

BAB II LANDASAN HUKUM PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA PIDANA PENJARA SEUMUR HIDUP Dasar Hukum Pemberian Remisi di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Sebagai Negara Hukum yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lesi Oktiwanti, 2014 Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bertentangan dengan hukum dan undang-undang. Tingkat krminalitas di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat- zat adiktif lainnya (NAPZA)

BAB I PENDAHULUAN. penyiksaan dan diskriminatif secara berangsur-angsur mulai ditinggalkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. Penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat- zat adiktif lainnya (NAPZA)

BAB I PENDAHULUAN. Para pelaku tindak pidana tersebut,yang memperoleh pidana penjara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. terpercaya terkait dengan Strategi Humas Badan Narkotika Nasional Pada

oleh : Herwin Sulistyowati,SH.,MH

I. PENDAHULUAN. hidup sebagai makhluk sosial, melakukan relasi dengan manusia lain karena

BAB I PENDAHULUAN. landasan pendiriannya yang telah tertuang dalam Undang-Undang Dasar

I. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan budaya dan ilmu pengetahuan (iptek), perilaku

BAB III PENUTUP. disimpulkan dalam penelitian ini bahwa dengan dikeluarkannya Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah


II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam pengantar pesan. Setiap informasi yang dimuat dapat

MODEL PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II B TABANAN

Pasal RKUHP Analisis Permasalahan Rekomendasi Pengaturan Ancaman Pidana Berat dan Pidana Minimum dalam Perkara Pencurian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Ketentuan konstitusi tersebut berarti bahwa dalam praktek

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penduduk Indonesia yang sangat besar jumlah pertumbuhan penduduknya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. melanggar peraturan hukum dan perundangan berdasarkan perspektif

BAB I PENDAHULUAN. peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung lurus

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. di masa mendatang sangat bergantung pada kondisi anak-anak sekarang. Anak

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS RUTAN KLAS IIB MAMUJU PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tolak ukur segala hal mengenai harapan dan tujuan dari bangsa

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H

EFEKTIVITAS POLA PEMBINAAN NARAPIDANA RESIDIVIS BERDASARKAN PRINSIP PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA GORONTALO

BAB I PENDAHULUAN. Pembahasan kriminalitas di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari

BAB IV FAKTOR PENGHAMBAT PEMBERIAN REMISI. A. Sulit mendapatkan Justice Collaborator (JC)

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pengulangan tindak pidana merupakan isu penting yang harus di perhatikan oleh aparat penegak hukum. Pengulangan tindak pidana ini seakan menunjukkan gagalnya hukuman di Indonesia dalam memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan. Ada banyak faktor yang menyebabkan warga binaan pemasyarakatan (WBP) melakukan tindakan pengulangan pidana. Mulai dari faktor ekonomi,sosial dan politik. Menurut Petrus dan Pandapotan (1995:43) Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yang dahulu disebut penjara sering menerima tuduhan sebagai sekolah kejahatan (School of Crime). Adanya penilaian seperti itu, mengakibatkan lembaga ini terpojok dan sulit untuk memperbaiki citranya. Sebutan yang harus di terima lapas kerap kali mempengaruhi tugas dan tanggung jawab pengelola, khususnya para staf, sehingga di antara petugas dan pembina kurang serius menjalankan misi pemasyarakatan. Lapas menjadi tempat berkumpulnya orang-orang dengan latar belakang kejahatan yang berbeda-beda. Contohnya, mulai dari pencuri kelas kecil hingga kelas besar. Tidak menutup kemungkinan, di dalam lembaga pemasyarakatan ini, si pencuri kecil berguru dengan pencuri kelas besar. Maka ketika keluar dari lapas, bisa jadi dari segi kualitas keahlian mencuri meningkat, dan timbul keinginan untuk mencoba kembali kejahatan yang sudah pernah dilakukan dengan ilmu baru yang di dapat selama di lapas. Begitu juga dengan WBP narkotika, apabila ketika masuk ke lapas karena sebagai pengguna narkotika, dan di lapas berkumpul dengan para bandar narkoba, tidak menutup kemungkinan keluar dari lapas justru ia berkeinginan untuk

2 menjadi bandar narkotika. Hal-hal seperti inilah yang ingin diminimalisir atau dicegah. Selama menjalani hukuman di lapas, proses pembinaan menjadi tonggak yang sangat penting untuk mencegah pengulangan tindak pidana setelah WBP bebas. Peran lapas disini sangatlah besar. Pada prinsipnya, tujuan pemberian sanksi pidana haruslah berfungsi untuk membina orang yang telah melakukan tindak pidana agar tidak mengulangi kembali perbuatannya, bukan membalaskan dendam atas perbuatannya. Di sinilah peran lapas dituntut untuk bekerja secara maksimal dan profesional dalam proses pembinaan. Lapas sebagai tempat berlabuhnya seorang WBP, memiliki peran penting dalam mencapai tujuan sanksi pidana. Tentunya untuk melakukan suatu pembinaan bukanlah hal yang mudah untuk dilaksanakan, harus ada satu pemahaman yang seragam dan komitmen yang tinggi demi mencapai tujuan yang diinginkan. Selama ini pembinaan yang dilakukan oleh lapas di anggap tidak serius dalam pelaksanaannya, hal ini dapat dilihat pada media massa yang kerap kali memberitakan pelarian WBP, kolusi antara petugas dan WBP, penganiayaan oleh petugas, hingga perlakukan istimewa yang diterima oleh para WBP yang memiliki kuasa di negara ini. Selain itu, adanya pembiaran, bahkan ajang balas dendam kerap terjadi di lapas. WBP dianggap telah rusak dan cacat dalam segala hal, di pandang sebagai orang yang tidak layak lagi untuk memperbaiki hidupnya. Pemahaman seperti ini tentu tidak sesuai dengan ideologi bangsa Indonesia yakni Pancasila yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Menurut Yosafat (2014:3) salah satu permasalah terbesar yang dihadapi lapas adalah over kapasitas. Tentu hal ini sangat mempengaruhi efektivitas

3 pembinaan narapidana yang ada di lapas. Kutipan dari detiknews, Kabag Penum Polri Kombes Agus Rianto,mengatakan bahwa, tiga napi meninggal dunia itu adalah Jerry Jordan, Ahmad Arifin, dan Agus. Diketahui meninggal dunia tanggal 1 Agustus 2013, sementara dua lainnya meninggal lusa kemudian, 3 Agustus 2013 meninggal di klinik yang ada di sekitar lapas narkotika. Hal-hal seperti ini yang membuat citra lapas semakin memburuk, bukannya membina tetapi justru menyengsarakan warga binaannya. Namun tidak bisa dipungkiri juga bahwa dalam proses pembinaan pasti banyak mengalami hambatan, rintangan serta tantangan. Sebab pembinaan ini dilakukan pada orangorang yang di anggap tersesat, maka tidaklah mudah untuk mengembalikannya ke jalan yang sebenarnya. Fakta yang terjadi dilapangan bahwa masih banyak WBP yang sudah menjalani masa hukumannya di lapas bukan kembali hidup secara wajar dan kembali seperti semula di masyarakat, justru dia mengulangi tindak kejahatan tersebut. Selain itu, pembinaan yang sama bagi WBP yang residivis dan yang nonresidivis juga menjadikan kegiatan pembinaan bagi yang residivis tidak maksimal. Selain itu juga, belum ada dibuat pengaturan yang sah secara hukum untuk mengatur pembedaan pembinaan tersebut. Dikutip dalam Dwidja (2013:121,125) bahwa dari 20.474 jumlah tahanan seluruh Indonesia, 2,84% adalah narapidana residivis. Angka dua persen jika untuk seluruh wilayah Indoensia bukanlah angka yang kecil. Angka ini menunjukkan bahwa pengulangan tindak pidana masih tinggi terjadi di lapas Indonesia.

4 Tentu hal ini dilakukan dengan berbagai motif dan alasan. Mulai dari alasan ekonomi, sosial dan kurang maksimalnya kinerja dari subsistem dari salah satu sistem peradilan pidana. Contoh, seorang pengguna narkotika dikenakan pelanggaran Pasal 127 Ayat 3 UU No.35 Tahun 2009 Narkotika dan dikenakan hukuman 7 tahun. Setelah 7 tahun menjalani hukuman, dia mengulangi perbuatannya itu. Hal ini terjadi dengan berbagai macam penyebab, bisa karena tuntutan ekonomi yang harus dipenuhi setelah keluar dari lapas, bisa juga karena stigma dari masyarakat yang tidak bisa menerimanya sebagai mantan WBP, sehingga akhirnya dia kembali ke pergaulan pengguna narkotika, atau bisa karena selama menjalani hukumannnya di lapas dia tidak menerima pembinaan sebagaimana mestinya dan juga tidak menerima rehabilitasi atas haknya sebagai penyalahguna narkotika. Lapas merupakan salah satu dari subsistem peradilan pidana yang memiliki peran penting dalam menanggulangi pengulangan tindak pidana. Lapas menjadi gerbang awal dan tempat terakhir bagi pelaku tindak pidana untuk menerima pembinaan agar nantinya WBPmenyadari kesalahan yang pernah dilakukan dan diharapkan tidak mengulanginya kembali, serta dapat hidup kembali seperti semua. Apapun yang menjadi program pembinaan bagi WBP di lapas tentu tujuan utama dan terpentingnya adalah agar WBP tidak mengulangi kembali perbuatannya. Berdasarkan latar belakang masalah inilah, maka perlu

5 dilakukanpenelitian tentang Pola Pembinaan Narapidana Residivis Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Lubuk Pakam. 1.2. Identifikasi Masalah Agar suatu penelitian lebih terarah dan jelas tujuannya, maka perlu dijelaskan identifikasi masalahnya. Dengan adanya identifikasi masalah dapat mempermudah penulisan dalam melakukan analisis secara mendalam dan dapat menghindari pemakaian istilah yang tidak tepat. Berdasarkan hal tersebut, maka yang menjadi identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Adanya pola pembinaan yang sama untuk WBP yang residivis maupun yang nonresidivis; 2. Minimnya fasilitas lapas yang tersedia; 3. Rendahnya keterampilan pembinaa WBP di lapas; 4. Belum adanya instrument hukum yang sah yang mengatur pembedaan pembinaan bagi WBP residivis dan yang nonresidivis. 1.3. Pembatasan Masalah Untuk memudahkan penelitian maka yang menjadi pembatasan masalah dari penelitian ini adalah: 1. Penyebab narapaidana yang telah mendapatkan pembinaan namun masih menjadi residivis; 2. Pola pembinaan untuk pelaku residivis yang dilakukan oleh Lapas Klas II B Lubuk Pakam; 3. Faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan pembinaan narapidana residivis.

6 1.4.Perumusan Masalah Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini, guna untuk menghindari munculnya salah pengertian terhadap masalah yang akan diteliti, maka penulis merumuskan masalah yaitu: 1. Bagaimana pola pembinaan WBP residivis di Lapas Klas II B Lubuk Pakam sehingga narapidana tersebut tidak menjadi residivis? 2. Apa saja faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan pembinaanwbp? 1.5. Tujuan Penelitian Adapun tujuan utama penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pola pembinaan WBP residivis di lapas Klas II B Lubuk Pakam; 2. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat pelaksanaan pembinaan WBP residivis. 1.6. Manfaat Penelitian Tidak ada penelitian yang tidak memiliki manfaat. Penelitian yang baik, harus dapat dimanfaatkan. Inilah sifat pragmatis dari penelitian ilmu pengetahuan ilmiah. Maka seorang peneliti harus memikirkan sejak awal manfaat dari penelitian yang akan dilakukannya. Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan ilmiah di dalam studi ilmu hukum

7 terutama tentang pola pembinaan narapidana residivis di seluruh Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia, khususnya di Sumatera Utara; 2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan sumbangan pemikiran yang dapat meningkatkan kinerja yang lebih maksimal dalam melaksanakan pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan.