BAB I PENDAHULUAN. ( (26 april 2016) 2

dokumen-dokumen yang mirip
(26 april 2016) 2

BAB I PENDAHULUAN. Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia, (diakses pada 15 November 2015). 3

BAB I PENDAHULUAN. hal Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, Bandung: Pustaka Setia, 2013,

BAB II GAMBARAN UMUM BMT SYARIAH TAMBANG KABUPATEN KAMPAR. A. Sejarah singkat BMT Syariah Tambang Kabupaten Kampar

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dapat mengetahui produk apa yang akan mereka butuhkan.

BAB III DESKRIPSI KJKS BMT MANDIRI SEJAHTERA KARANGCANGKRING JAWA TIMUR CABANG PASAR KRANJI PACIRAN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu akhir-akhir ini banyak bermunculan lembaga keuangan

BAB I PENDAHULUAN. lebih dikenal dengan nama Bank Syariah di Indonesia bukan merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Islam, seperti halnya bank konvensional, juga berfungsi sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat adalah kegiatan pinjam-meminjam. Pinjam-meminjam

BAB I PENDAHULUAN. syari ah yang paling sederhana yang saat ini banyak muncul di Indonesia bahkan hingga

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, tidak terlepas dari peran lembagalembaga

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 2001, hlm Muhammad Syafi i Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan yang berarti di Indonesia maupun dunia. Ekonomi Islam juga

BAB I PENDAHULUAN. Subagyo, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, Yogyakarta, 2002, hlm. 127.

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka mengatasi krisis tersebut. Melihat kenyataan tersebut banyak para ahli

BAB I BAB V PENUTUP PENDAHULUAN. Bab ini merupakan bab penutup yang berisi. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Namun demikian, upaya tersebut kiranya perlu dibarengi pula dengan upaya

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan usahanya agar lebih maju. pembiayaan berbasis Pembiayaan Islami.

BAB 1 PENDAHULUAN. kenaikan yang baik. Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) seperti. Baitul Maal wat Tamwil (BMT) dan Koperasi JASA Keuangan Syariah

BAB I PENDAHULUAN. Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, Pustaka Setia Bandung, Bandung, 2013, hlm. 23

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Lembaga keuangan perbankan syariah merupakan salah satu lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Arthaloka Gf, 2006 ), hlm M. Nadratuzzaman Hosen, Ekonomi Syariah Lembaga Bisnis Syariah,(Jakarta: Gd

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setelah berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) timbul peluang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2011 mengalami tumbuh sebesar

BAB I PENDAHULUAN. melakukan pembinaan dan pendanaan yang berdasarkan sistem syari ah. Peran

BAB I PENDAHULUAN. tabungan dan pembiayaan, Bank Syariah, Baitul Mal wat Tamwil (BMT),

BAB I PENDAHULUAN. 1 Nur S. Buchori, Koperasi Syariah Teori dan Praktik, Jakarta: Aufa Media, 2012, h. 4

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan kualitas perekonomian masyarakat, dana

BAB I PENDAHULUAN. H. Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, Pustaka Setia, Bandung, 2013, hlm.33.

BAB I PENDAHULUAN. mempercepat kemajuan ekonomi masyarakat. yang diharamkan, proyek yang menimbulkan kemudharatan bagi

BAB IV. A. Analisis Aplikasi Akad Mura>bah}ah di BMT Mandiri Sejahtera Jl. Raya Sekapuk Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik.

BAB I PENDAHULUAN. Pres, cet-ke 1, 2004, h Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Watamwil, Yogyakarta: UII

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, bukan hanya dalam permasalahan ibadah ubūdiyah saja

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Baitul Maal wa Tamwil (BMT) selalu berupaya untuk. sehingga tercipta pemerataan ekonomi untuk semua kalangan.

BAB II LANDASAN TEORI. mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan

BAB III PEMBAHASAN A. PENGERTIAN DAN LANDASAN SYARI AH BAI BITSAMAN AJIL. sebagai pembelian barang dengan pembayaran cicilan atau angsuran.

BAB II LANDASAN TEORI. pelanggan perusahaan tidak berarti apa-apa. Bahkan sampai ada istilah yang

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan serta operasionalisasi ekonomi yang berprinsip syariah di

STRATEGI PENETAPAN MARGIN PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA BMT AT- TAQWA MUHAMMADIYAH SUMATERA BARAT. LELI SUWITA Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat

BAB I PENDAHULUAN. dana dari pihak yang berkelebihan untuk kemudian di salurkan kepada pihak yang

PENDAHULUAN. 7% dari total UMKM berhasil meningkatkan statusnya, baik dari mikro menjadi

BAB I PENDAHULUAN. bank syariah dan Unit Usaha Syariah belum banyak seperti sekarang.

MURA>BAH}AH DAN FATWA DSN-MUI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. melalui aktivitas ekonomi, dan ekonomi yang dikenal dalam Islam adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1 Priyono dan Teddy Candra, Esensi Ekonomi Makro, Surabaya: Zifatama Publisher,

BAB I PENDAHULUAN. mereka. Lembaga keuangan tersebut diharapkan bisa menyokong seluruh bagian

BAB I PENDAHULUAN. 1 Ismail, Perbankan Syariah, Prenadamedia Group, Jakarta, 2011, hlm 29-30

Bab Delapan Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. lembaga perbankan syariah pada tahun Salah satu uji coba yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan Lembaga Keuangan Syari ah (LKS) yang pesat, dapat

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadikan manusia dengan berbagai naluri, di antaranya naluri hidup

BAB I PENDAHULUAN. h Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta: Pustaka Alfabet, cet. 4, 2006, h. 2

BAB I PENDAHULUAN. yang dahulu. Namun prinsip-prinsip pertukaran barang dan pinjam-meminjam

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut dikarenakan dari hasil penyaluran pembiayaan bank dapat

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh ke Indonesia. Pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai bank

BAB I PENDAHULUAN. Setelah berdirinya Bank Muamalah Indonesia (BMI) timbul peluang. untuk mendirikan bank-bank lain yang memiliki prinsip syariah.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian lapangan dan analisis terhadap penggunaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. BMT-BMT di seluruh Indonesia. BMT-BMT ini ternyata memberikan manfaat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan perekonomian suatu Negara. Posisi lembaga keuangan sangat

BAB I PENDAHULUAN. pemilik dana. Perbankan di Indonesia mempunyai dua sistem antara lain sistem

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan yang berbasis syari ah sumber-sumber ekonomi. yang tersedia secara terarah dan terpadu serta dimanfaatkan bagi

BAB I PENDAHULUAN menyebabkan banyak bank yang menjalankan prinsip syariah. Perbankan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia yang berkembang pesat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan permasalahan dan kehidupan dunia yang semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. mamutar dana masyarakat sehingga perekonomian terus berkembang. Dana. jenis-jenis lembaga keuangan bukan bank yaitu koperasi.

BAB IV ANALISIS AKUNTANSI PEMBIAYAAN MUSYARAKAH WAL IJARAH MUNTAHIYA BITTAMLIK DI BMI CABANG PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organisasi perantara antara masyarakat yang kelebihan dana dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan saran pemenuhan kebutuhan yang berpedoman pada nilai-nilai Islam. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dilihat dari

BAB III APLIKASI PENERAPAN DISKON MURA>BAH}AH DI BMT MANDIRI SEJAHTERA JL. RAYA SEKAPUK KECAMATAN UJUNG PANGKAH KABUPATEN GRESIK

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan yang bergerak dalam dunia bisnis terdiri dari beragam

BAB I PENDAHULUAN. perkembngan perekonomian di Indonesia khususnya untuk menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Muhamad, Sistem Bagi Hasil dan Pricing Bank Syariah, Yogyakarta: UII Press, 2016, h. 1.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbankan syari ah dalam peristilahan internasional dikenal sebagai Islamic

BAB V PEMBAHASAN. syari ah yaitu pembiayaan piutang yang mana merupakan bentuk pinjaman

BAB I PENDAHULUAN. investasi yang membutuhkan modal yang besar tidak mungkin dipenuhi tanpa bantuan

BAB 1 PENDAHULUAN. perhatian yang cukup serius dari masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara dengan jumlah penduduk muslim

BAB I PENDAHULUAN. seperti halnya bank konvensional juga berfungsi sebagai suatu lembaga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. hlm. 5

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari dua istilah, yaitu Baitul mall dan Baitul Tamwil. Pengertian BMT

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Thamrin Abdullah dan Francis Tantri, Bank dan Lembaga Keuangan, Rajawali Pers, Jakarta, 2014, hlm. 44

BAB I PENDAHULUAN. melalui pembiayaan yang menggunakan prinsip-prinsip syariah. Pada zaman

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi Islam saat ini cukup pesat, ditandai dengan berkembangnya

BAB II Landasan Teori

BAB I PENDAHULUAN. Raja Grafindo Persada, 2010, h Karim Adiwarman, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta:PT

BAB I PENDAHULUAN. dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia), Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti, 1999, hlm. 1. Pustaka Utama, hlm. 10

BAB I PENDAHULUAN. Ikatan Bankir Indonesia, Mengelola Bisnis Pembiayaan Bank Syari ah, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2015, hlm. 1.

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana, sedangkan bank

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BMT-BMT yang tergabung dalam Forum Komunikasi BMT Sejabotabek sejak tahun 1995 menggagas sebuah payung hukum bagi anggotanya, maka tercetuslah ide pendirian BMT dengan badan hukum Koperasi.1 Koperasi telah diatur dalam Undang-undang nomor 17 tahun 2012 menggantikan Undang-undang nomor 25 tahun 1992 tentang koperasi, tetapi Undang-undang nomor 17 tahun 2012 telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi sebagaimana putusan nomor: 28/PUU-XI/2013. Untuk mencegah kevakuman hukum maka tentang perkoperasian dinyatakan berlakunya kembali undang-undang nomor 25 tahun 1992. Menurut Undang-undang nomor 25 tahun 1992, Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakanekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Sedangkan menurut Undang-undang nomor 17 pasal 1 ayat 1 tahun 2012, Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, untuk dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi.Dari kedua definisi tersebut terdapat perbedaan mengenai koperasi, namun dengan berlakunya kembali undang-undang koperasi maka yang menjadi pedoman dalam perkoperasian adalah sebagaimana undang-undang nomor 25 tahun 1992.2 Koperasi juga dapat diartikan sebagai usaha pembiayaan yaitu menghimpun dana dari para anggotanya yang kemudian menyalurkan 1 (http://www.landasanteori.com/2015/10/koperasi-syariah-sejarah-lahirnya.html (26 april 2016) 2 Supriyadi, Dasar Dasar Hukum Perdata Di Indonesia, Pustaka Magister, Semarang, 2014, hlm. 25-26. 1

2 kembali dana tersebut kepada para anggotanya atau masyarakat umum.3 Menurut Undang-Undang Replubik Indonesia Nomor 25Tahun 1992 tentang Perkoperasian Pasal 3, koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian Nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Sama halnya dengan koperasi, BMT yang berbadan hukum koperasi juga memiliki tujuan yang sama seperti koperasi.4 Baitul Mal wat Tamwil (BMT) dapat diartikan sebagai balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan bayt al-mat wa al-tamwil dengan kegiatan mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil bawah dan pengusaha kecil, antara lain dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Selain itu, BMT juga bisa menerima titipan zakat, infaq, dan sedekah, serta menyalurkannya sesuai dengan peraturan dan amanatnya.5 BMT juga dapat dipahami sebagai lembaga keuangan mikro yang beroperasi berdasarkan prinsip syari ah yang memiliki fungsi untuk memberdayakan ekonomi umat, dan memiliki fungsi sosial dengan turut pula sebagai institusi yang mengelola dana zakat, infaq, dan sedekah sehingga institusi BMT memiliki peran yang penting dalam memberdayakan ekonomi umat. Dengan demikian, keberadaan BMT dapat dipandang memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai media penyalur (perantara) pendayagunaan harta ibadah, seperti zakat, infaq, sedekah dan wakaf serta dapat pula berfungsi sebagai institusi yang bergerak di bidang investasi yang bersifat produktif sebagaimana layaknya bank. Maka dapat dipahami bahwa BMT memiliki dua 3 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Cet. 6, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 270. 4 Sutantya Rahardja Hadhikusuma, Hukum Koperasi Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2000, hlm. 125 5 M. Nur Rianto Al Arif, Lembaga Keuangan Syari ah, CV Pustaka Setia, Bandung, 2012, hlm. 318

3 fungsi yaitu yang pertama sebagai lembaga keuangan, BMT bertugas menghimpun dana dari masyarakat (anggota BMT) yang memercayakan dananya disimpan di BMT dan menyalurkan dana kepada masyarakat (anggota BMT) yang diberikan pinjaman oleh BMT. Yang kedua sebagai lembaga ekonomi, BMT berhak melakukan kegiatan ekonomi, seperti mengelola kegiatan perdagangan, industri, dan pertanian. Di BMT terdapat beberapa bentuk pembiayaan, salah satu bentuk penyaluran kepada masyarakat (pembiayaan) adalah pembiayaan murabahah. Murabahah merupakan bentuk jual beli tertentu ketika penjual menyatakan biaya perolehan barang, meliputi harga barang dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan untuk memperoleh barang tersebut, dan tingkat keuntungan (margin) yang diinginkan. Pembiayaan ini, BMT sebagai pemilik dana membelikan barang sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan oleh nasabah yang membutuhkan pembiayaan, kemudian menjualnya ke nasabah tersebut dengan penambahan keuntungan tetap. Sementara itu, nasabah akan mengembalikan utangnya di kemudian hari secara tunai maupun cicil.6 Menurut Udovitch dalam buku menyoal bank syari ah menyatakan bahwa murabahah adalah suatu bentuk jual beli dengan komisi, dimana si pembeli biasanya tidak dapat memperoleh barang yang dia inginkan kecuali lewat seorang perantara, atau ketika si pembeli tidak mau susah-susah mendapatkannya sendiri, sehingga ia mencari jasa seorang perantara. 7 Murabahah juga dapat diartikan dengan transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Penjual harus memberitahu harga produk yang dibeli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. BMT dapat mengadopsi transaksi ini, kaitannya dengan kebutuhan nasabah untuk memiliki barang tertentu, tetapi tidak cukup memiliki dana, sehingga BMT bisa memenuhi kebutuhan nasabah dengan akad murabahah. 6 Ascarya, Akad & Produk Bank Syari ah, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 81-83 7 Abdullah Saeed, menyoal bank syari ah, Paramadina, Jakarta, 2004, hlm. 119

4 Mekanisme transaksi ini, BMT melakukan akad dengan nasabah kemudian BMT membeli barang yang dibutuhkan oleh nasabah kepada supplier secara tunai, setelah itu BMT menjual kepada nasabah dengan pembiayaan angsuran.8 Murabahah pada awalnya merupakan konsep jual beli yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan pembiayaan. Namun kemudian digunakan perbankan syari ah dengan menambahkan beberapa konsep lain sehingga menjadi bentuk pembiayaan dengan tujuan menghindar dari bunga dan bukan merupakan instrumen ideal untuk mengemban tujuan riil ekonomi islam.9 Dengan demikian syarat-syarat dalam melakukan jual beli juga berlaku untuk akad murabahah, dimana dalam melakukan akad jual beli barang yang dijual belikan harus ada saat transaksi terjadi, merupakan milik penjual, dan harganya harus pasti.10 Namun dalam kenyataannya yang terjadi di dalam akad murabahah tidak memenuhi syarat-syarat yang ada dalam akad jual beli, dimana belum ada barang yang dijual belikan, dan belum milik penjual (BMT), hanya saja calon anggota (pembeli) mengajukan pmbiayaan dan diterima oleh pihak BMT, kemudian pihak BMT memberikan uang sebesar pembiayaan yang telah diajukan, namun pembiayaan yang terjadi atas nama akad murabahah. Akad murabahah dikatakan sah ketika biaya-biaya perolehan barang dapat ditentukan secara pasti, baik harga belinya maupun keuntungan yang telah disepakati kedua belah pihak.11namun pada kenyataannya, banyak teller di BMT-BMT belum begitu mengerti mengenai akad dari produk murabahah.akibatnya banyak masyarakat (nasabah) yang tidak mengerti dengan pengajuan pembiayaan yang mereka lakukan sendiri tanpa adanya penjelasan dari teller. Mereka hanya memikirkan keuntungan pribadinya saja, di mana nasabah hanya memikirkan cairnya pembiayaan yang mereka ajukan 8 Slamet Wiyono, Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syari ah, PT Grafindo, Jakarta, 2005, hlm. 87. 9 Ascarva, Op. Cit., hlm. 82 10 Ibid. hlm. 78-81 11 Ibid.hlm. 84

5 tanpa memikirkan dengan akad apa mereka melakukan pembiayaan, dan sebaliknya pihak BMT yang biasanya terwakiili oleh teller juga hanya memikirkan keuntungan semata, teller merupakan kunci sah atau tidaknya suatu produk, karena teller sebagai perwakilan dari BMT dalam berijab qabul dengan nasabah dan kunci sahnya suatu akad produk itu terletak pada ijab qabulnya. Dalam aplikasi dari pembiayaan murabahah, seharusnya teller menanyai nasabah barang apa yang mereka butuhkan, kemudian setelah dibelikan barang yang dibutuhkan nasabah,teller berkewajiban menjelaskan kepada nasabah, mengenai harga pembelian barang dan keuntungan yang telah mereka sepakati, kemudian di kalkulasikan harga beli barang dengan keuntungan yang telah mereka sepakati menjadi harga jual barang tersebut. Hal tersebut seharusnya dijelaskan kepada nasabah secara transparan dan jujur. Intermediary atau bisa disebut juga sebagai perantara adalah suatu badan yang memfasilitasi perdagangan barang dan jasa bagi para pelaku transaksi. Dalam pembiayaan murabahah BMT berperan sebagai intermediary (perantara) dengan demikian BMT seharusnya memfasilitasi perdagangan barang bagi para calon nasabah dengan cara bekerjasama dengan supplier. Dalam hal ini seharusnya BMT bertindak sebagai pembeli, nasabah sebagai pemesan dan supplier sebagai penjual.12 Namun secara kasat mata dalam pembiayaan murabahah pada BMT-BMT, calon nasabah hanya mengajukan pembiayaan atas nama akad murabahah sebesar yang diinginkan tanpa ada proses pembelian barang yang diwakilkan oleh BMT, maupun tanpa adanya kerjasama antara BMT dan supplier. Namun ada juga dalam mendapatkan barang, kebanyakan para nasabah tidak mau dibelikan dari pihak BMT, mereka memilih untuk membeli barang yang mereka inginkan sendiri. 12 Mervyn K. Lewis dan Latifa M. Al Gaoud, Perbankan Syari ah, Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, 2007, hlm. 87

6 Penelitian yang dilakukan oleh penulis di latar belakangi oleh penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti lain, antara lain penelitian yang dilakukan oleh Lies Ernawati dan Wardah Yuspin membahas tentang permaknaan murabahah dan hukum dari akad murabahah. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Akhmad Riduwan dan Nurul Sa diyah, Sholahuddin Fatchurrahman membahas tentang pelaksanaan pembiayaan murabahah dalam mendapatkan barang yang diinginkan anggota, baik dalam bentuk barang maupun uang. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Syafi i Antonio, Hilman F. Nugroho membahas peran Lembaga Keuangan dalam membantu orang yang sedang membutuhkan, melalui produk yang dimilikinya. Berdasarkan data yang penulis dapat dari BMT MADE, 97% dari nasabah dalam pembiayaan murabahah mereka memilih untuk membeli barang yang mereka inginkan sendiri, dan 3% dari nasabah mereka di belikan oleh pihak BMT MADE, jadi pihak BMT MADE bekerjasama dengan supplier, misalnya di showroom motor gajah motor di gajah, showroom motor nusantara di demak, dan lain-lain. Dengan adanya data yang telah didapat dari BMT MADE, banyak khalayak umum yang mempertanyakan bagaimana aplikasi perantaraannya dalam pembiayaan murabahah baik yang barangnya dipilih oleh nasabah maupun oleh BMT. Berdasarkan latar belakang penulis, penulis mencoba mengangkat judul mengenai Analisis Tentang Akad Murabahah Di BMT MADE Sebagai Lembaga Intermediary B. Fokus Penelitian Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak meluas maka akan difokuskan pada masalah: Analisis Tentang Akad Murabahah Di BMT MADE Sebagai Lembaga Intermediary.

7 C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana akad murabahah di BMT MADE? 2. Bagaimana pelaksanaan akad murabahah di BMT MADE? D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui akad murabahah yang ada di BMT MADE. 2. Untuk mengetahui pelaksanaan akad murabahah di BMT MADE. E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini, yaitu. 1. Manfaat Teoritis a. Sebagai bahan dasar untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan akad murabahah. 2. Manfaat Praktis a. Bagi lembaga keuangan syariah bermanfaat untuk lebih meningkatkan pengawasannya dalam menganalisis dan mengambil keputusan dalam memberikan pembiayaan murabahah dan pengaplikasian prosedur akad murabahah. b. Bagi nasabah, penelitian ini dapat dijadikan sebagai pengetahuan mengenai pembiayaan akad murabahah. c. Bagi mahasiswa, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan analisa, acuan dan pertimbangan kondisi yang sebenarnya di lapangan.