METODE DAN PENDEKATAN TEORITIS DALAM DERIVASI BATIMETRI LAUT DANGKAL DARI DATA CITRA SATELIT WORLDVIEW-2. Muhamad Roem

dokumen-dokumen yang mirip
2. TINJAUAN PUSTAKA Pemanfaatan Citra Satelit Untuk Pemetaan Perairan Dangkal

Citra Satelit IKONOS

Evaluasi Citra Quickbird untuk Pemetaan Batimetri Gobah Dengan Menggunakan Data Perum: Studi Kasus Gobah Karang Lebar dan Pulau Panggang

KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1

Evaluasi Citra Quickbird untuk Pemetaan Batimetri Gobah Dengan Menggunakan Data Perum: Studi Kasus Gobah Karang Lebar dan Pulau Panggang

Satelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission Pengolahan Citra Digital

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

EVALUASI CITRA WORLDVIEW-2 UNTUK PENDUGAAN KEDALAMAN PERAIRAN DANGKAL PULAU KELAPA-HARAPAN MENGGUNAKAN ALGORITMA RASIO BAND

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemetaan Sawah Baku 2.2. Parameter Sawah Baku

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

BAB II DASAR TEORI. 2.1 DEM (Digital elevation Model) Definisi DEM

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Pengambilan Sampel... (Syarif Budhiman et al.)

Gosong Semak Daun. P. Karya. P. Panggang. Gambar 2.1 Daerah penelitian.

1.2 Tujuan. 1.3 Metodologi

PEMISAHAN ANTARA RADIANSI DASAR PERAIRAN DAN RADIANSI KOLOM AIR PADA CITRA ALOS AVNIR-2

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Analisis Ketelitian Objek pada Peta Citra Quickbird RS 0,68 m dan Ikonos RS 1,0 m

APLIKASI ALGORITMA VAN HENGEL DAN SPITZER UNTUK EKSTRAKSI INFORMASI BATIMETRI MENGGUNAKAN DATA LANDSAT

PERBANDINGAN AKURASI METODE BAND TUNGGAL DAN BAND RASIO UNTUK PEMETAAN BATIMETRI PADA LAUT DANGKAL OPTIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERANAN CITRA SATELIT ALOS UNTUK BERBAGAI APLIKASI TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA DI INDONESIA

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

Model Informasi Kedalaman Laut Dangkal di Perairan Teluk Lampung Menggunakan Data Satelit Landsat-8

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM)

MODEL PREDIKSI GELOMBANG TERBANGKIT ANGIN DI PERAIRAN SEBELAH BARAT KOTA TARAKAN BERDASARKAN DATA VEKTOR ANGIN. Muhamad Roem, Ibrahim, Nur Alamsyah

PEMETAAN BATIMETRI PERAIRAN DANGKAL MENGGUNAKAN CITRA QUICKBIRD DI PERAIRAN TAMAN NASIONAL KARIMUN JAWA, KABUPATEN JEPARA, JAWA TENGAH

Diterima: 9 Februari 2008; Disetujui: 9 November 2008 ABSTRACT ABSTRAK

BAB IV TINJAUAN MENGENAI SENSOR LASER

12/1/2009. Pengamatan dilakukan dengan kanal yang sempit Sensor dapat memiliki 200 kanal masing-

Gambar 1. Satelit Landsat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

Pemanfaatan Citra Penginderaan Jauh ( Citra ASTER dan Ikonos ) Oleh : Bhian Rangga JR Prodi Geografi FKIP UNS

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

09 - Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Dijital. by: Ahmad Syauqi Ahsan

PEMETAAN BATHYMETRIC LAUT INDONESIA

PENGGUNAAN HIGH TEMPORAL AND SPASIAL IMAGERY DALAM UPAYA PENCARIAN PESAWAT YANG HILANG

ANALISIS PENENTUAN EKOSISTEM LAUT PULAU- PULAU KECIL DENGAN MENGGUNAKAN DATA SATELIT RESOLUSI TINGGI STUDY KASUS : PULAU BOKOR

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Sukolio, Surabaya Jl. Kalisari No.08 Pekayon Pasar Rebo, Jakarta 13710

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2. TINJAUAN PUSTAKA. Lamun (seagrass) adalah tanaman air yang berbunga (Angiospermae) dan

Pengukuran Kekotaan. Lecture Note: by Sri Rezki Artini, ST., M.Eng. Geomatic Engineering Study Program Dept. Of Geodetic Engineering

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

PERUBAHAN DELTA DI MUARA SUNGAI PORONG, SIDOARJO PASCA PEMBUANGAN LUMPUR LAPINDO

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel.

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

HASIL DAN ANALISA. 3.1 Penentuan Batas Penetrasi Maksimum

2. TINJAUAN PUSTAKA. sebaran dan kelimpahan sumberdaya perikanan di Selat Sunda ( Hendiarti et

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

APLIKASI DATA SATELIT SPOT 4 UNTUK MENDETEKSI TERUMBU KARANG: STUDI KASUS DI PULAU PARI

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

ISSN Jalan Udayana, Singaraja-Bali address: Jl. Prof Dr Soemantri Brodjonogoro 1-Bandar Lampung

TEKNOLOGI SURVEI PEMETAAN LINGKUNGAN PANTAI

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEM ( Digital Elevation Model

Evaluasi Ketelitian Luas Bidang Tanah Dalam Pengembangan Sistem Informasi Pertanahan

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

Lampiran 1. Karakteristik satelit MODIS.

ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16

BAB I KARAKTERISTIK CITRA BERDASARKAN RESOLUSINYA

Image Fusion: Trik Mengatasi Keterbatasan Citra

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di wilayah yang tercemar tumpahan minyak dari

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang s

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei

LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012

2. TINJAUAN PUSTAKA. berbeda tergantung pada jenis materi dan kondisinya. Perbedaan ini

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo)

PEMETAAN BATIMETRI PERAIRAN DANGKAL KARANG CONGKAK DAN KARANG LEBAR DENGAN MENGGUNAKAN CITRA IKONOS PAN-SHARPENED

EVALUASI AKURASI EKSTRAKSI KEDALAMAN LAUT DENGAN METODE LYZENGA DAN MODIFIKASINYA MENGGUNAKAN DATA SPOT-7 DI TELUK BELANGBELANG MAMUJU

Aplikasi-aplikasi ICV untuk sumber daya air: - Pengukuran luas perairan, - Identifikasi konsentrasi sedimen/tingkat kekeruhan, - Pemetaan daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

Anita Dwijayanti, Teguh Hariyanto Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Ketelitian Geometric Citra Pleiades 1B untuk Pembuatan Peta Desa (Studi Kasus: Kelurahan Wonorejo, Surabaya)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ISTILAH DI NEGARA LAIN

Pendahuluan. Peralatan. Sari. Abstract. Subarsyah dan M. Yusuf

SAMPLING DAN KUANTISASI

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bencana Alam

2. TINJAUAN PUSTAKA. 2.2 Transfer Cahaya (Radiative Transfer) dalam Sistem Sensor Satelit-Matahari-Laut

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang

penginderaan jauh remote sensing penginderaan jauh penginderaan jauh (passive remote sensing) (active remote sensing).

Aplikasi Algoritma Klasifikasi Mean Shift untuk Pemetaan Habitat Bentik Studi Kasus Kepulauan Karimunjawa

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara O C

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

Jurnal Harpodon Borneo Vol.4 No.2, Oktober 2011 ISSN : 2087-121X METODE DAN PENDEKATAN TEORITIS DALAM DERIVASI BATIMETRI LAUT DANGKAL DARI DATA CITRA SATELIT WORLDVIEW-2 Muhamad Roem Staff Pengajar Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK Universitas Borneo Tarakan (UBT) Kampus Pantai Amal Gedung E, Jl. Amal Lama No.1,Po. Box. 170 Tarakan KAL-TIM. HP. 081342416317 / E-mail : muhamad.roem@gmail.com A B S T R A C T WorldView-2 sensor, which was launched in October 2009 represents a new achievement in geographic information systems, especially in the marine field. Differences WorldView-2 sensor with sensor-owned satellite that has gone before is located on four new band that has the coastal band, yellow band, red edge band, and near-ir 2 band. Coastal band sensors are specifically designed for applications in the littoral zone or shallow sea. This is very helpful in mapping the depth or bathymetry. This is not only important for navigational purposes but also in seeing the shipping processes of coastal disaster mitigation planning and even in coastal areas such as tsunami and storm surge. This paper gives an overview of how the application of WorldView-2 imagery for mapping shallow sea bathymetry can be done based on methods and approaches that has been already available for the other sensor. Keywords : WorldView-2, Coastal Band, Bathymetry, Shallow Marine I. Pendahuluan Garis pantai, dangkalan dan terumbu karang merupakan wilayah yang paling dinamis dan secara konstan terus-menerus mengalami perubahan. Sistem informasi geografis merupakan salah satu teknologi terbaik dalam pengamatan perubahan yang terjadi dimuka bumi terlebih di daerah pesisir dan laut dangkal. Beberapa aspek yang menjadi medan aplikasi sistem informasi geografis di wilayah pesisir dan laut dangkal misalnya pemetaan batimetri, pemetaan benthik, geomorfologi pantai, perubahan garis pantai, determinasi, pemodelan oseanografi, maupun pola refraksi ombak. Pemetaan topografi dasar laut atau batimetri dan monitoring perubahan batimetri merupakan pekerjaan penting tidak hanya untuk navigasi kelautan akan tetapi juga dalam mendeskripsikan proses-proses pantai seperti erosi dan sedimentasi mengingat pola sirkulasi air sangat ditentukan oleh kondisi batimetri perairan. [29]

Sensor WorldView2 Milik perusahaan DigitalGlobe yang di bangun oleh Ball Aerospace & Technologies Corp., merupakan sekuel dan peningkatan dari sensor WorldView-1 yang diluncurkan pada September 2007. Hal menarik dari sensor WorldView2 adalah sebagai tambahan untuk band pankromatik, blue, green, red dan Near Infrared (NIR) yang ada pada WorldView-1, sensor WorldView-2 memiliki empat sensor warna baru. Panjang gelombang terendah di tempati oleh blue band (Coastal) dengan puncak panjang gelombang pada 425 nm. Band ini dikhususkan untuk aplikasi pengamatan pada wilayah laut dangkal. artikel ini disusun untuk memberikan gambaran bagaimana aplikasi citra WorldView-2 dalam pemetaan batimetri laut dangkal dapat dilakukan berdasarkan metode dan pendekatan terhadap citra satelit yang telah ada selama ini. II. Satelit WorldView-2 WorldView-2 merupakan satelit resolusi tinggi pertama yang menyediakan delapan sensor spektral pada kisaran gelombang sinar tampak hingga infra-merah dekat. Setiap sensor secara spesifik difokuskan pada kisaran spektrum elektromagnetik tertentu yang sensitif terhadap fitur tertentu pada permukaan tanah, atau pada kandungan atmosfer. Secara bersama-sama kedelapan sensor WorldView-2 didesain untuk meningkatkan kemampuan segmentasi dan klasifikasi penampakan objek di darat dan di laut. Gambar 1. Respon spektral sensor WorldView-2 (DigitalGlobe, 2010) [30]

Tabel 1. Spesifikasi dan Informasi satelit WorldView-2 (DigitalGlobe, 2010) Spesfikasi Informasi Peluncuran Tanggal : 8 Oktober 2009 Roket Peluncur : Delta 7920 Lokasi Peluncuran : Vandenberg Air Force Base, California Orbit Tinggi : 770 kilometer Sun synchronous, jam 10:30 am descending node Periode orbit : 100 menit 7.25 tahun, meliputi seluruh yang terpakai dan yang Masa Operasi mengalami penyusutan (mis. bahan bakar). 4.3 meter tinggi x 2.5 meter lebar, 7.1 meter lebar panel Dimensi Satelit, energi surya Bobot : 2800 kilogram Bobot & Power 3.2 kw panel surya, 100 Ahr battery Pankromatik 8 Multispektral: Sensor Bands 4 standard colors: blue, green, red, near-ir 1 4 new colors: coastal, yellow, red edge, near-ir 2 Pankromatik : 0.46 meter GSD pada nadir Resolusi Sensor (GSD = Ground Sample Distance) Dynamic Range Lebar Sapuan Kapasitas penyimpanan Perekaman per orbit Maksimal area terekam pada sekali lintas Putaran ke lokasi yg sama Ketelitian lokasi (CE 90) 0.52 meter GSD pada 20 off-nadir Multispektral: 1.84 meter GSD pada nadir 2.08 meter GSD pada 20 off-nadir (catatan : citra satelit harus diresampling ke ukuran 0.5 meter bagi pelanggan di luar pemerintahan Amerika) 11-bit per pixel 16.4 kilometer pada nadir 2199 gigabit 524 gigabit 65.6 km x 110 km mono 48 km x 110 km stereo 1.1 hari pada 1 meter GSD atau kurang 3.7 hari pada 20 off-nadir atau kurang (0.52 meter GSD) 6.5m CE90, dengan perkiraan antara 4.6 s/d 10.7 meter CE90, di luar pengaruh terrain dan off-nadir 2.0 m jika menggunakan registrasi titik kontrol tanah III. Metode Derivasi Batimetri Dari Data Satelit Secara garis besar ada dua metode yang umum dilakukan dalam derivasi batimetri dari data citra satelit, yaitu metode linear dan metode rasio (Loomis, 2009). [31]

Metode Linear Kedua metode ini berdasarkan pada prinsip bahwa cahaya akan mengalami atenuasi sepanjang interaksinya dengan kolom air dan kedalaman penetrasi cahaya tergantung pada panjang gelombang dari cahaya itu sendiri. Hubungan ini disederhanakan dalam persamaan : I d = I 0.e -pk.....(1) Dimana : I d = intensitas cahaya I 0 = intensitas cahaya insiden p = panjang path air dimana cahaya melintas k = koefisien atenuasi/pelemahan ringkasnya spektrum cahaya dengan panjang gelombang terpendek memiliki kemampuan penetrasi paling dalam sementara cahaya dengan panjang gelombang terpanjang akan memiliki kemampuan penetrasi yang dangkal. Kedalaman dan reflektansi dasar perairan mempengaruhi pantulan cahaya mengikuti persamaan : R rs = (A b - R )e (-gz) + R. (2) Dimana : A b = albedo (pancaran reflektansi dasar) R = reflektansi kolom air g = fungsi koefisien atenuasi difusi dari peningkatan atau penurunan cahaya z = Kedalaman (Lyzenga, 1978) Persamaan ini mendapatkan kedalaman dengan : - z = g-1 [In (Ad - R ) In (R rs R )] I d = I 0.e -pk....(3) dimana : I d = Intensitas cahaya Metode linear (Benny and Dawson, 1983; Jupp, 1988; Lyzenga, 1978) menghadirkan dua asumsi. Asumsi pertama menyebutkan bahwa kemampuan penetrasi pada kolom air bergantung panjang gelombangnya (Green et al., 2000). Asumsi ini juga berlaku untuk metode lain. Asumsi kedua menyatakan bahwa kualitas air adalah homogen pada cakupan citra (Green et al., 2000). Asumsi tambahan dapat hadir mengikuti metode yang digunakan. Misalnya Benny and Dawson (1983) berasumsi bahwa albedo substrat dasar perairan adalah homogen untuk memudahkan perhitungan. Metode Rasio Stumpf et al., (2003) mengajukan metode rasio yang menampilkan variasi albedo subtrat. Metode ini dibangun berdasarkan prinsip bahwa atenuasi cahaya bersifat eksponensial terhadap kedalaman, namun mengusulkan agar menggunakan dua band berbeda untuk derivasi kedalaman, sehingga efek albedo substrat dapat diminimalkan (Stumpf et al., 2003). Prinsip ini secara matematis dijelaskan sebagai berikut : Persamaan (1) mendeskripsikan atenuasi cahaya terhadap kedalaman oleh Hukum Beer. Lyzenga (1978) mendeskripsikan hubungan antara reflektansi yang diamati terhadap [32]

kedalaman dan albedo. Persamaan Lyzenga (1978) menghitung kedalaman sebagai fungsi dari reflektansi dan albedo dengan persamaan (4). - z = g-1 [In (Ad - R ) In (R w R )].....(4) dimana : z = kedalaman g = fungsi koefisien atenuasi difusi dari peningkatan atau penurunan cahaya A b = pantulan reflektansi dasar (albedo) R = reflektansi kolom air dalam (secara optik) = reflektansi teramati R w Pehitungan kedalaman dengan cara ini, sebagaimana sebelumnya, bergantung pada albedo. Sehingga, jika albedo dari dua substrat pada kedalaman sama berbeda, maka perhitungan akan menghasilkan kedalaman yang berbeda. Sebaliknya jika dua subtrat pada kedalaman berbeda memiliki albedo yang sama, hasil perhitungan dapat menunjukan bahwa kedalaman sama. Dengan persamaan (2), perhitungan kedalaman dapat menjadi keliru pada dua substrat ini. Metode rasio berupaya menjawab ini dengan membandingkan atenuasi dua band berbeda daripada menggunakan albedo sebagai variabel dalam perhitungan kedalaman. Band yang berbeda akan mengalami laju atenuasi yang berbeda, sehingga salah satu akan berkurang dari yang lainnya. Rasio antara kedua band akan berubah dengan kedalaman. Perubahan albedo dasar perairan seharusnya memberikan pengaruh yang sama terhadap kedua band, tetapi perubahan atenuasi terhadap kedalaman akan menjadi lebih besar dibanding perubahan atribut albedo dasar sehingga kedua band seharusnya tetap sama saat melewati subtrat berbeda pada kedalaman yang sama (Stumpf et al., 2003). Metode rasio secara matematis dijelaskan oleh persamaan (5) : z = m 1 In (nr w (λi)) - m o.....(5) In (nr w (λi)) dimana : z = kedalaman m 1 = konstanta rasio terhadap kedalaman (dapat diatur) R w = Reflektansi teramati M 0 = konstanta permukaan n = konstanta untuk menjaga agar ratio bernilai positif IV. Pendekatan Dalam Kalkulasi Batimetri Dari Citra WorldView-2 Batimetri sekitar pantai selama ini telah dipetakan menggunakan citra multispektral resolusi tinggi. Dengan diperkenalkannya sensor WorldView-2 yang menghasilkan citra dengan resolusi spasial dan resolusi temporal tinggi serta Coastal Blue Band (400-450 nm) yang didesain secara khusus untuk pengukuran batimetri, [33]

diharapkan kedepannya pengukuran batimetri secara subtansial akan mengalami peningkatan baik dalam hal akurasi kedalaman dan posisi. Terdapat dua pendekatan yang dapat dilakukan dalam mengkalkulasi batimetri menggunakan citra satelit multispektral yaitu pendekatan radiometrik dan pendekatan fotogrametrik (DigitalGlobe, 2010). Pendekatan Radiometrik Pendekatan radiometrik dilakukan berdasarkan fakta bahwa panjang gelombang dari cahaya berbeda akan mengalami atenuasi/pelemahan oleh badan air dengan berbagai tingkatan yang berbeda. Cahaya merah akan mengalami atenuasi lebih cepat dibanding cahaya biru. Selama ini pengukuran batimetri telah mengunakan satelit multispektral untuk mendeteksi cahaya biru kisaran panjang gelombang (450 510 nm), hijau (510 580 nm) dan merah (630 690 nm) guna mendapatkan estimasi kedalaman yang baik pada perairan dengan kedalaman lebih dari 15 meter. Dengan penggunaan sonar sebagai pembanding pada survei lapangan (ground thruth) pengukuran batimetri dengan citra berhasil mencapai akurasi vertikal dan horizontal kurang dari 1 meter. Guna meningkatkan kualitas data batimetri, para analis sistem informasi geografis beralih memanfaatkan data satelit yang menghasilkan citra multispektral dengan resolusi tinggi. Sensor ini mampu mendeteksi cahaya pada range 400 hingga 450 nm (spektrum panjang gelombang yang mampu melakukan penetrasi paling dalam pada perairan jernih). Penelitian menggunakan data citra tersebut menunjukkan bahwa akurasi pengukuran batimetri telah dapat ditingkatkan pada kedalaman 20 meter atau lebih. WorldView-2 merupakan satelit resolusi tinggi komersial pertama yang menyediakan citra dengan resolusi multispektral sebesar 1,84 m ditambah sebuah sensor band Coastal Blue yang difokuskan pada kisaran panjang gelombang 400-450 nm. Dengan Coastal Blue band yang terintegrasi dengan band lainnya didesain untuk mampu mengkalkulasi kedalaman sampai dengan 20 m dan secara potensial mencapai kedalaman 30 m, melalui pengukuran absorpsi relatif dari panjang gelombang band Coastal Blue, Blue dan Green. Kapabilitas pengumpulan data single-pass yang besar dari WorldView-2 juga menjadikan aplikasi data ground truth menjadi lebih akurat dan nyata. Pengumpulan data multiple yang terdiri dari perbedaan sudut pencahayaan matahari, kondisi laut dan parameter lainnya sangat menarik untuk mengkalibrasi satu seri pengukuran dan kemudian menggunakannya pada wilayah yang luas. Large synoptic collections, dimungkinkan oleh kegesitan pergerakan dan kemampuan retargeting WorldView-2 terhadap suatu lokasi. Hal ini memungkinkan untuk membandingkan perbedaan penyerapan band Coastal Blue, Blue dan Green, lalu mengkalibrasi estimasi batimetri tersebut menggunakan point benchmark yang ditentukan dan menggeneralisir model tersebut pada daerah pengambilan data. [34]

Pendekatan Fotogrametrik Pada metode ini, citra stereoskopik dikumpulkan dari area target dan data Model Elevasi Digital/Digital Elevation Model (DEM) dari dasar perairan dangkal dihasilkan dari citra. Beberapa studi baik yang menggunakan citra satelit dan foto digital menunjukkan hasil yang menjanjikan serta menunjukkan bahwa teknik ini dapat digunakan untuk menghasilkan model batimetri yang akurat dari periran dangkal tanpa perlu melakukan pemeriksaan lapangan. Meski demikian teknik ini belum dipelajari secara luas disebabkan keterbatasan kapabilitas sensor yang ada sebelum hadirnya sensor WorldView-2. Gambar 2. Model Elevasi Digital / Digital Elevation Model (DEM) yang dihasilkan oleh sensor WorldView-2 pada area luas dimana point perubahan elevasi berinterval setiap satu meter (Mitchell, 2010) Gambar 3. Model Elevasi Digital / Digital Elevation Model (DEM) yang dihasilkan oleh sensor WorldView-2 pada area selebar 2.500 meter (kiri) dan 500 meter (kanan) (Mitchell, 2010) [35]

Tantangan terhadap pengumpulan data citra stereoskopik dari perairan dangkal adalah bagaimana meminimalisir efek interaksi cahaya dengan udara/batas muka air. Pada penyinaran dengan sudut tinggi, cahaya secara sempurna dipantulkan oleh permukaan air, menghalangi benda sub-akuatis apapun untuk teramati. Sensor satelit multispektral yang tersedia tidak mampu untuk mendapatkan citra stereoskopik pada sudut sempit untuk penetrasi pada permukaan laut. Satelit WorldView-2 sangat mendukung aplikasi metode dalam pengukuran batimetri. Band Coastal Blue akan menghantarkan gelombang dengan penetrasi air maksimum. Kegesitan sensor WorldView-2 akan memungkinkan pengumpulan sejumlah besar citra stereo kronologis suatu wilayah dengan resolusi temporal tinggi dan pada sudut yang ideal untuk penetrasi badan air. V. Kesimpulan Aplikasi metode fotogrametri pada citra dari sensor WorldView-2 menghasilkan sebuah model elevasi digital kontinyu yang menggabungkan darat dan laut. Model elevasi digital tanpa batasan ini akan menjadi perangkat yang sangat berharga dalam pemodelan proses-proses hidrogeometeorologi di daerah pesisir dan perencanaan mitigasi bencana yang berpeluang terjadi di wilayah pesisir tersebut. Hasil sensor WorldView-2 yang berupa komposit stereo dapat digunakan untuk mengkalkulasi kedalaman perairan tanpa membutuhkan pengukuran lapangan. Hingga saat ini WorldView-2 merupakan satelit komersial terbaik yang mampu memberikan kombinasi unik dari resolusi spasial dan spektral tinggi, kegesitan (resolusi temporal) serta kapasitas pengumpulan data stereo dalam analisis informasi geografis. Daftar Pustaka Benny, A. H., and G. J. Dawson, 1983. Satellite imagery as an aid to bathymetric charting of the Red Sea. The Cartographic Journal, 20 (1), 5-16. DigitalGlobe, 2010. The Benefits of the 8 Spectral Bands of WorldView-2. White paper. DigitalGlobe.com. Green, E. P., P. J. Mumby, A. J. Edwards, and C. D. Clark, 2000. Remote Sensing Handbook for Tropical Coastal Management. UNESCO. Jupp, D. L. P., 1988. Background and extensions to depth of penetration (DOP) mapping in shallow coastal waters. Proceedings of the Symposium on Remote Sensing of the Coastal Zone, Queensland, September 1988, IV2.1-IV2.29. [36]

Loomis, M.J., 2009. Depth Derivation From The WorldView-2 Satellite Using Hyperspectral Imagery. Naval Postgraduate School. Monterey, California. Master Theses. Lyzenga, D. R., 1978. Passive remote sensing techniques for mapping water depth and bottom features. Applied Optics, 17 (3), 379-383. Mitchell, G., 2010. PhotoSat WorldView-2 Stereo Satellite DEM Comparison to a LiDAR DEM in Southeast California. Stumpf, R. P., K. Holderied, and M. Sinclair, 2003. Determination of water depth with high-resolution satellite imagery over variable bottom types. Limnology and Oceanography, 48 (1), 547-556. [37]