BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang sering terjadi pada anak balita, karena anak. balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga

Nurlindah (2013) menyatakan bahwa kurang energi dan protein juga berpengaruh besar terhadap status gizi anak. Hasil penelitian pada balita di Afrika

BAB I PENDAHULUAN. beban permasalahan kesehatan masyarakat. Hingga saat ini polemik penanganan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan salah satu indikator masalah gizi yang menjadi fokus

Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Status gizi merupakan indikator dalam menentukan derajat kesehatan bayi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesempatan Indonesia untuk memperoleh bonus demografi semakin terbuka dan bisa

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI SITUASI GIZI. di Indonesia. 25 Januari - Hari Gizi dan Makanan Sedunia

Kartu Menuju Sehat (KMS)

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. faltering yaitu membandingkan kurva pertumbuhan berat badan (kurva weight for

BAB I PENDAHULUAN. sehat dan berkembang dengan baik (Kemenkes, 2010). sebagai makanan dan minuman utama (Kemenkes, 2010).

PENDAHULUAN. Setiap manusia mengalami siklus kehidupan mulai dari dalam. kandungan (janin), berkembang menjadi bayi, tumbuh menjadi anak,

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang kekurangan gizi dengan indeks BB/U kecil dari -2 SD dan kelebihan gizi yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa balita merupakan periode penting dalam proses. tumbuh kembang manusia. Pertumbuhan dan perkembangan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

PENDIDIKAN IBU, KETERATURAN PENIMBANGAN, ASUPAN GIZI DAN STATUS GIZI ANAK USIA 0-24 BULAN

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Stunting menurut WHO Child

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI. Hari Anak-Anak Balita 8 April SITUASI BALITA PENDEK

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)

BAB I PENDAHULUAN. lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar orang anak

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya angka kematian bayi dan anak merupakan ciri yang umum

BAB I PENDAHULUAN. http ://digilip.unimus.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR) dan Angka Kematian Ibu (AKI).

BAB I PENDAHULUAN. depan bangsa, balita sehat akan menjadikan balita yang cerdas. Balita salah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan prevalensi balita gizi pendek menjadi 32% (Kemenkes RI, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhan dasar manusia seperti perawatan dan makanan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang masih tersebar luas di negara-negara. berkembang termasuk di Indonesia, masalah yang timbul akibat asupan gizi

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan nasional merupakan pembangunan berkelanjutan yang

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak balita merupakan kelompok usia yang rawan masalah gizi dan penyakit.

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

BAB I PENDAHULUAN. sering menderita kekurangan gizi, juga merupakan salah satu masalah gizi

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak

kekurangan energi kronik (pada remaja puteri)

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang lainnya. Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sulit diharapkan untuk berhasil membangun bangsa itu sendiri. (Hadi, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. antara konsumsi, penyerapan zat gizi, dan penggunaannya di dalam tubuh yang

INFOKES, VOL. 4 NO. 1 Februari 2014 ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. (United Nations Developments Program), Indonesia menempati urutan ke 111

BAB I PENDAHULUAN. mengancam kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang sangat diperlukan sebagai

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. memasuki era globalisasi karena harus bersaing dengan negara-negara lain dalam

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

PANDUAN PENGISIAN KUESIONER PEMANTAUAN STATUS GIZI (PSG) DAN MONITORING EVALUASI KEGIATAN PEMBINAAN GIZI

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. membandingkan keberhasilan pembangunan SDM antarnegara. perkembangan biasanya dimulai dari sejak bayi. Kesehatan bayi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa baduta (bawah dua tahun) merupakan Window of opportunity. Pada

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

BAB I PENDAHULUAN. penting terjadinya kesakitan dan kematian pada ibu hamil dan balita

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kebutuhan nutrisi merupakan kebutuhan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian, karena merupakan kelompok yang rawan terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. menggembirakan. Berbagai masalah gizi seperti gizi kurang dan gizi buruk,

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. dikonsumsi normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi,

BAB 1 PENDAHULUAN. makanan (Anonim, 2008). Sementara masalah gizi di Indonesia mengakibatkan

PROFIL SINGKAT PROVINSI MALUKU TAHUN 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berkualitas. Dukungan gizi yang memenuhi kebutuhan sangat berarti

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

BAB I PENDAHULUAN. Anak yang sehat semakin bertambah umur semakin bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. fisik. Pertumbuhan anak pada usia balita sangat pesat sehingga memerlukan

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan ditunjukkan pada upaya penurunan angka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) ( ) adalah. mewujudkan bangsa yang berdaya saing, melalui pembangunan sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu meningkatnya kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan oleh pita warna hijau muda sampai hijau tua.

BAB I PENDAHULUAN. salah satu kontribusi penting dalam Millenium Development Goals (MDGs)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi gizi kurang pada balita (BB/U<-2SD) memberikan. gambaran yang fluktuatif dari 18,4 persen (2007) menurun menjadi 17,9

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang masih rendah dibandingkan dengan negara di dunia, terlebih dibandingkan dengan negara yang ada di Asia Tenggara. IPM Indonesia tahun 2015 sebesar 0,695 Angka itu menempatkan Indonesia ke dalam kategori pembangunan manusia menengah dan peringkat 113 dari 188 negara di dunia(undp, 2017). Rendahnya IPM disebabkan status gizi dan kesehatan penduduk yang rendah yang dapat kita lihat pada Angka Kematian Bayi (AKB) berdasarkan data SDKI 2012 adalah 32 kematian per 1.000 kelahiran hidup, Angka Kematian Balita sebesar 40 per 1.000 kelahiran hidup, dan Angka Kematian Ibu (AKI) diperkirakan sebesar 359 kematian maternal per 100.000 kelahiran hidup (BKKBN et al., 2013). Nilai IPM meningkat dari 2010 sampai 2015 walaupun masih terdapat banyak kesenjangan di masyarakat. Nilai IPM Indonesia dan 3 provinsi terburuk tertulis pada tabel dibawah ini:(bps, 2016) Tabel 1 Nilai IPM Indonesia, tiga provinsi terburuk, dan tiga provinsi terbaik dari 2010 sampai 2015 Wilayah 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Indonesia 66,53 67,09 67,70 68,31 68,90 69,55 Tiga Provinsi Terburuk Nilai IPMnya Papua 54,45 55,01 55,55 56,25 56,75 57,25 Papua Barat 59,60 59,90 60,30 60,91 61,28 61,73 Nusa Tenggara Timur 59,21 60,24 60,81 61,68 62,26 62,67 Tiga Provinsi Terbaik Nilai IPMnya DKI Jakarta 76,31 76,98 77,53 78,08 78,39 78,99 DI Yogyakarta 75,37 75,93 76,15 76,44 76,81 77,59 Kalimantan Timur 71.31 72.02 72.62 73.21 73.82 74.17 Pola makan anak sangat mempengaruhi status gizi anak. Pemberian makanan pada anak lebih baik diarahkan dan diperbaiki ke arah gizi seimbang dan optimal. Status gizi yang optimal mendukung pertumbuhan dan perkembangan fisik serta mental anak sehingga berat badan dan pertambahannya pun normal, tinggi badan bertambah normal sesuai umur atau IMT (Indeks Massa Tubuh), 1

2 tidak malnutrisi, anak tidak mudah terinfeksi penyakit menular, dan terhindar dari kematian (Kemenkes, 2014). Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran, jumlah sel, dan jaringan interseluler atau bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh. Pertumbuhan dapat diukur dengan satuan berat dan panjang dalam kurun waktu tertentu. Pertumbuhan adalah gambaran status gizi yang berlangsung secara kontinyu (Tanuwidjaya et al., 2008). Seorang anak dikatakan mengalami pertumbuhan atau status gizi yang baik bila mengalami pertambahan Berat Badan (BB) dan Panjang Badan (PB) yang disesuaikan pada kelompok umur anak (U). Pengukuran BB/U menunjukkan masalah gizi secara umum. BB berkorelasi positif dengan Umur dan PB.Hasil pengukuran BB/U yang rendah dapat disebabkan karena pendeknya tinggi badan anak atau anak sedang mengalami gangguan kesehatan seperti diare. Pengukuran PB/U menunjukkan masalah gizi kronis. Pengukuran BB/PB menunjukkan masalah gizi akut, misalnya karena wabah penyakit atau kelaparan sehingga anak menjadi kurus. Indikator BB/PB dan IMT/U dapat digunakan untuk identifikasi kurus dan gemuk. Masalah kurus dan gemuk pada umur dini dapat berakibat pada risiko berbagai penyakit degeneratif pada saat dewasa (Teori Barker) (Kemenkes, 2013b). Kelompok umur balita harus diberikan perhatian khusus karena pada masa inilah terjadi pertumbuhan pesat dan kritis (periode masa emas/golden age). Pemantauan pertumbuhan anak 0-24 bulan dapat dilakukan setiap bulan pada layanan kesehatan seperti posyandu, puskesmas ataupun rumah sakit. Hasil pengukuran tersebut dituliskan pada Kartu Menuju Sehat (KMS). Anak dinyatakan sehat jika berat badannya naik setiap bulan pada grafik berat badan mengikuti garis pertumbuhan atau kenaikan berat badan sama dengan kenaikan berat badan minimum atau lebih yang masih berada didalam pita hijau KMS (Kemenkes, 2014). Malnutrisi adalah faktor risiko kesakitan dan kematian bayi dan balita. Malnutrisi dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu gizi lebih atau gizi kurang. Banyak penyakit menular yang dapat berujung pada kematian karena malnutrisi

3 antara lain diare, campak, penyakit pernapasan akut, malaria dan meningitis. Gizi lebih dapat berujung pada penyakit tidak menular seperti penyakit kardiovaskular, diabetes, kanker, stroke, hipertensi, dan lainnya (Wondafrash et al., 2012). Indonesia masih memiliki masalah kekurangan gizi. Jika dilihat dari data Riskesdas 2007, 2010, dan 2013, prevalensi anak balita kurus (wasting) menurun yang adalah masing-masing 13,6%; 13,3%; dan 12,1%. Sedangkan prevalensi anak balita pendek (stunting) adalah 36,8%; 35,6%;dan 37,2%. Prevalensi gizi kurang (underweight) adalah 18,4%; 17,9%; dan 19,6% (Kemenkes, 2014). Prevalensi gizi buruk di Indonesia masih tergolong tinggi. Prevalensi malnutrisi gizi buruk di Indonesia tertinggi ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Papua Barat dan Sulawesi Barat.Prevalensi malnutrisi buruk dikatakan sangat tinggi bila 30%. Sedangkan prevalensi gizi buruk terendahnya adalah Bali, DKI Jakarta, dan Bangka Belitung (Kemenkes, 2013b). Permasalahan gizi anak yang biasa terjadi adalah anak tidak mau makan atau sulit makan, sehingga jika dibiarkan terus-menerus mengakibatkan anak kekurangan gizi dan mengganggu pertumbuhan badannya. Permasalahan gizi yang sering timbul pada anak, khususnya anak 6-24 bulan adalah Kekurangan Kalori Protein (KKP), Kekurangan Vitamin A (KVA), Anemia Gizi Besi (AGB), Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI). KKP banyak dialami oleh anak yang berasal dari keluarga dengan ekonomi yang rendah karena ketidakterjangkauan daya untuk membeli sumber protein hewani. KVA terjadi pada anak yang tidak menyukai sayuran dan buah-buahan. AGB terjadi pada anak yang tidak menyukai sayuran hijau dan berasal dari keluarga kurang mampu membeli sumber protein hewani. GAKI muncul karena kurangnya asupan makanan yang beraneka ragam, sehingga dapat diupayakan dengan penambahan garam beryodium pada makanan keluarga (Irianto, 2006). Anak saat memasuki umur 6 bulan, tidak hanya membutuhkan Air Susu Ibu (ASI). Anak mulai belajarmakan dengan tekstur yang bertahap yang dikenal dengan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI). Anak sudah mulai aktif bergerak sehingga kecukupan gizinya tidak bisa terpenuhi bila hanya dari ASI saja. Organ pencernaan anak juga sudah mulai siap. Keterlambatan pemberian

4 MPASI dapat menyebabkan defisiensi zat besi atau zat gizi lainnya pada anak, sedangkan MPASI yang terlalu dini berisiko menyebabkan infeksi pencernaan anak dan adanya penurunan produksi ASI. ASI memenuhi setengah kebutuhan energi anak 6-12 bulan, sedangkan anak >12 bulan sebesar 30% (UNICEF, 2012). Pemberian MPASI harus memperhatikan frekuensi pemberian makan (berapa kali dalam sehari dan juga snack), jumlah atau banyaknya yang dimakan, tekstur MPASI yang bertahap dari lumat hingga makanan keluarga, variasi MPASI, respon makan anak, dan kebersihan (kebersihan makanan maupun saat memberikan) (UNICEF, 2012). Gambaran keadaan gizi masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2012 adalah masih tingginya prevalensi balita gizi kurang sebesar 8,45% (turun dari 10% pada tahun 2011) dan gizi buruk 0,56% (turun dari 0,68% pada tahun 2011 dan 0,7% pada tahun 2010). Walaupun banyak penurunan, prevalensi gizi buruk di Kota Yogyakarta masih di atas angka harapan <1%, yaitu sebesar 1,35% (DinkesDIY, 2013). Tingkat partisipasi masyarakat dalam penimbangan di posyandu di D.I. Yogyakarta rata-rata sebesar 84%, dengan hasil penimbangan balita yang naik berat badannya saat ditimbang (N/D) di Kota Yogyakarta <50%, Kabupaten Kulonprogo 50-59%, dan Kabupaten Gunungkidul, Bantul, dan Sleman sebesar 60-69% (DinkesDIY, 2013) Berdasarkan data Bawah Garis Merah (BGM) tahun 2016 Kota Yogyakarta, terdapat 1,15% atau sekitar 56 anak dari seluruh anak yang menimbang di posyandu Kota Yogyakarta dan memiliki berat badan di bawah garis merah. Jika diurutkan menjadi 3 besar, posyandu yang termasuk dalam kategori BGM tertinggi adalah Posyandu Gondokusuman II 4,62%, Posyandu Danurejan I 2,36%, dan Posyandu Jetis 1,78%(DinkesDIY, 2017). B. Perumusan Masalah Malnutrisi adalah risiko terbesar penyebab kematian balita. Salah satu bentuk malnutrisi adalah gizi buruk. Permasalahan dan prevalensi gizi buruk masih banyak di Indonesia walaupun ada perbaikan setiap tahunnya. Pola makan

5 pada anak 6-24 bulan sangat mempengaruhi status gizi anak yang pada akhirnya mendukung pertumbuhan berat badan anak 6-24 bulan. Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah Apakahpemilihan pemberian MPASI berhubungan dengan pertumbuhan berat badan anak 6-24 bulan? C. Tujuan Penelitian Mengetahui hubunganantara pemilihan pemberian MPASI (jumlah, frekuensi, dan variasi) dengan pertumbuhan berat badan anak 6-24 bulan. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis Sebagai bahan evaluasi dan masukan bagi instansi terkait untuk meningkatkan status gizi dan pertumbuhan anak, khususnya anak 6-24 bulan. 2. Manfaat Teoritis a. Dapat menambah wawasan, ilmu pengetahuan, dan keterampilan bagi penulis maupun pembaca karya tulis ini tentang MPASI yang tepat dan kaitannya dengan tumbuh kembang anak. b. Sebagai bahan masukan peneliti lain untuk mengembangkan penelitiannya. E. Keaslian Penelitian Penelitian lainnya yang mendasari peneliti melakukan penelitian terkait MPASI dan hubungannya dengan pertumbuhan anak di Indonesia, dengan fokus/tema yang serupa adalah: 1. Meltica (2016) melaksanakan penelitian berjudul Hubungan Pola Asuh Makan Dengan Status Gizi Stunting Pada Anak Usia 6-24 Bulan di Kabupaten Sleman (Analisis Data SDKI Sleman). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola asuh makan dengan status gizi stunting pada anak usia6-24 bulan di Kabupaten Sleman. Data dikumpulkan dari data sekunder Health and Demography Surveillance System (HDDS) penduduk yang

6 bertempat tinggal minimal 6 bulan di Kabupaten Sleman. Sampelnya anak balita 6-24 bulan yang berada di 6 kecamatan dengan prevalensi stunting tertinggi. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada sampelnya yaitu semua anak di Kabupaten Sleman yang berusia 6-24 bulan dari data HDSS Sleman, variabel terikatnya, dan tempat penelitiannya. 2. Yulidasari (2013) melakukan penelitian berjudul Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI) Sebagai Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Anak Usia 6-24 Bulan di Kota Yogyakarta yang bertujuan menganalisis besarnya risiko MPASI terhadap kejadian stunting pada anak 6-24 bulan di Kota Yogyakarta. Perbedaannya dengan penelitian ini terletak pada sampelnya yaitu seluruh anak berusia 6-24 bulan yang tercatat pada posyandu pada tiga wilayah kecamatan di Kota Yogyakarta serta orang tuanya bertempat tinggal di lokasi penelitian, rancangan penelitian case control, variabel terikatnya, dan lokasi penelitian. 3. Thet et al. (2016) melakukan penelitian yang berjudul Assessing Rates of Inadequate Feeding Practices Among Children 12 24 months: Results from a Cross-Sectional Survey in Myanmar yang bertujuan memahami praktek pemberian makan anak-anak berusia 0-24 bulan di Myanmar dan karakteristik ibu dikaitkan dengan praktik pemberian makan yang memadai. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada metode samplingnya, yaitu multistage cluster sample, responden yang dituju adalah anak 12-24 bulan, tempat penelitiannya di Myanmar, dan variabel terikatnya. 4. Nahdloh and Priyantini (2013) melakukan penelitian berjudul Pengaruh Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu terhadap Pertumbuhan Berat Badan Bayi 6-12 Bulan di Posyandu Desa Kutoarjo Kaliwungu Kendal dengan tujuan menilai pengaruh pemberian MPASI terhadap pertumbuhan berat badan bayi 6-12 bulan di Posyandu Desa Kutoarjo Kaliwungu Kendal. Perbedaannya terletak pada variabel terikatnya yang hanya pertumbuhan berat badan, dan kelompok umur sasaran sampel.