2016 PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS DAN SELF ESTEEM SISWA SMP MELALUI MODEL DISCOVERY LEARNING

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013

PENDAHULUAN. Leli Nurlathifah, 2015

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. Matematika sebagai ilmu yang timbul dari pikiran-pikiran manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika,

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

BAB I PENDAHULUAN. pendapat (Sabandar, 2010: 168) bahwa matematika adalah sebagai human

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa diantaranya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

P. S. PENGARUH PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA KELAS VII

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana terhadap suasana belajar

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia- manusia unggul dan berkualitas. Undang-undang No 20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN. (dalam Risna, 2011) yang menyatakan bahwa: Soejadi (2000) mengemukakan bahwa pendidikan matematika memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diana Utami, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. intelektual dalam bidang matematika. Menurut Abdurrahman (2012:204)

2014 PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN REPRESENTASI MATEMATIS MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) DI SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan tepat. Hal tersebut diperjelas dalam Undang - Undang No 2 Tahun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu matematika sampai saat ini, seperti Pythagoras, Plato,

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi siswa yaitu Sekolah. Melalui pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tujuan pembelajaran matematika diantaranya adalah mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. di sekolah. Mata pelajaran matematika memiliki tujuan umum yaitu memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Deden Rahmat Hidayat,2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting yang akan

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

Circle either yes or no for each design to indicate whether the garden bed can be made with 32 centimeters timber?

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan oleh semua orang terutama pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. logis, konsisten, dan dapat bekerjasama serta tidak mudah putus asa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roheni, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maya Siti Rohmah, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Pendidikan matematika berperan penting bagi setiap individu karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menghadapi era globalisasi dan perkembangan teknologi yang pesat, pemerintah berusaha untuk meningkatkan sumber daya manusia. Peningkatan sumber daya manusia tersebut ditempuh dengan cara meningkatkan mutu pendidikan. Hal tersebut dapat dicapai salah satunya dengan meningkatkan pendidikan matematika. Sebagai ilmu yang universal, matematika mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan mengembangkan daya pikir manusia. Karena itu tujuan pembelajaran matematika disekolah agar siswa dapat menghadapi perkembangan zaman melalui latihan berdasarkan pemikiran logis, rasional, kritis, jujur, cermat dan efektif. Depdiknas (2006) dalam menyusun Standar Isi (SI) mata pelajaran matematika untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah, dengan tujuan agar siswa mampu: 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pertanyaan matematika; 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematis, menyelesaikan model, menafsirkan solusi yang diperoleh; 4. Mengkomunikasikan gagasan dengan tabel, simbol, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Demikian pula halnya tujuan dalam pembelajaran oleh National Council of Teachers Mathematics (NCTM,2000) yang menyebutkan terdapat setidaknya lima kemampuan yang ditumbuhkan pada siswa saat mereka mempelajari

2 matematika, yakni pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan pembuktian (reasoning and proof), komunikasi (communication), koneksi (connection) dan representasi (representation). Sejalan dengan pernyataan diatas, Sumarmo (2010) menambahkan kelima kemampuan matematis diatas disebut daya matematis (mathematical power) atau keterampilan matematis (doing math). Keterampilan matematis berkaitan dengan karakteristik matematika yang dapat digolongkan kedalam berpikir tingkat rendah dan berpikir tingkat tinggi. Aktifitas berpikir yang menyangkut tingkat rendah termasuk kegiatan melakukan operasi hitung sederhana, menerapkan rumus secara langsung, mengikuti prosedur (algoritma) yang baku, sedangkan aktifitas berpikir tingkat tinggi termasuk kemampuan memahami matematika secara lebih mendalam, mengamati data dan menggali ide yang tersirat, menyusun konjektur, menyelesaikan masalah (problem solving), berkomunikasi secara matematis dengan kegiatan intelektual lainnya. Oleh sebab itu, agar siswa memiliki keterampilan yang baik dalam pembelajaran matematika, tentunya lima kemampuan dasar matematika tersebut penting dimiliki siswa. Berdasarkan uraian tersebut, dalam belajar matematika diperlukan kemampuan-kemampuan tersebut agar tercapai tujuan pembelajaran. Dari beberapa keterampilan matematis tersebut peneliti mengambil satu kemampuan yaitu penalaran, karena penalaran dibutuhkan dalam setiap pemecahan masalah baik dalam belajar matematika dan juga kehidupan sehari-hari. Kemampuan penalaran merupakan kemampuan berpikir matematika tingkat tinggi. Karena kemampuan penalaran membutuhkan kemampuan memahami lebih mendalam untuk dapat membuat kesimpulan secara logis. Jadi kemampuan penalaran merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa, sehingga peneliti berminat untuk mengetahui kemapuan penalaran matematis siswa secara lebih lanjut. Pada kenyataannya kemampuan siswa dalam pemahaman konsep, koneksi matematis, pemecahan masalah, penalaran, dan juga komunikasi yang dimiliki siswa masih rendah. Hal ini terlihat pada pada hasil analisis Ujian Nasional tahun pelajaran 2013/2014 (Balitbang,2014) menunjukkan bahwa rata-rata nilai Ujian Nasional pada mata pelajaran matematika di tingkat nasional adalah

3 6,07(C), untuk tingkat Provinsi Jawa Barat adalah 5,58 (C), dan untuk tingkat Kabupaten Indramayu adalah 5,01 (D). Jika dilihat dari daya serap terhadap setiap butir soal, kemampuan yang memiliki nilai paling rendah adalah: (1) menentukan nilai data yang hilang berkaitan dengan nilai rerata (48,81%); (2) menentukan nilai fungsi jika tiga titik terletak pada satu garis lurus (51,98%); (3) menyelesaikan soal cerita berkaitan dengan panjang kawat menggunakan konsep rusuk pada limas persegi (53,32%); (4) menghitung luas juring atau panjang busur yang diketahui panjang jari-jari dan besar sudut pusatnya (54,91%). Dalam penelitian ini, peneliti lebih memfokuskan pada kemampuan penalaran matematis siswa yang juga masih rendah. Untuk mengetahui rendahnya kemampuan penalaran matematis siswa peneliti melakukan studi pendahuluan di salah satu kelas IX SMPN Kabupaten Indramayu. Pemilihan kelas IX didasarkan pada asumsi bahwa siswa- siswa disekolah tersebut antara kelas VII, VIII, dan IX memiliki karakteristik yang sama. Studi pendahuluan diberikan soal dengan indikator mengambil kesimpulan secara logis, yaitu: Tepat dua tahun yang lalu umur Amir dua kali umur Dewi. Sekarang umur Amir 6 tahun. Orang tua Dewi Mempunyai kebiasaan menimbang berat badan semua anak-anaknya yang masih balita ke Posyandu. Apakah sekarang Dewi masih ditimbang berat badannya di Posyandu?. Dari hasil studi pendahuluan siswa mengerjakan soal kemampuan penalaran dengan indikator membuat kesimpulan yang logis, dari 36 siswa yang mengerjakan hanya 5 siswa yang mampu membuat kesimpulan secara logis berdasarkan fakta-fakta yang ada. Sedangkan 31 siswa lainnya masih belum bisa menyimpulkan secara logis fakta-fakta yang ada. Sejalan dengan hal tersebut rendahnya kemampuan penalaran juga ditemukan oleh beberapa penelitian sebelumnya baik diluar negeri maupun dalam negeri. Penelitian Cetin dan Ertekin (2011) menyebutkan siswa masih belum berkembang dalam kemampuan penalaran, dalam penelitian ini dikhususkan pada penalaran proposional. Penggunaan rumus secara dini membuat siswa menggunakan rumus tanpa berpikir sehingga kemampuan penalaran proposionalnya tidak berkembang. Dalam pemelitian Lithner (2012) masih banyak siswa yang melakukan hafalan dalam belajar matematika, hal ini yang menjadi salah satu alasan dibalik kesulitan belajar matematika. Bahkan

4 penggunaan prosedur pun kurang memadai meskipun menggunakan hafalan karena siswa menggunakan prosedur seperti robot. Selanjutnya dalam penelitian Bieda (2012) kemampuan siswa untuk terlibat dalam penalaran dan pembuktian menunjukkan kelemahan signifikan dalam kemampuan siswa untuk alasan deduktif dan abstrak di semua tingkatan kelas. Penelitian Putri (2013) melaporkan bahwa hasil rata-rata skor postes kemampuan penalaran matematis siswa SMP melalui pembelajaran matematika realistik sebesar 48,17% dari skor ideal. Demikian juga dari penelitian yang dilakukan Hadriani (2015) yang menyebutkan bahwa rata-rata skor postes kemampuan penalaran matematis siswa SMP sebesar 53,20% dari skor ideal. Dengan hasil tersebut masih terlihat rendahnya kemampuan siswa dalam matematika terutama dalam kemampuan penalaran. Penyebab rendahnya kemampuan penalaran siswa salah satunya siswa lebih cenderung menghapal dan mengikuti prosedur yang sudah baku dalam menyelesaikan masalah dan memecahkan masalah matematika tanpa menggunakan logika berpikirnya. Selain itu pembelajaran yang ada sekarang ini masih berpusat kepada guru, sedangkan siswa hanya duduk mendengarkan penjelasan guru, mencatat, kemudian mengerjakan soal-soal rutin. Pembelajaran yang selama ini terjadi lebih condong pada prosedural penyelesaian masalah tanpa membangun konsep yang matang pada diri siswa. Paradigma baru pembelajaran terkini menekankan pada posisi guru sebagai fasilitator dan tidak mendominasi kelas. Guru mengkondisikan agar siswa lebih aktif dalam belajarnya, membantu siswa untuk memahami ide-ide matematis secara benar dan meluruskan pemahaman siswa yang kurang tepat serta melatih siswa dalam melakukan penalaran. Menyadari pentingnya suatu model pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan penalaran siswa, diperlukan adanya pembelajaran matematika yang dapat membuat siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang diperkirakan oleh peneliti mampu meningkatkan kemampuan penalaran adalah model Discovery Learning. Metode Discovery Learning dianggap dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar dan mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented.

5 Karena dalam metode Discovery Learning bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan (kurikulum 2013). Hal tersebut memungkinkan murid-murid menemukan arti bagi diri mereka sendiri, dan memungkinkan mereka untuk mempelajari konsep-konsep di dalam bahasa yang dimengerti mereka. Bruner mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contohcontoh yang ia jumpai dalam kehidupannya (kurikulum 2013). Dalam tahapan model Discovery Learning terdapat langkah pembuktian dan generalisasi yang memenuhi indikator dari kemampuan penalaran. Selain kemampuan kognitif siswa tujuan pembelajaran saat ini juga mengarah kepada segi afektif. Beberapa kemampuan afektif yang penting dimiliki oleh siswa yaitu Self Confident, Self Concept, Self Efficacy, Self Esteem, Self Regulated Learning dan sebagainya. Dari beberapa kemampuan afektif tersebut peneliti tertarik untuk membahas tentang Self esteem siswa dalam matematika, karena self esteem merupakan kepercayaan terhadap dirinya sendiri seberapa mampu dia dapat menyelesaikan masalah matematika. Pembelajaran Discovery Learning juga diharapkan dapat meningkatkan self esteem siswa dalam matematika. Karena dengan belajar menemukan sendiri siswa menjadi lebih percaya diri dan mengetahui apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan dirinya. Self-esteem merupakan salah satu komponen yang harus diperhatikan dalam dunia pendidikan khususnya pendidikan matematika. Selfesteem merupakan kumpulan dari kepercayaan atau perasaan tentang diri kita atau persepsi kita terhadap diri sendiri tentang motivasi, sikap, perilaku, dan penyesuaian emosi yang mempengaruhi kita. Dari uraian tersebut dapat dikemukakan pula bahwa self-esteem berkenaan dengan: (a) kemampuan kita untuk memahami apa yang dapat kita lakukan dan apa yang telah dilakukan, (b) penetapan tujuan dan arah hidup sendiri, (c) kemampuan untuk tidak merasa iri terhadap prestasi orang lain. Self-esteem dapat diartikan sebagai penilaian terhadap dirinya sendiri, dan percaya bahwa dirinya mampu dalam menyelesaikan

6 soal matematika. Muijs dan Reynolds (2008) mengatakan bahwa self-esteem yang rendah memiliki efek yang merugikan terhadap prestasi belajar siswa. Tobias (Fadillah,2010) dalam penelitiannya melaporkan bahwa siswa yang memiliki sikap negatif terhadap matematika adalah siswa yang memiliki self-esteem yang lemah. Rendahnya self-esteem disebabkan disekolah tidak memperhatikan pada pengembangan self-esteem dan masih rendahnya self-esteem siswa tampak pada rendah dirinya siswa dalam mengemukakan pendapat dan menunjukkan kemampuannya (Utari,2007). Selain itu peneliti melakukan wawancara dan observasi pada salah satu SMPN di Kabupaten Indramayu mengenai self esteem siswa disekolah tersebut. Dari hasil wawancara dan pengamatan peneliti masih terlihat siswa kurang berani menyampaikan pendapat dan pasif dalam belajar. Dalam satu kelas siswa yang terdiri dari 36 siswa hanya 5-8 siswa yang ketika diminta pendapat akan langsung menjawab dan sisanya hanya diam mendengarkan tanpa diketahui mengerti atau tidak. Kenneth Shore (Utari, 2007) menyatakan bahwa self-esteem berpengaruh pada prestasi belajar siswa. Rendahnya self-esteem dapat menurunkan hasrat belajar, mengaburkan fokus pikiran, dan enggan mengambil resiko. Sebaliknya, self-esteem yang positif membangun pondasi kokoh untuk kesuksesan belajar. Jadi, peran guru sangatlah penting agar dapat meningkatkan self-esteem siswa dalam matematika. Jika siswa telah merasa dirinya tidak akan pernah mampu dalam matematika maka siswa akan merasa putus asa ataupun tidak mau berusaha belajar matematika dan akan mempengaruhi prestasinya. Dalam hal ini, pembelajaran yang baik apabila mampu menciptakan suatu kondisi yang yang efektif dan kondusif, agar siswa tidak selalu merasa matematika itu merupakan pelajaran yang rumit, dan agar siswa lebih menyenangi pelajaran matematika, sehingga siswa dengan kemampuan rendah pun dapat menyelesaikan masalah matematika dengan baik dan diharapkan hasil belajar siswa pun dapat lebih meningkat. Selain faktor model pembelajaran yang digunakan, faktor yang juga mempengaruhi kemampuan matematis adalah faktor kemampuan awal matematis. Kemampuan awal matematis adalah gambaran kemampuan matematika siswa

7 pada materi-materi sebelumnya. Penelitian Hadriani (2012) tentang pembelajaran penemuan menyebutkan skor rata-rata postes kemampuan penalaran matematis pada siswa KAM tinggi sebesar 76,3% yang berarti pembelajaran tersebut bagus pada siswa kelompok KAM tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa model pembelajaran tidak merata pada semua kemampuan matematika siswa. Sehingga peneliti juga merasa perlu mengkaji kemampuan awal matematis dengan tujuan untuk mengetahui apakah implementasi model Discovery Learning dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis secara merata pada semua kategori KAM siswa atau hanya pada kategori tertentu saja. Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul: Peningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis dan Self-esteem Siswa SMP melalui Model Discovery Learning 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka masalah yang akan diteliti dan dikaji lebih lanjut dalam penelitian ini yaitu: 1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan antara kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh model Discovery Learning dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional? 2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh model Discovery Learning ditinjau dari Kemampuan Awal Matematika (tinggi, sedang, rendah)? 3. Apakah terdapat perbedaan self-esteem siswa dalam matematika antara siswa yang memperoleh model Discovery Learning dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

8 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan maka tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang memperoleh model Discovery Learning dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. 2. Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh model Discovery Learning ditinjau dari Kemampuan Awal matematika (tinggi, sedang, rendah). 3. Mengetahui perbedaan Self Esteem siswa dalam matematika yang memperoleh model Discovery Learning dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi dunia pendidikan matematika, antara lain sebagai berikut: 1. Manfaat Proses Penelitian a. Bagi siswa dapat berlatih untuk terlibat aktif dalam pembelajaran dan berlatih menemukan konsep matematika dengan cara menemukannya sendiri b. Bagi guru dapat melihat penerapan model Discovery Learning untuk meningkatkan hasil belajar siswa 2. Manfaat Hasil Penelitian a. Secara teoritis penelitian ini dapat mengembangkan ilmu dan dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya. b. Manfaat praktis dari penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai model Discovery Learning dalam meningkatkan hasil belajar siswa.

9 1.5 Struktur Organisasi Tesis Struktur organisasi tesis ini terdiri dari BAB I. Pendahuluan terdiri dari: latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,dan struktur organisasi tesis. BAB II. Kajian Pustaka terdiri dari: kemampuan penalaran matematis, self-esteem dan model Discovery Learning, penelitian yang relevan, teori-teori yang mendukung, kerangka berpikir penelitian dan Hipotesis Penelitian BAB III. Metode Penelitian terdiri dari: Desain penelitian, populasi dan sampel penelitian, Definisi Operasional, Kemampuan Awal Matematis, Variabel Penelitin, perangkat pembelajaran, instrumen penelitian dan validasinya, teknik pengumpulan data, analisis data penelitian, prosedur penelitian dan waktu serta lokasi penelitian. BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan terdiri dari: hasil penelitian yang memaparkan penelitian yang telah dilakukan serta hasil pengujian hipotesis dari data yang diperoleh, Pembahasan penelitian yang memaparkan temuan yang diperoleh selama penelitian dilaksanakan. BAB V Kesimpulan,Implikasi dan Rekomendasi terdiri dari: Kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, Implikasi dari hasil penelitian, dan rekomendasi dari penelitian untuk hasil yang lebih baik.