BAB I PENDAHULUAN. hlm Damsar, Pengantar Sosiologi Pendidikan, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 2011,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Jakarta, 1997, hlm Engkoswara & Aan komariah, Administrasi Pendidikan, Alfabeta: Bandung, 2012, hlm. 92.

BAB I PENDAHULUAN. hlm U. Saefullah, Psikologi Perkembangan dan Pendidikan, CV Pustaka Setia, Bandung, 2012,

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm.1. 2 Tatang S, Ilmu Pendidikan, Pustaka Setia, Bandung, 2012, hlm.14.

BAB I PENDAHULUAN. Zainy Chalish Hamdy dkk, Administrasi Pendidikan dan Supervisi Pendidikan, IAIN Press, Medan, 2005, hlm. 1

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2006, hlm. 3.

BAB I PENDAHULUAN. 2 Hasan Basri, Landasan Pendidikan, CV Pustaka Setia, Bandung, 2013, hlm Ibid., hlm. 15.

BAB I PENDAHULUAN. Menyambung yang Terputus dan Menyatukan yang Tercerai), Alfabeta, Bandung, 2009, hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Moh.Rosyid, Sosiologi Pendidikan, Idea Pres, Yogyakarta, 2010, hlm

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1 Zakiyah Darajat, Ilmu Fiqih, PT Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta, 1995, hlm 2.

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan sumber daya manusia yang profesional, tangguh, dan siap

BAB I PENDAHULUAN. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2013, hlm. 34 2

BAB I PENDAHULUAN. Persada, 2003), hlm Jalaluddin, Teologi Pendidikan,(Jakarta: PT. Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. Agama dan Budaya, Bandung: Pustaka Setia, hal Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. berikutnya. Pendidikan Agama Islam merupakan salah satu mata. mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran merupakan kata khusus dari kata umum pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2014, Hlm: 28 2

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian, dan sosial sesuai Undang-undang Guru dan Dosen No. 14 Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006, hlm Endang Poerwanti, dkk, Perkembangan Peserta didik, Malang: UMM Press, 2002, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan bangsa Indonesia yang salah satunya yaitu mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2013, hal. 1-2.

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta,2004, hlm Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional,

BAB I PENDAHULUAN. Ibid., 4. Ibid., hlm. 23

BAB I PENDAHULUAN. beragama yaitu penghayatan kepada Tuhan, manusia menjadi memiliki

Arif Rohman, Memahami Pendidikan & Ilmu Pendidikan, LaksBang Mediatama, Surabaya, 2009, hlm

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Media Group, Jakarta, 2010, hlm Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Prenada

BAB I PENDAHULUAN. hlm Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003,

BAB I PENDAHULUAN. 4 Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hal.

BAB I PENDAHULUAN. antara lain pemerintah, guru, sarana prasarana, dan peserta didik itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. hlm M. Uzer Ustman, Menjadi Guru Profesional, Remaja Rosda Karya, Bandung, 1995,

BAB I PENDAHULUAN. menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga

BAB I PENDAHULUAN. Zuhairini, dkk, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Usana Offset Printing: Surabaya, 1981, hlm

BAB I PENDAHULUAN. M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hlm

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta, 2009, hlm Arif Rohman, Memahami Pendidikan & Ilmu Pendidikan, LaksBang Media Tama,

BAB I PENDAHULUAN. Soetjipto. Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, hlm. 59 Ibid, hlm. 60

BAB I PENDAHULUAN. Muhammad Zuhaili, Pentingnya Pendidikan Islam Sejak Dini, A.H Ba adillah Press, Jakarta, 2002, hlm

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan evaluasi yang perlu dilakukan untuk menentukan tingkat pencapaian

BAB I PENDAHULUAN. hlm Ismail SM. Et. All. Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2001),

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi Kurukulum 2013 Pada Pembelajaran PAI Dan Budi Pekerti

BAB I PENDAHULUAN. Rosdakarya, Bandung, 2011, hlm Diah Harianti, Model dan Contoh Pengembangan Diri Sekolah Menengah Pertama,

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak dapat berkembang dengan baik. Pendidikan dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional termasuk didalamnya bidang pendidikan, itulah sebabnya

BAB I PENDAHULUAN. manusia tentang dirinya sendiri, dan tentang dunia dimana mereka hidup.

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh manusia semakin kompleks dan bervariasi. Oleh sebab itu

BAB I PENDAHULUAN. Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2009, hal.

BAB I PENDAHULUAN. Heri Noer Aly dan Munzier S, Watak Pendidikan Islam, Friska Agung Insani, Jakarta, 2003, hlm. 1. 2

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta, 2003, Hlm.8 2 Zainal Asril, Micro teaching, Rajawali pers, Jakarta, 2013, Hlm. 1

BAB I PENDAHULUAN. Suwarto, Pengembangan Tes Diagnosis dalam Pembelajaran, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2013, hal. 3-4.

BAB I PENDAHULUAN. dirinya yang memungkinkannya untuk berfungsi secara baik dalam kehidupan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kisbiyanto, Ilmu Pendidikan, Nora Media Enterprise : Kudus, Cet. 1, 2010, hal. 35.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Usaha sadar

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang mampu membimbing dan mengarahkan manusia sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran sebagai suatu segmen kurikulum, strategi pembelajaran, media. pengajaran, dan evaluasi pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Dalam Undang-Undang tentang

BAB I PENDAHULUAN. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hlm. 4. 2

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran serta dapat

BAB I PENDAHULUAN. didik kurang inovatif dan kreatif. (Kunandar, 2007: 1)

BAB I PENDAHULUAN. mudanya untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidup secara

BAB I PENDAHULUAN. dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm. 293.

BAB I PENDAHULUAN. Syaiful Bahri Djamarah, Guru & Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm 36.

BAB 1 PENDAHULUAN. Nanang Fatah, Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2000, hlm. 5. 2

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 2008, hlm Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Remaja Roesdakarya,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Desember Diakses pada tanggal 17

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. dengan eksistensi pendidikan. Jika pendidikan memiliki kualitas tinggi, maka

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta, 2013, hlm Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Arif Hadipranata, 2000, Peran psikologi di Indonesia,Yogyakarta, Fakultas Psikologi UGM,, hlm 75. 2

BAB I PENDAHULUAN. Sekretaris Jenderal MPR-RI, Undang-Undang Dasar 1945, Sekjen MPR-RI, Jakarta, hlm. 5 2

BAB I PENDAHULUAN. nasional adalah pembangunan di bidang pendidikan yang bertujuan untuk

Rajawali Pers, 2009), hlm Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, (Jakarta:

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. mungkin proses belajar mengajar akan berhasil dengan lancar dan baik.

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pendidikan sebagai suatu gejala budaya dalam masyarakat telah berlangsung baik

KOMPETENSI PROFESIONAL GURU SOSIOLOGI SMA NEGERI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan tugas sebagai manusia yang hidup di tengah manusia yang lain dan. untuk menjadikan hidupnya lebih bermartabat.

BAB I PENDAHULUAN. Suparlan Suhartono, Filsafat Pendidikan, Ar-Ruzz Media, Yogyakarta, 2009, hlm. 80 Ibid, Hlm. 84

BAB I PENDAHULUAN. Al-Qur'an Hadits merupakan sumber utama ajaran Islam, dalarn arti

pembelajaran yang bersifat monoton, yakni selalu itu-itu saja atau tidak ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :

INSTRUMEN PENELITIAN. Implementasi Penanaman Nilai-Nilai Religius Siswa Di MTs Nurul Huda Dempet Demak

BAB I PENDAHULUAN. Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Sinar Baru, Surabaya, 1997, hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sudarwan Danim, Pengantar Kependidikan Landasan, Teori, dan 234 Metafora

BAB I PENDAHULUAN. Cet VIII, 2001, hlm M. Arifin, M. Ed, Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1993, hlm. 17.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Zuhairi, dkk, Metodologi Pendidikan Agama (solo: Ramadhani, 1993), hal. 9.

BAB I PENDAHULUAN. Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan Individu, Masyarakat dan Pendidikan, Rajawali Pres, Jakarta, 2011, hlm. 266.

BAB I PENDAHULUAN. dalam keluarga, masyarakat, maupun kehidupan berbangsa dan bernegara. Maju

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan hasil belajar pendidikan terus dicari, diteliti, dan diupayakan melalui berbagai cara. Karena pendidikan dapat dikatakan sebagai organisme yang terus berkembang menuju pada kesempurnaan searah dengan perkembangan jamannya. Pendidikan bukan merupakan komponen yang berdiri sendiri melainkan banyak komponen yang melekat padanya, seperti pendidik atau guru, peserta didik, kurikulum, dan sarana prasarana. Oleh karena itu komponen-komponen ini saling berkaitan untuk menciptakan pendidikan yang mendidik. Misalnya, komponen pendidik: jika dalam proses belajar mengajar komponen ini tidak terpenuhi bisa jadi pembelajaran tidak berjalan maksimal, sebab guru merupakan ujung tombak atau sebagai alat utama untuk mentransfer suatu pengetahuan kepada peserta didiknya. Kurikulum adalah suatu perencanaan pembelajaran, proses pembelajaran dan hasil dari perencanaan, dan proses pembelajaran dari sekolah atau perguruan. 1 Kurikulum dalam suatu sistem pendidikan merupakan komponen penting. Dikatakan demikian karena kurikulum merupakan panutan dalam penyelenggaraan proses belajar mengajar di sekolah. Kualitas keluaran proses pendidikan antara lain ditentukan oleh kurikulum dan efektivitas pelaksanaannya. 2 Kurikulum merupakan lebih dari sekadar rencana pelajaran atau bidang studi saja, akan tetapi kurikulum merupakan semua yang secara nyata terjadi dalam proses pndidikan di sekolah. Di dalam pendidikan kegiatan yang dilakukan siswa dapat memberikan pengalaman belajar atau dapat dianggap pengalaman belajar. Penerapan dalam suatu kurikulum memungkinkan para guru untuk merencanakan, melaksanakan dan menilai 1 Damsar, Pengantar Sosiologi Pendidikan, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 2011, hlm. 124. 2 Soetjipto, Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hlm. 147. 1

2 hasil kurikulum serta hasil belajar peserta didik dalam mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar sebagai cerminan dan penguasaan dan pemahaman terhadap apa yang dipelajari peserta didik. Anak didik yang sebenarnya melakukan kegiatan pendidikan dan pembelajaran adalah sosok yang ingin melakukan perubahan atau kemampuan diri yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan. Anak didik mengikuti proses pendidikan sebenarnya berkeinginan agar pada saatnya mereka dapat menghadapi kehidupan dengan sebaik-baiknya. Mereka menginginkan agar setelah mengikuti proses pendidikan maka tidak akan mengalami kesulitan saat harus terjun kekehidupan bermasyarakat. 3 Keberhasilan proses kegiatan belajar mengajar pada pembelajaran matematika dapat diukur dari keberhasilan siswa yang mengikuti kegiatan tersebut. Keberhasilan itu dapat dilihat dari tingkat pemahaman, penguasaan materi serta hasil belajar siswa. Semakin tinggi pemahaman dan penguasaan materi serta hasil belajar maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pembelajaran. Jika kurikulum diibaratkan rambu-rambu lalu lintas, maka guru adalah pejalan kakinya. Dengan asumsi bahwa gurulah yang paling tahu mengenai tingkat perkembangan peserta didik, perbedaan siswa, daya serap, suasana dalam kegiatan pembelajaran serta sarana dan sumber yang tersedia. Maka guru berwenang untuk menjabarkan dan mengembangkan kompetensi dasar menjadi silabus, dan selanjutnya dijabarkan lagi dalam bentuk rencana pembelajaran. 4 Adapun keberhasilan implementasi kurikulum sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru yang akan menerapkan dan mengaktualisasikan kurikulum tersebut. Kemampuan guru tersebut terutama berkaitan dengan pengetahuan dan kemampuan serta beban tugas yang dibebankan kepadanya. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa berfungsinya kurikulum terletak pada bagaimana pelaksanaan kurikulum di sekolah, 3 Muhammad Saroni, Langakah Efektiv Kualitas Krakter Warga Sekolah, AR-RUZZ MEDIA, Yogyakarta, 2013, cet. Ke-1, hlm. 156. 4 Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Sukses Dalam Sertifikasi Guru, Rajawali Pers, Jakarta, 2007, hlm. 243.

3 khususnya di dalam proses kegiatan belajar mengajar yang merupakan sebuah kunci dalam tercapainya suatu tujuan. Keberadaan guru sebagai tenaga pendidik adalah mutlak dibutuhkan. Tenaga pendidik dalam hal ini adalah guru, mempunyai posisi penting dalam menentukan keberhasilan proses belajar mengajar dan menentukan lulusan lembaga pendidikan, juga banyak dipengaruhi oleh kualitas atau tidaknya pendidik. Walaupun dalam belajar mengajar, seperti kurikulum, manajemen, fasilitas, dan lainnya, namun sebenarnya guru sebagai pengolahnya mempunyai peran yang sangat strategis dalam penentuan kualitas peserta didik. Guru sebagai desainer atau perancang pembelajaran berkaitan dengan kompetensi pedagogiknya yang harus mampu mendesain pembelajaran dengan baik. Rancangan pembelajaran harus dimulai dengan memastikan bahwa suatu rancangan pembelajaran cocok untuk progam yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu, seorang guru harus tahu perkiraan-perkiraan akan kebutuhan belajar yang dibutuhkan siswa dan dapat dijadikan sebagai informasi awal untuk menyusun atau merancang persiapan pembelajaran. 5 Silabus merupakan salah satu produk pengembangan kurikulum dan pembelajaran yang berisikan garis-garis besar materi pembelajaran. 6 Sebagai pengembang kurikulum, seorang guru memiliki kedudukan dan kewenangan untuk mengembangkan segala sesuatu yang berkaitan dengan situasi dan kondisi di lapangan. Rumusan silabus yang dibuat setiap title, cenderung belum operasional dan belum menjangkau suasana rill dalam kelas, karena masih menggambarkan kompetensi besar untuk setiap title tersebut, yang kemudian masing-masing kompetensi dan unit bahasan memerlukan implikasi dan prosedur yang tersendiri. 7 Seorang guru sebetulnya harus mengembangkan 5 Iskandar Agung dkk, Mengembangkan Profesionalitas Guru Upaya Meningkatkan Kompetensi Dan Profesionalisme Kinerja Guru, Bee Media Pustaka, Jakarta, 2014, hlm. 41. 6 Sholeh Hidayat, Pengembangan Kurikulum Baru, Remaja Rosdakarya, 2013, hlm. 101. 7 Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru, Remaja Rodakarya, Bandung, 2012, hlm. 90.

4 sediri silabusnya sesuai dengan situasi dan kondisi dari sekolah dimana seorang guru tersebut mengajar. Karena setiap sekolah memiliki kelebihan dan kekurangan yang berbeda-beda. Kaitannya dengan pengembangan standar kompetensi lulusan, guru harus mampu mengembangkan silabus yang merupakan bentuk penjabaran dari kompetensi inti dan kompetensi dasar ke dalam proses pembelajaran untuk mencapai indikator kompetensi tujuan keberhasilan pembelajaran. Oleh sebab itu sangatlah penting bagi seorang guru dalam mempersiapkan pembelajarannya juga menganalisa kembali kekurangan-kekurangan dalam silabusnya. Tujuan pendidikan Islam adalah untuk menumbuhkembangkan Aqidah melalui pemberian, pemupukan, pengembangan, pengetahuan, penghayatan, pengalaman, pembiasaan serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi seorang muslim yang akan terus bertambah keimanan serta ketaqwaan kepada kepada Allah. Hal ini juga terjadi di lembaga pendidikan MTs NU Miftahul Maarif Kaliwungu Kudus, yang menggunakan sistem pendidikan serupa untuk memenuhi tuntutan zaman tanpa meninggalkan kepentingan pendidikan pokok dalam Pendidikan Agama Islam yaitu, mengamalkan ajaran-ajaran Islam untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan dunia dan akhirat. MTs NU Miftahul Maarif Kaliwungu Kudus merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang mulai mengembangkan sayapnya dalam pengembangan Pendidikan Agama Islam sebagai upaya untuk mencapai keberhasilan Pendidikan Agama Islam, dalam artian bahwa peserta didik tidak hanya mengetahui dan memahami nilai-nilai dalam ajaran Islam tetapi peserta didik juga menyadari dan terbiasa untuk melaksanakan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam. Hal ini terlihat dengan adanya berbagai kegiatan pembelajaran muatan lokal berbasis salafiyah yang banyak dipelajari di sekolah MTs NU Miftahul Maarif Kaliwungu Kudus seperti mata pelajaran tafsir Al-Qur an, fiqh taqrib, tauhid, nahwu shorof, khitobah dll. Selain itu, MTs NU Miftahul Maarif Kaliwungu Kudus juga mengembangkan progam pembelajaran seperti diluar jam pelajaran yang

5 mendukung tercapainya tujuan Pendidikan Agama Islam khususnya pada mata pelajaran Aqidah Akhlak diantaranya: kegiatan pembacaan asmaul khusna ketika doa bersama, kegiatan sholat dhuha, sholat dhuhur berjamaah, kegiatan Baca Tulis Al-Qur an (BTA), kegiatan pesantren kilat setiap bulan Ramadlan, dll untuk menanamkan aqidah dan membentuk akhlak setiap siswa menuju generasi insan yang beriman dan bertaqwa kepada Allah. Selain itu, MTs NU Miftahul Maarif Kaliwungu Kudus. Materi Aqidah Akhlak adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Allah, diri sendiri, sesama, lingkungan. Dalam pendidikan akhlak di madrasah, semua komponen( stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum dengan melalui pengembangan silabus untuk menentukan penjabaran dari Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas sekolah, sarana prasarana, etos kerja warga dan seluruh lingkungan sekolah. Mata pelajaran Akidah Akhlak bertujuan untuk menumbuhkembangkan aqidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang akidah Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT. Dan mewujudkan manusia Indonesia yang berakhlak mulia dan menghindari akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan individu maupun sosial, sebagai manifestasi dari ajaran dan nilai-nilai akidah Islam. Dari hasil penjajakan awal, diketahui bahwa guru mata pelajaran akidah akhlak Madrasah Tsanawiyah telah melaksanakan pembelajaran mata pelajaran tersebut. Berangkat dari realitas diatas, seorang guru dituntut untuk mempunyai kompetensi dalam memahami kurikulum dan mampu menjabarkannya dalam

6 implementasi di lapangan melalui pengembangan silabus. Guru diharapkan mampu mengembangkan potensi peserta didik didik tentang akidah Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah Swt. secara optimal melalui berbagai rangsangan atau stimulus yang yang dikemas dalam pengalaman belajar yang bermakna. Pengalaman belajar merupakan jabaran dari silabus dan rencana pembelajaran. Berdasarkan kenyataan tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang pengembangan silabus yang dilakukan oleh guru Aqidah Akhlak di MTs NU Miftahul Maarif Kaliwungu Kudus. Penulis tertarik untuk mengkaji dan meneliti madrasah tersebut dengan judul Analisis Pengembangan Silabus Pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Dalam Peningkatan Pemahaman Siswa di MTs NU Miftahul Maarif Kaliwungu Kudus Tahun Pelajaran 2015/2016. B. Fokus Penelitian Dalam pandangan penelitian kualitatif ini, gejala yang terjadi itu bersifat holistik (menyeluruh, tidak dapat dipisah-pisahkan) sehingga peneliti kualitatif tidak akan menetapkan penelitiannya hanya berdasarkan variabel penelitian, tetapi keseluruhan situasi sosial yang diteliti meliputi: aspek tempat (place), pelaku (actor), dan aktifitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis. Situasi sosial di dalam sekolah adalah sekolah, kepala sekolah, para guru, anak didik, sarana dan prasarana serta aktifitas yang ada di dalamnya. 8 Dari penelitian ini, yang menjadi sorotan situasi sosial adalah : 1.Tempat (Place) Di sini yang menjadi sasaran tempat penelitian adalah MTs NU Miftahul Maarif Kaliwungu Kudus. 8 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Alfabeta, Bandung, 2014, hlm. 285.

7 2.Pelaku (actor) Pelaku yang paling utama adalah guru mata pelajaran Aqidah Akhlak dan selanjutnya menyebar ke seluruh komponen-komponen yang akan penulis teliti, meliputi: kepala sekolah, waka kurikulum, rekan kerja/guru pengampu mata pelajaran agama, serta peserta didik yang terdapat di MTs NU Miftahul Maarif Kaliwungu Kudus. 3.Aktivitas (activity) Dari judul skripsi ini yang menjadi sorotan adalah aktivitas di MTs NU Miftahul Maarif Kaliwungu Kudus, yaitu mengenai pengembangan silabus pada mata pelajaran aqidah akhlak dalam peningkatan pemahaman siswa. Adapun fokus penelitiannya adalah: masalah pengembangan silabus pada mata pelajaran Aqidah Akhlak, pemahaman siswa terhadap mata pelajaran aqidah akhlak, serta pengembangan silabus pada mata pelajaran aqidah akhlak dalam peningkatan pemahaman siswa. C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis membuat beberapa rumusan masalah yang akan digunakan sebagai acuan dalam pembahasan selanjutnya. Adapun rumusan masalah tersebut antara lain sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pengembangan silabus pada mata pelajaran Aqidah Akhlak di MTs NU Miftahul Maarif Kaliwungu Kudus Tahun Pelajaran 2015/2016? 2. Bagaimana peningkatan pemahaman siswa terhadap mata pelajaran aqidah akhlak di MTs NU Miftahul Maarif Kaliwungu Kudus Tahun Pelajaran 2015/2016? 3. Bagaimana pengembangan silabus pada mata pelajaran aqidah akhlak dalam peningkatan pemahaman siswa MTs NU Miftahul Maarif Kaliwungu Kudus Tahun Pelajaran 2015/2016?

8 D. Tujuan Penelitian Seseorang yang melakukan suatu tindakan sangat tidak mungkin jika tidak disertai dengan suatu tujuan. Tujuan merupakan suatu hal yang bersifat mutlak, sebab tujuan merupakan petunjuk kearah mana tindakan itu dilakukan. Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui secara jelas tentang pengembangan silabus mata pelajaran Aqidah Akhlak di MTs NU Miftahul Maarif Kaliwungu Kudus Tahun Pelajaran 2015/2016. 2. Untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap mata pelajaran aqidah akhlak di MTs NU Miftahul Maarif Kaliwungu Kudus Tahun Pelajaran 2015/2016. 3. Untuk mengetahui pengembangan silabus pada mata pelajaran aqidah akhlak dalam peningkatan pemahaman siswa MTs NU Miftahul Maarif Kaliwungu Kudus Tahun Pelajaran 2015/2016. E. Manfaat Penelitian Sesuai dengan tujuan penelitian, mengandung berbagai manfaat, baik secara teoritis dan praktis yang akan memberikan konstribusi dari penulisan skripsi ini. 1. Secara Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan secara teoretis bagi semua pihak yang terlibat di dalamnya dan diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi khazanah keilmuan dalam hal pengembangan silabus mata pelajaran Aqidah Akhlak. 2. Secara Praktis Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan sebagai masukan bagi lembaga formal maupun non-formal, khususnya bagi Madrasah Tsanawiyah dalam pengembangan silabusnya. a. Bagi Madrasah Dapat digunakan sebagai acuan atau masukan untuk para guru mengenai pengembangan silabus mata pelajaran Aqidah Akhlak, agar

9 lebih mengoptimalkan proses pembelajaran yang bermutu dan berkualitas, khususnya dalam pembelajaran Aqidah Akhlak. b. Bagi Guru Dapat digunakan sebagai masukan dalam mengelola kelas yang salah satunya dengan menerapkan solusi yang didapatkan pada persoalan-persoalan tersebut dalam masyarakat umum. c. Bagi Siswa Memberikan motivasi dan informasi tentang belajar secara langsung serta dapat memecahkan permasalahan sehingga dapat memahami dan mengamalkan apa yang telah mereka pelajari dalam kehidupan seharihari.