Bab I Pendahuluan. suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. bagi mahasiswa-mahasiswi sangat beragam. Mereka dapat memilih jurusan sesuai

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan dibidang akademik. Dalam dunia mahasiswa mengalami

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. Menikah dan kuliah sama pentingnya, secara sederhana bisa digambarkan,

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam sepanjang hidupnya individu mempunyai tugas perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rini Yuniati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Santrock (dalam Dariyo, 2003) masa dewasa awal ditandai dengan adanya transisi

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu, yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan segi biologis, sosiologis dan teologis.

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proses kultural budaya di masa lalu, kini telah berganti sebab. Di masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran, perkawinan serta kematian merupakan suatu estafet kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang memiliki ciri-ciri salah satunya yaitu

I. PENDAHULUAN. nasional dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati

PERNIKAHAN DI KALANGAN MAHASISWA S-1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Purwadarminta (dalam Walgito, 2004, h. 11) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhi oleh kematangan emosi baik dari suami maupun istri. dengan tanggungjawab dan pemenuhan peran masing-masing pihak yang

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Pada rentang kehidupan manusia akan selalu terjadi proses perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

PROGRAM PELATIHAN PRA PERNIKAHAN BAGI PASANGAN USIA DEWASA AWAL

PENDAHULUAN Latar Belakang

HUBUNGAN KETERBUKAAN DIRI DALAM TA ARUF DAN KEPUTUSAN MENIKAH KELOMPOK TARBIYAH PKS CABANG POLOKARTO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan romantis. Hubungan romantis (romantic relationship) yang juga

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pernikahan/ perkawinan adalah ( ikatan lahir batin antara seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Menikah termasuk sunnatullah yang tidak bisa ditampik setiap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB I PENDAHULUAN. Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu

BAB I PENDAHULUAN. orang umumnya mulai berpikir untuk berumah tangga dan memiliki

GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI YANG TELAH MENIKAH TIGA TAHUN DAN BELUM MEMILIKI ANAK KEUMALA NURANTI ABSTRAK

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tiga orang wanita karir

BAB I PENDAHULUAN. individu yang belajar di Perguruan Tinggi. Setelah menyelesaikan studinya di

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

BAB I PENDAHULUAN. ini menjadikan salah satu jalan yang diberikan oleh Allah SWT untuk setiap. insan didunia mendapatkan keturunan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tanda dari kekuasaan dan kebesaran Allah SWT. Yang berlandaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun Dalam pasal 1 ayat 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengertian perkawinan dalam Undang-undang nomor 1 tahun 1974 dalam pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. sebuah hubungan keluarga. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Desa setempat:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, 2010), Indonesia termasuk negara dengan persentase pernikahan usia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal ini adalah rumah tangga, yang dibentuk melalui suatu perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini seringkali ditemukan seorang ibu yang menjadi orang tua

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa merupakan tahap memasuki masa dewasa dini. Hurlock (2002)

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita

PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

Transkripsi:

Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No. 1 tahun 1974 pasal 1). Menurut Ulfiah (2016), pernikahan merupakan sebuah ikatan sempurna yang mengikat suami dan istri dalam seluruh aspek kehidupan, baik fisik maupun psikologis. Pada hakikatnya pernikahan bukan hanya sebuah ikatan yang bertujuan untuk melegalkan hubungan biologis saja, namun untuk membentuk sebuah keluarga yang menuntut pelaku pernikahan untuk mandiri dalam berpikir dan menyelesaikan masalah dalam pernikahan. Pasangan suami istri harus menjalani proses kehidupan yang berorientasi pada kesuksesan bersama pasangannya baik dunia maupun akhirat (Walgito, 2000). Duvall dan Miller (1985), menyatakan bahwa pernikahan adalah penyatuan suami dan istri yang disetujui oleh masyarakat dengan harapan bahwa pasangan ini akan menerima tanggung jawab dan mampu melakukan perannya sebagai pasangan suami istri dalam kehidupan pernikahan. Sadarjoen (2005, dalam Wiraswati & Supriyadi, 2015) mengungkapkan bahwa kehidupan dalam pernikahan tidak terlepas dari berbagai konflik dan tantangan. Untuk itu sebelum memutuskan untuk menikah, seorang individu tentu melakukan serangkaian proses pengambilan keputusan. Karena pernikahan merupakan sesuatu yang sakral dan mayoritas hanya terjadi satu kali dalam hidup, tentu pengambilan keputusan menikah tidaklah mudah. Menurut Janis dan Mann (dalam Fransisca & Sri Hartati, 2014), pengambilan keputusan adalah suatu proses pemilihan terhadap alternatif yang dianggap terbaik oleh individu. Proses tersebut meliputi tahapan-tahapan yang harus dilalui individu, dimana pada setiap tahapan tersebut, individu dihadapkan pada alternatif yang harus dipilihnya dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Suryadi dan Ramdhani (1998) juga mengungkapkan 1

bahwa pengambilan keputusan merupakan bentuk pemilihan dari berbagai alternatif tindakan yang dipilih melalui mekanisme tertentu, agar menghasilkan keputusan terbaik. Proses pemilihan tersebut tidak mudah untuk dilakukan. Seperti halnya pengambilan keputusan untuk menikah, jika tidak dipikirkan dengan matang terlebih dahulu hal ini bisa mengakibatkan sebuah perceraian atau terjadinya tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang biasa disebut dengan KDRT. Menikah atau mempersiapkan diri untuk menikah merupakan tugas perkembangan masa remaja akhir atau dewasa awal, yakni antara usia 18 sampai 22 tahun. Yang dimaksud dengan tugas perkembangan adalah segala sesuatu yang harus dicapai oleh individu pada suatu tahap perkembangan (Adhim, 2002). Individu yang telah memasuki usia dewasa awal memiliki tugas perkembangan untuk memperoleh pekerjaan, mendapatkan pasangan hidup, menjalani kehidupan rumah tangga dengan pasangan, membangun keluarga, membesarkan dan mendidik anak, bertanggung jawab sebagai warga negara, dan tergabung dalam kelompok sosial yang sesuai (Hurlock, 1980). Papalia dan Olds (2009) mengemukakan bahwa usia terbaik untuk menikah bagi perempuan adalah 19-25 tahun, sedangkan usia terbaik untuk laki-laki adalah 20-25 tahun. Rentang usia 18 sampai 22 tahun merupakan usia seseorang yang berada pada jenjang pendidikan di Perguruan Tinggi yaitu strata 1 (S1). Mahasiswa strata 1 (S1) sudah atau sedang melalui fase meninggalkan rumah dan menjadi orang dewasa yang hidup sendiri (leaving home and becoming a single adult). Fase ini melibatkan pelepasan (launching) yaitu proses dimana orang muda menjadi orang dewasa dan keluar dari keluarga asalnya. Periode pelepasan adalah waktu bagi orang dewasa muda untuk merumuskan tujuan hidupnya, untuk membangun identitas dan menjadi lebih mandiri sebelum bergabung dengan orang lain untuk membentuk sebuah keluarga baru (Carter & McGoldrick dalam Santrock, 2011). 2

Pada dasarnya setiap individu memiliki orientasi masa depan yakni kemampuan untuk merencanakan masa depannya (Nurmi, 1989 dalam Gloria dkk, 2014). Orientasi masa depan sangat penting dimiliki oleh individu khususnya pada tahap dewasa awal. Menurut Nurmi, pada tahapan ini banyak sekali perubahan yang akan terjadi karena individu akan mengambil keputusan besar dalam hidupnya, salah satunya adalah keputusan untuk membangun rumah tangga (Gloria dkk, 2014). Pada dasarnya masyarakat kita memilih untuk menyelesaikan pendidikan, mendapat pekerjaan, lalu menikah, ada juga yang menyelesaikan pendidikan, melangsungkan pernikahan, mencari pekerjaan, dan lain sebagainya. Hal ini tergantung dari bagaimana individu tersebut mengambil keputusan. Menurut Rosalina dan Ekasari (2015), umumnya individu memilih untuk menyelesaikan pendidikannya terlebih dahulu, setelah itu mereka akan memikirkan pekerjaan, dan selanjutnya memutuskan untuk menikah. Dari penelitiannya didapatkan bahwa individu yang sedang menjalani proses pendidikan di Perguruan Tinggi umumnya memiliki harapan yang tinggi akan kariernya. Individu yang memiliki orientasi karier yang tinggi akan lebih fokus pada karier dan pekerjaannya dimasa depan daripada memikirkan untuk menikah di usia muda. Menikah pada saat masih kuliah merupakan suatu fenomena yang banyak terjadi, meskipun masih dianggap suatu hal yang tidak biasa. Adhim (2002) mengungkapkan bahwa kemampuan seseorang dalam menangkap materi perkuliahan akan terganggu apabila dalam pernikahannya tidak mencapai kesejahteraan jiwa (wellness). Hal ini dapat pula diartikan bahwa ketika dalam pernikahan tersebut tidak bisa mencapai kesejahteraan jiwa, maka bisa jadi pernikahan tersebut dapat mengganggu studi. Bahkan fatalnya, kesiapan mental yang belum matang juga dapat mengakibatkan sebuah pernikahan berakhir dengan perceraian. Berdasarkan pengamatan Nihayah (2009 dalam Mukarromah & Nuqul, 2012) pada mahasiswa didapatkan bahwa rata-rata laki-laki lebih memilih menikah setelah lulus kuliah. Mereka ingin bekerja dan mapan secara finansial terlebih dahulu. Sedangkan perempuan 3

tidak, bahkan beberapa diantara mereka memutuskan untuk menikah saat kuliah. Karena tugas dan tanggungjawab dalam pernikahan berbeda antara laki-laki dan perempuan. Menurut teori Levinson, perempuan cenderung berusaha menemukan pria sejati pada masa remaja akhir (12-22 tahun). Masa remaja akhir atau dewasa awal merupakan usia rata-rata perempuan memulai pendidikannya di perguruan tinggi. Pada masa ini perempuan menitikberatkan pentingnya membina hubungan dengan lawan jenis dan lebih jauh lagi membina keluarga daripada karier. Kebanyakan pada usia ini, perempuan merencanakan untuk mempunyai anak dan berkarir tetapi mereka lebih mengutamakan untuk mempunyai anak (Smolak dalam Mukarromah & Nuqul, 2012). Keputusan untuk menikah bagi mahasiswa merupakan keputusan yang harus dipikirkan dengan matang. Karena setiap keputusan yang diambil memiliki konsekuensi tertentu. Jika mahasiswa tersebut telah mengambil keputusan untuk menikah, tentu ia harus dapat menyeimbangkan antara kehidupan rumah tangga dan tugas kuliahnya, karena biasanya jika seseorang sudah menikah maka waktunya akan lebih banyak tersita untuk menjalankan kehidupan rumah tangganya. Oleh karena itu banyak hal yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan untuk menikah seperti harus memiliki pemahaman dan penyesuaian diri, baik dengan kehadiran pasangan, keluarga baru, anak, tanggungjawab serta konflik dalam pernikahan sebelum mereka memutuskan untuk menikah. Trend menikah saat kuliah ini sangat menarik untuk diteliti. Seperti fenomena yang diambil dari penelitian Apriliyanto pada tahun 2011 (Mukarromah & Nuqul, 2012), yang mengatakan bahwa mahasiswa yang memutuskan menikah, banyak yang berasal dari perguruan tinggi yang memiliki latar belakang keagamaan atau mahasiswa yang mempunyai pengalaman dalam organisasi keagamaan. Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa Jogjakarta yang telah memutuskan untuk menikah saat kuliah. 4

Seperti yang dikatakan Soekanto (2005) Setiap kedudukan memiliki peranan tertentu yang harus dimainkan. Setiap peranan memiliki kedudukan yang menuntut sejumlah perilaku yang sesuai dengan kedudukannya. Ketika seorang mahasiswa memutuskan untuk menikah pada saat kuliah, maka secara tidak langsung ia akan memiliki status dan peran ganda yaitu sebagai mahasiswa juga sebagai seorang istri atau suami. Peranan ini akan dapat mengakibatkan kesulitan dalam melaksanakan peran yang dijalani. Kehidupan pernikahan memang tak dapat terhindar dari berbagai permasalahan. Dari permasalahan tersebut tentu bisa mengganggu proses perkuliahan yang pada akhirnya dapat membuat mahasiswa tersebut tidak dapat menyelesaikan studinya tepat waktu. Adapun beberapa hasil dari penelitian sebelumnya seperti penelitian Fadli (2005) didapatkan bahwa para mahasiswa yang melakukan pernikahan pada masa studi akan meraih ketenangan jiwa ketika tidak ada masalah dalam pernikahan tersebut. Tetapi ketika pernikahan tersebut dilaksanakan dalam keadaan memiliki masalah seperti tidak direstui oleh orang tua, kurangnya dukungan dari orang tua, atau belum terpenuhinya kebutuhan finansial, maka akan mendapatkan kendala setelah berlangsungnya pernikahan untuk menggapai ketenangan jiwa. Burhani (2008) melakukan penelitian pada mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang beragama Islam dan telah menikah pada masa studi. Penelitiannya berfokus pada motivasi mahasiswa menikah pada masa studi. Hasil dari penelitiannya menunjukkan bahwa motivasi mahasiswa untuk menikah pada masa studi terbagi menjadi dua kategori yang pembagiannya didasarkan pada teori Hygiene-Motivator, yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri mahasiswa (intrinsik) dan motivasi yang datang dari luar diri mahasiswa (ekstrinsik). Motivasi yang berasal dari dalam diri mahasiswa atau motivasi intrinsik terlihat pada : (a) Keinginan agar terhindar dari perbuatan dosa, (b) merasa cukup umur dan telah wajib menikah, (c) kecocokan dan saling membutuhkan (d) Kebutuhan seksual, (e) sebagai 5

semangat hidup. Sedangkan motivasi yang datang dari luar diri mahasiswa atau motivasi ekstrinsik terlihat pada : (a) keadaan pasangan, (b) keluarga mendukung, (c) lingkungan masyarakat setempat. Penelitian yang dilakukan oleh Anisaningtyas dan Astuti (2011) mengenai Pernikahan di Kalangan Mahasiswa S-1 dengan fokus penelitiannya pada motivasi menikah, faktor-faktor yang menyebabkan terbentuknya motivasi tersebut dan bagaimana kehidupan mereka setelah pernikahan. Responden dalam penelitiannya berjumlah tiga orang dengan karakteristik mahasiswi S1, berstatus sebagai mahasiswa aktif, berusia 18-22 tahun, telah menikah dan tinggal bersama suami. Berdasarkan hasil penelitiannya, disimpulkan bahwa secara umum responden menikah di saat masih kuliah karena memiliki motivasi yang kuat untuk menikah yang didukung oleh faktor-faktor seperti dukungan dan restu dari orangtua serta keyakinan pada diri sendiri untuk menjalani pernikahan sambil kuliah. Dalam penelitian ini juga dikatakan bahwa secara umum kehidupan pernikahan mahasiswa yang menikah di saat masih kuliah dalam keadaan baik meskipun mereka mengalami kesulitan dalam mengatur waktu antara kuliah dan rumah tangga dan kadangkala kehidupan pernikahan diwarnai dengan konflik-konflik kecil. Pada tahun 2012, Mukarromah & Nuqul melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui dinamika (gaya) pengambilan keputusan di kalangan mahasiswi, faktor-faktor, dan dampaknya pada kehidupan mereka setelah pernikahan. Penelitiannya dilakukan menggunakan metode kualitatif fenomenologis dengan melibatkan 6 mahasiswi yang menikah sebagai informan dan berstatus sebagai mahasiswi aktif. Dari hasil penelitiannya, didapatkan bahwa secara umum informan menikah di masa kuliah karena memiliki anggapan bahwa pernikahan adalah suatu keniscayaan dan jodoh yang datang dari Tuhan, menikah untuk menjaga nama baik diri dan keluarga, sebagai bentuk kepatuhan anak perempuan pada orang tua. Terdapat beberapa gaya pengambilan keputusan diantaranya gaya heuristik dan 6

analitik. Gaya heuristik yaitu dalam hal pengambilan keputusan seseorang tidak banyak mempertimbangkan baik buruk dari keputusan yang dipilihnya, hanya berdasarkan perasaan dan keyakinan serta dukungan dari orang lain. Sedangkan gaya analitik atau sistematik yaitu pengambilan keputusan dengan pemikiran yang panjang, karena adanya pengalaman sebelumnya tentang pilihannya dari orang lain. Kebanyakan dari informan menggunakan heuristik sebagai gaya pengambilan keputusan untuk memutuskan menikah. Gaya pengambilan keputusan tersebut membuat mereka kurang siap menanggung resiko menjalankan peran berumah tangga sambil kuliah. Dalam penelitian tersebut juga dikatakan bahwa subyek yang diteliti umumnya mengalami kesulitan dalam mengatur waktu antara pelaksanaan tugas kuliah dan rumah tangga sehingga sering kali mengalami konflik dalam rumah tangganya. Penelitiannya juga mengatakan bahwa pernikahan pada mahasiswa juga memiliki dampak bagi interaksi individu dan lingkungannya. Individu yang sudah berstatus menikah akan lebih memprioritaskan hubungan dengan keluarganya sehingga waktu untuk berinteraksi dengan teman-teman kuliah menjadi semakin berkurang. Hasil penelitian Ansori (2015) mengenai Dinamika Pernikahan Pada Mahasiswa S-1 di Universitas Muhammadiyah Surakarta menunjukkan adanya dampak positif dan dampak negatif dari pernikahan pada mahasiswa S-1. Dampak positifnya bahwa mahasiswa yang sudah menikah terlihat lebih bahagia dan cenderung menjadi lebih dewasa. Hal ini timbul karena tuntutan dalam pernikahan tersebut. Sedangkan dampak negatifnya adalah tanggung jawab yang tidak dapat terlaksana sebagaimana mestinya, seperti tanggung jawab di kampus sebagai seorang mahasiswa dan tanggung jawab di rumah sebagai istri ataupun sebagai suami, dikarenakan kesulitan dalam membagi waktu antara tugas di kampus dengan tugas di rumah. Jika dilihat dari hasil survei yang dilakukan oleh Silvani pada tahun 2013, didapatkan bahwa 56% mahasiswa menikah pada usia 20-25 tahun, dan kebanyakan dari mahasiswa 7

tersebut memutuskan untuk menikah saat masa kuliahnya sudah memasuki tingkat 2 dan 3 serta didominasi oleh kaum perempuan. Menurut Rohman (2015), mahasiswa yang menikah saat kuliah kebanyakan ialah mahasiswa semester akhir walaupun beberapa mahasiswa semester awal juga ada yang sudah menikah. Fenomena yang ditemui di UIN Sunan Gunung Djati Bandung juga didapatkan bahwa tidak sedikit mahasiswa yang sudah menikah saat kuliah. Umumnya mahasiswa yang sudah menikah di UIN Sunan Gunung Djati Bandung juga demikian. Kebanyakan dari mereka memutuskan untuk menikah di semester VI dan seterusnya. Rata-rata mereka ialah mahasiswa yang sedang dalam proses menyelesaikan skripsi. Saat pengambilan data awal, didapatkan bahwa ternyata tidak hanya mahasiswa semester akhir yang memutuskan untuk menikah saat kuliah tetapi terdapat pula beberapa mahasiswa semester awal yaitu mahasiswa yang sedang menjalani tahun pertama perkuliahan (mahasiswa semester I dan II) yang sudah memutuskan untuk menikah. Dari hasil survey yang dilakukan pada 57 mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung yang terdiri dari berbagai fakultas didapatkan data bahwa terdapat sekitar 8 mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung yang sudah memutuskan untuk menikah di tahun pertama perkuliahannya yang terdiri dari 7 orang perempuan dan 1 orang laik-laki. Pengambilan keputusan untuk menikah saat masih menjalani kuliah juga tidak lepas dari berbagai alasan seseorang untuk menikah. Dari hasil wawancara terhadap beberapa mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung yang sudah menikah saat pengambilan data awal, dapat disimpulkan bahwa alasan mereka menikah saat kuliah salah satu diantaranya adalah berdasarkan alasan keagamaan yaitu untuk menjauhkan diri dari perbuatan dosa, untuk menggenapkan separuh agama, serta sudah yakin bahwa menikah adalah pilihan yang tepat. 8

Beberapa penelitian di atas turut mendukung bahwa fenomena yang diangkat oleh peneliti memang sudah banyak terjadi. Peneliti tertarik untuk meneliti mahasiswa yang memutuskan untuk menikah pada semester awal yaitu pada tahun pertama perkuliahannya (semester I dan II) dikarenakan dari penelitian-penelitian sebelumnya belum ada yang membahas hal tersebut dan subjek penelitiannya ialah mahasiswa semester akhir bukan mahasiswa semester awal. Padahal menurut peneliti, pernikahan yang dilakukan oleh mahasiswa pada tahun pertama perkuliahannya jauh lebih menarik untuk dibahas. Hidayah (2015) berpendapat bahwa mahasiswa yang telah menikah harus mampu mengatur kegiatan studi dengan keberlangsungan kehidupan rumah tangganya. Dalam hal ini, pembagian waktu sangatlah penting. Ia harus mampu membagi waktu untuk keluarga dan untuk pendidikannya. Peneliti melihat bahwa mahasiswa semester awal masih tergolong dalam masa adaptasi di dunia perkuliahan. Dalam hal ini mahasiswa tersebut masih berada dalam tahap perkembangan remaja akhir yaitu usia 18-22 tahun (Santrock, 2011) yang merupakan tahap transisi menuju tahap dewasa awal sehingga masih banyak membutuhkan pengetahuan dan pengalaman di bangku perkuliahan. Sedangkan ketika seseorang sudah mengambil keputusan untuk menikah tentu ia harus siap dengan adanya peran ganda dan pembagian waktu untuk kuliah dan untuk keluarga. Jika dicermati, pengambilan keputusan menikah pada mahasiswa semester awal dan semester akhir tentu berbeda. Dalam hal ini mahasiswa semester akhir dapat dianggap telah mampu mengatur tugas-tugas perkuliahan dan telah siap menerima peran ganda. Namun sebaliknya, jika pengambilan keputusan menikah dilakukan mahasiswa pada tahun pertama perkuliahannya tentu akan berbeda dan dikhawatirkan akan terjadi lebih banyak konflik karena mahasiswa semester awal dianggap masih dalam tahap penyesuaian di lingkungan kampus. Ia juga masih harus belajar mengatur diri dan melakukan penyesuaian dalam kehidupan pernikahan yang dijalani di tahun pertama perkuliahannya. Maka dari itu, peneliti tertarik dan merasa penting untuk melakukan 9

penelitian ini terutama untuk mengetahui bagaimana proses pengambilan keputusan untuk menikah yang dilakukan oleh mahasiswa semester awal. Berdasarkan penjelasan di atas peneliti mengangkat judul Proses Pengambilan Keputusan Menikah saat Kuliah Semester Awal pada Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Bagaimana proses pengambilan keputusan menikah saat kuliah semester awal? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan menikah saat kuliah semester awal? Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui proses pengambilan keputusan menikah saat kuliah semester awal. 2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan menikah saat kuliah semester awal. Kegunaan Penelitian Kegunaan teoretis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian di bidang Psikologi, khususnya Psikologi Perkembangan dan Psikologi Keluarga. Selanjutnya dapat menjadi sumber informasi bagi individu atau kelompok peneliti selanjutnya. Kegunaan praktis. Dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi yang hendak melaksanakan kegiatan penyuluhan dan konseling tentang pernikahan, tentang pelatihan pengambilan keputusan, dapat pula menjadi sumber informasi bagi individu yang hendak mengambil keputusan untuk menikah dari sudut kajian psikologi. 10