BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Angkutan Umum 2.2 Konsep Dasar Kinerja Angkutan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Keputusan Mentri Perhubungan No. 35 tahun 2003 Tentang

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008) Evaluasi adalah penilaian. Prestasi yang di perlihatkan, (3) kemampuan kerja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. penumpang, bus kecil, bus sedang,dan bus besar.

BAB II STUDI PUSTAKA STUDI PUSTAKA EVALUASI KINERJA OPERASIONAL ARMADA BARU PERUM DAMRI UBK SEMARANG TRAYEK BANYUMANIK - JOHAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan pada suatu daerah, baik berupa transportasi barang maupun transportasi orang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Angkutan jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat ke tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok orang

gerak yang ada, keselamatan, kenyamanan, dan lain-lain.

2017, No Republik Indonesia Nomor 5229); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lntas dan Angkutan Jalan (Lembaran N

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi makro perlu dipecahkan menjadi sistem transportasi yang lebih kecil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Peranan tersebut menjadikan angkutan umum perkotaan sebagai aspek

BAB III LANDASAN TEORI. Untuk mengukur tingkat keberhasilan atau kinerja dari sistem operasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. dan diatur dalam beberapa peraturan dan undang-undang sebagai berikut :

BAB III LANDASAN TEORI

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat lain dengan mengunakan kendaraan (Munawar, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam kurun waktu tertentu. (Hazian,2008) Transportasi dapat diartikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

BAB III LANDASAN TEORI. mengetahui pelayanan angkutan umum sudah berjalan dengan baik/ belum, dapat

BAB III LANDASAN TEORI

PERENCANAAN ANGKUTAN UMUM (Rute, Terminal, Tempat Henti)

BAB III. Landasan Teori Standar Pelayanan Kinerja Angkutan Umum

Berdasarkan, Juknis LLAJ, Fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau dari 3 unsur:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Warpani ( 2002 ), didaerah yang tingkat kepemilikan kendaraaan

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYESUAIAN JARINGAN TRAYEK DALAM WILAYAH KOTA KABUPATEN JEMBER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. International Airport akan melibatkan partisipasi dari stakeholders termasuk

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Kendaraan bermotor dalam perkembangannya setiap hari

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

Dr. Nindyo Cahyo Kresnanto

2015, No Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5468); 4. Peraturan Presiden Nomor 47

BAB II. Lintas dan Angkutan Kota (1998) dapat dijabarkan sebagai berikut :

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 31 TAHUN 1995 TENTANG TERMINAL TRANSPORTASI JALAN

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2015, No RITJ yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Perhubungan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran N

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TERMINAL TOPIK KHUSUS TRANSPORTASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1993 TENTANG ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TERMINAL PENUMPANG/TERMINAL BUS

BAB I PENDAHULUAN. juga meningkat bahkan melebihi kapasitas sarana dan prasarana transportasi yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ser

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Marlok (1981), transportasi berarti memindahkan atau. mengangkut sesuatu dari satu tempat ke tempat yang lain.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN

BAB I PENDAHULUAN. pergerakan manusia dan barang. Pergerakan penduduk dalam memenuhi kebutuhannya terjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan mempergunakan satu sistem

TERMINAL. Mata Kuliah : Topik Khusus Transportasi Pengajar : Ir. Longdong Jefferson, MA / Ir. A. L. E. Rumayar, M.Eng

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Armandha Redo Pratama, 2015

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. dan rasa aman kepada pengguna jasa angkutan umum di dalam melakukan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai aktivitas yang tidak perlu berada pada satu tempat. Untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari lima Kota Besar di Indonesia adalah Kota Medan dengan

Bus Sekolah Sebagai Moda Alternatif untuk Mengurangi Volume Lalulintas Harian di Kota Yogyakarta

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK. 75/AJ.601/DRJD/2003. Tentang PENYELENGGARAAN POOL DAN AGEN PERUSAHAAN OTOBUS (PO)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Angkutan Umum Angkutan (transport) merupakan suatu kegiatan perpindahan dari suatu tempat (asal) ke tempat lain (tujuan), atau perpindahan barang dari tempat asal ke tempat tujuan menggunakan sarana berupa angkutan (Warpani, 2002). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas jalan. Kendaraan bermotor umum adalah setiap kendaraan yang digunakan untuk angkutan barang dan/atau orang dengan dipungut biaya. Dari masing-masing pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa angkutan umum adalah perpindahan orang atau barang dengan menggunakan kendaran bermotor yang dikenakan tarif. Di dalam transportasi terdapat unsur-unsur yang terkait erat dalam berjalannya konsep transportasi itu sendiri. Unsur-unsur tersebut adalah manusia yang membutuhkan, barang yang dibutuhkan, kendaraan sebagai alat/sarana, dan terminal sebagai pengelola transportasi. Kegiatan manusia yang bermacam-macam menyebabkan semua aspek saling berhubungan. Untuk itulah diperlukan sarana penghubung yang salah satunya adalah angkutan umum. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan, pada pasal 21 dijelaskan bahwa pelayanan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum terdiri atas: 1. angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum dalam trayek; dan 2. angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek. 2.2 Konsep Dasar Kinerja Angkutan Konsep dasar angkutan umum mencakup dua arti yaitu efektifitas dan efisiensi. Efektifitas meliputi penilaian terhadap hasil dari suatu sistem pelayanan, sedangkan efisisensi merupakan penilaian terhadap cara atau alat untuk mencapai hasil tersebut. Ukuran efektifitas digunakan untuk membandingkan hasil akhir 8

9 dengan dampak pelayanan terhadap objek yang telah ditetapkan. Sedangkan ukuran efisiensi digunakan untuk mengevaluasi suatu sistem dengan cara membandingkan hasil dengan usaha yang dilakukan untuk memperoleh hasil tersebut. Pada dasarnya, peningkatan efisiensi dapat diartikan sebagai cara untuk meminimalisasi biaya.(warpani/2002) Dalam Warpani (2002), Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan RI memberikan batasan efisien dan efektif sebagai berikut ini. 1. Efektif mengandung pengertian : a. kapasitas mencukupi, prasarana dan sarana cukup tersedia untuk memenuhi kebutuhan pengguna jasa. b. terpadu, antarmoda dan intermoda dalam jaringan pelayanan. c. tertib, menyelenggarakan angkutan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan norma yang berlaku di masyarakat. d. tepat dan teratur, terwujudnya penyelenggaraan angkutan yang andal, sesuai dengan jadwal dan ada kepastian. e. cepat dan lancar, menyelenggarakan layanan angkutan dalam waktu singkat, indikatornya antara lain kecepatan arus per satuan waktu. f. aman dan nyaman, dalam arti selamat terhindar dari kecelakaan, bebas dari gangguan eksternal, terwujud ketenangan dan kenikmatan dalam perjalanan. 2. Efisien mengandung pengertian : a. biaya terjangkau, penyediaan layanan angkutan sesuai dengan tingkat daya beli masyarakat pada umumnya dengan tetap memperhatikan kelangsungan hidup pengusaha pelayanan angkutan. b. beban publik rendah, pengorbanan yang harus ditanggung oleh masyarakat sebagai konsekuensi pengoprasian sistem perangkutan harus minimal, misalnya tingkat pencemaran minimal. c. kemanfaatan tinggi, merupakan tingkat penggunaan kapasitas sistem perangkutan yang dapat dinyatakan dalam indikator tingkat muatan penumpang maupun barang, tinggat penggunaan sarana dan prasarana.

10 2.3 Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Dalam Trayek Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan, pada pasal 21 huruf a disebutkan bahwa jenis pelayanan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum dalam trayek terdiri atas: 1. Angkutan lintas batas negara. 2. Angkutan antarkota antarprovinsi. 3. Angkutan antarkota dalam provinsi. 4. Angkutan perkotaan. 5. Angkutan perdesaan. Pada pasal 22 dijelaskan bahwa Pelayanan Angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam Trayek harus memenuhi kriteria : 1. memiliki rute tetap dan teratur. 2. terjadwal, berawal, berakhir, dan menaikkan atau menurunkan penumpang di Terminal untuk angkutan antarkota dan lintas batas negara. 3. menaikkan dan menurunkan penumpang pada tempat yang ditentukan untuk angkutan perkotaan dan perdesaan. Untuk tempat yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada Pasal 23 ayat 1 huruf c dapat berupa : 1. terminal. 2. halte. 3. rambu pemberhentian kendaraan bermotor umum. Kendaraan yang dipergunakan untuk pelayanan angkutan orang dalam Trayek meliputi : 1. Mobil penumpang umum. 2. Mobil bus umum. 2.3.1 Pola Jaringan Trayek Bentuk jaringan trayek selain berpengaruh terhadap pelayanan yang diberikan juga akan mempengaruhi pengoperasian dari sistem tersebut, secara rinci pola jaringan trayek akan mempengaruhi : a. luas wilayah yang dapat dijangkau,

11 b. jumlah titik yang dibutuhkan penumpang untuk mencapai ke tujuan, c. jadwal, frekuensi, dan waktu tunggu di pemberhentian. Kumpulan trayek bus kota akan membentuk satu jaringan dan mempunyai suatu pola tertentu. Menurut Giannopoulus, GA (1989), macam-macam pola jaringan bus kota diantaranya sebagai berikut. 1. Pola Radial Pada pola radial, terlihat pada Gambar 2.1, seluruh atau hampir seluruh jalur utama membentuk jari-jari dari pusat kota ke daerah pinggiran kota. Pelayanan trayek memotong pusat kota, memutar pusat kota atau berhenti di pusat kota. Keuntungan dari sistem ini adalah jumlah titik, sedangkan kerugiannya adalah menambah kemacetan pada daerah pusat kota. Gambar 2.1 Jaringan Trayek Pola Radial 2. Pola Orthogonal / Grid Pada pola orthogonal / grid, seperti terlihat pada Gambar 2.2, di tandai dengan lintasan-lintasan yang membentuk grid (kisi-kisi), dengan sebagian menuju pusat kota dan sebagian lainnya tidak melalui pusat kota. Tujuan utama pola ini adalah memberikan pelayanan yang sama untuk semua bagian kota.

12 Gambar 2.2 Jaringan Trayek Pola Orthogonal / Grid 3. Pola Radial Bersilang Pola Radial Bersilang, bertujuan untuk mempertahan karakteristik pola grid dan tetap mendapatkan keuntungan pola radial dengan saling menyilang lintasan saling bertemu seperti di pusat-pusat perbelanjaan atau tempat pendidikan. Seperti terlihat pada Gambar 2.3. Gambar 2.3 Jaringan Trayek Pola Radial Bersilang 4. Pola Jalur Utama dengan Feeder Feeder adalah jalan-jalan yang menuju ke jalur utama. Jalan arteri melayani koridor utama perjalanan yang berbentuk linier atau memanjng karena kondisi topografi, geografi, pola jaringan jalan atau perkembangan kota berbentuk linier dan lain-lain. Kerugian pola ini adalah diperlukan perpindahan moda, sedangkan keuntungannya dapat meningkatkan pelayanan jalur utama. Seperti terlihat pada Gambar 2.4.

13 Gambar 2.4 Jaringan Trayek Jalur Utama dengan Feeder 5. Pola Transfer Network Pada pola ini perlu perencanaan yang sangat cermat, karena membutuhkan koordinasi antara perencana rute dan penjadwalan. Keuntungan dari sistem ini adalah penumpang tidak perlu ke pusat kota untuk berpindah atau menunggu lama, karena seluruh jadwal kedatangan dan keberangkatan yang sama, sehingga bus kota dijadwalkan saling bertemu atau bersimpangan selama waktu tertentu untuk penumpang berpindah kendaraan. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada Gambar 2.5. Gambar 2.5 Jaringan Trayek Pola Transfer Network 2.3.2 Jaringan Trayek Trayek adalah lintasan kendaraan umum untuk pelayanan jasa angkutan orang dengan mobil bus, yang mempunyai asal tujuan tetap, lintasan tetap dan jadwal tetap maupun tidak terjadwal. Jaringan trayek dalah kumpulan dari trayek

14 yang menjadi satu kesatuan jaringan pelayanan angkutan orang baik di perkotaan, antar kota dalam provinsi ataupun antar kota antar provinsi. Rencana umum jaringan trayek sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan terdiri atas : 1. Jaringan trayek lintas batas negara. Pelayanan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum dalam trayek sebagaimana dimaksud harus memnuhi kriteria : a. Asal dan tujuan trayek lintas batas negara. b. Tempat persinggahan dana tau istirahat. c. Terminal asal dan tujuan serta terminal persinggahan yang berupa Terminal A atau simpul transportasi lainnya berupa bandar udara, pelabuhan stasiun kereta api yang dihubungkan sebagai jaringan trayek dan atau wilayah strategis atau wilayah strategis atau wilayah strategis atau wilayah lainnya yang memiliki potensi bangkitan dan tarikan perjalanan angkutan antarkota antarprovinsi. d. Jumlah kendaraan yang dibutuhkan. e. Tempat pengisian bahan bakar yang disepakati. f. Analisa keamanan. 2. Jaringan trayek antar kota antar provinsi. Pelayanan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum dalam trayek sebagaimana dimaksud harus memnuhi kriteria : a. Asal dan tujuan trayek antarkota antarprovinsi merupakan ibukota provinsi, kota, wilayah strategis nasional, dan wilayah lainnya yang memiliki potensi bangkitan dan tarikan perjalanan angkutan antarkota antarprovinsi. b. Jaringan jalan yang dilalui merupakan jaringan jalan nasional, jaringan jalan provinsi, dana tau jaringan jalan kabupaten atau kota. c. Perkiraan permintaan jasa penumpang angkutan antarkota antarprovinsi. d. Terminal asal dan tujuan serta terminal persinggahan yang berupa Terminal A atau simpul tranportasi lainnya berupa bandar udara, pelabuhan, stasiun, kereta api yang dihubungkan sebagai jaringan trayek

15 dan atau wilayah strategis atau wilayah lainnya yang memiliki potensi bangkitan dan tarikan perjalanan angkutan antarkota antarprovinsi. e. Jumlah kebutuhan dan jenis kendaraan angkutan antarkota antarprovinsi. 3. Jaringan trayek antar kota dalam provinsi. a. Asal dan tujuan trayek antarkota dalam provinsi merupakan ibukota provinsi, kota, wilayah strategis nasional, dan wilayah strategis regional dan wilayah lainnya yang memiliki potensi bangkitan dan tarikan perjalanan angkutan antarkota dalam provinsi. b. Jaringan jalan yang dilalui dapat merupakan jaringan jalan nasional, jaringan jalan provinsi, dan atau jaringan jalan kabupaten atau kota. c. Perkiraan permintaan jasa penumpang angkutan antarkota dalam provinsi. d. Terminal asal dan tujuan serta terminal persinggahan paling rendah Terminal B atau simpul transportasi lainnya berupa bandar udara, pelabuhan, dana tau stasiun kereta api. e. Jumlah kebutuhan dan jenis kendaraan angkutan antarkota dalam provinsi. 4. Jaringan trayek perkotaan. a. Asal dan tujuan trayek perkotaan. b. Tempat persinggahan trayek perkotaan. c. Jaringan jalan yang dilalui dapat merupakan jaringan jalan nasional, jaringan jalan provinsi, dan atau jaringan jalan kabupaten atau kota. d. Perkiraan permintaan jasa penumpang angkutan perkotaan. e. Jumlah kebutuhan kendaraan angkutan perkotaan. 5. Jaringan trayek perdesaan. a. Menghubungkan satu daerah kabupaten. b. Melampui satu daerah kabupaten dalam satu daerah provinsi. c. Melampui satu daerah provinsi. Dalam Surat Keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Nomor 687 Tahun 2002 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Umum di Wilayah Perkotaan Dalam Trayek Tetap dan Teratur menjelasakn bahwa

16 faktor yang digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan jaringan trayek adalah sebagai berikut : 1. Pola tata guna lahan Pelayanan angkutan umum diusahakan mampu menyediakan aksebilitas yang baik. Untuk memenuhi hal itu lintasan trayek angkutan umum diusahakan melewati tata guna lahan dengan potensi permintaan yang tinggi. Demikian juga lokasi-lokasi yang menjadi potensial menjadi tujuan bepergian diusahakan menjadi prioritas pelayanan. 2. Pola pergerakan penumpang angkutan umum Rute angkutan umum yang baik adalah arah yang mengikuti pola pergerakan pengguna jasa angkutan umum (penumpang angkutan) sehingga tercipta pergerakan yang lebih efisien. Trayek angkutan umum harus di rancang sesuai dengan pola pergerakan penduduk yang terjadi, sehingga transfermoda yang terjadi pada saat penumpang mengadakan perjalanan dengan angkutan umum dapat diminimumkan. 3. Kepadatan penduduk Salah satu yang menjadi prioritas pelayanan angkutan umum adalah wilayah dengan kepadatan penduduk yang tinggi, yang pada umumnya merupakan wilayah yang mempunyai potensi permintaan yang tinggi, trayek angkuitan umum yang ada di usahakan sedekat mungkin menjangkau wilayah itu. 4. Daerah pelayanan Pelayanan angkutan umum, selain memperhatikan wilayah-wilayah potensial pelayan, juga menjangkau semua wilayah perkotaan yang ada. Hal itu sesuai konsep-konsep pemerataan pelayanan terhadap penyediaan fasilitas umum. 5. Karakteristik jaringan jalan Kondisi jaringan jalan akan menentukan pola pelayanan trayek angkutan umum. Karakteristik meliputi konfigurasi, klasifikasi, fungsi, lebar jala, dan tipe operasi jalur. Operasi angkutan umum sangat dipengaruhi oleh karakteristik jaringan jalan yang ada. Jaringan trayek dan kebutuhan kendaraaan bermotor umum disusun berdasarkan :

17 1. Rencana tata ruang. 2. Tingkat permintaan jasa angkutan. 3. Kemampuan penyedia jasa angkutan. 4. Ketersediaan jaringan lalu lintas dan angkutan jalan. 5. Kesesuaian dengan kelas jalan. 6. Keterpaduan intramoda angkutan. 7. Keterpaduan antarmoda angkutan. Hubungan antara klasifikasi trayek dan jenis pelayanan atau jenis angkutan dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini : Tabel 2.1 Klasifikasi Penentuan Jenis Trayek Klarifikasi Trayek Jenis Pelayanan Jenis Angkutan Kapasitas Penumpang perhari/kendaraan Utama Cepat Lambat Bus besar (lantai ganda) Bus besar (lantai tunggal) Bus sedang Bus besar Bus sedang 1.500 1.800 1.000 1.200 500 600 Cabang Cepat Lambat 1.000 1.200 500 600 Bus kecil 279,33 400 Ranting Lambat Bus sedang 500 600 Bus kecil 279,33 400 MPU* 250 279,33 Langsung Cepat Bus besar 1.000 1.200 Bus sedang 500 600 Bus kecil 279,33 400 Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (2002) Untuk penentuan jenis angkutan berdasarkan ukuran kota dan trayek secara umum dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut

18 Ukuran Kota Klasifikasi Trayek Tabel 2.2 Klasifikasi Penentuan Jenis Angkutan Kota raya >96.000.000 penduduk Kota besar 369.050 96.000.000 Penduduk Kota sedang 100.000 369.050 Penduduk Kota kecil <100.000 penduduk Utama -KA -Bus Besar -Bus -Bus sedang -Bus besar besar/sedang Cabang -Bus -Bus sedang -Bus -Bus kecil besar/sedang sedang/kecil Ranting -Bus -Bus kecil -MPU -MPU sedang/kecil Langsung -Bus besar -Bus besar -Bus sedang -Bus sedang Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (2002) 2.4 Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan dijelaskan bahwa jenis pelayanan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek terdiri atas: 1. Angkutan orang dengan menggunakan taksi. 2. Angkutan orang dengan tujuan tertentu. 3. Angkutan orang untuk pariwisata. 4. Angkutan orang di kawasan tertentu. 2.5 Pelaksanaan Perencanaan Perencanaan sering diartikan secara umum sebagai suatu aktivitas yang memformasikan tindakan utama dan penanganan yang diambil untuk mentransformasikan sistem sekarang kepada bentuk yang sesuai dengan kebutuhan yang ingin dicapai dengan kebutuhan utama. Menurut Allan Black (1995) dalam Aditya dkk (2013) untuk transportasi angkutan umum, perencanaan akan melibatkan empat langkah dasar yaitu: 1. Analisis situasi saat dengan pandangan untuk identifikasi masalah-masalah dan menentukan penyebab terjadinya masalah tersebut dan factor-faktor yang mempengaruhi atau mendasarinya.

19 2. Gambaran kondisi yang akan datang termasuk tahapan kebutuhan yang ingin dicapai dari transportasi angkutan umum. 3. Formulasi dan analisis aternatif-aternatif yang tersedia dari setiap perencanaan dan tindakan-tindakan yang akan diambil. 4. Evaluasi setiap aternatif yang tersedia dan seleksi akhir atau menformulasikan perencanaan (jangka panjang) yang akan digunakan. Pada umumnya untuk perencanaan jangka panjang dalam transportasi ini, ada beberapa isu atau hal-hal yang perlu dipertimbangkan seperti : 1. Armada yang tersedia. 2. Konstruksi pemeliharaan (maintenance) dan fasilitas termina. 3. Organisasi besar dari jaringan pelayanan. 4. Perencanaan pembiayaan jangka panjang. Sedangkan untuk aktivitas perencanaan jangka pendek dapat meliputi : 1. Identifikasi masalah lewat pengumpulan data-data. 2. Desain tindakan-tindakan aternatif. 3. Analisis dan evaluasi dampak dan aspek lain dari masasing-masing aternatif. 4. Formulas akhir dari aternatif yang ditentukan. Dalam perencanaan ini, diperlukan pengumpulan data sebagai suatu sumber utama dalam mengelola, mengidentifikasi, mengevaluasi perencanaan yang akan dibuat. Dalam pengumpulan data ini, diperlukan aspek yang antara lain : 1. Pengemudi secara umum dan data biaya operasionalnya (termasuk pemeliharaan). 2. Waktu tempuh dan waktu tunggu. 3. Kebutuhan perjalanan dan informasi sikap publik. 4. Partisipasi dan sarana dari pengendara atau pengemudi angkutan umum. Seperti pada penjelasan sebelumnya, perencanaan dilanjutkan dengan identifikasi masalah dari data-data yang terkumpul (khususnya empat aspek dari data di atas). Aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan perencanaan terdiri dari dua hal utama yakni perencanaan strategis dan perencanaan operasional. Perencanaan strategis merupakan perencanaan awal yang dilakukan dalam tinjauan sistem atau

20 dalam tinjauan daerah secara keseluruhan. Perencanaan strategis pada dasarnya merupakan perencanaan awal yang dilakukan secara agregat dan komprehensif dengan memperhatikan seluruh aspek sosial masyarakat dan sistem transportasis yang ada secara keseluruhan. Sasaran dari perencanaan strategis adalah diperolehnya gambaran sistem angkutan yang meliputi : 1. Pola konfigurasi sistem jaringan rute. 2. Struktur jaringan rute (pola dan hirarki rute). 3. Interkoneksi antar rute. 4. Estimasi volume penumpang pada masing-masing rute. 5. Kelas moda angkutan umum yang digunakan. 6. Pola interkoneksi antar moda. Perencanaan strategis diperlukan agar pengoperasian rute-rute angkutan umum dapat teroganisir secara sistem dan terjasi interaksi yang optimal antar satu rute dengan rute yang lain. Dengan demikian sasaran agar dapat dicapainya suatu sistem angkutan umum yang efektif dan efisien dapat dicapai. Bagi pengguna angkutan umum misalnya dapat dengan mudah dan cepat berpergian dari suatu tempat ke tempat yang lainnya dengan menggunakan angkutan umum yang ada, meskipun harus pindah dari satu rute ke rute lainnya dengan moda yang berbeda. Namun perlu diperhatikan hasil dari perencanaa strategis tidak dapat langsung diterapkan secara operasional karena keluaran yang dihasilkan tidak cukup rinci. Untuk itu perlu dianalisis lebih mendalam utuk masing-masing rute agar diperoleh spesifikasi yang lebih rinci yang dapat digunakan sebagai acuan bagi pengoperasian angkutan umum untuk setiap rutenya. Perencanaan operasional pada dasarnya merupakan kajian perencanaan dalam skala rute. Dengan demikian perencanaan operasional merupakan tahap lanjut dari perencanaan strategis. Dalam perencanaan operasional tinjauan dilakukan secara individual dan isolated yaitu berdasarkan informasi yang diperoleh dari perencanaan strategis sebelumnya. Kajian ini diperlukan dalam usaha mencari spesifikasi teknis operasional dari suatu rute dalam tingkat yang sangat rinci karena aspek-aspek teknis operasional ditentukan disini, seperti jumlah

21 armada, frekuensi dan lain sebagiannya secara lebih lengkap informasi yang diperoleh dari tahap perencanaan operasional meliputi : 1. Jenis dan tipe kendaraan. 2. Kapasitas kendaraan. 3. Jumlah armada. 4. Frekuensi pelayanan. 5. Selang waktu atau jarak rata-rata kendaraan (headway) 6. Sistem tarif. 7. Besaran tarif. 8. Penjadwalan. 9. Estimasi biaya operasional. 10. Estimasi jumlah penumpang. 2.6 Perbandingan Penelitian Sebelumnya Perbandingan penelitian ini dengan penelitian serupa yang telah dilakukan terdahulu, disajikan dalam bentuk Tabel 2.3 berikut ini.

22 Tabel 2.3 Perbandingan Penelitian Sebelumnya NAMA PENELITI JUDUL PENELITIAN LOKASI ASPEK YANG DITELITI Binsar Gultom (2007) Emmy Oktariani (2014) Gina Adzani (2013) Penelitian Sekarang Evaluasi Transportasi Angkutan Umum Pedesaan Analisis Kebutuhan Pengembangan Angkutan Khusus Karyawan Pada Pusat Pemerintahan Kota Denpasar Perencanaan Rute Bus Penumpang Dari Bandara Juanda Menuju Beberapa Kota Di Sekitar Surabaya Perencanaan Angkutan Umum New Yogyakara International Airport Menuju Kota Yogyakarta Medan Denpasar Surabaya Yogyakarta -Kecepatan -Waktu Tempuh -Tarif -Jadwal Keberangkatan -Kenyamanan -Keselamatan -Jumlah Armada -Waktu Sirkulasi (Headway) -Kecepatan Perjalanan -Load Factor -Kebutuhan Jumlah Armada -Availability -Karakteristik dan Kepuasan -Biaya Operasional Kendaraan -Waktu Sirkulasi (Headway) -Load Factor -Waktu Perjalanan -Kebutuhan Jumlah Armada - Availability -Waktu Sirkulasi (Headway) -Load Factor -Kebutuhan Jumlah Armada -Biaya Operasional Kendaraan -Tarif Sumber : Binsar Gultom (2007), Emmy Oktariani (2014), Gina Adzani (2013).