BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Fonna, 2013

dokumen-dokumen yang mirip
PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia secara global dan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran matematika dalam kurikulum pendidikan nasional selalu

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suci Primayu Megalia, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. pendapat (Sabandar, 2010: 168) bahwa matematika adalah sebagai human

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

2014 PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN REPRESENTASI MATEMATIS MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) DI SEKOLAH DASAR

Geometri Siswa SMP Ditinjau dari Kemampuan Matematika. (Surabaya: PPs UNESA, 2014), 1.

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tujuan pembelajaran matematika diantaranya adalah mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dari diajarkannya matematika di setiap jenjang pendidikan. Selain itu, untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah salah satu ilmu dasar, yang sangat berperan penting

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah sarana dan alat yang tepat dalam membentuk

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Mulyati, 2013

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA DI MTs NEGERI I SUBANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup dalam. dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nobonnizar, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah swt dengan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting untuk menentukan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika,

BAB II LANDASAN TEORI

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERBASIS REPRESENTASI MATEMATIS SISWA SMP PADA MATERI KUBUS DAN BALOK MELALUI PENELITIAN DESAIN

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

PENDAHULUAN. Leli Nurlathifah, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (BSNP,

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Pendidikan matematika berperan penting bagi setiap individu karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA. (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII Semester II SMP Negeri 2

BAB I PENDAHULUAN. Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. rendahnya kualitas atau mutu pendidikan matematika. Laporan Badan Standar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bekerja sama dalam suatu kelompok. matematika yaitu pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan siswa dalam berfikir secara matematika (think mathematically).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Melihat pentingnya matematika dan peranannya dalam menghadapi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. matematika sebagai pelajaran wajib dikuasai dan dipahami dengan baik oleh

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Representasi Matematis. solusi dari masalah yang sedang dihadapinya (NCTM, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. yang mendasari perkembangan sains dan teknologi, mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang membuat peserta didik dapat mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. intelektual dalam bidang matematika. Menurut Abdurrahman (2012:204)

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan, pendidikan memegang peranan penting karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan sumber daya manusia. Usaha untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pendidikan sudah selayaknya lebih diperhatikan, karena melalui pendidikan diyakini akan dapat mendorong dan memaksimalkan potensi siswa sebagai calon SDM yang handal untuk dapat bersikap dan berprilaku kritis, kreatif, logis dan inovatif dalam menghadapi serta menyelesaikan setiap permasalahan (Kurniawan, 2010). Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada semua jenjang pendidikan yang memiliki peranan penting dalam pengembangan kemampuan matematis siswa. Hasil dari pendidikan matematika menurut Ruseffendi (1991) yaitu siswa diharapkan memiliki kepribadian yang kreatif, kritis, berpikir ilmiah, jujur, hemat, disiplin, tekun, berprikemanusiaan mempunyai perasaan keadilan, dan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan bangsa dan negara. National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) tahun 2000 dalam buku berjudul Principles and Standard for School Mathematics menyatakan bahwa lima kemampuan matematis yang seharusnya dimiliki siswa yaitu (1) belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication); (2) belajar untuk bernalar (mathematical reasoning); (3) belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem solving); (4) belajar untuk mengaitkan ide (mathematical connection); (5) belajar untuk merepresentasikan ide-ide (mathematical representation). Tujuan pembelajaran matematika sebagaimana dinyatakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Depdiknas: 2006) bahwa kecakapan atau kemahiran matematika yang diharapkan dapat tercapai oleh siswa dalam belajar matematika 1

2 mulai dari SD, SMP sampai SMA adalah sebagai berikut; (1) pemahaman konsep; (2) penalaran; (3) komunikasi; (4) pemecahan masalah; (5) dan memiliki sikap menghargai kegunaaan matematika dalam kehidupan. Selanjutnya Depdiknas (2008) menyatakan tujuan pembelajaran matematika di sekolah adalah agar siswa mampu: memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep; menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; memecahkan masalah matematis; mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. Salah satu aspek yang menggambarkan peta mutu pendidikan adalah dengan adanya pelaksanaan Ujian Nasional (UN) sebagaimana Keputusan Mendiknas No. 153/U/2003 tentang Ujian Nasional yang berfungsi sebagai pengendalian mutu pendidikan (educational quality control) dan penjaminan mutu pendidikan (educational quality assurance). Kompas (31 Mei 2013) mengemukakan bahwa Nilai rata-rata Ujian Nasional (UN) 2013 untuk tingkat SMP/MTs turun. Tahun lalu, nilai rata-rata UN di jenjang ini mencapai 7,47, sementara tahun ini hanya 6,1, nilai tersebut jauh dari harapan. Hal ini diakibatkan karena bobot soal yang sulit naik menjadi 20% sedangkan pada tahun lalu bobot soal yang sulit jumlahnya hanya mencapai 10% saja dari keseluruhan soal. Selanjutnya jika ditinjau dari nilai batas kelulusan yaitu 5,5 dengan melihat nilai rata-rata UN tahun ini adalah 6,1 dapat dikatakan bahwa siswa dengan mengikuti UN telah mencapai nilai batas kelulusan. Namun pada kenyataannya nilai tersebut belumlah optimal, mengingat nilai maksimal yang hendaknya dicapai adalah 10. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa soal-soal yang sulit atau bentuk non rutin untuk tingkat UN saat ini hanya mencapai 20% dari keseluruhan soal, artinya selebihnya adalah bentuk soal rutin, yang mengakibatkan siswa cenderung mengerjakan secara prosedural, padahal proses pelaksanaan tersebut merupakan suatu hal yang penting, mengingat indikator apa saja yang sudah

3 dicapai oleh siswa pada kemampuan-kemampuan yang akan diukur. Dengan demikian pentingnya kemampuan khususnya matematis siswa untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran matematika. Terlihat jelas bahwa untuk setiap siswa hendaknya memiliki lima kemampuan sebagaimana telah di sebutkan di atas untuk dapat meningkatkan kemampuan matematis. Demikian halnya seiring dengan pencapaian tujuan pembelajaran matematika yaitu agar siswa mampu memahami konsep matematika, memecahkan masalah matematis; mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. Untuk dapat mengkomunikasikan ide-ide matematis dan berpikir secara matematis seseorang perlu merepresentasikan ide-ide tersebut dengan cara tertentu. Representasi merupakan salah satu kemampuan yang hendaknya dimiliki oleh siswa. Menurut Hiebert (Dewanto, 2007) setiap kali mengkomunikasikan gagasan matematika, gagasan tersebut perlu disajikan dengan suatu cara tertentu. Hal ini sangat penting agar komunikasi tersebut dapat berlangsung efektif. Komunikasi dalam matematika memerlukan representasi berupa simbol tertulis, gambar, ataupun objek fisik yang disebut juga representasi eksternal (Widyastuti, 2010). Jones dan Knuth (1991) mengemukakan bahwa terdapat beberapa alasan perlunya kemampuan representasi, yaitu: merupakan kemampuan dasar untuk membangun konsep dan berpikir matematis, dan untuk memiliki kemampuan pemahaman konsep yang baik dan dapat digunakan dalam pemecahan masalah. Wahyudin (2008) juga menambahkan bahwa representasi bisa membantu para siswa untuk mengatur pemikirannya. Dengan kata lain apabila siswa memiliki akses ke representasi dan gagasan yang mereka tampilkan, mereka memiliki alat yang memperluas kapasitas mereka untuk berpikir secara matematis. Penggunaan representasi yang benar oleh siswa akan membantu siswa menjadikan gagasan-gagasan matematis lebih konkrit. Wahyuni (2012: 4) menyatakan bahwa suatu masalah yang rumit akan menjadi lebih sederhana jika menggunakan representasi yang sesuai dengan permasalahan yang diberikan,

4 sebaliknya konstruksi representasi yang keliru membuat masalah menjadi sukar untuk dipecahkan. Terkait dengan kemampuan representasi matematis, Goldin (2002: 210) mengemukakan bahwa ada dua jenis representasi, yaitu representasi eksternal dan internal. Representasi eksternal terdiri dari simbol, kaidah (ketentuan), dan diagram yang digunakan siswa untuk menyatakan definisi. Representasi internal, berhubungan secara individu, membangun psikologi, dan penetapan sebuah definisi. Keterkaitan antara kedua representasi ini mempengaruhi pembangunan definisi dalam matematika dan pemecahan masalah (Widiati 2012: 5). Untuk melakukan pemecahan masalah, terlebih dahulu diawali oleh adanya representasi terhadap definisi masalah yang disajikan. Pemahaman terhadap definisi masalah akan mendorong terciptanya representasi yang mengarah kepada proses pemecahan masalah. Pentingnya kemampuan representasi matematis untuk dimiliki oleh siswa sangat membantu siswa dalam memahami konsep matematis berupa gambar, simbol dan kata-kata tertulis. Pada kenyataannya pelaksanaan tersebut bukan merupakan hal yang mudah, meskipun representasi merupakan salah satu standar yang harus dicapai dalam pembelajaran matematika. Hasil studi Wahyuni (2012) menunjukkan bahwa secara umum siswa mampu mengerjakan soal tentang representasi matematis, tetapi berdasarkan analisa siswa mengalami kesulitan dalam mengerjakan representasi dengan katakata teks tertulis. Penelitian yang terkait dengan kemampuan representasi matematis, juga dilakukan oleh Pujiastuti (2008). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sebagian besar siswa lemah dalam menyatakan ide atau gagasannya melalui kata-kata atau teks tertulis. Aspek representasi matematis yang kurang berkembang adalah aspek verbal. Dari berbagai penjelasan tersebut terlihat bahwa kemampuan representasi matematis siswa belum tertangani dengan baik. Kemampuan representasi seseorang erat kaitannya dengan kemampuan pemecahan masalah dalam menyelesaikan tugas matematika. Kemampuan tersebut merupakan dua dari lima standard yang hendakya dimiliki siswa untuk

5 dapat meningkatkan kemampuan matematis (NCTM: 2000). Sebagaimana yang dipaparkan sebelumnya untuk melakukan pemecahan masalah, terlebih dahulu diawali oleh adanya representasi terhadap definisi masalah yang disajikan. Pemahaman terhadap definisi masalah akan mendorong terciptanya representasi yang mengarah kepada proses pemecahan masalah. Siswa yang memiliki efficacy beliefs yang kuat dalam menyelesaikan suatu permasalahan akan mampu menyelesaikannya dalam representasi yang berbeda. Schunk & Hanson (Gagatsis & Sophocleous, 2009) menemukan bahwa siswa yang diperkirakan mampu untuk belajar memecahkan masalah cenderung untuk belajar lebih dari siswa yang memiliki kesulitan. Polya (1973: 5) mengemukakan bahwa dalam pemecahan masalah hendaknya kita harus mencoba dan terus mencoba untuk menemukan solusi. Pemecahan masalah dapat dipertimbangkan sebagai suatu proses dalam penyampaian tujuan pengetahuan yang baru atau suatu situasi yang unfamiliar untuk meningkatkan pengetahuan (Killen, 1997: 106). Suatu masalah biasanya memuat suatu situasi yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk meyelesaikannya (Suherman, 2003). Lebih lanjut suatu masalah yang dianggap rumit dan kompleks bisa menjadi lebih sederhana jika strategi dan pemanfaatan representasi matematis yang digunakan sesuai dengan permasalahan tersebut. Sebaliknya, penggunaan model matematika yang sesuai sebagai suatu bentuk representasi akan membantu pemahaman konsep untuk mengemukakan ide/gagasan matematika siswa (Widyastuti, 2010). Wahyudin (2008: 615) menyatakan bahwa untuk menemukan suatu pemecahan, hendaknya siswa menarik pengetahuan yang mereka miliki, dan lewat proses ini, mereka akan membangun pemahaman matematis yang baru. Dengan demikian para siswa akan mendapat cara berpikir, kebiasaan tekun, dan rasa ingin tahu, serta kepercayaan diri dalam situasi-situasi tidak akrab yang mereka hadapi. Pentingnya kemampuan pemecahan masalah matematis untuk dimiliki oleh siswa sangat membantu siswa dalam menghadapi persoalan yang tidak akrab bagi

6 mereka. Kondisi yang di uraikan di atas jauh dari harapan. Kenyataannya ketika siswa dihadapkan dengan soal bentuk tidak rutin, siswa terbelenggu oleh pemikiran untuk menyelesaikannya menggunakan penyelesaiaan yang biasa digunakan ketika menyelesaikan masalah rutin, padahal konteks masalahnya berbeda (Widiati, 2012: 7). Garofalo dan Lester (Wahyudin, 2008: 519) menunjukkan bahwa kurangnya pengetahuan matematis seringkali bukan merupakan penyebab kegagalankegagalan pemecahan masalah, melainkan disebabkan oleh tidak efektif dalam memanfaatkan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya. Dalam hal ini, siswa memiliki pengetahuan matematis, hanya saja tidak cermat dan tidak terampil dalam memanfaatkannya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuliawaty (2011) menunjukkan bahwa belum optimalnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa karena ketidakmampuan memahami konsep yang telah diajarkan, sehingga terakumulasi menjadi ketidakmampuan dalam mengerjakan soal-soal matematika, khususnya soal pemecahan masalah matematis. Lebih lanjut Tim MKPBM (2003) yang menyatakan tentang fenomena yang terjadi dalam pembelajaran matematika yaitu siswa menghadapi kesulitan menyelesaikan masalah (soal) yang diberikan. Berbagai kesulitan ini muncul antara lain karena mencari jawaban dipandang sebagai satu-satunya tujuan yang ingin dicapai. Karena hanya berfokus pada jawaban, anak seringkali salah dalam memilih teknik penyelesaian yang sesuai. NCTM (2000 : 52) memandang bahwa pemecahan masalah merupakan bagian yang terintegral dari keseluruhan pembelajaran matematika dan bukan merupakan bagian terpisah dari matematika. Pemecahan masalah bukanlah suatu kemampuan yang mudah untuk dimiliki, sebagaimana dirumuskan bahwa: Problem solving is an integral part of all mathematics learning, and so it should not be an isolated part of the mathematics program. Problem solving in mathematics should involve all the five content areas described in these standards. Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa pemecahan masalah bukanlah suatu kemampuan yang mudah untuk dimiliki. Kemampuan tersebut merupakan bagian yang terintegral dari keseluruhan pembelajaran matematika, artinya

7 pemecahan masalah dalam matematika mesti melibatkan lima standar yang telah di uraikan sebelumnya. Dengan demikian untuk melakukan pemecahan suatu masalah, terlebih dahulu diawali oleh adanya representasi terhadap definisi masalah yang disajikan. Pemahaman terhadap definisi masalah akan mendorong terciptanya representasi yang mengarah kepada proses pemecahan masalah. Selain kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematis, sikap positif siswa terhadap matematika dan sikap terhadap proses pembelajarannya perlu diperhatikan. Hal ini penting karena sikap positif terhadap matematika berkorelasi positif dengan prestasi belajar matematika (Ruseffendi, 2006: 234). Pentingnya sikap menghargai matematika dan kegunaannya dalam kehidupan adalah salah satu dari tujuan pendidikan matematika yang dirumuskan dalam KTSP (2006). Sikap siswa terhadap matematika erat kaitannya dengan minat terhadap matematika, sikap dapat mempengaruhi minat dan sebaliknya. Jika siswa berminat terhadap matematika maka ia akan suka mengerjakan tugas matematika, ini sebagai pertanda bahwa siswa tersebut bersikap positif terhadap matematika. Tanpa adanya minat sulit untuk menumbuhkan keinginan dan kesenangan dalam belajar matematika, apalagi matematika telah dicitrakan sebagai pelajaran yang sulit untuk dipelajari. Namun dengan terbentuknya sikap positif siswa terhadap matematika dan pembelajarannya maka akan muncul minat mempelajarinya. Menyadari kenyataan di lapangan bahwa kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematis siswa masih tergolong rendah maka betapa pentingnya suatu teknik pembelajaran yang mampu memberikan rangsangan kepada siswa agar siswa menjadi aktif, dalam artian bahwa siswa mampu dan berani mengemukakan ide, menjelaskan masalah, bertukar pikiran dengan teman dan mencari alternatif penyelesaian masalah yang sedang dihadapi. Pentingnya mencari penyelesaian suatu masalah yang dihadapi, siswa dituntut mampu bertukar pikiran dengan teman untuk mencari alternatif penyelesaian masalah. Hal tersebut dapat terlaksana dengan dibentuknya kelompok belajar antar siswa. Reys et. al (1998:75) melihat pengaruh kelompok belajar terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Menurut

8 Reys, pemecahan masalah dapat dikerjakan dengan mudah melalui diskusi pada kelompok besar, tetapi proses pemecahan masalah akan lebih praktis bila dilakukan dalam kelompok kecil yang bekerja secara kooperatif. Meskipun cara ini memerlukan waktu yang relatif lebih lama, namun siswa akan lebih baik memecahkan masalah secara kelompok daripada sendiri. Salah satu model pembelajaran yang memacu kemajuan individu melalui kelompok yaitu pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning). Slavin (2010: 2) menyatakan Cooperative Learning dapat diterapkan pada setiap tingkatan pendidikan untuk mengajarkan berbagai topik/bidang ilmu mulai dari matematika, membaca, menulis, belajar sains dan lain-lain. Cooperative Integrated Reading and Composition atau disingkat dengan CIRC merupakan salah satu tipe Cooperative Learning yang diduga dapat meningkatkan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematis. Tipe ini dipilih berdasarkan temuan penerapan pembelajaran koopertif lainnya. Temuan Wahyuni (2010) menyatakan bahwa pencapaian kemampuan pemecahan masalah matematik cukup baik dengan memberikan pendekatan pembelajaran yang beragam. Secara umum proses pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dapat dikatakan telah berjalan dengan baik (Kurniawan, 2011 : 81). Pemberian perlakuan yang berbeda mendorong peneliti untuk melakukan penelitian yang berkenaan dengan salah satu model pembelajaran kooperatif tipe CIRC. Setiawan (2011: 5) menyatakan bahwa pembelajaran dengan tipe CIRC, dalam pelaksanaannya setiap siswa bertanggung jawab terhadap tugas kelompoknya, siswa saling bekerja sama (membaca bergantian, menemukan kata kunci, memberikan tanggapan) terhadap suatu wacana kemudian menuliskan hasil kolaboratifnya, mempresentasikan hasil kerja kelompok, dan merefleksi. Diharapkan dengan model pembelajaran ini proses belajar lebih menyenangkan karena siswa dapat berinteraksi dengan temannya serta dapat bertukar pikiran dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Tujuan utama dari CIRC menurut Slavin (2010: 203) adalah menggunakan tim-tim kooperatif untuk membatu para siswa mempelajari kemampuan

9 memahami bahan bacaan berupa latihan soal yang dapat diaplikasikan secara luas. Para siswa dalam CIRC juga membuat penjelasan terhadap prediksi (penafsiran) mengenai bagaimana menyelesaikan masalah dan menuliskan penyelesaian, serta saling merevisi penyelesaian soal. Penyelesaian permasalahan yang disajikan secara abstrak atau rumit, memerlukan adanya bantuan awal dalam mengubah masalah tersebut menjadi masalah lebih sederhana sehingga lebih mudah dipahami. Dalam menyelesaikan masalah, terlebih dahulu diawali oleh adanya representasi terhadap definisi masalah yang disajikan. Hal ini sesuai dengan tahapan yang ada dalam model pembelajaran CIRC, yang pada pelaksanaan menuliskan penyelesaian soal siswa dituntut bagaimana mengemukakan ide matematika dengan cara tertentu melalui gambar, grafik, persamaan atau lainnya. Proses pelaksanaan tersebut merupakan bagian dari representasi. Sehingga dalam menyelesaikan soal siswa dituntut dengan menyelesaikan dengan representasi yang berbeda. Selain model pembelajaran kooperatif tipe CIRC yang diterapkan serta kemampuan representasi dan pemecahan masalah yang diteliti, terdapat hal lain yang harus diperhatikan dalam pembelajaran yaitu KAM atau Kemampuan Awal Matematis. Pada penelitian ini peneliti mengkategorikan KAM siswa yaitu tinggi (T), sedang (S), dan rendah (R). Pengkategorian KAM dianggap penting karena dalam proses pembelajaran diharapkan siswa dengan kemampuan rendah nantinya juga akan meningkat kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematisnya dengan diberikan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC. Dengan memperhatikan uraian di atas, maka keperluan untuk melakukan studi yang berfokus pada pengaruh model pembelajaran yang diduga dapat meningkatkan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematis siswa, dalam hubungan ini, penulis mengadakan penelitian dengan judul : Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Cooperative Integrated Reading and Composition untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa.

10 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe CIRC lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional? 2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe CIRC dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, rendah)? 3. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe CIRC lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional? 4. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe CIRC dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, rendah)? 5. Bagaimana sikap siswa selama pembelajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe CIRC? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menelaah peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang belajar menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Cooperative Integrated Reading and Compositition dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. 2. Mengkaji perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis siswa ditinjau dari kemampuan awal matematis siswa. 3. Menelaah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang belajar menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Cooperative

11 Integrated Reading and Compositition dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. 4. Mengkaji perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa ditinjau dari kemampuan awal matematis siswa. 5. Mengetahui sikap siswa selama pembelajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Cooperative Integrated Reading and Compositition. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat: 1. Bagi siswa, diharapkan mampu meningkatkan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematis siswa. 2. Bagi guru, dapat menjadi model pembelajaran alternatif yang dapat diaplikasikan dalam meningkatkan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematis siswa. 3. Bagi peneliti, dapat dijadikan sebagai acuan/referensi untuk penelitian lain dan pada penelitian yang relevan. E. Definisi Operasional Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan pada penelitian ini, maka berikut ini dituliskan definisi operasional variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. 1. Kemampuan representasi matematis Kemampuan siswa untuk mengemukakan ide matematika dalam bentuk representasi eksternal yang meliputi: 1) Representasi visual (diagram, grafik, tabel, dan gambar); 2) Representasi simbolik (persamaan atau ekspresi matematika); dan 3) Representasi verbal (kata-kata atau teks tertulis). 2. Kemampuan pemecahan masalah matematis Kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika yang mencakup: 1) membuat model matematika dari suatu situasi atau masalah sehari-hari dan menyelesaikannya, 2) memilih dan menerapkan strategi

12 yang tepat untuk menyelesaikan masalah matematika atau di luar matematika, 3) menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalah, serta memeriksa kebenaran hasil atau jawaban, 3. Pembelajaran kooperatif tipe CIRC Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC merupakan bagian dari pembelajaran kooperatif yang memadukan antara kegiatan membaca dengan kegiatan lainnya seperti menulis, diskusi, presentasi dan kegiatan lainnya. langkah-langkah dalam CIRC terdiri dari beberapa fase yaitu: 1) orientasi; 2) organisasi (team); 3) pengenalan konsep dan diskusi; 4) publikasi (presentasi); 5) mengeneralisasi dan mengevaluasi;