I. PENDAHULUAN. dengan sanksinya yang berupa pidana. Namun demikian, usaha ini pun masih

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

I. PENDAHULUAN. Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

I. PENDAHULUAN. harus dilindungi. Anak tidak dapat melindungi diri sendiri hak-haknya, berkepentingan untuk mengusahakan perlindungan hak-hak anak.

kearah yang tidak baik atau buruk. Apabila arah perubahan bukan ke arah yang tidak

I. PENDAHULUAN. pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

I. PENDAHULUAN. berkaitan satu sama lainnya. Hukum merupakan wadah yang mengatur segala hal

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

I. PENDAHULUAN. perkembangan zaman yang begitu pesat membuat manusia melakukan berbagai

I. PENDAHULUAN. meminta. Hal ini sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang

I. PENDAHULUAN. pembangunan pada keseluruhan bidang tersebut. Pelaksanaan kegiatan

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

BAB I PENDAHULUAN. Anak Di Indonesia. hlm Setya Wahyudi, 2011, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana

I. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

I. PENDAHULUAN. dengan aturan hukum yang berlaku, dengan demikian sudah seharusnya penegakan keadilan

I. PENDAHULUAN. harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipidana jika tidak ada kesalahan ( Green Straf Zonder Schuld) merupakan dasar

1. PENDAHULUAN. Tindak Pidana pembunuhan termasuk dalam tindak pidana materiil ( Materiale

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

I. PENDAHULUAN. tindak pidana lainnya di berbagai belahan dunia. Fenomena ini dapat dimaklumi

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

I. PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan sebagai sumber daya yang dapat diperbaharui, mempunyai

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. berkembang sejalan dengan perkembangan tingkat peradaban. Berkaitan dengan

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. PENDAHULUAN. Sebagaimana telah diketahui bahwa penegakkan hukum merupakan salah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 1967, merek merupakan karya intelektual yang memiliki peranan

I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Selanjutnya disebut KUHP), dan secara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

I. PENDAHULUAN. bangsa, namun pada jaman globalisasi seperti sekarang ini terdapat banyak faktor

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

I. PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat agar dapat tercipta dan terpeliharanya ketertiban umum.

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (traficking) terutama terhadap perempuan merupakan pengingkaran terhadap

I. PENDAHULUAN. bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas

I. PENDAHULUAN. Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang

I. PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting dalam. dalam kegiatan seperti pemeliharaan pertahanan dan keamanan, keadilan,

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

V. PENUTUP. polri studi putusan No: 283/pid.B./2011/PN.MGL. Pertanggungjawaban atas

I. PENDAHULUAN. dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

I. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas

I. PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang 1945, diarahkan untuk meningkatkan hukum bagi

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

I. PENDAHULUAN. yang bersangkutan telah dinyatakan lulus dan menyelesaikan semua persyaratan

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

I. PENDAHULUAN. mampu melakukan penyaringan terhadap kebudayaan asing yang bersifat liberal. Para remaja

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

I. PENDAHULUAN. para manusia itu sendiri. Kesalahan yang dilakukan oleh manusia bisa terjadi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Korupsi merupakan tindakan yang dapat menimbulkan kerugian bagi keuangan

I. PENDAHULUAN. bukan lagi hanya orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Salah satu penyebabnya

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu usaha penanggulangan kejahatan ialah menggunakan hukum pidana dengan sanksinya yang berupa pidana. Namun demikian, usaha ini pun masih sering dipersoalkan. Perbedaan mengenai peranan pidana dalam menghadapi masalah kejahatan ini, menurut Inkeri Antila, telah berlangsung beratus-ratus tahun dan menurut Herbert L.Packer, usaha pengendalian perbuatan anti sosial dengan mengenakan pidana pada seseorang yang bersalah melanggar peraturan pidana, merupakan suatu problem sosial yang mempunyai dimensi hukum yang penting. 1 Penggunaan upaya hukum, termasuk hukum pidana, sebagai salah satu upaya untuk mengatasi masalah sosial termasuk dalam bidang kebijakan penegakan hukum, di samping itu, karena tujuannya untuk mencapai kesejahteraan masyarakat pada umumnya, maka kebijakan penegakan hukum ini pun termasuk dalam bidang kebijakan sosial, yaitu segala usaha yang rasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Sebagai suatu masalah yang termasuk masalah kebijakan, penggunaan hukum pidana sebenarnya tidak merupakan suatu keharusan. Tidak ada kemutlakan dalam bidang kebijakan, karena pada 1 Teguh Prasetyo,Kriminalisasi dalam hukum pidana,nusa Media,Bandung,2011,hlm.19.

2 hakikatnya dalam masalah kebijakan orang dihadapkan pada masalah kebijakan penilaian dan pemilihan dari berbagai macam alternatif. Dengan demikian, masalah pengendalian atau penanggulangan kejahatan dengan menggunakan hukum pidana, bukan hanya merupakan problem sosial seperti dikemukakan oleh Packer di atas, tetapi juga merupakan masalah kebijakan (the problem of policy). 2 Hukum pidana diakui sebagai sanksi istimewa. Menurut Sudarto, yang membedakan hukum pidana dari hukum lain ialah sanksi yang berupa pidana yang diancamkan kepada pelanggar norma. Sanksi dalam hukum pidana ini adalah sanksi yang negatif, atas dasar hal itu pula, Leo Polak secara tegas mengatakan bahwa satu-satunya problema dasar hukum pidana, ialah makna, tujuan, serta ukuran dari penderitaan yang patut diterima oleh seorang tetap merupakan problem yang tidak terpecahkan. 3 Sebagai suatu sanksi istimewa, hukum pidana dapat membatasi kemerdekaan manusia dengan menjatuhkan hukuman penjara atau hukuman badan, bahkan menghabiskan hidup manusia. Hukum pidana memuat sanksi sanksi atas pelanggaran kaidah hukum yang jauh lebih keras serta berakibat lebih luas dari pada kerasnya dan akibat sanksi sanksi yang termuat dalam hukum lain, atas dasar hal itu, tampak jelas bahwa kekuasaan untuk dapat menjatuhkan hukuman merupakan suatu kekuasaan yang sangat penting, karena akibat dijatuhkannya hukuman sangat besar dan luas sekali. 2 Ibid hlm. 20. 3 Nandang Sambas, Pembaharuan system Pemidanaan Anak di Indonesia, Graha Ilmu, Bandung,, 2010, hlm.3.

3 Sampai saat ini masyarakat sepakat bahwa subyek hukum satu-satunya yang mempunyai hak untuk menghukum adalah negara (lembaga yudikatif), selain negara tidak ada subyek hukum lain yang mempunyai hak untuk menghukum. Para sarjana terdahulu memberi alasan sebagai dasar pembenar mengapa negara berhak menjatuhkan hukuman, karena pemerintah yang berhak memerintah, oleh karena itu pemerintahlah yang mempunyai hak untuk menjatuhkan hukuman. 4 Istilah hukum merupakan istilah umum dan konvensional, istilah ini mempunyai arti yang sangat luas dan berubah-ubah, karena berhubungan dengan konotasi dengan bidang yang sangat luas. Istilah hukuman bukan hanya dipakai dalam bidang hukum, khususnya hukum pidana, tetapi sering kali dipakai sehari-hari dalam bidang pendidikan, moral, agama dan lain-lain. Istilah penghukuman dapat diartikan secara sempit, yaitu penghukuman dalam perkara pidana, yang kerap kali sinonim dengan pemidanaan atau penjatuhan pidana yang mempunyai arti yang sama dengan sentence atau veroordeling. Istilah pidana merupakan istilah yang mempunyai arti lebih khusus, sehingga perlu ada pembatasan yang dapat menunjukkan ciri-ciri serta sifat-sifat nya yang khas. Menurut Sudarto, yang dimaksud dengan pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syaratsyarat tertentu. Menurut Roeslan Saleh, pidana merupakan reaksi atas delik, dan ini bertujuan suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara pada pembuat delik itu. Pendapat yang sama diungkapkan pula oleh Ted Honderich, yang 4 Ibid. hlm.4

4 menyatakan bahwa pidana adalah suatu pengenaan pidana yang dijatuhkan oleh penguasa (berupa kerugian atau penderitaan) kepada pelaku tindak pidana. 5 Berdasakan instrument internasional yang mengatur masalah perilaku delikuensi anak, dilihat dari jenis jenis perliaku delikuensi anak dapat dikualifikasikan ke dalam criminal offence dan status offence. Namun, secara hakiki perilaku delikuensi anak, hendak nya dilihat bukan semata mata sebagai perwujudan penyimpangan perilaku karena iseng atau mencari sensasi, melainkan harus dilihat perwujudan produk atau akibat ketidakseimbangan lingkungan sosial. Atas dasar hal tersebut, maka sangatlah tidak tepat apabila tujuan pemidanaan terhadap anak disamakan dengan tujuan pemidanaan terhadap orang dewasa. Apa yang diungkapan para sarjana, baik mereka yang berpandangan teori pembalasan/absolut maupun teori tujuan/utilitarian, pada umumnya pemidanaan dapat dipandang hanya sebagai pengobatan simtomatik, bukan kausatif yang bersifat personal bukan struktural atau fungsional. Pengobatan dengan pidana sangat terbatas dan bersifat pragmentair yaitu terfokus pada dipidananya si pembuat (si penderita penyakit). Efek preventif dan upaya penyembuhan (treatment atau kurieren) lebih diarahkan pada tujuan pencegahan agar orang tidak melakukan tindak pidana/kejahatan, dan bukan untuk mencegah agar kejahatan secara struktural tidak terjadi. Pidana yang dijatuhkan yang bersifat kontradiktif/paradoksal dan berdampak negatif terhadap pelaku. Oleh karena itu, tidak heran apabila penggunaan hukum pidana hingga saat ini selalu mendapat 5 Ibid,hlm.12.

5 kritikan bahkan kecaman, termasuk munculnya pandangan radikal yang menentang hukum pidana sebagaimana dipropagandakan kaum abolisonis. 6 Tujuan dan dasar pemikiran dari penanganan anak tidak dapat dilepaskan dari tujuan utama untuk mewujudkan kesejahteraan anak yang pada dasarnya merupakan bagian integral dari kesejahteraan sosial, dalam arti bahwa kesejahteraan atau kepentingan anak berada di bawah kepentingan masyarakat, akan tetapi harus dilihat bahwa mendahulukan kesejahteraan dan kepentingan anak itu pada hakikatnya merupakan bagian dari usaha mewujudkan kesejahteraan sosial. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak yang menggantikan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, tidak secara eksplisit mengatur tujuan pemidanaan, namun secara umum dapat dilihat dalam konsiderannya. Tujuan yang hendak dicapai adalah dalam upaya melindungi dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial secara utuh, serasi selaras dan seimbang. Selain itu, dalam penjelasan diuraikan pula bahwa dengan dikeluarkannya undang undang tentang pengadilan anak, dimaksudkan untuk lebih melindungi dan mengayomi anak agar dapat menyongsong masa depannya yang masih panjang. Dimaksudkan juga untuk memberi kesempatan kepada anak agar melalui pembinaan akan diperoleh jati dirinya untuk menjadi manusia yang mandiri, 6 Ibid,hlm.24.

6 bertanggungjawab, dan berguna bagi diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. 7 Pada pembahasan skripsi ini terkait dengan kasus tindak pidana pemerkosaan yang disertai dengan pembunuhan yang dilakukan oleh anak terhadap anak sebagai korban. Pelaku secara bersama-sama melakukan tindak pidana pemerkosaan yang disertai dengan pembunuhan yang telah direncanakan sebelumnya. Peran pelaku yang berbeda beda, ada yang bertindak sebagai pelaku utama ( dader), ikut serta melakukan ( medeplegen) dan membantu melakukan (medeplichtige). Setelah dalam proses peradilan pidananya dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri Blambangan Umpu, pelaku utama dan yang ikut serta melakukan dijatuhi hukuman pidana penjara selama 13 tahun 4 bulan, Sedangkan yang membantu melakukan dihukum pidana penjara selama 8 tahun. Bilamana melihat ancaman pidana yang diancamkan oleh pasal yang didakwakan terhadapnya, yaitu Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pelaku didakwa dengan dakwaan kumulatif dan di dalam persidangan terbukti melanggar kedua pasal yang didakwakan, seperti dimaksud didalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 65 ayat (1) dan (2), yaitu : (1) Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sendiri, sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis, maka hanya dijatuhkan satu pidana. (2) Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidana yang diancamkan terhadap perbuatan itu, tetapi tidak boleh lebih dari maksimum pidana yang terberat ditambah sepertiga. 7 Ibid,hlm.26.

7 Karena pelaku masih berusia 15 sampai dengan 18 tahun, seperti dimaksud didalam Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, yaitu : (1) Pidana penjara yang dijatuhkan kepada anak nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a paling lama 1/2 (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa. (2) Apabila anak nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka pidana penjara yang dijatuhkan kepada anak tersebut paling lama 10 (sepuluh) tahun. Berdasarkan uraian yang sebagaimana telah diuraikan di atas, maka terhadap pelaku tersebut penuntut umum menuntut terdakwa dengan tuntutan 13 tahun dan 4 bulan penjara. Lalu berdasarkan tuntutan penuntut umum dan fakta persidangan, hakim menjatuhkan hukuman kepada terdakwa sesuai dengan tuntutan penuntut umum yaitu 13 tahun dan 4 bulan penjara. Terhadap pelaku atau terdakwa yang ikut membantu melakukan tindak pidana tersebut dijatuhi hukuman 8 tahun penjara. Dari apa yang telah diuraikan di atas, hukuman yang dijatuhkan hakim yang dalam hal ini pelaku yang masih anak-anak dianggap terlalu berat dan tidak menerapkan undang-undang sebagai mana mestinya, karena untuk pelaku anak dan sesuai dengan ketentuan Pasal 26 ayat (2) Undang -Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak hanya dapat dihukum selama sepuluh tahun. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini dalam bentuk skripsi dengan judul Analisis Pemidanaan Terhadap Anak Sebagai Pelaku Pembunuhan Berencana Yang Disertai Dengan Pemerkosaan (Putusan Nomor : 13/Pid.B/AN/2014/PN.BU).

8 B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan Berdasarkan latar belakang diatas maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut: a. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana tiga belas tahun empat bulan penjara terhadap anak sebagai pelaku pembunuhan berencana yang disertai dengan pemerkosaan dalam memutus perkara No.13/pid.B/AN/2014/PN.BU? b. Apakah putusan Pengadilan Negeri Blambangan Umpu tersebut dalam menjatuhkan pidana tiga belas tahun empat bulan penjara terhadap anak sebagai pelaku pembunuhan berencana yang disertai dengan pemerkosaan sudah memenuhi rasa keadilan? 2. Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini meliputi substansi penelitian mengenai analisis pemidanaan terhadap pelaku anak dalam perkara tindak pidana pembunuhan yang disertai dengan pemerkosaan, yang merupakan ruang lingkup kajian hukum pidana (Studi Putusan Nomor : 13/Pid.B/AN/2014/PN.BU). Wilayah penelitian yaitu bertempat di wilayah hukum Pengadilan Negeri Way Kanan meliputi Pengadilan Negeri Blambangan Umpu dan Kejaksaan Negeri Way Kanan. Penelitian dilaksanakan pada tahun 2014.

9 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di dalam penelitian ini, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana tiga belas tahun empat bulan terhadap pelaku anak dalam perkara tindak pidana pelaku Pembunuhan Berencana yang disertai dengan pemerkosaan di Kampung Jaya Tinggi Kecamatan Kasui Kabupaten Way Kanan. b. Untuk mengetahui putusan Pengadilan tersebut sudah memenuhi rasa keadilan atau belum. 2. Kegunaan Penelitian a. Kegunaan Teoritis Kegunaan penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan dalam pengkajian ilmu hukum mengenai putusan pengadilan serta mengembangkan kemampuan berkarya ilmiah, daya nalar, dan acuan yang sesuai dengan disiplin ilmu yang dimiliki oleh penulis. b. Kegunaan Praktis Kegunaan secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan ilmu hukum pidana dan khususnya analisis pemidanaan serta bermanfaat bagi penegak hukum dan rekan-rekan mahasiswa selama mengikuti program perkuliahan Hukum Pidana khususnya pada Fakultas Hukum Universitas

10 Lampung dan masyarakat umum mengenai Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana tiga belas tahun empat bulan terhadap pelaku anak. D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis A. Teori Tujuan Pemidanaan Tujuan dari kebijakan pemidanaan yaitu menetapkan suatu pidana yang tidak terlepas dari tujuan politik kriminal. Dalam arti luasnya yaitu perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan, serta menciptakan keadilan. Berdasarkan hal tersebut maka untuk menjawab dan mengetahui tujuan serta fungsi pemidanaan, tidak akan terlepas dari teori-teori tentang pemidanaan yang ada. Sebagaimana diketahui dalam hukum pidana dikenal teori-teori yang berusaha mencari dasar hukum dari pemidanaan dan apa tujuannya. Ada tiga golongan utama teori untuk membenarkan penjatuhan pidana, yaitu: 1) Teori absolut atau teori pembalasan (vergeldings theorien) 2) Teori relatif atau teori tujuan (doeltheorien) 3) Teori Gabungan (verenigingstheorien) 8 1. Teori absolut atau teori pembalasan (vergeldings theorien) Dijatuhkannya pidana pada orang yang melakukan kejahatan adalah sebagai konsekuensi logis dari dilakukannya kejahatan. Jadi siapa yang melakukan kejahatan harus dibalas pula dengan penjatuhan penderitaan pada orang itu. 8 Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta, Rineka Cipta, 2010, hlm.31.

11 Dengan demikian adanya pidana itu didasarkan pada alam pikiran untuk pembalasan. Oleh karena itu teori ini dikenal pula dengan teori pembalasan. 9 2. Teori relatif atau teori tujuan (doeltheorien) Menurut teori kedua (teori relatif) yaitu, tujuan dari pidana itu terletak pada tujuan pidana itu sendiri. Tujuan dari pidana itu untuk perlindungan masyarakat atau memberantas kejahatan. Teori tujuan ini mempunyai beberapa paham/teori, diantaranya: a) Teori Prevensi Umum Menurut teori ini tujuan pidana itu adalah untuk pencegahan yang ditunjukan pada masyarakat umum, agar tidak melakukan kejahatan, yaitu dengan ditentukan pidana pada perbuatan-perbuatan tertentu yang dilarang. b) Teori Prevensi Khusus Menurut teori ini tujuan pidana adalah untuk mencegah penjahat mengulangi lagi kejahatan. 10 3. Teori Gabungan Ide dasar teori gabungan ini pada jalan pikiran bahwa pidana itu hendaknya merupakan gabungan dari tujuan untuk pembalasan dan perlindungan masyarakat yang diterapkan secara kombinasi sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan dan keadaan pembuatnya. Jadi untuk perbuatan jahat keinginan masyarakat untuk membalas dendam direspon dengan dijatuhi pidana penajara pada pelakunya, 9 Tri Andrisman, Hukum Pidana, Bandar Lampung, Universitas Lampung, 2011, hlm.30. hlm.30. 10 Ibid., hlm.31-32.

12 sedangkan juga penjahat/narapidana itu dilakukan pembinaan agar tidak mengulanginya kembali selepas dari menjalani pidana penjara tersebut. 11 B. Teori Dasar Pertimbangan Hakim Hakim dalam menjatuhkan dan membuat putusan haruslah dilandasi dengan keyakinan bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana yang didakwakan dan harus pula didukung oleh alat bukti yang sah menurut undang-undang. Sebagaimana tertuang dalam Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP, bahwa harus ada alat-alat bukti sah, alat bukti yang dimaksud adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keteranga terdakwa. Alat bukti inilah yang nantinya menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukum pidana yang didasarkan kepada unsur materiil dan formil serta hasil pemeriksaan dalam proses peradilan pidana sehingga didapatkan suatu hasil yang optimal dan terjadinya kesinkronan atau kesesuaian terhadap putusan tersebut. Berdasarkan Undang- Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dengan tegas dinyatakan mengenai dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan, yaitu : 1. Pasal 6 Ayat (2): Tidak seorangpun dapat dijatuhi pidana kecuali apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya dan 2. Pasal 8 Ayat (2): Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pada sifat yang baik dan jahat pada terdakwa. 11 Ibid., hlm.33

13 Menurut Mackenzie ada beberapa teori pendekatan yang dapat digunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan suatu perkara yaitu : 1. Teori Keseimbangan Keseimbangan disini adalah keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang berkaitan dengan perkara. Keseimbangan ini dalam praktiknya dirumuskan dalam pertimbangan mengenai hal-hal yang memberatkan dan meringankan penjatuhan pidana bagi terdakwa (Pasal 197 Ayat (1) huruf (f) KUHAP). 2. Teori Pendekatan Seni dan Institusi Pendekatan seni dipergunakan oleh hakim dalam menjatuhkan suatu putusan, lebih ditentukan oleh insting atau intuisi daripada pengetahuan hakim. Hakim dengan keyakinannya akan menyesuaikan dengan keadaan dan hukuman yang sesuai bagi setiap pelaku tindak pidana. 3. Teori Pendekatan Keilmuan Pendekatan keilmuan menjelaskan bahwa dalam memutus suatu perkara, hakim tidak boleh semata-mata atas dasar intuisi semata tetapi harus dilengkapi dengan ilmu pengetahuan hukum dan wawasan keilmuan hakim. Sehingga putusan yang dijatukan tersebut dapat dipertanggungjawabkan. 4. Teori Pendekatan Pengalaman Pengalaman seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya sehari-hari. 5. Teori Ratio Decidendi Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok-pokok perkara

14 yang disengketakan. Landasan filsafat merupakan bagian dari pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan, karena berkaitan dengan hati nurani dan rasa keadilan dari dalam diri hakim. 6. Teori Kebijaksanaan Teori kebijaksanaan mempunyai beberapa tujuan yaitu sebagai upaya perlindungan terhadap anak yang telah melakukan tindak pidana, untuk memupuk solidaritas antara keluarga dengan masyarakat dalam rangka membina, memelihara, mendidik pelaku tindak pidana, serta sebagai pencegahan umum kasus 12. Sebagaimana dikemukakan Sudarto, bahwa untuk menentukan kesalahan seseorang sehingga dapat tidaknya dipidana seseorang tersebut harus memenuhi unsur, sebagai berikut: 1. Adanya kemampuan bertanggung jawab pada si pembuat kesalahan. 2. Hubungan batin antara si pembuat dengan perbuatan berupa kesengajaan (dolus) ataupun kealpaan (culpa). 3. Tidak adanya alasan pemaaf yang menghapus kesalahan atau asalan pemaaf. 13 C. Konsep Teori Keadilan Keadilan pada dasarnya sifatnya adalah abstrak, dan hanya bias dirasakan dengan akal dan pikiran serta rasionlitas dari setiap individu atau masyarakat. Keadilan tidak berbentuk dan tidak dapat dilihat namun pelaksanaannya dapat kita lihat dalam perspektif pencari keadilan. Berikut pandangan ahli tentang keadilan: 12 Ahmad rifai, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 102 13 Sudarto, Hukum Pidana 1, Semarang, Yayasan Sudarto FH UNDIP, 1990, hlm.91

15 1. Hans Kelsen, menurutnya keadilan tentu saja digunakan dalam hukum, dari segi kecocokan dengan hukum positif terutama kecocokan dengan undangundang. Ia menganggap sesuatu yang adil hanya mengungkapkan nilai kecocokan relative dengan sebuah norma adil hanya kata lain dari benar. 2. Aristoteles, mengatakan bahwa keadilan adalah memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya. Selanjutnya, membagi keadilan menjadi dua bentuk yaitu, pertama, keadilan distributif adalah keadilan yang dibentuk oleh pembuat undang-undang. Kedua, keadilan Korektif, adalah keadilan yang menjamin, mengawas dan memelihara distribusi ini melawan seranganserangan illegal. Fungsi korektif keadilan pada prinsipnya diatur oleh hakim dan menstabilkan kembali dengan cara mengembalikan milik korban yang bersangkutan atau dengan cara mengganti rugi atas miliknya yang hilang. 14 Keadilan mencerminkan bagaimana seseorang melihat tentang hakikat manusia dan bagaimana seseorang memperlakukan manusia. Begitu pula hakim mempunyai kebebasan sepenuhnya untuk menentukan jenis pidana dan tinggi rendahnya suatu pidana, hakim mempunyai kebebasan untuk bergerak pada batas minimum dan maksimum, pidana yang diatur oleh undang-undang untuk tiap-tiap tindak pidana. 15. Dalam memberikan putusan terhadap suatu perkara pidana, seharusnya putusan hakim tersebut berisi alasan-alasan dan pertimbanganpertimbangan yang bisa memberikan rasa keadilan bagi Terdakwa. Dimana dalam pertimbangan-pertimbangan itu dapat dibaca motivasi yang jelas dari tujuan putusan diambil, yaitu untuk menegakkan hukum (kepastian hukum) dan 14 Hadisti, Teori Keadilan Menurut Para Ahli, 29 maret 2014, http://hadisti.blogspot.com/2012/11/teori-keadilan-menurut-para-ahli.html(13.00) 15 Soedarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung, Alumni, 1986, hlm.78.

16 memberikan keadilan 16. Berlakunya KUHAP menjadi pegangan hakim dalam menciptakan keputusan-keputusan yang tepat dan harus dapat dipertanggung jawabkan. 2. Konseptual Konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan dalam melaksanakan penelitian. Kerangka konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang mempunyai artiarti yang berkaitan dengan istilah yang diteliti atau diketahui. 17 Berdasarkan definisi tersebut, maka konseptualisasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: A. Tujuan Pemidanaan Tujuan dari kebijakan pemidanaan yaitu menetapkan suatu pidana yang tidak terlepas dari tujuan politik kriminal. Dalam arti luasnya yaitu perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan, serta menciptakan keadilan. Berdasarkan hal tersebut maka untuk menjawab dan mengetahui tujuan serta fungsi pemidanaan, tidakakan terlepas dari teori-teori tentang pemidanaan yang ada. Sebagaimana diketahui dalam hukum pidana dikenal teori-teori yang berusaha mencari dasar hukum dari pemidanaan dan apa tujuannya. 16 Nanda Agung Dewantara, Masalah Kebebasan Hakim Dalam Menangani Suatu Masalah Perkara Pidana, Jakarta, Aksara Persada Indonesia, 1987,hlm.50. 17 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia, 1986,hlm.132.

17 B. Perbuatan Pidana Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. 18 C. Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Tindak pidana adalah suatu pidana yang dilarang atau diwajibkan Undang- Undang yang apabila dilakukan atau diabaikan maka orang yang melakukan atau mengabaikan itu diancam dengan pidana. Tindak pidana pencurian diatur dalam Pasal 340 KUHP. D. Tindak Pidana pemerkosaan terhadap anak Tindak pidana adalah suatu pidana yang dilarang atau diwajibkan Undang- Undang yang apabila dilakukan atau diabaikan maka orang yang melakukan atau mengabaikan itu diancam dengan pidana.tindak pidana pemerkosaan terhadap anak diatur dalam Pasal 81 (delapan puluh satu) ayat 1 (satu) Undang Undang no 23 tahun 2002 tentang perlidungan anak. E. Pelaku Pelaku adalah mereka yang melakukan, yang menyuruh lakukan dan turut serta melakukan perbuatan ( Pasal 55 ayat (1) ke -1 KUHP). Intelektual adalah orang yang menggunakan kecerdasannya untuk bekerja, belajar, membayangkan, menggagas, atau menyoal dan menjawab persoalan tentang berbagai gagasan. 19 18 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2008, hlm.59. 19 Wikipedia, DefinisiCendekiawan, http://id.m.wikipedia.org/wiki/cendekiawan diakses pada tanggal 25 oktober 2014, pukul 22.00 wib.

18 E. Sistematika Penulisan Agar mempermudah memahami terhadap isi skripsi ini secara keseluruhan, maka diperlukan penjelasan mengenai sistematika penulisan yang bertujuan untuk mendapat suatu gambaran jelas tentang pembahasan skripsi yang dapat dilihat dari hubungan antara satu bagian dengan satu bagian lainnya secara keseluruhan. Sistematikanya sebagai berikut : I. PENDAHULUAN Pada bagian memuat latar belakang, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual, serta sistematika penulisan. II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini berisikan tentang pengertian-pengertian dari istilah sebagai latar belakang pembuktian masalah dan dasar hukum dalam membahas hasil penelitian yang terdiri antara lain tujuan pemidanaan, pidana, pelaku anak, dan tindak pidana pembunuhan berencana dan pemerkosaan terhadap anak. III. METODE PENELITIAN Pada bagian ini menjelaskan langkah-langkah yang digunakan dalam pendekatan masalah, sumber dan jenis data, cara pengumpulan data dan serta analisis data. IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini berisi tentang pembahasan berdasarkan hasil penelitian terhadap permasalahan yang ada dalam penulisan skripsi ini dengan studi kepustakaan dan studi lapangan.

19 V. PENUTUP Pada bagian ini berisikan kesimpulan yang merupakan hasil akhir dari penelitian dan pembahasan serta berisikan saran-saran penulis yang diberikan berdasarkan penelitian dan pembahasan yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian skripsi ini.