167 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sesuai dengan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka pada penelitian ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1.1 Adapun cara yang dipilih Bank BJB melakukan spin-off cengan cara mendirikan Bank Umum Syariah berdasarkan pertimbangan yang antara lain: a. Melihat dan memperhatikan pertumbuhan perbankan syariah nasional yang menunjukkan kecenderungan tumbuh positif sekitar 33% pertahun sehingga bernilai strategis dan memguntungkan. b. Sebagai upaya menerapkan strategi anorganik untuk mendorong peningkatan aset Bank BJB. c. Melihat dan memperhatikan meningkatnya minat masyarakat untuk bertransaksi dengan sistem syariah. d. Melaksanakan amanah yang disampaikan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luas Biasa (RUPSLB) pada tanggal 4 April 2007 tentang spin-off Divisi/UUS Bank BJB. e. Melaksanakan ketentuan Pasal 68 ayat (1) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan ketentuan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/10/PBI/2009 tentang Unit Usaha Syariah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/14/PBI/2013
168 f. Pilihan tetap menjadi UUS sampai tahun 2023 atau segera melakukan spin-off. 1.2 Pada pelaksanaanya proses spin-off telah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku melalui 3 (tiga) tahapan, antara lain: 1. Permohonan Persetujuan Dewan Komisaris a. Tahap Persiapan 4 April 2007 RUPS Bank BJB telah menyetujui dan mengesahkan spin-off UUS Bank BJB dari Bank BJB sebagaimana ternyata dalam Akta Nomor 2 tanggal 04-04-2007 yang dibuat dihadapan Nyonya Popy Kuntari Sutresna,SH.,MH.,Notaris Bandung, dan pada 25 Maret 2009 RUPS Bank BJB menyetujui penyertaan modal sebesar Rp. 495.000.000.000,00 (empat ratus Sembilan puluh lima milyar rupiah) kepada BUS hasil spin-off UUS Bank BJB. Penyertaan modal tersebut terdiri dari : 1) Pemindahan neraca UUS Bank BJB yang merupakan bagian dari kekayaan Bank BJB; dan 2) Penyertaan dalam bentuk tunai. Perusahaan Daerah (PD) PT. Banten Global Development diikut sertakan dalam penyertaan modal, sebesar Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). Selanjutnya dibuatlah Rancangan Spin-off UUS Bank BJB, Rencana Pendirian Bank
169 Umum Syariah yang disetujui oleh Dewan Komisaris Bank BJB No 73/DK/2009 pada tanggal 25 Agustus 2009. 2. Permohonan izin Prinsip b. Tahap Perizinan Rancangan Spin-off dijadikan sebagai dasar dalam pembuatan Akta Spin-off, dan mengacu pada UUPT. Bank BJB telah mengajukan permohonan persetujuan prinsip kepada Bank Indonesia pada 17 Juni 2009 dengan menyertakan Rancangan Akta Pendirian Bank Umum Syariah hasil spin-off beserta penjelasannya. Teknis tata cara mengajukan permohonan persetujuan prinsip diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) Nomor 11/28/DPbs perihal UUS sebagai peraturan pelaksana dari PBI UUS. Bank BJB memperoleh ijin prinsip dari Bank Indonesia Nomor 11/6/DPbs pada 25 November 2009 c. Tahap Pelaksanaan 3. Pengumuman Ringkasan Rancangan Spin-off Dan Rencana Pengalihan Hak Dan Kewajiban Unit Usaha Syariah Bank BJB Bank BJB Syariah mengumumkan Ringkasan Rancangan Spin-off Dan Rencana Pengalihan Hak Dan Kewajiban Unit Usaha Syariah Bank BJB disurat kabar harian nasional di Harian Bisnis Indonesia pada 1 Desember 2009. Bank BJB juga melakukan pengumuman secara tertulis kepada karyawan Bank
170 BJB sebagaimana ketentuan yang terdapat dalam Pasal 127 ayat (2) UUPT. 4. Batas waktu pengajuan keberatan dari para kreditor Bank BJB Sebelum melaksanakan RUPS tentang persetujuan spin-off, Bank BJB memberikan waktu pengajuan keberatan bagi kreditor yang tidak setuju. Batas waktu bagi kreditor yang mengajukan keberatan adalah selama 14 (empat belas) hari setelah pengumuman sesuai dengan Pasal 127 ayat (4) UUPT. 5. Persetujuan RUPS Bank BJB melakukan RUPS yang mengagendakan persetujuan RUPS pada 4 Januari 2010, yang menghasilkan persetujuan mengenai antara lain 1) Spin-off Unit Usaha Syariah Bank BJB; 2) Rancangan spin-off; 3) Konsep Akta Spin-off. Hasil dari persetujuan RUPS dituangkan dalam Akta Spin-off Unit Usaha Syariah Bank BJB dihadapan Notaris pada 5 Januari 2010 sebagaimana ketentuan Pasal 128 ayat (1) UUPT. 6. Penandatanganan Akta Spin-off Unit Usaha Syariah dan Akta Pendirian Bank Umum Syariah Pada 15 Januari 2010 dilakukan penandatanganan Akta Spinoff, Direktur Utama Bank BJB dan Direktur Dana dan Jasa mewakili Bank BJB, dan Direktur Utama dan Direktur
171 Pengembangan Usaha dan Investasi selaku wakil dari Perusahaan Daerah Jawa Barat. 7. Pengesahan oleh Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia 26 Januari 2010 Akta Pendirian Bank Syariah BJB mendapat pengesahan dari MNKUMHAM RI Nomor. AHU-04317.AH.01.01 Tahun 2010. 8. Izin Usaha Selanjutnya Bank BJB pada 11 Febuari 2010 mengajukan permohonan izin usaha kepada Bank Indonesia dengan Nomor.109/DIR-UUS/2010. Dan pada 30 April 2010 Bank Indonesia mengeluarkan izin usaha dengan Nomor.123/KEP.GBI/2010. 9. Pengalihan hak dan Kewajiban Pengalihan hak dan Kewajiban Unit Usaha Syariah Bank BJB ke Bank BJB Syariah dilakukan pada 5 Mei 2010, proses ini dinamakan Cut off. Sesuai dengan Pasal 48 ayat (3) PBI UUS. Bank BJB Syariah telah melaporkan tanggal efektif pelaksanaan kegiatan usaha kepada Bank Indonesia dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia masing-masing melalui surat No. 022/DIR-BJBS/2010 tanggal 7 Mei 2010 dan No. 018/DIR-BJBS/2010 tanggal 3 Mei 2010. Pada 6 Mei 2010 Bank BJB Syariah resmi beroperasi dan ditandai dengan adanya soft
172 opening PT Bank BJB Syariah. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 50 ayat (1) PBI UUS. 10. Pencabutan Izin Usaha Unit Usaha syariah Bank BJB Setelah diajukannya surat pencabutan izin usaha dengan cara mengajukan surat permohonan pencabutan izin usaha Unit Usaha Syariah bank BJB yang ditujukan kepada Bank Indonesia, maka UUS Bank BJB sudah tidak beroperasi lagi dan Bank BJB Syariah menjadi badan baru dan tunduk kepada peraturan mengenai Perbankan Syariah. 2. Pada pelaksanaan spin-off Divisi/UUS Notaris memiliki peran sebagai berikut: a. Tahap Persiapan Notaris berperan untuk membantu memberikan saran dan atau penyuluhan hukum mengenai hal-hal apa saja yang harus diperhatikan oleh Direksi dalam 1. menyusun rancangan spin-off, ; 2. konsep akta pemisahan,; 3. rencana pendirian BUS hasil spin-off, ;serta 4. rancangan akta pendirian BUS hasil spin-off. b. Tahap Perizinan Pada tahapan ini Notaris khusus berperan untuk membantu Direksi dalam membuat 1. rancangan akta pendirian, bukti setoran modal,;
173 2. berkoordinasi dengan Direksi terkait dengan kesesuaian data dan informasi serta persyaratan lain yang diperlukan yang akan dituangkan dalam rancangan akta pemisahan.; 3. melakukan pemesanan nama perseroan yang nantinya akan digunakan sebagai nama BUS baru hasil pemisahan kepada Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia c. Tahap Pelaksanaan Bahwa peran Notaris dalam hal ini adalah: 1. Penuyusunan dan Penandatanganan Akta Berita Acara Luar Biasa (RUPSLB) Pemisaham; 2. Penyusunan dan Penandatanganan Akta Pemisahan 3. Penyusunan dan Penandatanganan Akta Persetujuan melakukan Pemisahan dan Akta Persetujuan menerima Pemisahan; 4. Penyusunan dan Penandatanganan Akta Pendirian yang memuat Anggaran Dasar BUS baru hasil Pemisahan. Adapun kewenangan Notaris dalam membuat akta tersebut dilakukan berdasarkan Pasal 128 Ayat (1) UUPT yang menyatakan bahwa rancangan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan yang telah disetujui RUPS dituangkan ke dalam akta penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan yang dibuat di hadapan Notaris dalam bahasa Indonesia
174 B. Saran 1. Pada Akta Pernyataan Seluruh Pemegang Saham Bank BJB dan Surat Kesepakatan Bersama antara Direksi Bank BJB dengan calon pendiri PT. Bank Jabar Banten Syariah sebaiknya dijelaskan mengenai pertimbangan pemilihan cara spin-off yang mana hal tersebut juga harus dimuat ke dalam akta pemisahan. Hal tersebut perlu dilakukan untuk memberikan penjelasan kepada pihak-pihak yang berkepentingan guna menilai kesiapan dari BUS hasil spin-off dalam menjalankan kegiatan usahanya sesuai dengan prinsip syariah serta peraturan perundangundangan yang berlaku. 2. Notaris yang memiliki suatu bentuk kesepakatan kerja sama dengan bank diharapkan dapat bersikap mandiri dan independen dalam menjalankan kewenangannya sesuai ketentuan peraturan yang berlaku dengan tidak menandatangani akta yang telah disiapkan secara sepihak oleh pihak bank. Hal tersebut perlu dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menjaga integritas jabatan Notaris sebagai pejabat umum yang dipercaya oleh masyarakat untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum melalui akta otentik.