BAB I PENDAHULUAN. berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat menimbulkan kematian yang disebabkan

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH PEMBERIAN BRIEF REPETITION ISOMETRIC MAXIMUM EXERCISE DALAM PENCEGAHAN DISUSE ATROFI OTOT PADA PASIEN STROKE NON HEMORAGIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan penyakit penyebab kecacatan nomor satu di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sebagai alat pergerakan yang membantu manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan permasalahan yang kompleks, baik dari segi kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. Sejumlah prilaku seperti mengkonsumsi makanan-makanan siap saji yang

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan penyebab utama kematian di. Indonesia (Sagita, 2013). Adapun stroke adalah penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Vaskular Accident (CVA) sangat kurang, mulai personal hygiene sampai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan sindrom klinis dengan gejala gangguan fungsi otak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau

BAB 1 PENDAHULUAN. kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak (Muttaqin, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. jantung sebagai pemompa, kelainan dinding pembuluh darah dan komposisi

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan gangguan aliran. yang menyumbat arteri. Pada stroke hemoragik, pembuluh darah otak

SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN BRIEF REPETITION ISOMETRIC MAXIMUM EXERCISE DALAM PENCEGAHAN DISUSE ATROFI OTOT PADA PASIEN STROKE NON HEMORAGIK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan penyebab kematian nomor dua di dunia setelah penyakit

BAB II TINJAUAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian tertinggi pada. kelompok umur tahun, yakni mencapai 15,9% dan

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya

BAB 1 PENDAHULUAN. otak yang terganggu ( World Health Organization, 2005). Penyakit stroke

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan yang serius dan berdampak pada disfungsi motorik dan

BAB 1 PENDAHULUAN. terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan (stroke iskemik) atau

BAB I PENDAHULUAN. iritasi dan akan berkembang menjadi luka tekan atau dekubitus (Sumardino, Dekubitus merupakan masalah yang serius karena dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akibat gangguan fungsional otak fokal maupun global dengan gejala-gejala yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut WHO (2001) stroke adalah tanda tanda klinis mengenai gangguan

BAB 1 PENDAHULUAN. fisik yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur. Kebanyakan fraktur

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke atau gangguan peredaran darah otak (GPDO) merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan gangguan neurologis fokal maupun global yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Stroke Menurut World Health Organization (WHO) (2001) seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. Status sehat sakit para anggota keluarga dan keluarga saling

BAB 1 PENDAHULUAN. darah termasuk penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, infark

BAB I PENDAHULUAN. pecahnya pembuluh darah atau tersumbat oleh gumpalan. Gangguan asupan darah

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang diberikan ditentukan oleh nilai-nilai dan harapan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan data World Health Organization (2010) setiap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Gangguan pembuluh darah otak (GPDO) adalah salah satu gangguan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

TINGKAT KECEMASAN KELUARGA DALAM MENGHADAPI ANGGOTA KELUARGA YANG MENGALAMI SERANGAN STROKE DI RUANG STROKE RUMAH SAKIT FAISAL MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. degeneratif seperti jantung koroner dan stroke sekarang ini banyak terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. detik seseorang akan terkena stroke. 6 Sementara di Inggris lebih dari. pasien stroke sekitar milyar dolar US per tahun.

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menurut WHO MONICA project, stroke didefinisikan sebagai gangguan

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. dan kapan saja (Muttaqin, 2008). Corwin (2009) menyatakan dalam Buku Saku

BAB I PENDAHULUAN. mortalitas dan morbiditas penduduk dengan prevalensi yang cukup tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. pankreas tidak lagi memproduksi insulin atau ketika sel-sel tubuh resisten

BAB 1 PENDAHULUAN. penyembuhan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker,

BAB I PENDAHULUAN. tanda klinis. Gangguan ini berlangsung lebih dari 24 jam dapat. World, 2008). Di Amerika, dua per tiga orang mengalami defisit

BAB I PENDAHULUAN. suplai darah kebagian otak (Baughman, C Diane.dkk, 2000). Menurut europen

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan penyebab kematian terbesar kedua. setelah penyakit jantung, menyumbang 11,13% dari total

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang

BAB I PENDAHULUAN. otak, biasanya akibat pecahnya pembuluh darah atau adanya sumbatan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Asia, khususnya di Indonesia, setiap tahun diperkirakan 500 ribu orang

BAB I PENDAHULUAN. otak secara akut dan dapat menimbulkan kematian (World Health Organization

BAB 1 PENDAHULUAN. terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit negara-negara industri (Antman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian stroke menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda

BAB I PENDAHULUAN. tekanan darah lebih dari sama dengan 140mmHg untuk sistolik dan lebih dari

BAB 1 PENDAHULUAN. angka morbiditas penderitanya. Deteksi dini masih merupakan masalah yang susah

BAB I PENDAHULUAN. gangguan peredaran darah otak yang tejadi secara mendadak dan. menimbulkan gejala sesuai daerah otak yang terganggu (Bustaman MN,

BAB I PENDAHULUAN. Stroke atau cedera serebrovaskuler (CVA) adalah ketidaknormalan fungsi sistem

dan komplikasinya (Kuratif), upaya pengembalian fungsi tubuh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Undang-undangKesehatan No. 36 Tahun 2009 yaitu keadaan sehat fisik,

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. M DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN: STROKE HEMORAGIK DI BANGSAL CEMPAKA RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan sistem simbol (Wilkinson, 2012) keseluruhan terhenti. Hal ini disebabkan oleh aterosklerosis yaitu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Stroke merupakan suatu gangguan fungsional otak yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. di masyarakat. Pola penyakit yang semula didomiasi penyakit-penyakit menular

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus pembunuh nomor tiga di dunia. Stroke menjadi salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Saat ini pembangunan dan perkembangan suatu negara telah

BAB I PENDAHULUAN UKDW. penyakit yang sering dijumpai dalam praktek kedokteran. Data epidemiologis

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke yang disebut juga sebagai serangan otak atau brain attack ditandai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Stroke kini telah menjadi perhatian dunia, menurut World Stroke

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KEEFEEKTIFAN RANGE OF MOTION (ROM) TERHADAP KEKUATAN OTOT EKSTREMITAS PADA PASIEN STROKE

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berlangsung lebih dari 24 jam (kecuali ada intervensi bedah atau membawa

BAB I PENDAHULUAN. maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak (Brown CV, Weng J,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan

BAB 1 PENDAHULUAN. tersering kematian di negara industri (Kumar et al., 2007; Alwi, 2009). Infark

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan dan efisiensi. Dengan kata lain, harus memiliki kontrol yang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu cara untuk mengatasi keluhan pada post stroke non haemoragik

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur dapat terjadi pada semua tingkat umur (Perry & Potter, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi. Insidensi stroke hampir mencapai 17 juta kasus per tahun di seluruh dunia. 1 Di

BAB 1 PENDAHULUAN. Ambulasi adalah aktifitas berjalan (Kozier, 1995 dalam Asmadi, 2008).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah

BAB 1 PENDAHULUAN. yang merajarela dan banyak menelan korban. Namun demikian, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. suplai darah dan oksigen ke otak (Smeltzer et al, 2002). Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. mementingkan defisit neurologis yang terjadi sehingga batasan stroke adalah. untuk pasien dan keluarganya (Adibhatla et al., 2008).

MANFAAT AKUPUNKTUR PADA PENDERITA STROKE HEMORRAGIK TERHADAP PENINGKATAN KEKUATAN OTOT ANGGOTA GERAK ATAS

BAB I PENDAHULUAN. modernisasi terutama pada masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi

BAB I PENDAHULUAN. perut kuadran kanan bawah (Smeltzer, 2002). Di Indonesia apendisitis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian pada

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke didefinisikan sebagai suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat menimbulkan kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak (World Health Organization, 2010). Stroke adalah istilah klinis untuk hilangnya perfusi di otak secara akut sesuai dengan teritorial vascular. Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau hiperviskositas darah dan gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi (Price and Anderson, 2005). Stroke merupakan masalah kesehatan utama di Inggris, sekitar 110.000 orang di Inggris, 11.000 orang di Wales dan 4.000 orang di Irlandia Utara mengalami serangan stroke yang pertama ataupun yang berulang (National Institute for Care Exellence, 2013). Angka kejadian stroke di Indonesia sekitar 8 dari 1000 orang dengan proporsi 15,4% (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011). Berdasarkan data dinas kesehatan Provinsi Bali, jumlah pasien infark cerebral yang menjalani rawat inap di Bali pada tahun 2010 sebanyak 968 orang dan hasil laporan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, jumlah pasien stroke non hemoragik yang menjalani rawat inap rata-rata tiap bulannya sebanyak 37 orang pada tahun 2012. 1

2 Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medis Rumah Sakit Umum Daerah Badung, jumlah kasus stroke non hemoragik yang rawat inap pada tahun 2012 sebanyak 164 orang per tahun dibandingkan dengan kasus stroke hemoragik sebanyak 57 orang per tahun dengan rentang usia antara 45 sampai 65 tahun. Rata-rata pasien stroke non hemoragik yang rawat inap tiap bulannya sekitar 7-20 orang dibandingkan dengan pasien stroke hemoragik sekitar 5-14 orang selama kurang lebih 2 minggu. Hasil data yang telah didapatkan menunjukkan bahwa lama perawatan pasien stroke non hemoragik di RSUD Badung mencapai kurang lebih 2 minggu dibandingkan di RSUP Sanglah yang hanya 1 minggu. Proses patologik yang mendasari stroke dapat berupa aterosklerosis dan thrombosis serta robeknya dinding pembuluh darah. Pada stroke, hipoksia serebral yang menyebabkan cedera dan kematian sel neuron dapat terjadi. Aliran darah otak banyak mengandung zat makanan yang penting bagi fungsi normal otak, apabila terhenti beberapa detik saja akan mengakibatkan gejala disfungsi serebrum (Price, 2005). Klasifikasi umum stroke yaitu stroke non hemoragik dan hemoragik. Stroke non hemoragik terjadi akibat adanya bekuan darah di arteri serebri (trombus) atau adanya bekuan darah yang mengalir ke otak (embolus), sedangkan stroke hemoragik terjadi apabila pembuluh darah di otak pecah sehingga menyebabkan penurunan aliran darah (iskemia) dan akan terjadi penurunan oksigen di jaringan (hipoksia) (Corwin, 2009). Dua kategori dasar gangguan sirkulasi yang menyebabkan stroke adalah iskemia-infark dan perdarahan intrakranium yang

3 masing-masing menyebabkan 80% sampai 85% dan 15% sampai 20% dari semua kasus stroke (Price, 2005). Stroke non hemoragik terjadi akibat obstruksi atau bekuan pada arteri besar di sirkulum serebrum yang terjadi pada satu sisi atau lebih. Obstruksi disebabkan adanya pembentukan plak aterosklerosis di pembuluh darah otak sehingga terjadinya penyempitan atau stenosis (Price, 2005). Stroke non hemoragik biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi hari tetapi tidak terjadi perdarahan namun menimbulkan hipoksia (Muttaqin, 2008). Sebagian besar stroke non hemoragik tidak menimbulkan nyeri karena jaringan otak tidak peka terhadap nyeri. Terdapat empat klasifikasi dasar pada stroke non hemoragik yaitu stroke lakunar, thrombosis pembuluh besar, embolik, dan kriptogenik. Penyebab lain stroke non hemoragik adalah vasospasme yang merupakan respon vaskular reaktif terhadap perdarahan ke dalam ruang antara lapisan araknoid dan piamater meningen (Price, 2005). Secara umum keterbatasan yang disebabkan oleh stroke non hemoragik adalah hemiparesis atau kelemahan. Pasien yang mengalami penurunan fungsi motorik biasanya akan mengalami intoleransi aktifitas dan disuse atrofi otot. Kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik terjadi pada salah satu sisi tubuh yang menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak (Muttaqin, 2008). Disuse atrofi otot berhubungan dengan hantaran saraf yang terputus dan imobilisasi yang terlalu lama. Selama imobilisasi proses metabolisme terjadi perubahan, yang secara potensial akan mengalami atrofi jaringan pada hari ke 4

4 atau 5. Penurunan kekuatan otot dapat terjadi sekitar 5% tiap harinya akibat tidak digunakan (disuse) sehingga mengganggu proses ambulasi dan upaya rehabilitasi harus dilakukan sedini mungkin. Disuse atrofi otot terjadi pada ekstremitas yang terlalu lama mengalami imobilisasi, akibat penurunan suplai darah yang merusak metabolisme di dalam sel sehingga tidak bisa mempertahankan aktivitas jaringan. Otot tidak akan mampu mempertahankan ukuran otot normal jika kehilangan suplai saraf dan tidak mampu untuk berkontraksi. Faktor penyebab terjadinya atrofi otot adalah keadekuatan pengaturan posisi, reposisi, intoleransi ortostatik, keadekuatan asupan nutrisi (Carpenito, 2009). Konsep rehabilitasi pada pasien stroke hemoragik atau pun stroke non hemoragik tidak ada perbedaan yang signifikan, hanya saja waktu pelaksanaan rehabilitasi yang berbeda (Sudoyo, 2006). Pada stroke non hemoragik dapat dilakukan rehabilitasi setelah hari ke 3 pasca awitan, sedangkan pada stroke hemoragik setelah 2 minggu pasca awitan yang dipengaruhi oleh penyumbatan atau luasnya perdarahan di otak. Tindakan untuk mencegah terjadinya atrofi otot dapat dilakukan beberapa latihan, salah satunya adalah Brief Repetition Isometric Maximun Exercise (BRIME), latihan ini dilakukan dengan cara mengkontraksikan otot secara maksimal selama 6-10 detik sebanyak 6-12 kali gerakan (repetisi) dengan jarak antara kontraksi 20 detik sekali sehari yang dilakukan selama 12 hari dengan pembagian 5 hari pertama, kemudian diistirahatkan 2 hari, dan dilanjutkan kembali hingga 5 hari.

5 Berdasarkan hasil penelitian Artana, (2013), upaya untuk mencegah komplikasi disuse atrofi otot adalah dengan memberikan pelatihan isometric berulang pada kelompok otot quadriceps dengan kekuatan penuh (BRIME). Latihan kekuatan kontraksi otot yang dilakukan secara adekuat dengan frekuensi yang cukup dapat mempertahankan kekuatan, massa otot serta ketahanan dari kelompok otot yang dilatih. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan di RSUD Badung, perawat di Ruang Penyakit Dalam mengatakan jarang memberikan latihan otot karena keterbatasan kemampuan sehingga hanya diberikan edukasi saja. Akibat kurangnya latihan otot yang diberikan, sehingga menimbulkan permasalahan disuse atrofi otot pada pasien stroke. Oleh karena itu, peneliti tertarik mengangkat masalah disuse atrofi otot yang mengalami kelemahan sebagai masalah utama dalam penelitian ini yang diberikan latihan BRIME. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis mengangkat rumusan masalah yaitu Apakah ada pengaruh pemberian Brief Repetition Isometric Maximum Exercise terhadap pencegahan disuse atrofi otot pada pasien Stroke Non Hemoragik di RS Umum Daerah Badung? C. Tujuan Penelitian 1.1. Tujuan Penelitian Umum Untuk mengetahui pengaruh pemberian Brief Repetition Isometric Maximum Exercise terhadap pencegahan disuse atrofi otot pada pasien Stroke Non Hemoragik di RS Umum Daerah Badung?

6 1.2. Tujuan Penelitian Khusus 1.2.1. Untuk mengukur perubahan lingkar otot sebelum dan setelah diberikan Brief Repetition Isometric Maximum Exercise pada pasien Stroke Non Hemoragik pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol di RS Umum Daerah Badung. 1.2.2. Untuk mengetahui besarnya perubahan disuse atrofi otot pada pasien Stroke Non Hemoragik antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol di RS Umum Daerah Badung. 1.2.3. Untuk mengetahui pengaruh pemberian Brief Repetition Isometric Maximum Exercise terhadap pencegahan disuse atrofi otot pada pasien Stroke Non Hemoragik di RS Umum Daerah Badung. D. Manfaat Penelitian 1.1. Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi mengenai BRIME pada otot yang efektif untuk mencegah disuse atrofi agar dapat diterapkan dalam penyusunan standar operasional prosedur di RS Umum Daerah Badung secara khusus. 1.2. Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang Ilmu Keperawatan khususnya Keperawatan Medikal Bedah dalam hal pemberian latihan untuk mencegah disuse atrofi pada pasien stroke non hemoragik serta dapat menjadi acuan bagi peniliti berikutnya.

7 E. Keaslian Penelitian 1.1. Pohl, Patricia S et. al, (2002) dalam penelitiannya berjudul Rate of isometric knee extension strength development and walking speed after stroke Rancangan penelitian quasi experiment, sampel diambil menggunakan metode sampel random sampling dengan jumlah sampel 83 responden yang berada pada rentang usia 50-90 tahun, yang terdiri dari 39 orang perempuan dan 44 orang laki-laki. Analisa data yang digunakan adalah regression analysis menyatakan tidak ada hubungan antar variabel, bahkan tidak ditemukan masalah yang berarti antara kecepatan berjalan dengan latihan isometrik. Perbedaan dengan penilaian ini adalah pada variable bebasnya, metode pengumpulan data dan jenis uji yang digunakan. 1.2. Artana, Made (2013) dalam penelitiannya berjudul Efektifitas BRIME 1 set dan BRIME 3 set terhadap pencegahan disuse atrofi otot quadrisep pada pasien fraktur femur dengan traksi Rancangan penelitian randomize control pre test post test design, sampel diambil menggunakan metode sampel consecutive sampling dengan jumlah sampel 32 responden yang dibagi menjadi dua kelompok. Analisa data yang digunakan adalah non parametric with Wilcoxon test dan Mann Whitney test menyatakan BRIME 3 set lebih efektif dari pada BRIME 1 set untuk mencegah disuse atrofi otot quadricep dengan tingkat kemaknaan

8 p < 0,05. Perbedaan dengan penilaian ini adalah pada variable terikatnya, analisa data yang digunakan.