BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang cukup strategis untuk meningkatkan pendapatan dan perekonomian masyarakat secara cepat yang ditandai dengan meningkatnya penyerapan tenaga kerja, transfer teknologi dan meningkatnya devisa negara. Akan tetapi, selain memberikan dampak yang positif ternyata perkembangan di sektor industri juga memberikan dampak yang negatif berupa limbah industri yang bila tidak dikelola dengan baik dan benar akan mengganggu keseimbangan lingkungan, sehingga pembangunan yang berwawasan lingkungan tidak dapat tercapai (Hamrad, 2007). Salah satu industri yang menghasilkan air limbah adalah pabrik tepung tapioka yang jenis limbahnya adalah limbah organik. Limbah tapioka jika tidak dikelola dengan baik sebelum dibuang ke badan air akan mengakibatkan gangguan kesehatan seperti timbulnya penyakit gatal-gatal, badan air menjadi keruh dan berbau, membunuh kehidupan biota-biota yang ada di air serta merusak keindahan karena bau busuk dan pemandangan yang tidak sedap dipandang mata ( Purba, 1999). Salah satu kasus pencemaran akibat limbah pabrik tepung tapioka yang meresahkan masyarakat adalah seperti kejadian di Desa Slorok Kabupaten Malang. Warga di sekitar pabrik mengeluhkan bau busuk yang menyengat, saat limbah cair dibuang di sungai, terutama di malam hari. Warga berulang kali memprotes pihak pabrik karena pabrik tersebut membuang limbah tanpa pengolahan limbah yang memadai sehingga berpotensi untuk mencemari lingkungan. 1
Selain itu, pencemaran lingkungan akibat limbah pabrik tapioka di Desa Firdaus, Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai sejak 11 tahun lalu hingga kini terus meresahkan bagi masyarakat setempat. Pasalnya, pabrik penggilingan ubi kayu itu setiap hari beroperasi, tetapi tidak memiliki unit pengolahan limbah (UPL) standar, dan air limbah yang mengandung bau busuk tersebut disalurkan begitu saja ke sungai Rampah ( Anonimus, 2008). Pabrik tepung tapioka merupakan industri pengolah bahan pangan yang menghasilkan limbah terutama limbah cair. Pembuangan air limbah tepung tapioka ke badan air dengan kandungan beban BOD melebihi kadar maksimum yaitu 200 mg/l dan TSS melebihi 150 mg/l menyebabkan turunnya jumlah oksigen dalam air. Kondisi tersebut mempengaruhi kehidupan biota air terutama biota yang hidupnya tergantung pada oksigen terlarut di air. Untuk menurunkan angka BOD dan TSS pada limbah cair yang dihasilkan pabrik tepung tapioka sebelum dibuang ke badan sungai, maka diperlukan proses pengolahan limbah agar parameter-parameter yang terdapat dalam air limbah tersebut sesuai dengan baku mutu yang diizinkan. Penanganan limbah cair industri dapat dilakukan dengan berbagai metode mulai dari metode yang sederhana sampai dengan metode dengan bantuan teknologi canggih. Selain limbah cair, pabrik tepung tapioka juga menghasilkan limbah padat. Limbah padat berupa kulit singkong, ampas basah dan ampas kering. Selama ini limbah kulit singkong belum dimanfaatkan secara maksimal di masyarakat. Kulit singkong biasanya dijadikan sebagai makanan ternak, bahan kompos untuk tanaman
dan selebihnya dibuang ke TPA karena mengandung Cyanogenic glucosides yang dapat meracuni hewan ternak. Sebenarnya limbah kulit singkong ini bisa dimanfaatkan menjadi produk karbon aktif. Proses pembuatan karbon aktif dari kulit singkong ini sangat sederhana yakni proses aktivasi dan karbonisasi. Karbon aktif memiliki manfaat yang sangat banyak, misalkan sebagai pembersih air, pemurnian gas, industri gula, pengolahan limbah cair, dan lain sebagainya ( Nursita, 2005) Karbon aktif merupakan senyawa karbon amorph, yang dapat dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon atau dari arang yang diperlakukan dengan cara khusus untuk mendapatkan permukaan yang lebih luas. Karbon aktif bisa dibuat dari tongkol jagung, ampas penggilingan tebu, tempurung kelapa, sekam padi, serbuk gergaji, kayu keras, dan kulit singkong. Luas permukaan karbon aktif berkisar antara 300-3500 m 2 /gram dan ini berhubungan dengan struktur pori internal yang menyebabkan arang aktif mempunyai sifat sebagai adsorben. Karbon aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa kimia tertentu atau sifat adsorpsinya selektif, tergantung pada besar atau volume pori-pori dan luas permukaan (Sembiring, 2003). Menurut Deby Jannati dan Shona Mazia (2009), kulit singkong juga dapat dijadikan sebagai karbon aktif karena kulit singkong yang berwarna putih tersebut mengandung 59,31% karbon dan setelah dilakukan pengujian di laboratorium ternyata karbon aktif itu dapat menyerap 99,98% kandungan tembaga air limbah
dengan menggunakan karbon aktif kulit singkong sebanyak 2 gram untuk setiap 20 ml air limbah. Berdasarkan penelitian Alfi (2006), konsentrasi karbon aktif dari Acacia mangium yang paling efektif menurunkan kadar TSS air limbah adalah 1 gr dan 2 gr untuk setiap 100 ml sampel dengan penurunan sebesar 97,71%. Selain dapat meningkatkan nilai ekonomis kulit singkong, pembuatan karbon aktif dari kulit singkong lebih ramah lingkungan. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merasa tertarik untuk mencoba membuat suatu alternatif pengolahan limbah cair tepung tapioka dengan menggunakan limbah padatnya berupa kulit singkong yang mudah didapat dengan terlebih dahulu menjadikannya sebagai karbon aktif. Kulit singkong yang awalnya kurang dimanfaatkan oleh pihak industri tapioka atau malah membuangnya, ternyata dapat dijadikan sebagai pengolah limbah cairnya. Hal ini tentunya akan sangat menguntungkan perusahaan khususnya dan masyarakat umumnya karena lingkungan di sekitar terutama sungai akan terhindar dari pencemaran limbah cair tapioka. 1.2 Rumusan Masalah Industri tepung tapioka di Sumatera Utara saat ini sudah banyak terdapat di beberapa daerah mulai dari industri yang berskala besar maupun berskala kecil (industri rumah tangga). Masalah pencemaran lingkungan akibat buangan limbah cair pabrik tepung tapioka merupakan masalah yang serius untuk ditangani. Sehingga perlu dilakukan pengolahan limbah cair pabrik tepung tapioka sebelum di buang ke lingkungan. Kulit singkong yang merupakan limbah padat pabrik tepung tapioka
belum begitu dimanfaatkan di masyarakat mempunyai potensi untuk dijadikan sebagai karbon aktif yang berguna untuk bahan penyerap, terutama bahan-bahan organik, warna dan bau. Oleh karena itu, dapat dirumuskan masalah apakah karbon aktif yang terbuat dari kulit singkong efektif untuk menurunkan BOD dan TSS air limbah tapioka? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui efektifitas karbon aktif kulit singkong dalam menurunkan kadar BOD dan TSS air limbah pabrik tepung tapioka. 1.3.2 Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui kadar BOD dan TSS sebelum penambahan karbon aktif kulit singkong b. Untuk mengetahui kadar BOD dan TSS air limbah tapioka dengan penambahan karbon aktif kulit singkong 1 gr, 2 gr, dan 3 gr untuk setiap 200 ml air limbah. c. Untuk mengetahui konsentrasi karbon aktif yang paling efektif untuk menurunkan kadar BOD dan TSS air limbah tapioka sehingga sesuai dengan baku mutu KepMenLH No.51 Tahun 1995.
1.4 Manfaat Penelitian a. Sebagai masukan kepada pengusaha yang dapat digunakan sebagai modifikasi teknologi pengolahan limbah cair pabrik tepung tapioka. b. Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa kulit singkong dapat dijadikan sebagai karbon aktif yang bernilai ekonomis dan bermanfaat untuk penyaringan air limbah. c. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya sehingga penelitian ini dapat digunakan untuk berbagai keperluan dan dapat bermanfaat