BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan aspek penting yang menjadi salah satu prioritas utama

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pengembangan kemampuan matematis peserta didik. Matematika

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suci Primayu Megalia, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. sebagai upaya menunjukkan eksistensi diri. Salah satu bidang yang menunjang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. baik secara langsung (lisan) maupun tak langsung melalui media.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara nasional, pendidikan merupakan sarana yang dapat mempersatukan setiap warga negara menjadi suatu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2005: 585) dituliskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pembelajaran, berbagai masalah sering dialami oleh guru.

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dalam kehidupan sehari-hari sangatlah penting. Manusia tidak

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam perkembangan ilmu. pengetahuan dan teknologi. Pendidikan mampu menciptakan sumber daya

2014 PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN REPRESENTASI MATEMATIS MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) DI SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. bahasa. Sejalan dengan itu Jujun (Prasetya, 2010: 2) mengatakan, dari pernyataan yang ingin kita sampaikan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. KERANGKA TEORITIS. kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peserta didik merupakan generasi penerus bangsa yang perlu

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu ilmu yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam meningkatkan sumber daya manusia demi

a. Kemampuan komunikasi matematika siswa dikatakan meningkat jika >60% siswa mengalami peningkatan dari pertemuan I dan pertemuan II.

BAB I PENDAHULUAN (1982:1-2):

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Siti Chotimah Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II, Pasal 3. 1 Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20

BAB I PENDAHULUAN. tentang objek tertentu tetapi juga menuntut cara berpikir untuk mendapatkan

PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

I. PENDAHULUAN. untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemecahan masalah dipandang sebagai suatu proses untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah komunikasi berpangkal pada perkataan latin Communis yang artinya membuat

DESKRIPSI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA PADA MATERI KUBUS DAN BALOK DI KELAS VIII SMP NEGERI 1 TIBAWA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pendapat sangatlah kurang. Seseorang tidak akan pernah mendapat

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Trianto (2009:16) belajar

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENGARUH METODE KOOPERATIF TIPE CIRC (COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION) DAN TTW (THINK-TALK-WRITE) DALAM PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm Syaiful Bahri Djamarah, Guru & Anak Didik Dalam Interaksi

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA TERHADAP MATERI KUBUS DAN BALOK MELALUI METODE PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan cepat dari berbagai belahan dunia manapun. Untuk mempelajari informasi

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (BSNP,

BAB I PENDAHULUAN. logis, konsisten, dan dapat bekerjasama serta tidak mudah putus asa.

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB II LANDASAN TEORI. Kata komunikasi berasal dari bahasa latincommunicare, berarti. merupakan proses informasi ilmu dari guru kepada siswa.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No.2, September 2012

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional) Pasal 37 menegaskan bahwa mata pelajaran matematika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting untuk menentukan

UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA. (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII Semester II SMP Negeri 2

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana terhadap suasana belajar

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu ilmu yang sangat penting dalam hidup kita. Banyak dalam kehidupan kita sehari-hari selalu berhubungan dengan matematika. Oleh karena itu, matematika merupakan mata pelajaran yang diajarkan di setiap jenjang pendidikan, baik dalam pendidikan formal maupun dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan matematika merupakan pondasi yang sangat menentukan dalam membentuk sikap, kecerdasan, dan kepribadian. Berdasarkan Namun, matematika masih menjadi pelajaran yang sulit di mata siswa hasil wawancara peneliti dengan salah satu guru bidang studi matematika di SMP Negeri 1 Lubuk Pakam yaitu Ibu Tini Zahri Siregar, S.Pd pada tanggal 23 Januari 2015 saat ditanyakan tentang berapa banyakkah kira-kira siswa yang menyukai pelajaran matematika, Ibu Tini menjawab: Kalau di kelas unggulan, semua hampir menyukai matematika. Tapi berbeda dengan di kelas biasa, sedikit dari mereka yang menyukai matematika. Karena mereka menganggap matematika merupakan pelajaran yang sulit dan memang karena mereka yang kurang mampu menangkap materi pelajaran. Ada banyak alasan tentang perlunya siswa belajar matematika. Cornelius (dalam Abdurrahman, 2012:204), mengemukakan lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan (1) sarana berpikir yang jelas dan logis, (2) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari (2) sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, (4) sarana untuk mengembangkan kreativitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya. Juga ditambahkan oleh Cockroft (dalam Abdurrahman, 2012:204), matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) selalu digunakan dalam segala segi kehidupan, (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai, (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas, (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara, (5) 1

2 meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan, dan (6) memberi kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang. Dari ketiga pernyataan Cockroft di atas (dalam Abdurrahman, 2012:204), matematika merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas, sehingga matematika tidak hanya sekedar alat bantu berfikir, alat untuk menemukan pola, tetapi matematika juga sebagai wahana komunikasi antar siswa dan komunikasi antara guru dengan siswa. Komunikasi menurut Sumiati dan Asra (2013:67), berarti berpartisipasi memberitahuakan dan menjadikan milik bersama, sehingga diperlukan keaktifan dari siswa agar tercapai tujuan komunikasi tersebut. Komunikasi merupakan bagian yang sangat penting pada matematika dan pendidikan matematika. Bagi guru, komunikasi dalam matematika menolong guru memahami kemampuan siswanya, seperti yang diungkapkan oleh Sumiati dan Asra (2013:64) bahwa guru seharusnya mengenali siswanya dengan baik melalui interaksi dan komunikasi yang lebih baik sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuannya. Bagi siswa, menurut NCTM (dalam Fadilah, dkk, :117-127) matematika adalah sebagai alat komunikasi (mathematics as communication) yang merupakan pengembangan bahasa dan simbol untuk mengkomunikasikan ide matematika, sehingga siswa dapat: (1) mengungkapkan dan menjelaskan pemikiran mereka tentang ide matematika dan hubungannya, (2) merumuskan definisi matematika dan membuat generalisasi yang diperoleh melalui investigasi (penemuan), (3) mengungkapkan ide matematika secara lisan dan tulisan, (4) membaca wacana matematika dengan pemahaman, (5) menjelaskan dan mengajukan secara memperluas pertanyaan terhadap matematika yang telah dipelajarinya, dan (6) menghargai keindahan dan kekuatan notasi matematika, serta peranannya dalam mengembangkan ide/gagasan matematika. Dapat disimpulkan komunikasi dalam matematika bagi siswa adalah sarana untuk bertukar pemikiran dan informasi yang mereka miliki. Masalah yang sering timbul adalah respon yang diberikan siswa atas informasi yang diterimanya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Hal ini mungkin terjadi karena karakteristik dan matematika yang sarat dengan istilah dan simbol, sehingga tidak jarang ada

3 siswa yang mampu menyelesaikan soal matematika dengan baik, tetapi tidak mengerti apa yang sedang dikerjakannya. Sumiati dan Asra (2013:66) mengatakan Fungsi guru dalam komunikasi terutama dalam proses pembelajaran tidak hanya berfungsi sebagai komunikator, tetapi juga yang terpenting sebagai fasilitator (pemberi kemudahan proses belajar) dan motivator yang memberi dorongan dan semangat dalam belajar siswa. Kemampuan komunikasi matematis dapat meningkat jika ada guru matematika yang kompeten dibidangnya. Sumiati dan Asra (2013:66) menambahkan agar guru dapat melaksanakan fungsinya (dalam komunikasi), maka harus mempunyai ciri-ciri: (1) mempunyai penguasaan ilmu yang harus diajarkan kepada siswa, (2) memiliki kemampuan mengajar, meliputi perencanaan, pelaksanaan mengajar dan efisiensi, guru perlu menciptakan suasana belajar yang memungkinkan siswa mau belajar, dengan cara membina hubungan kepercayaan satu sama lainnya, (3) minat mengajarkan ilmu kepada siswa. Jika guru mempunyai minat besar untuk mengajar, maka akan selalu berusaha untuk meningkatkan efektivitas mengajarnya. Pada kenyataannya pembelajaran matematika yang dilaksanakan dewasa ini lebih cenderung pada pencapaian target materi atau sesuai buku wajib dengan berorientasi pada soal-soal uian nasional. Bahkan kadangkala orientasinya lebih ditekankan pada upaya untuk mengantisipasi ujian-ujian selanjutnya. Siswa-siswa cenderung menghafalkan konsep-konsep matematika dan sering kali dengan mengulang-ulang menyebutkan definisi yang diberikan guru atau yang tertulis dalam buku dipelajari, tanpa memahami maksud isinya. Kecenderungan semacam ini tentu saja dapat dikatakan mengabaikan kebermaknaan dari konsep-konsep matematika yang dipelajari siswa. Berdasarkan hasil studi Sumarmo, dkk. (dalam Saputra, 2013:1) diperoleh gambaran umum bahwa pembelajaran matematika masih berlangsung secara tradisional yang antara lain memiliki karakteristik sebagai berikut: pembelajaran lebih berpusat pada guru, pendekatan yang digunakan lebih bersifat ekspositori, guru lebih mendominasi proses aktivitas kelas, latihan-latihan yang diberikan lebih banyak yang bersifat rutin. Namun, beberapa penelitian ((Henningsen dan

4 Stein, 1997, Mullis, dkk dalam Suryadi, 2004, Peterson, 1988) dalam Sugandi, 2011:42) melaporkan pada umumnya pembelajaran matematika masih berfokus pada pengembangan kemampuan berpikir tahap rendah dan bersifat prosedural. Dua studi Sumarmo (dalam Sugandi, 2011:42) terhadap siswa dan guru SMP, dan SMU di Bandung menemukan bahwa pembelajaran matematika kurang melibatkan aktivitas siswa secara optimal sehingga siswa kurang aktif dalam belajar, sehingga siswa jarang sekali berkomunikasi dalam matematika. Apabila siswa terlibat aktif dalam proses belajar, mereka akan lebih mampu membangun gagasan, ide, dan konsep matematika. Selain itu, mereka juga dapat mengembangkan skill-skillnya. Seperti yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Permendiknas Nomor 23 tahun 2006) yaitu mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan: (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah, (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah, (5) Memiliki sifat menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Mencermati kembali Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Permendiknas Nomor 23 tahun 2006), siswa dituntut aktif dalam pembelajaran sehingga siswa secara tidak langsung harus dapat mengkomunikasikan hasil belajar baik secara tulisan maupun lisan. Namun kenyataan yang ada, siswa sulit untuk aktif karena keterbatasan kemampuan berkomunikasi matematik sehingga guru yang aktif dalam pembelajaran.

5 Dengan demikian, komunikasi matematik baik sebagai aktivitas sosial (talking) maupun sebagai alat bantu berpikir (writing) adalah kemampuan yang mendapat rekomendasi para pakar agar terus ditumbuhkembangkan di kalangan siswa. Shield dan Swinso (dalam Ansari, 2009:4) mengemukakan bahwa menulis dalam matematika dapat membantu merealisasikan satu tujuan pembelajran, yaitu pemahaman siswa terhadap materi yang sedang dipelajari. Bahkan Within dan Whitin (dalam Ansari, 2009:5) menyebutkan pengembangan kemampuan personal siswa mengenai talking dan writing merupakan tujuan yang sangat penting dalam memasuki abad ke-21. Di sisi lain, Greenes dan Schlman (dalam Ansari, 2009:4) mengatakan bahwa komunikasi matematik merupakan: (1) kekuatan sentral bagi siswa dalam merumuskan konsep dan strategi matematik, (2) modal keberhasilan bagi siswa terhadap pendekatan dan penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasi matematik, (3) wadah bagi siswa dalam berkomunikasi dengan temannya ntuk memperoleh informasi, membagi pikiran dan penemuan, curah pendapat, menilai dan mempertajam ide. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan salah satu guru bidang studi matematika di SMP Negeri 1 Lubuk Pakam yaitu Ibu Tini Zahri Siregar, S.Pd menyatakan bahwa: Metode pembelajaran yang sering saya terapkan adalah metode pembelajaran langsung, saya langsung menyampaikan materi dan siswa memperhatikan. Hanya sekali-sekali menggunakan metode diskusi kelompok, karena kendalanya siswa menjadi ribut dan materi pembelajaran menjadi tidak tersampaikan. Pembelajaran langsung (direct instruction) menurut Trianto (2009:41) adalah pembelajaran yang berpusat pada guru. Menurut Arends (2008) model pengajaran langsung adalah suatu proses belajar siswa yang berhubungan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan bertahap, selangkah demi delangkah. Guru mengalami kesulitan dalam pembelajaran yang menggunakan metode diskusi, karena kelas yang menjadi sulit dikontrol, sementara waktu pembelajaran relatif singkat, yaitu 2x40 menit. Padahal desain posisi tempat duduk di kelas di SMP Negeri 1 Lubuk Pakam sangat mendukung proses

6 pembelajaran yang membuat siswa aktif. Di SMP Negeri 1 Lubuk Pakam, siswa duduk membentuk kelompok yang terdiri atas 5-6 orang dan posisi duduk setiap kelompok memnetuk U (U shape) di setiap kegiatan belajar di setiap mata pelajaran. Menurut Sumiati dan Asra (2013:218) perlu dilakukan penataan ruangan kelas yang mempunyai kaitan dengan kepentingan memperlancar interaksi dan komunikasi. Penataan ruangan kelas yang sudah cukup baik, namun tidak dimanfaatkan dengan baik oleh guru, sehingga kemampuan siswa dalam berkomunikasi dalam matematika masih cukup rendah. Hal ini didukung melalui tes studi pendahuluan yang dilakukan peneliti kepada siswa kelas VIII-U SMP Negeri 1 Lubuk Pakam. Hasil tes studi pendahuluan menunjukkan kebanyakan siswa tidak mampu menyelesaikan permasalahan secara lengkap dan logis yaitu penyelesaian siswa menggunakan langkah dan strategi yang salah, tidak runtut, sehingga menghasilkan penyelesaian yang salah atau bahkan tidak mendapatkan jawaban akhir. Beberapa contohnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini Gambar 1.1. Contoh Kesalahan Siswa Dalam Menyelesaikan Tes Studi Pendahuluan Pada soal nomor 2, siswa tidak menyatakan dan mengilustrasikan ide dan permasalahan dari tabel sisi dan luas persegi yang diberikan ke dalam bentuk grafik yang menunjukkan hubungan sisi dan luas tersebut.

7 Pada soal nomor 3, siswa menggunakan rumus yang salah dalam mencari luas persegi panjang. Hal ini berakibat jawaban akhir menjadi salah. Pada soal nomor 4, siswa tidak menjawab sesuai pertanyaan, yang ditanyakan dalam soal adalah diagonal sisi, namun siswa menjawab keliling persegi. Untuk mengantisipasi masalah tersebut, seorang guru harus mampu memilih model pembelajaran yang tepat sehingga dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa. Model pembelajaran yang digunakan harus dapat membuat siswa aktif, karena keaktifan siswa mampu mempengaruhi pengetahuan mereka. Serta dalam Ansari (2009:5) diungkapkan: Suatu cara untuk mengungkapkan kemampuan komunikasi matematik di kalangan siswa pada semua tingkat sekolah adalah dengan representasi yang relevan. Representasi adalah bentuk baru sebagai translasi dari suatu masalah atau ide atau translasi suatu diagram atau model fisik ke dalam simbol atau kata-kata.

8 Ada beberapa model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengaktifkan siswa dalam pembelajaran, salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa. Slavin (2005:103) mengatakan Pembelajaran kooperatif adalah solusi ideal terhadap masalah menyediakan kesempatan berinteraksi secara kooperatif dan tidak dangkal kepada para siswa dari latar belakang etnik yang berbeda. Juga ditambahkan oleh Arends (2008: 5) Dipilih model kooperatif agar siswa tidak lagi pasif di kelas karena siswa dalam situasi cooperative learning didorong dan/ atau dituntut untuk mengerjakan tugas yang sama secara bersama-sama dan mereka harus mengoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas itu Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah tipe Think Talk Write (TTW). Menurut Hamdayama (2014:217) model Think Talk Write adalah: Secara etimologi, think diartikan dengan berpikir, talk diartikan dengan berbicara, sedangkan write diartikan sebagai menulis. Jadi think talk write bisa diartikan sebagai berpikir, berbicara dan menulis. Sedangkan strategi think talk write adalah sebuah pembelajran yang dimulai dengan berpikir melalui bahan bacaan (menyimak, mengkritisi dan alternatif solusi), hasil bacaaanya dikomunikasikan dengan presentasi, diskusi dan kemudian membuat laporan hasil presentasi. Manfaat strategi Think Talk Write dalam pembelajaran menurut Hamdayama (2014:221) adalah: 1) model pembelajaran berbasis komunikasi dengan strategi TTW dapat membantu siswa dalam mengkontruksi pengetahuannya sendiri sehingga pemahaman konsep siswa menjadi lebih baik, siswa dapat mengkomunikasikan atau mendiskusikan pemikirannya dengan temannya sehingga siswa saling membantu dan saling bertukar pikiran. Hal ini dapat membantu siswa dalam memahami materi yang diajarkan 2) model pembelajran berbasis komunikasi dengan strategi TTW dapat melatih siswa untuk menuliskan hasil diskusinya ke bentuk tulisan secara sistematis sehingga siswa akan lebih memahami materi dan membantu siswa untuk mengkomunikasikan ide-idenya dalam bentuk tulisan.

9 Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul : Perbedaan Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write dan Pembelajaran Langsung Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lubuk Pakam. 1.2. Identifikasi Masalah Dari latar belakang tersebut di atas, dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut: 1. Siswa menganggap matematika adalah pelajaran yang sulit dan membosankan. 2. Metode pembelajaran yang digunakan guru belum efektif, kurang variatif, serta masih bersifat konvensional 3. Proses pembelajaran kurang mendukung siswa untuk aktif dalam mengungkapkan ide-ide/ gagasannya sendiri 4. Masih rendahnya kemampuan komunikasi matematik siswa. 1.3. Batasan masalah Mengingat luasnya cakupan masalah dan keterbatasan peneliti, maka masalah yang disebutkan dalam identifikasi masalah diatas dibatasi untuk melihat perbedaan pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write dan Pembelajaran Langsung terhadap kemampuan komunikasi matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Lubuk Pakam pada materi kubus dan balok. 1.4. Rumusan Masalah Sesuai pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah : (1) Apakah pengaruh pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write lebih baik daripada pengaruh pembelajaran langsung (Direct Instruction) terhadadap kemampuan komunikasi matematik siswa?

10 (2) Apakah proses penyelesaian masalah komunikasi matematik siswa di kelas yang mendapat pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write lebih baik daripada di kelas yang mendapat pembelajran langsung? 1.5. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : (1) Mengetahui apakah pengaruh model pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write lebih baik daripada pembelajaran langsung (Direct Instruction) terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa. (2) Mengetahui proses penyelesaian masalah komunikasi matematik siswa di kelas yang mendapat pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write. 1.6. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat sebagai berikut: 1. Bagi siswa, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa khususnya melalui model pembelajran kooperatif tipe TTW. 2. Bagi guru, meningkatkan pengetahuan guru dalam melaksanakan model pembelajaran kooperatif tipe TTW. 3. Bagi sekolah tempat penelitian, sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijaksanaan dalam pengembangan pembelajaran matematika. 4. Bagi peneliti, sebagai bahan masukan untuk dapat menerapkan model pembelajaran yang tepat dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah di masa yang akan datang. 5. Sebagai masukan pemikiran bagi peneliti lain dalam melaksanakan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan penelitian ini.

11 1.7. Defenisi Operasional Adapun yang menjadi defenisi operasional dari variabel penelitian adalah sebagai berikut : 1. Kemampuan komunikasi siswa dalam pembelajaran matematika adalah (1) Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika melalui lisan, tertulis, dan mendomonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual; (2) Kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematika baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual lainnya; (3) Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya, untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dan modelmodel situasi. 2. Model pembelajaran kooperatif tipe TTW (Think Talk Write) pada dasarnya dibangun melalui berpikir, berbicara dan menulis. Alur kemajuan strategi TTW ini dimulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir atau berdialog dengan dirinya sendiri setelah proses membaca. Selanjutnya, berbicara dan membagi ide dengan temannya sebelum menulis. Suasana seperti ini lebih efektif jika dilakukan dalam kelompok heterogen dengan 3-5 siswa. Dalam kelompok ini, siswa diminta membaca, membuat catatan kecil, menjelaskan, mendengarkan dan mambagi ide bersama teman kemudian mengungkapkannya melalui tulisan. 3. Pengajaran langsung adalah suau model pengajaran yang bersifat teacher centered. Model pengajaran langsung adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baikyang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah.