BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Anak balita merupakan salah satu golongan penduduk yang rawan terhadap masalah gizi. Mereka mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat sehingga membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang cukup dan memadai. Bila sampai terjadi kurang gizi pada masa balita dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan dan gangguan perkembangan mental (Tarigan, 2003). Berdasarkan data Riskesdas tahun 2010 menunjukkan bahwa sebanyak 4,9% anak balita di Indonesia mengalami gizi buruk dan 13% mengalami gizi kurang. Setiap tahun diperkirakan sebanyak 7% anak balita Indonesia (sekitar 300.000 jiwa) meninggal dan hal ini berarti setiap 2 menit terjadi kematian satu anak balita, dimana sebanyak 170.000 anak (60%) diantaranya akibat gizi buruk. Seluruh anak usia 4-24 bulan yang berjumlah 4,9 juta di Indonesia, sekitar seperlimanya sekarang berada dalam kondisi kurang gizi (Riskedas, 2010). Kasus gizi buruk di Jawa Tengah juga menunjukkan adanya masalah dimana prevalensi anak balita di propinsi Jawa Tengah dengan status gizi buruk 4,0%, gizi kurang 12%, gizi baik 80,4% dan gizi lebih 3,6%. Prevalensi anak balita dengan status gizi sangat pendek 17,8%, pendek 18,6% dan normal 63,5%. Pevalensi anak balita gizi sangat kurus 4,7%, kurus 7,1%, normal 76,8% dan gemuk 11,4%. Prevalensi gizi kronis 36,4% dan prevalensi gizi akut 11,8% (Riskesdas Jateng, 2008). Berdasarkan sebaran data status gizi buruk per kabupaten di Provinsi Jawa Tengah diketahui Rembang merupakan kabupaten dengan jumlah gizi buruk terbesar yaitu mencapai 8,0% dan statu gizi kurang sebanyak 10,5% (Riskesdas Jateng, 2008).
2 Timbulnya gizi kurang, penyebab langsungnya bukan saja karena makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita gizi kurang. Sebaliknya anak yang makan tidak cukup baik maka daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah, sehingga mudah diserang penyakit infeksi, kurang nafsu makan dan akhirnya mudah terkena gizi kurang (Soekirman, 2000). Sehingga disini terlihat interaksi antara konsumsi makanan yang kurang dan infeksi merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penaggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifaktor oleh karena itu penaggulangannya harus melibatkan semua sektor yang terkait (Supariasa, 2002). Masalah gizi, meskipun sering berkaitan dengan dengan masalah kekurangan pangan, pemecahannya tidak selalu berupa peningkatan produksi dan pengadaan pangan. Pada kasus tertentu seperti keadaan krisis, masalah gizi muncul akibat ketahanan pangan di tingkat rumah tangga, yaitu kemampuan rumah tangga memperoleh makanan untuk semua anggotanya (Supariasa, 2002). Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Rendahnya ketahanan pangan rumah tangga, pola asuh anak yang tidak memadai, kurangnya sanitasi lingkungan serta pelayanan kesehatan yang tidak memadai merupakan tiga faktor yang saling berhubungan. Makin tersedia air bersih yang cukup untuk keluarga serta makin dekat jangkauan keluarga terhadap pelayanan dan sarana kesehatan, ditambah dengan pemahaman ibu tentang kesehatan, makin kecil resiko anak terkena penyakit dan kekurangan
3 gizi. Sedangkan penyebab mendasar atau akar masalah gizi di atas adalah terjadinya krisis ekonomi, politik dan sosial termasuk bencana alam, yang mempengaruhi ketidak-seimbangan antara asupan makanan dan adanya penyakit infeksi, yang pada akhirnya mempengaruhi status gizi balita (Soekirman, 2000). Kurangnya pengetahuan gizi dan kesehatan orang tua, khususnya ibu juga merupakan salah satu penyebab terjadinya kekurangan gizi pada balita. Di pedesaan makanan banyak dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi dan kebudayaan. Terdapat pantangan makan pada balita misalnya anak kecil tidak diberikan ikan karena dapat menyebabkan cacingan, kacang-kacangan juga tidak diberikan karena dapat menyebabkan sakit perut atau kembung (Supariasa, 2002). Berkaitan dengan hal tersebut maka ibu adalah orang yang paling dekat dengan anak haruslah memiliki pengetahuan tentang gizi. Pengetahuan minimal yang harus diketahui seorang ibu adalah tentang kebutuhan gizi, cara pemberian makan, jadwal pemberian makan pada balita, sehingga akan menjamin anak dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Rembang tahun 2011 Kecamtan Sulang tercatat sebagai salah satu kecamatan yang memiliki permasalahan gizi pada anak yang cukup besar. Tercatat di tahun 2011 sebanyak 8,25 % anak mengalami gizi kurang dan sebanyak 1,81 % mengalami gizi buruk (DKK Rembang, 2011). Posyandu Melati 2 yang termasuk salah satu posyandu di wilayah Sulang tahun 2011 juga menunjukkan ada permasalahan gizi pada balita, dimana dari 37 balita yang tercatat di wilayah posyandu ini terdapat 5 anak yang mengalami status gizi kurang. Hal ini terjadi karena masih rendahnya tingkat tentang gizi serta keengganan ibu untuk aktif membawa balitanya untuk ditimbang di Posyandu. Tingkat kehadiran ibu di Posyandu dari 37 balita yang tercatat rata-rata kehadiran ibu untuk menimbangkan balitanya adalah sebanyak 32 orang. Berdasarkan status ekonomi sebagian besar masyarakat
4 dalam kategori ekonomi menengah ke bawah dengan sebagian besar mata pencaharian penduduk sebagai petani dan nelayan. Berdasarkan fenomena di atas maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai Hubungan tentang gizi dan pendapatan perkapita dengan status gizi balita di Posyandu Melati 2 Sulang Rembang B. Perumusan Masalah Balita berstatus gizi kurang yang ditemukan di Posyandu Melati Sulang Kabupaten Rembang diduga karena beberapa faktor penyebab. Pengetahuan ibu tentang gizi merupakan salah satu faktor resikonya. Bahan makanan yang memenuhi kecukupan gizi yang meliputi karohidrat, protein dan lemak yang seharusnya diberikan untuk pertumbuhan bayi tidak dapat terpenuhi dengan baik. Kondisi ini diperparah lagi dengan status sosial ekonomi yang kurang mendukung, dimana sebagian pekerjaan orang tua adalah sebagai petani dan buruh pabrik dengan penghasilan yang pas-pasan. Posyandu Melati dipilih sebagai tempat penelitian karena ditemukannya kasus gizi kurang sampai 5 kasus. Berkaitan dengan hal tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian ini apakah ada hubungan antara tentang gizi dan pendapatan perkapita dengan status gizi balita di Posyandu Melati 2 Sulang Rembang? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara tentang gizi dan pendapatan perkapita dengan status gizi balita di Posyandu Melati 2 Sulang Rembang. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan balita tentang gizi di Posyandu Melati 2 Sulang Rembang. b. Mendeskripsikan pendapatan perkapita keluarga ibu balita di Posyandu Melati 2 Sulang Rembang. c. Mendeskripsikan status gizi balita di Posyandu Melati 2 Sulang Rembang.
5 d. Menganalisis hubungan tentang gizi dengan status gizi balita di Posyandu Melati 2 Sulang Rembang. e. Menganalisis hubungan pendapatan perkapita dengan status gizi balita di Posyandu Melati 2 Sulang Rembang. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis a. Penelitian ini digarapkan dapat mengembangkan Ilmu Keperawatan khususnya Keperawatan Komunitas b. Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan khususnya ilmu keperawatan dalam meningkatkan profesionalisme pelayanan terhadap masyarakat.. 2. Manfaat praktis a. Bagi Instansi Kesehatan Dengan dilaksanakannya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan referensi bagi instansi pemerintah khususnya instansi pemerintahan Puskesmas dan Rumah Sakit tentang faktor yang berhubungan dengan status gizi balita. b. Bagi Masyarakat Dengan dilaksanakannya penelitian ini, diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan bagi masyarakat agar dapat menjaga status gizi anak tetap baik. c. Bagi Peneliti Dengan dilaksanakannya penelitian ini, peneliti dapat menambah ilmu pengetahuan dan melakukan aplikasi lebih nyata berdasarkan ilmu yang pernah di dapat di bangku kuliah, serta menambah wawasan peneliti tentang faktor yang berhubungan dengan status gizi balita d. Bagi peneliti selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian sejenis.
6 E. Bidang ilmu Penelitian ini berkaitan dengan ilmu keperawatan khususnya ilmu keperawatan anak dalam tatanan komunitas. F. Keaslian penelitian No Nama Judul Desain Hasil 1 Kristiyanto (2006) Hungan tingkat pendidikan ibu, pengetahuan gizi, pendapatan keluarga dan konsumsi kalori dengan status gizi balita di puskesmas beji kecamatan junrejo batu Pendekatan cross sectional pendidikan ibu,, pendapatan keluarga dan konsumsi kalori Variabel terikat status gizi balita Faktor mempengaruhi pada status gizi balita Sri Mulyani Puspitahati 2 Atiq Supriatin (2009) Hubungan antara tentang gizi dan pendapatan perkapita dengan status gizi anak di Posyandu Melati 2 Sulang Rembang Anslisis faktorfaktor yang mempengaruhi pola asuh makan dan hubungannya dengan status gizi balita Jenis penitian deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional. dan pendapatan perkapita Deskriptif korelasional pengetahuan, pendapatan, pengetahuan, sikap, budaya, dan pola asuh makan. Variabel terikat status gizi Pendapatan merupakan salah satu faktor pola pengasuhan yang pada akhirnya mempengaruhi status gizi balita Sri Mulyani Puspitahati Hubungan antara tentang gizi dan Jenis penitian deskriptif korelasional
7 pendapatan perkapita dengan status gizi anak di Posyandu Melati 2 Sulang Rembang dengan pendekatan cross sectional. dan pendapatan perkapita Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah : 1. Kristiyanto (2006) dengan judul Hungan tingkat pendidikan ibu, pengetahuan gizi, pendapatan keluarga dan konsumsi kalori dengan status gizi balita di Puskesmas Beji Kecamatan Junrejo Batu yaitu terletak pada bebas yaitu pendidikan ibu,, pendapatan keluarga, sementara dalam penelitian ini variabel bebasnya dan pendapatan perkapita. 2. Atiq Supriatin dengan judul Anslisis faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh makan dan hubungannya dengan status gizi balita, perbedaannya terletak pada variabel bebas dihubungkan dahulu dengan pola asuh makan batu kemudian dihubungkan lagi dengan status gizi, sehingga model penelitiannnya menggunakan analisis faktor.