LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU Nomor 16 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA LUBUKLINGGAU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta memajukan kesejahteraan masyarakat Kota Lubuklinggau melalui pengusahaan dan pemanfaatan sumber daya alam Sarang Burung Walet, diperlukan adanya pengaturan terhadap hal tersebut; b. bahwa pengaturan pengusahaan dan pemanfaatan Sarang Burung Walet sebagaimana dimaksud dalam huruf a diselenggarakan dengan mempertimbangkan kelestarian dan pemberdayaan pengusahaannya; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Izin Usaha Sarang Burung Walet; Mengingat : 1. Pasal 18 Ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Lubuklinggau (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 87, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4114); 3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247); 239 4. Undang..
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 10. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 100/Kpts-II/2003 tentang Pedoman Pemanfaatan Sarang Burung Walet (Collacalia spp); 11. Peraturan Daerah Kota Lubuklinggau Nomor 6 Tahun 2006 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Kota Lubuklinggau Tahun 2006 Nomor 1); Dengan Persetujuan Bersama: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU dan WALIKOTA LUBUKLINGGAU MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG IZIN USAHA SARANG BURUNG WALET. BAB.. 240
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan: 1. Kota adalah Kota Lubuklinggau. 2. Pemerintah Kota adalah Pemerintah Kota Lubuklinggau. 3. Walikota adalah Walikota Lubuklinggau. 4. Peraturan Walikota adalah Peraturan Walikota Lubuklinggau 5. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang perpajakan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 6. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. 7. Burung Walet adalah satwa yang termasuk marga collocalia, yaitu collocalia fuchliap haga, collocalia maxina, collocalia esculanta dan collocalia linchi. 8. Izin Usaha Sarang Burung Walet yang selanjutnya dapat disingkat Izin Usaha, adalah Izin yang ditetapkan Walikota atau Pejabat yang ditunjuk diberikan kepada orang pribadi atau Badan untuk melakukan kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan Sarang Burung Walet. BAB II OBYEK DAN SUBYEK IZIN USAHA SARANG BURUNG WALET Pasal 2 Objek Izin Usaha Sarang Burung Walet adalah semua lokasi dalam wilayah Kota yang kegiatannya diperuntukan untuk pengambilan dan/atau pengusahaan Sarang Burung Walet. Pasal 3 Subjek Izin Usaha Sarang Burung Walet adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau pengusahaan Sarang Burung Walet. 241 BAB..
Lokasi Sarang Burung Walet, berada: 1. di habitat alami, meliputi: BAB III LOKASI SARANG BURUNG WALET DAN PENGUSAHAANNYA Pasal 4 a. Sarang Burung Walet kawasan hutan negara; b. Sarang Burung Walet kawasan konservasi; dan c. Sarang Burung Walet gua alam dan/atau di luar kawasan yang tidak dibebani hak milik perorangan atau adat. 2. di luar habitat alami, seperti pada rumah dan/atau bangunan gedung; Pasal 5 (1) Sarang Burung Walet yang berada di habitat alami dan/atau di luar habitat alami dikelola dan diusahakan oleh orang pribadi atau Badan. (2) Setiap orang yang menemukan Sarang Burung Walet di habitat alami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 1, diberikan prioritas untuk mengambil dan/atau mengusahakan Sarang Burung Walet. (3) Setiap orang yang menemukan Sarang Burung Walet sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib melaporkan penemuannya kepada Walikota dengan melampirkan Surat Keterangan Lurah dan diketahui Camat setempat untuk dibuatkan surat pengesahan atas penemuannya. (4) Setiap orang yang menemukan Sarang Burung Walet sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat bekerja sama atau menyerahkan pengusahaannya kepada pihak lain dan wajib mendapatkan persetujuan Walikota atau Pejabat yang ditunjuk. BAB IV TATA CARA MEMPEROLEH IZIN USAHA SARANG BURUNG WALET Pasal 6 (1) Orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau pengusahaan Sarang Burung Walet wajib memiliki Izin Usaha. (2) Permohonan Izin Usaha disampaikan secara tertulis kepada Walikota melalui Kantor Pelayanan Perizinan Kota, dengan melampirkan sebagai berikut: a. identitas pemohon; 242 b. pernyataan..
b. pernyataan tidak keberatan dari tetangga kiri, kanan, muka dan belakang di lokasi tempat usaha yang diketahui oleh Lurah dan Camat setempat; c. status tanah/lokasi usaha; d. luas areal pemanfaatan tempat usaha; e. izin gangguan dan Izin Mendirikan Bangunan, jika lokasi kegiatann usaha di luar habitat alami. f. gambar situasi rencana lokasi tempat usaha dan menyebutkan fungsi bangunan tersebut; g. Nomor Pokok Wajib Pajak; h. tanda pelunasan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan tahun terakhir; i. uraian singkat rencana kegiatan usaha Sarang Burung Walet; j. surat pernyataan bahwa pemohon akan mempekerjakan masyarakat setempat; k. dokumen UKL-UPL dan/atau Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan Hidup; l. akte pendirian, jika pemohon adalah berbadan hukum; dan m. dalam hal permohonan perpanjangan Izin Usaha, harus melampirkan tanda bukti pelunasan pembayaran Pajak pengambilan dan/atau pengusahaan Sarang Burung Walet. (3) Untuk mendapatkan Izin Usaha di luar habitat alami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), ketinggian minimal 6 (enam) meter dari permukaan tanah atau lantai 3 pada bangunan gedung. (4) Ketentuan ketinggian bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak berlaku untuk Izin Usaha di habitat alami. Pasal 7 (1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) diterima, dilakukan pencatatan secara administratif oleh Kantor Pelayanan Perizinan Kota. (2) Dalam hal Permohonan Izin Usaha dinyatakan lengkap, akan dilakukan penilaian atau penelitian oleh Tim Penilai yang dibentuk dengan Keputusan Walikota. (3) Hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dituangkan dalam Berita Acara dan disampaikan kepada Walikota sebagai bahan pertimbangan dalam pemberian/penolakan Izin Usaha. Pasal 8 (1) Penetapan Izin Usaha yang telah memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), paling lama 15 (lima belas) hari kerja, terhitung sejak diterimanya pengajuan permohonan Izin Usaha. 243 (2) Walikota..
(2) Walikota berwenang memperpanjang jangka waktu proses penetapan Izin Usaha paling lama 15 (lima belas) hari, terhitung sejak habisnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Tim Penilai sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (2), terdiri dari: a. Dinas Tanaman Pangan, Perkebunan dan Kehutanan Kota; b. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota; c. Dinas Pekerjaan Umum Kota; d. Dinas Kesehatan Kota; e. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota; f. Kantor Pelayanan Perizinan Kota; g. Kantor Lingkungan Hidup Kota; h. Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota; i. Bagian Sumber Daya Alam Sekretariat Daerah Kota; j. Bagian Perekonomian Sekretariat Daerah Kota; dan k. Instansi Pemerintah Kota terkait lainnya. BAB V MASA BERLAKU IZIN USAHA Pasal 9 (1) Masa berlaku Izin Usaha 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang kembali atas persetujuan Walikota. (2) Permohonan perpanjangan Izin Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sudah diajukan paling lama 1 (satu) bulan sebelum habis masa berlakunya kepada Walikota melalui Kantor Pelayanan Perizinan Kota. Pasal 10 Pemegang Izin Usaha yang menghentikan atau menutup kegiatan usahanya, harus memberitahukan secara tertulis dan mengembalikan izin usahanya kepada Walikota paling lama 7 (tujuh) hari setelah menghentikan kegiatan usahanya. Izin Usaha dinyatakan tidak berlaku, apabila: Pasal 11 a. berakhirnya batas waktu Izin Usaha tanpa mengajukan permohonan perpanjangan; b. izin usaha dicabut oleh Walikota karena melanggar peraturan perundang-undangan; c. terjadi perubahan atau perluasan lokasi usaha; 244 d. tidak..
d. tidak melakukan usaha selama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal Izin Usaha diterbitkan; e. izin usaha dipindahtangankan kepada pihak ketiga tanpa persetujuan Walikota; f. adanya pelanggaran teknis yang dapat mengancam dan membahayakan lingkungan serta kesehatan masyarakat sekitarnya. (1) Permohonan Izin Usaha ditolak, apabila: BAB VI PENOLAKAN PERMOHONAN IZIN USAHA Pasal 12 a. tidak dapat memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2); b. adanya persyaratan atau keterangan yang tidak benar; c. kegiatan yang akan dilakukan dapat menimbulkan dampak lingkungan; d. kegiatan usaha terletak pada lokasi yang tidak sesuai dengan peruntukan; (2) Orang pribadi atau Badan yang permohonan izin usahanya dan/atau perpanjangan izin usahanya ditolak, dilarang melakukan kegiatan usahanya. Pasal 13 (1) Dalam hal Permohonan Izin Usaha yang masih dan/atau harus melengkapi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), akan dikembalikan secara tertulis kepada Pemohon paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima. (2) Dalam hal permohonan Izin Usaha ditolak, maka penolakan dimaksud diberitahukan secara tertulis kepada Pemohon dengan menyebutkan alasan-alasan penolakannya. (1) Izin Usaha dicabut, apabila: a. izin usaha diperoleh secara tidak sah; BAB VII PENCABUTAN IZIN USAHA Pasal 14 b. pemegang Izin Usaha melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan; c. dalam hal pemegang Izin Usaha meninggal dunia atau terjadinya peralihan hak atas tempat usaha, ahli waris atau orang-orang yang mendapat usaha ahli waris atau orangorang yang mendapatkan hak dari padanya dalam jangka 1 (satu) bulan terhitung sejak meninggalnya pemegang Izin Usaha dimaksud tidak mengajukan permohonan balik nama; d. lokasi.. 245
d. lokasi tempat Izin Usaha dibutuhkan oleh Pemerintah Kota untuk kepentingan pembangunan Kota. (2) Pencabutan Izin Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didahului dengan memberikan peringatan secara tertulis kepada pemegang izin atau kepada orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dengan menyebutkan alasan-alasannya. (1) Pemegang Izin Usaha berkewajiban: BAB VIII KEWAJIBAN DAN LARANGAN Pasal 15 a. membayar Pajak Sarang Burung Walet; b. memasang papan nama berukuran 100 cm x 50 cm di tempat usahanya, bertuliskan: Usaha Pengambilan dan/atau Pengusahaan Sarang Burung Walet dan mencantumkan Nomor, Tanggal dan Tahun Izin Usaha; c. memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup; d. melaporkan kepada Walikota atau Pejabat yang ditunjuk apabila melakukan perubahan tempat usaha. (2) Pemegang Izin Usaha dilarang: a. memperluas atau memindahkan usaha tanpa Izin Usaha dari Walikota; b. mengalihkan kepemilikan usahanya tanpa izin dari Walikota; c. menjalankan usaha lain selain jenis usaha yang ditetapkan dalam Izin Usaha. BAB IX PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Pasal 16 (1) Untuk mendapatkan data atas kegiatan usaha pengambilan dan/atau pengusahaan Sarang Burung Walet yang belum dan/atau yang sudah dimanfaatkan dilakukan inventarisasi pendataan. (2) Inventarisasi data dan pengukuran potensi atas Izin Usaha pengambilan dan/atau pengusahaan Sarang Burung Walet dilakukan terhadap orang pribadi atau Badan yang sudah memiliki Izin Usaha maupun terhadap lokasi pengambilan dan/atau pengusahaan Sarang Burung Walet yang belum diusahakan. Pasal 17 (1) Pembinaan, pengawasan dan pengendalian Izin Usaha dilaksanakan oleh Tim yang ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Walikota. 246 (2) Untuk..
(2) Untuk kepentingan pengawasan dan pengendalian, orang pribadi atau Badan harus memberikan kesempatan kepada Petugas untuk mengadakan pemeriksaan dan penelitian yang bersifat administratif maupun teknis operasional. BAB X KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 18 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Kota diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. (2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Kota yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan Daerah; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah; d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah; g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan Daerah; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan; dan/atau k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 247 (4) Penyidik..
(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. BAB XI KETENTUAN PIDANA Pasal 19 (1) Setiap orang yang melakukan pengambilan dan/atau pengusahaan Sarang Burung Walet dengan tidak memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). (2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. (3) Hasil denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetor ke Kas Daerah. BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 20 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. Pasal 21 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Lubuklinggau. Ditetapkan di Lubuklinggau pada tanggal 6 Desember 2010 WALIKOTA LUBUKLINGGAU, dto Diundangkan di Lubuklinggau pada tanggal 6 Desember 2010 SEKRETARIS DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU, RIDUAN EFFENDI dto AKISROPI AYUB LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU TAHUN 2010 NOMOR 16 248
249