BAB IV HASIL PENELITIAN Penelitian tentang pengaruh komunikasi terapeutik terhadap tingkat kecemasan pasien pre sectio caesarea telah dilakukan oleh peneliti di RS Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang selama 2,5 bulan (Juli s/d pertengahan September 2015). Waktu penelitian yang cukup lama disebabkan karena tidak mudah bagi peneliti untuk mendapatkan partisipan. Hal ini mengingat masih lebih banyak pasien yang mengalami persalinan secara normal bila dibandingkan persalinan dengan operasi sectio caesarea. Data-data yang diperoleh dari partisipan melalui pengisian kuesioner, selanjutnya ditabulasi dan dianalisis. Hasil analisis data tersebut yang kemudian disajikan dalam bab ini. Secara garis besar, bab ini berisikan gambaran demografi partisipan, deskripsi variabel penelitian, pengujian hipotesis dan pembahasan guna menjawab rumusan masalah dan menguji hipotesis yang telah diajukan pada bab sebelumnya. 4.1 Gambaran Demografi Partisipan Sebanyak 30 orang partisipan terlibat dalam penelitian ini yang mana mereka adalah pasien sectio caesarea ibu hamil di RS Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang. Adapun gambaran 32
33 demografi partisipan yang dikemukakan disini meliputi: usia, pendidikan terakhir, pekerjaan dan pendapatan rumah tangga. Berikut ini dipaparkan masing-masing gambaran demografi partisipan tersebut. Usia partisipan dalam penelitian ini dibagi dalam dua kelompok usia yaitu 20 30 tahun dan 31 40 tahun. Adapun gambaran partisipan berdasarkan usia ditampilkan pada Grafik 4.1. berikut ini: Grafik 4.1. Gambaran Partisipan berdasarkan Usia 40% 60% 20-30 tahun 31-40 tahun Berdasarkan Grafik 4.1. di atas terlihat bahwa partisipan dalam kelompok usia 20 30 tahun lebih banyak yang dijumpai penulis saat melakukan penelitian yaitu sebanyak 18 orang (60,0%). Hal ini menunjukkan bahwa operasi sectio caesarea ternyata banyak juga dialami oleh ibu hamil yang berusia
34 muda. Menurut Sari (2016) bahwa 46% ibu muda di Indonesia memilih persalinan dengan cara operasi caesar. Adapun pertimbangan memilih operasi caesar karena: (1) keputusan dokter (komplikasi medis) dimana ditemukan adanya indikasiindikasi seperti minimnya cairan ketuban yang tersisa, bayi berada dalam posisi sungsang atau melintang, kondisi placenta previa (posisi plasenta berada di bawah rahim sehingga menghambat jalan lahir), pre-eklamsia menjelang kelahiran, salah satu janin pada kehamilan kembar meninggal, panggul sempit sementara bobot bayi terlalu besar, dan infeksi penyakit menular, (2) persalinan pada kehamilan sebelumnya juga dengan cara yang sama yaitu operasi caesar, (3) tidak ingin merasakan nyeri hebat persalinan dengan proses yang relatif cepat, faktor estetika (tidak ingin elastisitas vagina berubah), bisa menentukan tanggal kelahiran bayi, dan rekomendasi kerabat. Latar belakang pendidikan terakhir partisipan cukup beragam, dimana ada yang hanya lulus SMP/ sederajat, ada yang lulus SMA/ sederajat bahkan ada juga yang S1. Adapun gambaran partisipan berdasarkan pendidikan terakhir ditampilkan pada Grafik 4.2. berikut ini:
35 Grafik 4.2. Gambaran Partisipan berdasarkan Pendidikan Terakhir 20% 47% 33% Lulus SMP/sederajat Lulus SMA/sederajat S1 Berdasarkan Grafik 4.2. di atas terlihat bahwa partisipan dalam kelompok pendidikan terakhirnya adalah lulus SMA/sederajat adalah yang terbanyak yaitu sebanyak 14 orang (47%), namun ada juga yang telah menempuh pendidikan di tingkat S1 meski jumlahnya lebih sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan sebagian besar partisipan tergolong menengah ke atas. Keterkaitan diantara usia dengan pendidikan terakhir ditampilkan pada tabel 4.1. berikut ini:
36 Tabel 4.1. Crosstab Usia dan Pendidikan Terakhir Partisipan Pendidikan Terakhir Lulus Lulus SMP/sederajat SMA/sederajat 20 30 th 7 8 Usia 23,3% 26,7% 31 40 th 3 6 10,0% 20,0% Total 10 14 33,3% 46,7% Sumber: Data Primer, 2016 S1 3 10,0% 3 10,0% 6 20,0% Total 18 60,0% 12 40,0% 30 100,0% Berdasarkan Tabel 4.1. di atas terlihat bahwa tingkat pendidikan terakhir partisipan pada kelompok usia 20 30 tahun lebih banyak adalah lulusan SMA/sederajat yaitu 8 orang (26,7%). Hal yang sama juga tampak pada kelompok usia 31 40 tahun dimana tingkat pendidikan terakhir partisipan paling banyak adalah lulusan SMA/sederajat yaitu 6 orang (20,0%). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keputusan untuk melakukan persalinan caesar paling banyak dilakukan oleh para ibu muda yang memiliki pendidikan terakhir pada jenjang SMA/sederajat. Sementara itu, dilihat dari pekerjaannya tampak bahwa cukup beragam pekerjaan partisipan diantaranya adalah: PNS, pegawai swasta, wiraswasta, dan juga ibu rumah tangga. Adapun gambaran partisipan berdasarkan pekerjaan ditampilkan pada Grafik 4.3. berikut ini:
37 Grafik 4.3. Gambaran Partisipan berdasarkan Pekerjaan 43% 17% 20% 20% PNS Pegawai Swasta Wiraswasta Tidak bekerja Berdasarkan Grafik 4.3. di atas terlihat bahwa mayoritas partisipan tidak bekerja dalam artian menjalankan profesi yang menghasilkan uang, mereka adalah para ibu rumah tangga yaitu sebanyak 13 orang (43,3%). Sementara itu, sisanya adalah partisipan yang menjalankan profesi sebagai PNS atau pegawai swasta atau juga berwirausaha. Keterkaitan diantara pekerjaan dengan pendapatan rumah tangga partisipan per bulan ditampilkan pada tabel 4.2.
38 Tabel 4.2. Crosstab Pekerjaan dan Pendapatan Rumah Tangga Partisipan per bulan Pekerjaan Pendapatan Rumah Tangga per bulan Rp 1 juta Rp 3 juta > Rp 5 Rp 3 juta Rp 5 juta juta PNS 0 5 1 0,0% 16,7% 3,3% Pegawai 3 3 0 Swasta 10,0% 10,0% 0,0% Wiraswasta 1 3 1 3,3% 10,0% 3,3% Total 4 13,3,0% Sumber: Data Primer, 2016 11 36,7% 2 6,6% Total 6 20,0% 6 20,0% 5 16,7% 17 56,7% Berdasarkan Tabel 4.2. di atas terlihat bahwa ada sebanyak 17 orang (56,7%) partisipan yang bekerja dan memiliki pendapatan sendiri diuar yang didapat dari suaminya. Bagi partisipan yang bekerja sebagai PNS dan wiraswasta ternyata mempunyai pendapatan rumah tangga per bulan paling banyak pada kisaran Rp 3 juta Rp 5 juta, ada juga yang bahkan mempunyai pendapatan rumah tangga per bulan > Rp 5 juta. Sementara itu, sebanyak 13 orang (43,3%) partisipan lainnya tidak bekerja, sehingga pendapatan rumah tangga per bulan yang dimiliki itu seluruhnya berasal dari suaminya. Sehubungan dengan keputusan persalinan caesar, partisipan yang menjalani status peran tunggal yaitu hanya sebagai ibu rumah tangga dengan pendapatan rumah tangga
39 per bulan antara Rp 1 juta Rp 3 juta adalah yang paling banyak memutuskan untuk melakukan persalinan dengan cara operasi caesar. Hal ini berarti bahwa meskipun pada umumnya biaya persalinan dengan cara operasi caesar adalah lebih mahal dibandingkan dengan persalinan normal, namun tidak berarti menyurutkan niat partisipan yang hanya menjalani status peran tunggal untuk memilih cara persalinan secara caesar. 4.2 Deskripsi Variabel Penelitian 4.2.1. Variabel Komunikasi Terapeutik Variabel komunikasi terapeutik terdiri dari 24 indikator empirik yang valid dan reliabel mengacu pada Sitepu (2012). Pilihan jawaban untuk setiap indikator empirik berkisar antara 1 (tidak pernah) hingga 4 (selalu). Dengan demikian total skor tertinggi yang mungkin dicapai adalah 96 sedangkan total skor terendah yang mungkin dicapai adalah 24. Selanjutnya penilaian tingkat komunikasi terapeutik menurut Sitepu (2012) dibagi dua kategori yaitu: Kurang Baik (total skor 60) dan Baik (total skor > 60). Adapun hasil deskripsi variabel komunikasi terapeutik ditampilkan pada Tabel 4.3. berikut ini:
40 Tabel 4.3. Deskripsi Variabel Komunikasi Terapeutik Total Skor Komunikasi Terapeutik Kategori Frekuensi Prosentase 60 Kurang Baik 14 46,7 > 60 Baik 16 53,3 Sumber: Data Primer, 2016 Total 30 100,0 Berdasarkan Tabel 4.3. di atas terlihat bahwa lebih banyak partisipan dalam hal ini 16 orang (53,3%) yang menilai bahwa komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh para perawat di RS Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang terhadap para pasien sectio caesarea tergolong baik dengan nilai total skor >60. 4.2.2. Variabel Kecemasan Pre Sectio Caesarea Variabel kecemasan pre sectio caesarea terdiri dari 14 indikator empirik yang valid dan reliabel mengacu pada Kasana (2014). Pilihan jawaban untuk setiap indikator empirik berkisar antara 0 (tidak ada) hingga 4 (sangat berat). Dengan demikian total skor tertinggi yang mungkin dicapai adalah 56 sedangkan total skor terendah yang mungkin dicapai adalah 0. Selanjutnya penilaian tingkat kecemasan pre sectio caesarea menurut Kasana (2014) dibagi lima kategori yaitu: Tidak Ada
41 Kecemasan (total skor 0 13), Kecemasan Ringan (total skor 14 20), Kecemasan Sedang (total skor 21 27), Kecemasan Berat (total skor 28 41), Kecemasan Sangat Berat (total skor 42 56). Adapun hasil deskripsi variabel kecemasan pre sectio caesarea ditampilkan pada Tabel 4.4. berikut ini: Tabel 4.4. Deskripsi Variabel Kecemasan Pre Sectio Caesarea Total Skor Kecemasan Pre Sectio Caesarea Kategori Frekuensi Prosentase 0 13 14 20 21 27 28 41 42 56 Tidak ada Ringan Sedang Berat Sangat Berat 20 5 5 0 0 66,6 16,7 16,7 0,0 0,0 Total 30 100,0 Sumber: Data Primer, 2016 Berdasarkan Tabel 4.4. di atas terlihat bahwa sebagian besar partisipan dalam hal ini 20 orang (66,6%) menilai bahwa tingkat kecemasan pasien pre sectio caesarea di RS Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang tergolong tidak ada dengan nilai total skor 0 13.
42 4.3 Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis pengaruh komunikasi terapeutik terhadap tingkat kecemasan pasien pre sectio caesarea di RS Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang dilakukan dengan uji t seperti ditampilkan pada Tabel 4.5. Analisis regresi selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. Tabel 4.5. Hasil Uji Hipotesis Variabel Koef B t hitung Sig Komunikasi terapeutik -0,261-2,545* 0,017 Sumber: Data Primer, 2016 Keterangan : * = signifikan pada = 5 % t 0,05 (df = 28) = 1,701 Berdasarkan hasil analisis regresi seperti ditampilkan pada Tabel 4.5 di atas, maka selanjutnya dapat dituliskan hasil persamaan regresi sebagai berikut: Y = 27,443 0,261 X + e Nilai koefisien regresi dari komunikasi terapeutik (X) sebesar - 0,261 menunjukkan bahwa setiap peningkatan 1 satuan variabel komunikasi terapeutik akan menurunkan nilai variabel kecemasan pasien pre sectio caesarea sebesar 0,261 satuan. Sementara itu, terkait dengan uji hipotesis maka berdasarkan hasil uji t pada Tabel 4.5 diketahui bahwa
43 komunikasi terapeutik mempunyai pengaruh negatif yang signifikan terhadap tingkat kecemasan pasien pre sectio caesarea. Hal ini ditunjukkan oleh nilai t hitung -2,545 < t tabel -1,701 pada selang kepercayaan ( ) sebesar 5%, sehingga H 1 diterima. Arah pengaruh yang negatif mengandung arti bahwa semakin baik komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat di RS Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang akan menurunkan tingkat kecemasan pasien pre sectio caesarea. Sebaliknya, semakin buruk komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat di RS Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang akan meningkatkan tingkat kecemasan pasien pre section caesarea.. 4.5 Pembahasan Kecemasan adalah satu perasaan subjektif yang dialami seseorang ketika menghadapi sebuah pengalaman baru, termasuk pada pasien yang akan mengalami tindakan invasif (Rawling, dalam Suleman dkk, 2014). Salah satu bentuk tindakan invasif adalah pembedahan sectio caesarea. Kecemasan pada pasien pre sectio caesarea apabila tidak segera diatasi maka dapat mengganggu proses operasi. Pendekatan dengan komunikasi terapeutik dapat mengurangi tingkat kecemasan pasien sebelum dilakukan pembedahan. Hal ini seperti dikemukakan oleh Taylor (dalam Liza dkk, 2014)
44 bahwa kecemasan dapat dikurangi dengan tindakan keperawatan yang berfokus pada komunikasi terapeutik terutama bagi pasien selain keluarganya. Melalui komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat, setidaknya perawat tersebut menginformasikan prosedur pembedahan (persiapan pasien, obat-obat pre medikasi, jenis pembedahan, anastesi, latihan post operasi) dan hal-hal terkait dengan proses pembedahan juga hal di luar proses pembedahan mampu memberikan efek positf terhadap penurunan tingkat kecemasan pasien pre sectio caesarea. Hal ini sesuai pendapat Burke & Lemone (dalam Arbani, 2015) yang mengatakan bahwa tindakan perawat berupa intervensi keperawatan dan perawatan suportif dapat mengurangi tingkat kecemasan pasien dan membantu pasien untuk berhasil menghadapi stres yang dihadapi selama periode pre operasi. Berdasarkan penelitian ini sebagaimana ditampilkan pada Tabel 4.3. diketahui bahwa 53,3% partisipan menilai bahwa komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh perawat di RS Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang kepada pasien yang akan menjalani sectio caesarea tergolong sudah baik. Hal ini memberikan dampak kepada sebagian besar pasien pre sectio caesarea dimana tingkat kecemasan mereka sebelum dilakukannya operasi sama sekali tidak terlihat. Terbukti pada
45 Tabel 4.4. tampak bahwa 66,6% partisipan mengatakan bahwa tidak ada kecemasan dalam diri mereka sebelum menjalani sectio caesarea. Jikalaupun ada beberapa pasien yang merasakan kecemasan, tingkatannya pun hanya tergolong rendah hingga sedang, yaitu masing-masing sebanyak 16,7%. Tidak satupun pasien yang dalam penelitian ini yang mengalami tingkat kecemasan pre sectio caesarea pada level berat ataupun sangat berat. Hal ini menunjukkan bahwa adanya komunikasi terapeutik yang baik sehingga mampu menekan tingkat kecemasan pasien pre sectio caesarea. Temuan penelitian ini mendukung sejumlah temuan penelitian sebelumnya. Seperti misalnya penelitian yang dilakukan oleh Kasana (2014) menemukan bahwa terdapat hubungan antara komunikasi terapeutik dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi sectio caesarea di ruang Ponek RSUD Karanganyar. Hal tersebut disebabkan karena dengan adanya komunikasi terapeutik maka perawat dapat menumbuhkan motivasi pasien agar dapat menghadapi resiko yang mungkin terjadi, sehingga dengan begitu maka dapat mengurangi kecemasan pasien. Temuan Agustus (2010) menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi sectio caesarea di ruang Kebidanan Rumah Sakit
46 Muhammadiyah Palembang. Hal tersebut terjadi karena adanya komunikasi terapeutik yang baik kepada pasien maka perasaan cemas yang berlebihan dalam menghadapi proses operasi akan berkurang. Temuan Siswanti dkk (2013) bahwa ada pengaruh komunikasi terapeutik bidan dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi sectio caesarea di Ruang Eva Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus. Hal tersebut terjadi karena dengan komunikasi yang baik, pasien mengungkapkan perasaannya, menceritakan ketakutannya, kekhawatirannya sehingga bisa mendapatkan solusi serta pengetahuan yang benar dalam menghadapi proses operasi.