I. PENDAHULUAN. keunggulan komparatif bangsa. Di antara resources based industries tersebut,

dokumen-dokumen yang mirip
1. PENDAHULUAN. sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar

1. PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2014

DATA PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMA DAN PMDN SE JAWA BARAT PERIODE LAPORAN JANUARI - MARET TAHUN 2017

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. dan peranan penting bagi perekonomian Indonesia. Pembangunan perikanan

I. PENDAHULUAN. (Bahari Indonesia: Udang [29 maret 2011Potensi]

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kandungan Zat Gizi Komoditas Kedelai. Serat (g) Kedelai Protein (g) Sumber: Prosea 1996 ( Purwono: 2009)

KATA PENGANTAR. keterampilan para petani dan petugas melalui sekolah lapangan serta pelatihan pemandu (PL I, PL II, PL III).

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan PDB Kelompok Pertanian di Indonesia Tahun

DIPA BADAN URUSAN ADMINISTRASI TAHUN ANGGARAN 2014

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dunia atau bumi adalah planet ketiga dari matahari yang merupakan planet

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi perikanan. Artinya, kurang lebih 70 persen dari wilayah Indonesia terdiri

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

No Kawasan Andalan Sektor Unggulan

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PERIKANAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka memenuhi kebutuhan gizi manusia. Perikanan budidaya dinilai

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sektor perindustrian ini adalah dengan cara mengembangkan industri kecil.

Perkembangan Ekonomi Makro

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50

BAB IV GAMBARAN UMUM

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 08 /PMK.07/2011 TENTANG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai kontribusi penting terhadap perekonomian Indonesia hal ini bisa dilihat dari besarnya

PENDAHULUAN. ( Populasi Ternak (000) Ekor Diakses Tanggal 3 Oktober 2011.

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

SATU DATA PEMBANGUNAN JAWA BARAT PUSAT DATA DAN ANALISA PEMBANGUNAN (PUSDALISBANG) DAFTAR ISI DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Poduksi perikanan Indonesia (ribu ton) tahun

Tabel I.1 Luas Panen dan Jumlah Produksi Singkong Provinsi Jawa Barat Tahun

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Sumber: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia (2012)

I. PENDAHULUAN. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep.32/Men/2010 Tentang Penetapan Kawasan Minapolitan

BAB I PENDAHULUAN. Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang selama ini

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp:// [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

I. PENDAHULUAN , , , , ,4 10,13

7. Pencapaian Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Indonesia Tahun Volume (Kg) Nilai (US $) Volume (Kg)

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DALAM KONSEP MINAPOLITAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia,

EVALUASI PELAKSANAAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) PROVINSI JAWA BARAT

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran dari adanya suatu pembangunan adalah menciptakan

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan di daerah setempat. Penyediaan lapangan kerja berhubungan erat dengan

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. dalam perekonomian Indonesia. Masalah kemiskinan, pengangguran, pendapatan

EVALUASI KETERSEDIAAN DAN DISTRIBUSI PANGAN RONI KASTAMAN DISAMPAIKAN PADA ACARA DISEMINASI LITBANG BAPEDA KOTA BANDUNG 29 NOPEMBER 2016

I. PENDAHULUAN. kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa

I. PENDAHULUAN. kualitas produk melalui usaha diversifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

1. PENDAHULUAN Sumberdaya yang digunakan dalam pembangunan ekonomi harus dimiliki atau

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa melaksanakan produksi, perdagangan dan distribusi produk

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

VI. ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL

Draft 18/02/2014 GUBERNUR JAWA BARAT,

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Arah pembangunan yang tepat pada periode lima tahun Kabinet Indonesia Bersatu adalah pemulihan kembali perekonomian nasional melalui upaya terobosan dengan merevitalisasi sumber sumber pertumbuhan ekonomi yang ada serta menciptakan sumber sumber pertumbuhan ekonomi baru. Sumber sumber pertumbuhan ekonomi yang sepatutnya dikembangkan adalah yang berbasis keunggulan komparatif bangsa. Di antara resources based industries tersebut, sektor kelautan dan perikanan dapat menjadi salah satu keunggulan komparatif yang berpotensi menjadi keunggulan kompetitif menggerakkan perekonomian nasional, sehingga sudah saatnya sektor tersebut menjadi prioritas pembangunan nasional. Sumberdaya ikan diharapkan menjadi salah satu tumpuan ekonomi nasional di masa yang akan datang. Hal ini disebabkan ikan telah menjadi salah satu komoditi pangan penting, tidak hanya untuk Indonesia tetapi juga oleh masyarakat dunia. Konsumsi ikan masyarakat global diperkirakaan akan semakin meningkat, yang disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya: (a) meningkatnya jumlah penduduk disertai meningkatnya pendapatan masyarakat dunia, (b) meningkatnya apresiasi terhadap makanan sehat (healthy food) sehingga mendorong konsumsi daging dari pola red meat ke white meat, (c) adanya globalisasi menuntut adanya makanan yang bersifat universal (d) berjangkitnya penyakit hewan sumber protein hewani selain ikan sehingga produk perikanan menjadi pilihan alternatif terbaik (Kusumastanto, 2007). 1

Selain itu, ikan banyak mempunyai manfaat penting, yaitu mengurangi resiko penyakit jantung; meningkatkan kesehatan otak dan mental; memperbaiki kecerdasan dan daya ingat; mencegah pikun, depresi dan gangguan mental; mengurangi prevalensi asma pada anak-anak; meningkatkan kesehatan kulit; meningkatkan kesehatan mata; mengurangi risiko kanker; mencegah autisme dan diabetes serta mempercepat penyembuhan penyakit kronis (Dirjen P2HP, 2007). Mempertimbangkan potensi dan harapan yang sangat besar tersebut maka salah satu kebijakan pemerintah adalah mendorong pembangunan perikanan di sektor budidaya. Beberapa program utama telah ditetapkan untuk mencapai sasaran yang ditetapkan, yaitu: (1) peningkatan produksi budidaya untuk ekspor; (2) peningkatan produksi perikanan budidaya untuk konsumsi masyarakat dan (3) perlindungan dan rehabilitasi sumberdaya perikanan (Dirjen Perikanan Budidaya, 2004). Pemerintah memandang penting akan perikanan budidaya (akuakultur) dikarenakan budidaya dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat pedesaan sampai perkotaan, cepat menghasilkan dengan margin keuntungan yang cukup besar, mempunyai keterkaitan usaha yang cukup luas, dapat mengatasi kemiskinan, adanya ketersediaan teknologi dan beragam serta potensi pasar ekspor dan domestik. Potensi perikanan budidaya secara nasional diperkirakan seluas 15,59 juta hektar (ha) yang terdiri potensi air tawar 2,23 juta ha, air payau 1,22 juta ha dan budidaya laut 12,14 juta ha. Pemanfaatannya hingga saat ini masing-masing baru 10,1 persen untuk budidaya air tawar, 40 persen pada budidaya air payau dan 0,01 persen untuk budidaya laut (http://www.antara.co.id). 2

Salah satu komoditas perikanan budidaya yang mempunyai nilai tinggi adalah ikan lele. Dirjen P2HP (2007) menyatakan pengembangan budidaya lele secara nasional pada tahun 2009 sasaran produksinya diharapkan mencapai 250.000 ton atau meningkat dari tahun 2007 yang hanya sebanyak 132.000 ton. Sasaran produksi lele secara nasional lebih lengkap disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Data sasaran produksi lele secara nasional tahun 2007-2009 (Ton) Komoditas Tahun 2007 (Ton) Tahun 2008 (Ton) Tahun 2009 (Ton) Kenaikan (%/th) Lele 132.000 162.000 250.000 38,5 Sumber : Dirjen P2HP, 2007 Untuk kebutuhan domestik produk perikanan dari jenis ikan lele sangat besar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia. Hal ini dikarenakan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, serta usaha untuk meningkatkan tingkat konsumsi per kapita yang cukup untuk penduduk Indonesia. Di samping itu pasar ekspor juga terbuka lebar untuk masyarakat Amerika Serikat dan Eropa. Beberapa negara sudah mengeskpornya. Vietnam misalnya, mampu mengekspor 70.000 ton ikan lele ke AS dan Eropa, senilai US$ 140 juta. Untuk menembus pasar ekspor, lele harus lebih dari 800 gram per ekor. Pasar luar negeri menghendaki lele dengan ukuran lebih dari 800 gram karena dipasarkan dalam bentuk fillet. Satu kilogram lele menghasilkan 30 persen fillet. Lele dari Vietnam dijual US$ 2,8/kg dalam bentuk fillet. Jika ingin menyaingi Vietnam, harga lele yang harus ditawarkan adalah US$ 2,6 per kg fillet. Untuk memenuhi pasar domestik dan internasional lele tersebut bisa diperoleh dari sentra-sentra produksi seperti Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat, Sumatera Selatan, Riau dan Jambi (Dirjen Perikanan Budidaya, 2006). 3

Propinsi Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi lele di Indonesia. Hampir seluruh kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat memberikan kontribusi dalam produksi ikan lele. Produksi tahun 2006 adalah 23,939.86 ton/tahun, sedangkan untuk tahun 2007 mengalami peningkatan produksi menjadi sebesar 26,865.03 ton/tahun (PT. Central Protein Prima, 2008). Secara lengkap data produksi lele setiap kabupaten/kota di Jawa Barat disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Data produksi lele dan konsumsi setiap kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat tahun 2006 dan 2007 (Ton) Kabupaten/kota Jumlah penduduk (orang) 2006 2007 Jumlah Jumlah Jumlah Konsumsi produksi penduduk produksi /tahun (Ton) (Orang) (Ton) Konsumsi /tahun Kab Ciamis 4,216,186 700.63 0.17 4,410,711 418.32 0.09 Kab Tasikmalaya 2,240,901 462.00 0.21 2,252,769 352.00 0.16 Kab Garut 2,125,023 387.34 0.18 2,145,390 132.63 0.06 Kab Cianjur 4,399,128 1,480.60 0.34 4,529,950 1,911.64 0.42 Kab Sukabumi 2,375,725 648.04 0.27 2,445,279 699.89 0.29 Kab Bekasi 1,743,324 107.30 0.06 1,805,418 159.40 0.09 Kab Karawang 1,565,121 467.40 0.30 1,500,625 440.00 0.29 Kab Subang 1,118,776 1,725.62 1.54 1,154,215 2,637.19 2.28 Kab Indramayu 2,134,656 8,750.66 4.10 2,159,558 10,796.60 5.00 Kab Cirebon 1,197,994 244.50 0.20 1,202,901 286.70 0.24 Kota Cirebon 1,089,889 254.78 0.23 1,113,903 9.25 0.01 Kab. Bogor 1,778,396 6,472.00 3.64 1,784,806 6,355.00 3.56 Kab Purwakarta 1,441,191 28.50 0.02 1,459,412 16.58 0.01 Kab Bandung 784,797 363.46 0.46 804,335 583.60 0.73 Kota Bandung 2,031,128 94.27 0.05 2,077,778 92.00 0.04 Kab Sumedang 1,991,230 - - 2,029,456 10.65 0.01 Kab Majalengka 855,846 53.60 0.06 872,582 64.25 0.07 Kota Bekasi 2,340,624 86.60 0.04 2,374,193 20.78 0.01 Kota Depok 285,363 420.55 1.47 289,497 451.57 1.56 Kota Tasikmalaya 2,040,258 425.43 0.21 2,105,473 410.56 0.19 Kota Bogor 1,393,568 352.84 0.25 1,417,955 323.72 0.23 Kota Banjar 506,250 34.00 0.07 516,454 54.40 0.11 Kota Cimahi 610,456 35.00 0.06 631,831 31.65 0.05 Kota Sukabumi 177,118 344.74 1.95 263,906 606.65 2.30 Total 40,442,948 23,939.86 0.59 41,348,390 26,865.03 0.64 Sumber: PT. Central Ptotein Prima, 2008 4

Dari data yang ditampilkan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa kabupaten Bogor merupakan daerah yang memberikan kontribusi produksi lele terbesar setelah Kabupaten Indramayu. Posisi kabupaten Bogor yang wilayahnya berbatasan langsung dengan DKI Jakarta memberi keuntungan lebih dalam upaya membantu ketersediaan sumberdaya ikan lele untuk kawasan DKI Jakarta dan sekitarnya. Kabupaten Bogor memiliki luas wilayah 2.301,95 Km2 terletak antara 6 18 0-6 47 10 LS dan 106 23 45-107 13 30 BT, yang berbatasan di sebelah Utara dengan DKI Jakarta, Kabupaten Tangerang, Kota Bekasi dan Kota Depok, di sebelah Timur dengan Kabupaten Cianjur, Kabupaten Karawang dan Kabupaten Purwakarta, di sebelah Selatan dengan Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur, di sebelah Barat dengan Kabupaten Lebak dan di tengah dengan Kota Bogor (Bappeda Kabupaten Bogor, 2000). Daerah yang memproduksi lele dalam jumlah terbesar di Kabupaten Bogor adalah daerah Parung. Dengan dialiri sungai yang membuat pasokan air cukup melimpah, cuaca relatif stabil dan dekat dengan pasar Jakarta membuat daerah Parung menjadi sentra produksi lele. Daerah Parung meliputi Kecamatan Ciseeng, Parung dan Gunung Sindur. Dalam satu bulan, daerah Parung dapat memberikan produksi lele sebesar 1.000 ton lebih (30 ton lebih per hari) untuk disalurkan ke warung-warung pecel lele, pasar ikan atau lainnya. Dewasa ini, pasar lele yang ada, khususnya untuk wilayah Jabodetabek sangat baik. Banyak pedagang kaki lima yang di pinggiran jalan berjualan pecel lele. Untuk daerah Jakarta ada sekitar 3000 warung pecel lele dan sekitar 5000 di daerah Jabodetabek (Depkominfo, 2008). Apabila diasumsikan setiap warung 5

pecel lele menjual sekitar 5 kg setiap harinya maka kebutuhan lele untuk tiap harinya adalah 40 ton. Jumlah tersebut masih belum termasuk yang masuk ke restoran dan supermarket. Ini menandakan prospek lele di masa mendatang cukup cerah dan akan meningkat tiap tahunnya karena lele mengandung sumber protein yang tinggi (40%) dan dapat dijadikan alternatif utama pengganti telur (Syahrul et al. 2001). Pemerintah Kabupaten Bogor melalui Dinas Perikanan dan Peternakan, yang salah satu strategi kebijakannya dalam pengembangan perikanan bertanggung jawab terhadap pengembangan perikanan dan produksi ikan telah berupaya untuk meningkatkan produksi hasil perikanan, baik melalui kegiatan pemberdayaan ekonomi petani ikan dengan bantuan proyek-proyek perikanan, misalnya bantuan paket pengembangan budidaya ikan lele tetapi sampai saat ini produksi yang dihasilkan masih belum menunjukkan hasil yang optimal dan sesuai sasaran. Banyak faktor yang menyebabkan kurang optimalnya pelaksanaan budidaya ikan lele, diantaranya banyaknya permasalahan di tingkat petani, kurangnya teknologi budidaya, cuaca yang tidak stabil yang menyebabkan banyak kegagalan produksi, kurangnya ketersediaan bibit, masih tergantung pada tengkulak dan sebagainya. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor berkewajiban untuk mengatasi permasalahan di atas dalam pengembangan usaha budidaya lele. Mengingat produksi ikan lele yang masih tergolong rendah dibandingkan jumlah permintaannya dan lahan yang ada masih berpotensi dikembangkan maka perlu diupayakan suatu strategi yang efektif dalam pengembangannya. Untuk itu perlu dilakukan analisis faktor internal dan eksternal dalam usaha budidaya lele 6

sehingga ditemukan titik temu diantara kedua faktor strategis diatas sehingga dihasilkan suatu strategi pengembangan yang optimal dan tepat sasaran. Melalui pengembangan budidaya lele diharapkan terjadi peningkatan produksi perikanan, dan berdampak pula pada peningkatan pendapatan kesejahteraan masyarakat, peningkatan kualitas sumberdaya manusia karena meningkatnya konsumsi ikan, dan pada akhirnya akan manjadi sumber pendapatan asli daerah (PAD). Berdasarkan fakta-fakta diatas penulis tertarik untuk meneliti strategi pengembangan usaha budidaya ikan lele. Melalui penelitian ini dikaji strategistrategi pengembangan yang dapat diterapkan secara komprehensif. Selanjutnya diajukan rekomendasi strategi pengembangan ke Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, agar dapat mengembangkan usaha budidaya tersebut dan meningkatkan produksi ikan lele sehingga dapat memenuhi kebutuhan domestik dan luar negeri. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas maka penelitian ini difokuskan untuk mempelajari hal-hal berikut: a. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi dan menentukan keberhasilan dalam pengembangan perikanan usaha budidaya lele di daerah Parung, Kabupaten Bogor? b. Alternatif strategi apa yang dapat diterapkan dalam upaya pengembangan usaha budidaya lele di daerah Parung, Kabupaten Bogor? 7

c. Rekomendasi strategi apa yang diprioritaskan untuk pengembangan usaha budidaya di daerah Parung, Kabupaten Bogor? 1.3. Tujuan Penelitian 1) Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi keberhasilan pengembangan usaha budidaya ikan lele di daerah Parung, Kabupaten Bogor? 2) Merumuskan beberapa alternatif strategi yang dapat digunakan dalam pengembangan usaha budidaya ikan lele di daerah Parung, Kabupaten Bogor? 3) Memilih rekomendasi strategi yang tepat dan efektif dalam mengembangkan usaha budidaya ikan lele di daerah Parung, Kabupaten Bogor? 1.4. Manfaat Penelitian 1) Memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah Kabupaten Bogor dalam mengembangkan usaha budidaya ikan lele sebagai salah satu komoditas unggulan di sektor perikanan 2) Memberikan sumbangan pemikiran bagi petani budidaya ikan lele untuk meningkatkan jumlah produksi budidaya ikan lele di daerah Parung, Kabupaten Bogor. 3) Bagi penulis, penelitian ini merupakan sarana untuk menambah wawasan dan mengembangkan teori serta konsep berbagai ilmu yang diperoleh untuk diaplikasikan ke dalam dunia bisnis nyata. 8

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ini dilakukan terhadap usaha budidaya lele di daerah Parung, Kabupaten Bogor mencakup perumusan strategi dan formulasi strategi pengembangan usaha. Kajian yang dilakukan hanya pemberian formulasi strategi pengembangan usaha budidaya lele sedangkan implementasinya diserahkan kepada lembaga yang terkait, yaitu Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan secara menyeluruh terhadap usaha budidaya lele dan tidak dibedakan berdasarkan jenis lele dan kolam pemeliharaannya. 9

Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan MB-IPB