Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai Volume IV No.1 Edisi Juni 2011, ISSN: X

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN KEHAMILAN POSTTERM DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD ABDUL MOELOEK

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah kelahiran hidup. Faktor-faktor yang mempengaruhi AKB

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

HUBUNGAN PERSALINAN KALA II LAMA DENGAN ASFIKSIA BAYI BARU. LAHIR DI RSUD.Dr.H. MOCH ANSARI SALEH BANJARMASIN TAHUN Husin :: Eka Dewi Susanti

BAB I PENDAHULUAN. paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan dan kematian bayi. Kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. penurunan angka kematian ibu (AKI) dan bayi sampai pada batas angka

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 1, April 2016 ISSN FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PARTUS LAMA

HUBUNGAN ANTARA KEHAMILAN SEROTINUS DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD INDRAMAYU PERIODE 01 SEPTEMBER-30 NOVEMBER TAHUN 2014

Jurnal Keperawatan, Volume IX, No. 2, Oktober 2013 ISSN HUBUNGAN USIA IBU DENGAN KOMPLIKASI KEHAMILAN PADA PRIMIGRAVIDA

HUBUNGAN PREMATURITAS DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD JEND. AHMAD YANI KOTA METRO TAHUN 2016

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum Di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado

Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai Volume IV No.1 Edisi Juni 2011, ISSN: X

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PARTUS LAMA DI RUANG KEBIDANAN RSUD IBNU SUTOWO BATURAJA TAHUN 2015

HUBUNGAN ANTARA IBU HAMIL PRE EKLAMSI DENGAN KEJADIAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI RSUD SLEMAN YOGYAKARTA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. penentu status kesejahteraan negara. Hal tersebut dikarenakan Angka Kematian

HUBUNGAN INDUKSI PERSALINAN DENGAN ASFIKSIA BAYI BARU LAHIR DI RSU PKU MUHAMMADIYAH DELANGGU KLATEN TAHUN Sri Wahyuni 1), Titin Riyanti 2)

HUBUNGAN SENAM HAMIL TERHADAP LAMANYA PROSES PERSALINAN PADA IBU BERSALIN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAYAT KLATEN

HUBUNGAN KETUBAN PECAH DINI DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD DR. H. MOCH. ANSHARI SALEH BANJARMASIN TAHUN 2014

HUBUNGAN PARITAS DAN RIWAYAT SC DENGAN KEJADIAN PLASENTA PREVIA PADA IBU BERSALIN DI RSUD ABDOEL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan pada 2007 sebesar 228 per kelahiran hidup. Kenyataan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu strategi dalam upaya peningkatan status kesehatan di Indonesia.

PENELITIAN HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN TERHADAP HASIL LUARAN JANIN. Idawati*, Mugiati*

HUBUNGAN KEJADIAN PRE EKLAMSIA DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI RUMAH SAKIT ISLAM KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui

Hubungan Antara Partus Lama Dan Kondisi Air Ketuban Dengan Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir (Stady Kasus Di Rsud Kota Salatiga Tahun 2012)

SISTEM RUJUKAN BIDAN DENGAN KASUS PRE EKLAMSIA DAN EKLAMSIA DI RSU DR. SAIFUL ANWAR MALANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki banyak risiko

ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF PADA NY K GIII P2101 DENGAN POST DATE DI POLI OBGYNE RSUD Dr. SOEGIRI LAMONGAN TAHUN 2015

BERAT BADAN LAHIR RENDAH DENGAN KEJADIAN ASFIXIA NEONATORUM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN PERSALINAN KALA I MEMANJANG DENGAN KESEJAHTERAAN JANIN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI SURAKARTA

HUBUNGAN FAKTOR RESIKO IBU BERSALIN DENGAN KEJADIAN PARTUS LAMA DI RSIA NORFA HUSADA BANGKINANG TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. yaitu disebabkan karena abruptio plasenta, preeklampsia, dan eklampsia.

HUBUNGAN HIPERTENSI DAN KEHAMILAN POSTTERM DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA NEONATORUM

Hubungan Usia Kehamilan dan Preeklampsia dengan Asfiksia Neonatorum Bayi Baru Lahir di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang

BAB I PENDAHULUAN. Organization (WHO), salah satunya diukur dari besarnya angka kematian

HUBUNGAN PENAMBAHAN BERAT BADAN IBU SELAMA HAMIL DENGAN KEJADIAN BBLR DI RUMAH SAKIT DR. NOESMIR BATURAJA TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun kedalam jalan lahir

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu dan angka kematian perinatal. Menurut World Health. melahirkan dan nifas masih merupakan masalah besar yang terjadi di

Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai Volume IV No.1 Edisi Juni 2011, ISSN: X

HUBUNGAN KETUBAN PECAH DINI DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA NEONATORUM DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL YOGYAKARTA PERIODE NASKAH PUBLIKASI

ISSN No Media Bina Ilmiah 29

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate merupakan. indikator yang lazim digunakan untuk menentukan derajat kesehatan

FAKTOR RISIKO KEJADIAN PERSALINAN PREMATUR (STUDI DI BIDAN PRAKTEK MANDIRI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GEYER DAN PUSKESMAS TOROH TAHUN 2011)

I. PENDAHULUAN. asfiksia, hampir 1 juta bayi meninggal (WHO, 2002). Di Indonesia, dari

HUBUNGAN ANEMIA DENGAN KEJADIAN PERSALINAN PREMATUR DI RSU PKU MUHAMMADIYAH DELANGGU TAHUN 2010

BAB 1 PENDAHULUAN. angka kematian ibu dan angka kematian bayi. Kematian ibu adalah kematian

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 1, April 2016 ISSN HUBUNGAN UMUR DAN PARITAS DENGAN KEJADIAN PLASENTA PREVIA PADA IBU BERSALIN

HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD ARJAWINANGUN TAHUN 2015

B AB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menilai derajat kesehatan masyarakat, terdapat beberapa

GAMBARAN FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA ASFIKSIA NEONATURUM PADA BAYI BARU LAHIR DI RUANG PERINATALOGI RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN

KARAKTERISTIK IBU KAITANNYA DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Intra Uterine Fetal Death (IUFD)

HUBUNGAN ANTARA KETUBAN PECAH DINI DENGAN PERSALINAN PREMATUR DI RUMAH SAKIT MUTIARA BUNDA SALATIGA

BAB I PENDAHULUAN. adalah kematian ibu dan angka kematian perinatal. Di dunia, setiap menit

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan World Health Organization (WHO) tahun 2015 Angka. Kematian Ibu (AKI) di dunia khususnya bagian ASEAN yaitu 923 per

Hubungan Pengetahuan Bidan Dengan Penerapan Penggunaan Partograf di Ruang Kebidanan RSUD Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI PADA IBU BERSALIN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Cirebon, Jawa Barat, Indonesia, ABSTRAK

FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEMATIAN PERINATAL DI KABUPATEN LAMPUNG UTARA TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. bagi perkembangan dan pertumbuhan bayi selanjutnya. Salah satu masalah

HUBUNGAN KEHAMILAN POST TERM DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD DR SOEDIRMAN KEBUMEN

HUBUNGAN PERSALINAN LAMA DENGAN KEJADIAN ATONIA UTERI DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA 2009

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RUANG MEDICAL RECORD RSUD PARIAMAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kodrat dari wanita yaitu mengandung, melahirkan dan

BAB 1. terutama yaitu perdarahan 28%. Sebab lain yaitu eklamsi 24%, infeksi 11%, pelayanan obstetri belum menyeluruh masyarakat dengan layanan yang

HUBUNGAN ANTARA ANEMIA IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN BERAT BAYI LAHIR RENDAH DAN PERDARAHAN POSTPARTUM

HUBUNGAN ANEMIA PADA IBU HAMIL YANG MENJALANI PERSALINAN SPONTAN DENGAN ANGKA KEJADIAN ASFIKSIA NEONATORUM DI RSUD SRAGEN TAHUN

BAB 1 : PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas bayi karena rentan terhadap kondisi-kondisi infeksi saluran

CAIRAN AMNION TERCAMPUR MEKONIUM SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERJADINYA ASFIKSIA NEONATORUM PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA TAHUN 2009

HUBUNGAN ANTARA KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI DENGAN PARTUS PREMATUR DI RUANG (VK) BERSALIN BAPELKES RSD SWADANA JOMBANG. Sri Sudarsih*) ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. penurunan angka kematian ibu (Maternity Mortality Rate) sampai pada

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERDARAHAN POSTPARTUM PRIMER DI RSUD ROKAN HULU TAHUN 2010

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG RESIKO TINGGI KEHAMILAN DENGAN KEPATUHAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

HUBUNGAN KADAR HEMOGLOBIN DENGAN NILAI APGAR BAYI BARU LAHIR DI RSUD SUKOHARJO

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERSALINAN SECTIO CAESAREA DI RSU PKU MUHAMMADIYAH KOTA YOGYAKARTA 2016

BAB I PENDAHULUAN. waktu dan tempat, salah satunya adalah kematian janin sewaktu masih

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERSALINAN PRETERM DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA PRABUMULIH TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

kelahiran hidup. Di Yogyakarta pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KASUS FENOMENA ASFIKSIA PADA BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) (Di RSUD Kota Semarang Tahun )

HUBUNGAN UMUR DAN PARITAS DENGAN KEJADIAN ABORTUS INKOMPLIT DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAHARIFIN ACHMAD PEKANBARU TAHUN 2012

HUBUNGAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) DENGAN KEMATIAN NEONATAL DI RSUD. DR. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. 2012, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah 359 per

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial yang ibu dan

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI NEONATORUM DI RSUD UNGARAN TAHUN 2014 ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. tingginya angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB), dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan janin intrauterin mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai

BAB I PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum dimulainya

PARITAS DENGAN KEJADIAN BERAT BAYI LAHIR RENDAH DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN TAHUN Sri Handayani, Umi Rozigoh

HUBUNGAN ANTARA PERSALINAN KETUBAN PECAH DINI DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA NEONATORUM DI RSUD DR. SOESELO KABUPATEN TEGAL

KETUBAN PECAH DINI DI RSUD CIDERES KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. Perhatian terhadap upaya penurunan angka kematian neonatal. kematian bayi. Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan

Dinamika Kesehatan Vol.6 No. 1 Juli 2015 Maolinda et al.,persalinan Tindakan...

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN GRAVIDITAS DAN RIWAYAT ABORTUS DENGAN KEJADIAN RETENSIO PLASENTA PADA IBU BERSALIN DI RSUD

Transkripsi:

HUBUNGAN PARTUS LAMA DAN KETUBAN PECAH DINI DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA NEONATORUM PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD DEMANG SEPULAU RAYA TAHUN 2010 Erlita Chandra Dewi *), Septi Widiyanti, Herlina **) Abstrak. Angka Kematian Bayi di Indonesia tergolong tertinggi jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, yaitu mencapai 34 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2009. Asfiksia neonatorum terjadi karena dipengaruhi oleh faktor ibu, faktor tali pusat dan faktor bayi. Faktor ibu diantaranya hipertensi, perdarahan abnormal, preeklampsi dan eklampsi, infeksi berat, demam selama persalinan, kehamilan lewat waktu partus lama dan ketuban pecah dini. Asfiksia neonatorum merupakan penyebab tertinggi kematian bayi di Kabupaten Lampung Tengah, yaitu sebesar 57,29%. Hasil prasurvey di RSUD Demang Sepulau Raya pada tahun 2010 sebesar 27,59% bayi lahir mengalami asfiksia neonatorum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan partus lama dan ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir di RSUD Demang Sepulau Raya tahun 2010. Jenis penelitian ini adalah analitik kuantitatif dengan rancangan penelitian cross sectional. Populasinya adalah seluruh bayi baru lahir hidup yang berjumlah 837 jumlah sampelnya adalah 271 bayi. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan systematic random sampling. Cara pengumpulan data dengan studi dokumentasi menggunakan check list. Analisis data yang digunakan analisis univariat dan bivariat menggunakan uji chi square. Hasil analisis data didapatkan proporsi kejadian asfiksia nenonatorum sebanyak 46,13%, proporsi partus lama sebanyak 19,5% dan proporsi ketuban pecah dini sebanyak 18,45%. Terdapat hubungan antara partus lama dengan kejadian asfiksia neonatorum yaitu diperoleh hasil dari uji chi square X 2 hitung (8,599) > X 2 tabel (3,481), dan terdapat hubungan antara ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia neonatorum, yaitu didapatkan X 2 hitung (7,888) > X 2 tabel (3,481). Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan antara partus lama dengan kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir, dan ada hubungan antara ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir. Saran dari penelitian ini adalah perlunya melakukan deteksi dini adanya penyulit persalinan dan memberikan penyuluhan kepada ibu hamil ketika pelayanan antenatal Kata Kunci : Partus Lama, Ketuban Pecah Dini, Asfiksia Neonatorum *) Mahasiswa Prodi Kebidanan Metro, **) Dosen Prodi Kebidanan Metro Poltekkes Kementerian Kesehatan Tanjungkarang. PENDAHULUAN Latar Belakang Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi merupakan indikator yang digunakan untuk menentukan derajat kesehatan masyarakat dan ukuran penting dalam menilai keberhasilan suatu negara (Kemenkes RI, 2010 dan Depkes RI, 2009). Hasil SDKI Tahun 2007 menyebutkan bahwa AKI untuk untuk periode 5 tahun sebelum survei (2003-2007) sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2009). AKI di Kabupaten Lampung Tengah cenderung berfluktuasi, yaitu mulai dari 21 kasus tahun 2007, 13 kasus tahun 2008 dan 15 Kejadian Asfeksia Neonatorum Pada Bayi Baru Lahir 25

kasus pada tahun 2009 (Dinkes Lampung Tengah, 2010). Asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir terjadi karena ada beberapa faktor yang mempengaruhinya, yaitu faktor ibu, faktor tali pusat dan faktor bayi. Faktor ibu diantaranya hipertensi, perdarahan abnormal, preeklampsi dan eklampsi, infeksi berat, demam selama persalinan, kehamilan lewat waktu, partus lama serta ketuban pecah dini (Wiknjosastro, 2008). Partus lama ratarata di dunia menyebabkan kematian ibu sebesar 8% dan di Indonesia lebih tinggi, yaitu sebesar 9% (Muslim, 2010). Dalam thesis Ahmad pada tahun 2000 disebutkan bahwa bayi yang lahir dengan mengalami partus lama pada kelompok kasus proporsinya hampir lima kali lebih besar (43%) dibandingkan dengan kelompok kontrol (8,5%). Terbukti adanya hubungan bermakna antara partus lama dengan kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir (Ahmad, 2000). Faktor pemicu asfiksia lainnya disebabkan karena ketuban pecah dini. Pada penelitian Wisnubroto tahun 2008 yang dikutip dari Skripsi Ana Setiyana Endah Rahayu (2009) dikatakan bahwa sebanyak 39,47% bayi mengalami asfiksia neonatorum ketika terjadi KPD selama proses persalinan. Dari hasil uji statistik dengan tes Chi Square didapatkan nilai X 2 hitung (9,090) > X 2 tabel (3,481) maka H 0 ditolak dan H a diterima. Dengan demikian dapat kita ambil keputusan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara ketuban pecah dini dengan asfiksia neonatorum (Rahayu, 2009). AKB di Indonesia masih tergolong tertinggi jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, yaitu Singapura 3 per 1.000 kelahiran hidup dan Vietnam 18 per 1.000 kelahiran hidup sedangkan di Indonesia mencapai 34 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2009 (Kemenkes RI, 2010), di Provinsi Lampung AKB mencapai 43 per 1000 kelahiran hidup (Dinkes Lampung, 2010). Kematian neonatal di Kabupaten Lampung Tengah, dalam kurun waktu 2007 sampai dengan 2009 berfluktuasi. Tahun 2009 terdapat kematian neonatal sebanyak 145 (0,6%) kasus dari 24.221. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2008 sebanyak 86 kasus dari 23.551, tahun 2007 sebanyak 82 kasus dari 22.451 kelahiran hidup (Dinkes Lampung Tengah, 2010). Angka kejadian asfiksia di dunia menurut World Health Organization (WHO) adalah 19% dan di Indonesia sebesar 33,6% (Kemenkes RI, 2010). Setiap tahunnya kira-kira 3,6 juta dari 120 juta (3%) bayi baru lahir mengalami asfiksia, dan hampir satu juta bayi ini meninggal (Kemenkes RI, 2010). Pada tahun 2008 angka kematian bayi di Lampung berjumlah 785 kasus, penyebab kematian terbesar kedua yaitu asfiksia sebanyak 30,8% setelah Berat Bayi Lahir rendah (BBLR) yaitu sebesar 31,94% (Dinkes Lampung, 2008), sedangkan pada tahun 2009 asfiksia merupakan penyebab tertinggi kematian neonatal di Lampung yaitu sebesar 34,19%, disusul BBLR dengan 28,42% kemudian Pneumonia 3,63%, lalu Diare 1,71%, Tetanus Neonatorum 0,64% dan lain lain 31,42% (Dinkes Lampung, 2010). Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2008 penyebab utama dari kematian neonatal adalah asfiksia sebanyak 55 kasus (57.29%), diikuti BBLR dengan 30 kasus (31.25%), Cacat Bawaan 7 kasus (7.29%), Aspirasi Air Ketuban 2 kasus (2.08%), ikterus dan sepsis masingmasing 1 kasus (1.04%) (Dinkes Lampung Tengah, 2009). Pada tahun 2009 kejadian asfiksia mengalami peningkatan yaitu 37 kasus (43%), disusul BBLR dengan 24 kasus (28%), dan penyebab lain 25 kasus (29%) (Dinkes Lampung Tengah, 2010). Sama Kejadian Asfeksia Neonatorum Pada Bayi Baru Lahir 26

juga halnya dengan penyebab utama kematian neonatal di Kabupaten Lampung Utara pada tahun 2009, yaitu asfiksia dan BBLR dengan jumlah yang sama yaitu sebesar 35,38%, dan penyebab lain sebesar 29,24% (Dinkes Lampung Utara, 2010). Berbeda dengan Kota Metro, asfiksia menempati urutan kedua penyebab kematian neonatal yaitu sebesar 27,6%, setelah BBLR sebesar 37,9% (Dinkes Kota Metro, 2010). Menurut prasurvey di Medical Record RSUD Demang Sepulau Raya, kasus Asfiksia Neonatorum meningkat selama 3 tahun berturut turut, yaitu pada tahun 2007 sebanyak 122 dari 551 bayi lahir dengan asfiksia neonatorum (22,14%), pada tahun 2008 yaitu sebanyak 173 dari 752 (23,01%), pada tahun 2009 sebanyak 160 dari 691(23,16%). Kasus Partus Lama juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun yaitu pada tahun 2007 ada 41 dari 551 (7,44%) persalinan, tahun 2008 sebanyak 57 kasus dari 752 persalinan (7,58%), tahun 2009 sebanyak 53 kasus dari 691 persalinan (7,67%), sedangkan untuk kasus Ketuban Pecah Dini pada tahun 2007 ada 51 dari 551 (9,52%) persalinan, meningkat pada tahun 2008 yaitu sebanyak 71 kasus dari 752 persalinan (9,44%), dan kembali mengalami peningkatan pada tahun 2009 yaitu sebanyak 68 kasus dari 691 persalinan (9,84%) (Rekam Medik RSUD Demang Sepulau Raya, 2010). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan partus lama dan ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir di RSUD Demang Sepulau Raya tahun 2010. METODOLOGI Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan metode penelitian analitik dan rancangan cross sectional (potong lintang), digunakan mengetahui hubungan partus lama dan ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir di RSUD Demang Sepulau Raya tahun 2010. Populasi dalam penelitian ini adalah bayi baru lahir yang dilahirkan di RSUD Demang Sepulau Raya Tahun 2010 yang berjumlah 837 bayi. Besar sampel penelitian ini berjumlah 271 bayi. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan systematic random sampling. Cara pengumpulan data dengan studi dokumentasi menggunakan check list. Analisis data yang digunakan analisis univariat dan bivariat menggunakan uji chi square. HASIL PENELITIAN 1. Analisis Univariat Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan terhadap tiap tabel dari hasil penelitian yang pada umumnya dalam analisa ini hanya menghasilkan distribusi dan presentasi dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010). Analisis univariat yang dilakukan untuk menggambarkan distribusi frekuensi variabel penelitian yaitu proporsi persalinan dengan partus lama, ketuban pecah dini dan kejadian asfiksia neonatorum. Hasil peneltian menunjukkan bahwa dari 271 ibu bersalin yang menjadi sampel, sebanyak 53 ibu bersalin (15,56%) yang mengalami partus lama, dan sebanyak 218 ibu bersalin (80,44%) tidak mengalami partus lama. Dari 271 ibu bersalin yang menjadi sampel penelitian, sejumlah 50 ibu bersalin (18,45%) mengalami ketuban pecah dini (KPD) dan sejumlah 221 ibu bersalin (81,55%) tidak mengalami ketuban pecah dini (KPD). Dan dari 271 ibu bersalin yang menjadi sampel penelitian, sejumlah 50 ibu bersalin Kejadian Asfeksia Neonatorum Pada Bayi Baru Lahir 27

(18,45%) mengalami ketuban pecah dini (KPD) dan sejumlah 221 ibu bersalin (81,55%) tidak mengalami ketuban pecah dini (KPD). 2. Analisis Bivariat a. Hubungan partus lama dengan kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir Tabel 1 Hubungan Partus Lama dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum Pada Bayi Baru Lahir Di RSUD Demang Sepulau Raya Tahun 2010 Variabel Asfiksia Neonatorum Partus Ya Tidak Jumlah Lama N % N % N % Ya 34 64,15 19 35,85 53 19,56 Tidak 91 41,74 127 58,26 218 80,44 Jumlah 125 46,13 146 53,87 271 100 OR 2,497 X 2 hitung = 8,599 X 2 tabel = 3,481 Tabel 1 didapatkan data dari 271 responden sebanyak 53 responden (19,56%) bersalin dengan komplikasi partus lama, dan dari 53 yang mengalami komplikasi tersebut, sebanyak 34 (64,15%) bayinya mengalami asfiksia neonatorum. Sedangkan dari 218 responden (80,44%) yang tidak partus lama, sebanyak 91 (41,74%) bayinya mengalami asfiksia. Hasil analisis hubungan partus lama dan asfiksia neonatorum melalui uji X 2 dengan dk=1 didapatkan X 2 tabel = 3,481 dan X 2 hitung = 8,599, jadi (X 2 hitung > X 2 tabel), maka H 0 ditolak dan H a diterima yang berarti ada hubungan antara partus lama dengan kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir. Hasil analisis juga diperoleh Odds Ratio 2,497 artinya bayi yang dilahirkan dari ibu bersalin yang mengalami partus lama mempunyai resiko melahirkan bayi dengan asfiksia neonatorum 2,497 kali dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan dari ibu yang tidak mengalami partus lama saat bersalin. b. Hubungan ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir Tabel 2 Hubungan Ketuban Pecah Dini dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum Pada Bayi Baru Lahir Di RSUD Demang Sepulau Raya Tahun 2010 Variabel KPD Asfiksia Neonatorum Jumlah Ya Tidak N % N % N % Ya 32 64,0 18 36,0 50 18,45 Tidak 93 42,08 128 57,92 221 81,55 Jumlah 125 46,13 146 53,87 271 100 OR 2,447 X 2 hitung = 7,888 X 2 tabel = 3,481 Tabel 2 didapatkan data dari 271 responden sebanyak 50 responden (18,45%) bersalin dengan komplikasi ketuban pecah dini, dan dari 50 yang mengalami komplikasi tersebut, sebanyak 32 (64,0%) bayinya mengalami asfiksia neonatorum. Sedangkan dari 221 responden (81,55%) yang tidak ketuban pecah dini, sebanyak 93 (42,08%) bayinya mengalami asfiksia. Hasil analisis hubungan partus lama dan asfiksia melalui uji X 2 dengan dk=1 didapatkan X 2 tabel = 3,481 dan X 2 hitung = 7,888, jadi (X 2 hitung > X 2 tabel), maka H 0 ditolak dan H a diterima yang berarti ada hubungan antara ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir. Hasil analisis juga diperoleh Odds Ratio 2,447 artinya bayi yang dilahirkan dari ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah dini mempunyai resiko melahirkan bayi dengan asfiksia neonatorum 2,447 kali dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan dari ibu yang tidak mengalami komplikasi ketuban pecah dini saat bersalin. Kejadian Asfeksia Neonatorum Pada Bayi Baru Lahir 28

PEMBAHASAN 1. Proporsi Asfiksia Neonatorum pada Bayi Baru Lahir Dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa bayi baru lahir yang mengalami asfiksia neonatorum di RSUD Demang Sepulau Raya tahun 2010 ada 125 (46,13%) dari 271 responden. Hasil penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Naufal (2008) di RSU. Dr. F. L. Tobing Sibolga, yang menyatakan bahwa bayi baru lahir dengan asfiksia neonatorum yaitu sebanyak 130 bayi (22,76%) dari 571 bayi baru lahir hidup. Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa angka kejadian asfiksia neonatorum di RSUD Demang Sepulau Raya masih tinggi. Hal senada juga dikemukakan Ifan (2010) dalam penelitiannya yang menyatakan bahwa asfiksia neonatorum merupakan penyebab kematian paling tinggi, yaitu sekitar 25,2 % di salah satu Rumah Sakit di Provinsi Jawa Barat. Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan pertukaran gas serta transport O 2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O 2 dan dalam menghilangkan CO 2 (Prawiroharjo, 2007). Asfiksia neonatorum dapat juga terjadi bila janin kekurangan O 2 dan kadar CO 2 bertambah, timbullah rangsangan terhadap Nervus Vagus sehingga bunyi jantung janin menjadi lambat. Bila kekurangan O 2 ini terus berlangsung, maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbullah kini rangsangan dari nervus simpatikus. Denyut jantung janin menjadi cepat akhirnya irregular dan menghilang. Kekurangan O 2 juga merangsang usus, sehingga mekoneum keluar sebagai tanda janin mengalami asfiksia neonatorum (Mochtar, 1998). Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O 2 dan makin meningkatkan CO 2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Manuaba, 1998). Menurut Markum (2002) asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir dimana saat dia lahir mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O 2 dan bayi kesulitan mengeluarkan CO 2. Pada bayi yang mengalami kekurangan oksigen akan terjadi pernafasan yang cepat dalam periode yang singkat. Apabila asfiksia berlanjut gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung juga mulai menurun, sedangkan tonus neuromuscular berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apnea primer. Biasanya pemberian rangsangan dan oksigen selama periode ini dapat merangsang pernafasan spontan. Apabila asfiksia berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan megap-megap yang dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga menurun dan bayi terlihat lemas. Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apnu sekunder. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi, kecuali apabila resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian oksigen dimulai dengan segera. (Saifuddin, 2009). Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia/hipoksia janin. Diagnosis anoksia/hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin (Prawiroharjo, 2002). Upaya pencegahan komplikasi pada saat persalinan di RSUD Demang Sepulau Raya menjadi sesuatu hal yang penting untuk diperhatikan sehubungan dengan kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir. Menilai bayi baru lahir dengan penilaian selintas lebih Kejadian Asfeksia Neonatorum Pada Bayi Baru Lahir 29

efisien dibandingkan menggunakan nilai APGAR. Penilaian selintas yaitu dengan hanya melihat warna kulit dan apakah bayi menangis atau tidak saja, karena apabila menggunakan nilai APGAR untuk menentukan kapan resusitasi dimulai, hal itu bisa menyebabkan keterlambatan dalam pengambilan keputusan. 2. Proporsi Partus Lama Temuan hasil analisis data yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa ibu bersalin yang mengalami partus lama ada 53 (19,56%) dari 271 ibu yang bersalin di RSUD Demang Sepulau Raya tahun 2010. Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan kejadian partus lama di RSIA Siti Fatimah Makasar tahun 2006 yaitu sekitar 2,89 % dari seluruh persalinan (Indriyani; Amirudin, 2006) dan data di RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2009 kejadian partus lama sebanyak 2,75% dari seluruh persalinan (Yulie, 2011). Dari data tersebut dapat dibandingkan bahwa kasus partus lama di RSUD Demang Sepulau Raya masih tergolong tinggi. Partus lama itu sendiri dapat didefinisikan sebagai persalinan dengan fase laten lebih dari 8 jam atau persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih, tetapi bayi belum lahir dan dilatasi serviks di kanan garis waspada persalinan aktif (Syaifuddin, 2009). Menurut Nugraheny (2009) Partus lama adalah persalinan yang terjadi lebih dari 24 jam pada primi dan lebih dari 18 jam pada multigravida. Sedangkan menurut Manuaba (1998) partus lama adalah persalinan pada primigravida berlangsung lebih dari 18 20 jam dan multigravida lebih dari 12-24 jam. Partus lama merupakan satusatunya komplikasi persalinan yang mengakibatkan begitu banyak morbiditas kronis (Amaliah, 2010). Semakin lama proses persalinan, maka semakin tinggi pula morbiditas dan mortalitas janin dan semakin sering terjadi asfiksia akibat partus lama itu sendiri (Oxorn, 2010). Menurut Oxorn (2003) Partus lama dapat terjadi bila persalinan tidak ditangani dengan baik, sehingga dapat menyebabkan proses persalinan tidak berjalan lancar kemudian lama persalinan lebih lama dari normal. Partus lama akan menyebabkan infeksi, kehabisan tenaga, dehidrasi pada ibu, kadang dapat terjadi pendarahan post partum yang dapat menyebabkan kematian ibu. Partus lama biasanya mengakibatkan gawat janin, infeksi, cedera, hipoksia atau asfiksia dan kematian bayi (Saifuddin, 2009) Pemantauan setiap ibu bersalin dengan menggunakan partograf harus selalu dilakukan penolong persalinan, sehingga apabila terjadi kelainan misalnya terjadi partus lama dapat dideteksi lebih awal dan penatalaksanaannya dapat segera dilakukan. 3. Proporsi Ketuban Pecah Dini Hasil penelitian data diperoleh dari 271 sampel ibu bersalin, 50 (18,45%) mengalami komplikasi Ketuban Pecah Dini (KPD) dari catatan medical record RSUD Demang Sepulau Raya tahun 2010. Dalam penelitian Rahayu (2009) di Rumah Sakit Umum Swadana Sumedang, insidensi KPD berkisar 4,5 % sampai 7,6 % dari seluruh kehamilan dan angka kematian perinatal bayi prematur meningkat nyata jika terdapat ketuban pecah dini (KPD). Menurut Oxorn (2003) insidensi terjadinya KPD antara 10% sampai 12%. Dari data data tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa kejadian ketuban pecah dini di RSUD Demang Sepulau Raya masih tinggi. Dimana teori menyatakan bahwa, Ketuban Pecah Dini ialah ruptur membran yang terjadi sebelum kontraksi pada kehamilan cukup bulan (Walsh, 2008). Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan Kejadian Asfeksia Neonatorum Pada Bayi Baru Lahir 30

membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan servik. Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam obstetrik berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi khorioamnionitis sampai sepsis yang meningkatkan mortalitas dan morbiditas perinatal (Prawirohardjo, 2007). Antara 50 sampai 70 persen pasien-pasien ketuban pecah dini akan mengalami persalinan secara spontan dalam waktu 48 jam (Oxorn, 2003). Penyebab kematian langsung adalah kematian ibu karena akibat langsung 65% adalah karena ketuban pecah dini (KPD) yang banyak menimbulkan infeksi pada ibu dan bayi (Prawirohardjo, 2002). Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden seksio sesarea atau gagalnya persalinan normal (Prawirohardjo, 2007). Ketuban pecah dini menyebabkan hubungan langsung antara dunia luar dan ruangan dalam rahim, sehingga memudahkan terjadinya infeksi ascenden. Salah satu fungsi selaput ketuban adalah melindungi atau menjadi pembatas dunia luar dan ruangan dalam rahim sehingga mengurangi kemungkinan infeksi. Makin lama periode laten, makin besar kemungkinan infeksi dalam rahim, persalinan prematuritas dan selanjutnya meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian ibu dan bayi atau janin dalam rahim (Manuaba, 1998). Penyuluhan tentang tanda bahaya yang menyertai kehamilan serta asuhan antenatal perlu ditingkatkan lagi agar kompliksi pada persalinan khususnya ketuban pecah dini dapat dicegah. 4. Hubungan Partus Lama dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum pada Bayi Baru Lahir Hasil analisis hubungan partus lama dan asfiksia neonatorum melalui uji X 2 dengan dk=1 didapatkan X 2 tabel = 3,481 dan X 2 hitung = 8,599, jadi (X 2 hitung > X 2 tabel), maka H 0 ditolak dan H a diterima yang berarti ada hubungan antara partus lama dengan kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir. Hasil analisis juga diperoleh Odds Ratio 2,497 artinya bayi yang dilahirkan dari ibu bersalin yang mengalami partus lama mempunyai resiko melahirkan bayi dengan asfiksia neonatorum 2,497 kali dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan dari ibu yang tidak mengalami partus lama saat bersalin. Hal ini sesuai dengan penelitian Ahmad (2000) di Rumah Sakit Umum Dr. Adjidarmo Rangkasbitung yaitu dari keseluruhan sampel, bayi yang lahir dengan mengalami persalinan lama pada kelompok kasus proporsinya hampir lima kali lebih besar (43%) dibanding kelompok kontrol (8,5%). Kelompok kasus adalah bayi yang lahir dengan asfiksia neonatorum, sedangkan kelompok kontrol adalah bayi yang lahir tidak dengan asfiksia neonatorum. Terbukti adanya hubungan bermakna antara persalinan lama dengan kejadian asfiksia neonatorum pada bayi yang lahir. Dimana teori juga menyatakan bahwa partus lama akan menyebabkan infeksi, kehabisan tenaga, dehidrasi pada ibu, kadang dapat terjadi pendarahan post partum yang dapat menyebabkan kematian ibu. Pada partus lama biasanya mengakibatkan gawat janin, infeksi, cedera, hipoksia atau asfiksia yang dapat meningkatkan kematian bayi (Saifuddin, 2009). Partus lama dapat juga terjadi karena kecemasan yang berlebihan terhadap persalinan yang menyebabkan kontraksi rahim tidak efisien (Oxorn, 2010) karena terlalu lama di dasar panggul maka akan terjadi rangsangan Kejadian Asfeksia Neonatorum Pada Bayi Baru Lahir 31

pernapasan yang menyebabkan aspirasi lendir dan air ketuban (Manuaba, 1998). Partus lama dapat menyebabkan asfiksia pada bayi baru lahir karena setiap tambahan waktu, menyebabkan keadaan bayi yang di dalam rahim semakin letih, karena setiap kali ibu merasakan sakit, berarti rahimnya berkontraksi, dan menyebabkan darah berkurang ke plasenta, sehinga bayi mengalami kekurangan oksigen dan makanan yang di butuhkannya (Suheimi, 2007) Terdapat hubungan antara partus lama dengan kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir, karena pada saat terjadi perpanjangan waktu saat persalinan, berarti ibu akan lebih sering mengejan dan rahimnya pun akan lebih sering berkontraksi dan hal itu dapat menyebabkan aliran darah ke plasenta berkurang, sehingga bayi kekurangan oksigen dan makanan yang dibutuhkan. Akibatnya saat lahir bayi mengalami asfiksia. Salah satu cara untuk menghindarinya adalah dengan mencegah terjadinya partus lama. Mencegah terjadinya partus lama dapat menggunakan partograf untuk memantau kondisi ibu dan janin serta kemajuan proses persalinan dan penanganan segera bayi baru lahir. Tindakan lain yang perlu terus dilakukan ialah dengan memberikan penyuluhan khususnya ibu hamil untuk selalu memeriksakan kehamilannya secara teratur guna mendeteksi secara dini adanya penyulit dalam persalinan. 5. Hubungan Ketuban Pecah Dini dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum pada Bayi Baru Lahir Hasil analisis hubungan partus lama dan asfiksia melalui uji X 2 dengan dk=1 didapatkan X 2 tabel = 3,481 dan X 2 hitung = 7,888, jadi (X 2 hitung > X 2 tabel), maka H 0 ditolak dan H a diterima yang berarti ada hubungan antara ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir. Hasil analisis juga diperoleh Odds Ratio 2,447 artinya bayi yang dilahirkan dari ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah dini mempunyai resiko melahirkan bayi dengan asfiksia neonatorum 2,447 kali dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan dari ibu yang tidak mengalami komplikasi ketuban pecah dini saat bersalin. Hal ini juga sesuai dengan penelitian retrospektif yang dilakukan Halimah; Candra; Wisnubroto (2008) di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan September 2007-Mei 2008 bahwa sebanyak 63,16% bayi mengalami asfiksia neonatorum ketika terjadi KPD selama proses persalinan. Hal tersebut didukung oleh teori yang menyatakan bahwa, ketuban pecah dini merupakan salah satu faktor penyebab asfiksia neonatorum dan infeksi. Hipoksia pada janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan pertukaran transport gas O 2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O 2 dan dalam menghilangkan CO 2 (Prawirohardjo, 2007). Semakin lama periode laten, semakin lama pula kala satu persalinan dan semakin besar insidensi infeksi. Janin bisa terinfeksi sekalipun tidak terlihat tanda-tanda sepsis pada ibu. Tempat paling sering mengalami infeksi adalah traktus respiratorius (Oxorn, 2003). Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat (Prawirohardjo, 2007). Gangguan ini dapat berlangsung secara menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan atau secara mendadak karena hal-hal yang diderita pada ibu dalam persalinan. Dapat terjadi infeksi maternal dan neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya Kejadian Asfeksia Neonatorum Pada Bayi Baru Lahir 32

insiden seksio sesarea atau gagalnya persalinan normal (Prawirohardjo, 2007). Ada hubungan antara ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir, karena saat ketuban pecah pada posisi kepala janin belum masuk ke pintu atas panggul maka kepala janin mengikuti aliran air ketuban, sehingga kepala bayi terjepit dan mengakibatkan bayi hipoksia dan saat lahir bayi akan mengalami asfiksia neonatorum. Untuk mengantisipasinya, maka perlu dilakukan deteksi dini selama kehamilan, bila perlu setidaknya satu kali selama kehamilan untuk melakukan pemeriksaan USG (ultrasonografi) untuk mengukur cairan amnion dan kondisi lainnya yang bertujuan untuk mengurangi bahaya pada ibu dan janin. Selain itu, tenaga kesehatan juga khususnya bidan untuk lebih meningkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan serta meningkatkan penyuluhan dan promosi kesehatan tentang komplikasi dan tanda bahaya saat kehamilan dan persalinan serta faktor faktor yang menyebabkannya, agar ibu hamil dan bersalin lebih waspada terhadap faktor faktor tersebut. KESIMPULAN Kesimpulan penelitian sebagai berikut : 1. Proporsi Asfiksia Neonatorum di RSUD Demang Sepulau Raya Tahun 2010 sebanyak 46,13% dari 271 responden. 2. Proporsi Partus Lama di RSUD Demang Sepulau Raya Tahun 2010 sebanyak 19,5% dari 271 responden. 3. Proporsi Ketuban Pecah Dini di RSUD Demang Sepulau Raya Tahun 2010 sebanyak 18,45% dari 271 responden 4. Ada hubungan yang antara partus lama dengan kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir dengan nilai X 2 hitung (8,599) > X 2 tabel (3,841) 5. Ada hubungan yang antara ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir dengan nilai X 2 hitung (7,888) > X 2 tabel (3,841) SARAN 1. Bagi petugas kesehatan di RSUD Demang Sepulau Raya a. Diharapkan melakukan upaya penyuluhan kepada ibu hamil ketika pelayanan antenatal tentang faktor-faktor resiko dan upaya persalinan normal. b. Pada bagian rekam medik sebaiknya penyusunan status pasien lebih ditata dan dilengkapi agar lebih mudah dalam pengambilan data c. Penelitian ini bisa dijadikan sebagai masukan dalam pengelolaan Partus Lama dan Ketuban Pecah Dini serta Bayi Baru lahir yang mengalami Asfiksia Neonatorum di RSUD Demang Sepulau Raya oleh para petugas kesehatan. 2. Bagi peneliti selanjutnya Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai masukan untuk penelitian selanjutnya yang lebih lengkap mengenai asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir. DAFTAR PUSTAKA Ahmad, 2000, Hubungan Persalinan Lama dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum pada Bayi Baru Lahir di RSUD Dr. Adjidarmo Rangkas bitung Tahun 2000, http://www.lontar.ui.ac.id//opac/themes/l ibri2/detail.jsp?id=74222&lokasi=lokal [28 April 2011] A.H Markum, 2002, Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta: FKUI. Amaliah, Lia, 2010, Hubungan antara Penolong Persalinan dengan Kejadian Persalinan Kejadian Asfeksia Neonatorum Pada Bayi Baru Lahir 33

Lama di Jawa Barat, http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi /16/937bd2de0d6b0b7cd8217fd2be6782 29cfec008e.pdf [28 April 2011] Departemen Kesehatan RI, 2007, Profil Kesehatan RI Tahun 2006, Jakarta Departemen Kesehatan RI, 2009, Profil Kesehatan RI Tahun 2008, Jakarta, 162 halaman Dinas Kesehatan Lampung, 2008, Profil Kesehatan Lampung Tahun 2007, Lampung Dinas Kesehatan Lampung, 2010, Profil Kesehatan Lampung Tahun 2009, Lampung Dinas Kesehatan Lampung Tengah, 2010, Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Bidang Kesehatan Lampung Tengah Tahun 2009, Gunung Sugih, 113 halaman Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Tengah, 2010, Profil Kesehatan Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2009, Gunung Sugih, Lampung Tengah Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Utara, 2010, Profil Kesehatan Kabupaten Lampung Utara Tahun 2009, Kotabumi, Lampung Utara Dinas Kesehatan Kota Metro, 2010, Profil Kesehatan Kota Metro Tahun 2009, Metro Halimah,S.N; Candra, D; Wisnubroto, A.P, 2008, Hubungan Kejadian Ketuban Pecah Dini Pada Saat Persalinan Dengan Kejadian Asfiksia Bayi Baru Lahir (BBL), http://www.scribd.com/doc/15689407 [12 April 2010] Indriyani, Dhika; Amirudin, Ridwan, 2007, Faktor Risiko Kejadian Partus Lama di RSIA Siti Fatimah Makasar Tahun 2006, http://ridwanamiruddin.wordpress.com/2 007/05/31/faktor-risiko-partus-lama-dirsia-siti-fatimah-makassar/ [8 april 2011] Kementerian Kesehatan RI, 2010, Profil Kesehatan RI Tahun 2009, Jakarta Manuaba, Ida Bagus Gde, 1998, Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan, EGC, Jakarta, 507 halaman Muslim, Zitatal Khairul, 2010, Askeb Partus Macet,http://duta4diagnosa.blogspot.com [8 april 2011] Mochtar, Rustam, 1998, Sinopsis Obstetri (Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi), Edisi 2, EGC, Jakarta, 453 halaman Notoatmodjo, Soekidjo, 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, 243 halaman Nugraheny, Esti, 2010, Asuhan Kebidanan Pathologi, Pustaka Rihana, Yokyakarta, 188 halaman Oxorn, Harry; Forte, William R, 2010, Ilmu Kebidanan : Patologi dan Fisiologi Persalinan, Yayasan Essentia Medica (YEM), Yokyakarta, 708 halaman Oxorn, Harry; Forte, William R, 2003, Ilmu Kebidanan : Patologi dan Fisiologi Persalinan, Yayasan Essentia Medica (YEM), Yokyakarta Prawiroharjo, Sarwono, 2007, Ilmu Kebidanan, YBP-SP, Jakarta, 991 halaman Rahayu, Ana Setiyana Endah, 2009,Hubungan Antara Lama Ketuban Pecah Dini Terhadap Nilai Apgar,http://etd.eprints.ums.ac.id/7139/2 /J500050051.pdf [8 april 2011] Rekam Medik RSUD Demang Sepulau Raya, 2010 Saifuddin, Abdul Bari, 2009, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, YBP-SP, Jakarta, 608 halaman Suheimi, 2007, Persalinan Macet, http://www.mailarchive.com/rantaunet@ googlegroups.com/msg00628.html [ 8 april 2011] Walsh Linda V, 2008, Buku Ajar Kebidanan Komunitas, Jakarta: EGC Wiknjosastro, Gulardi H, dkk, 2008, Asuhan Persalinan Normal, JNPK-KR, Jakarta, 195 halaman Yulie, 2011, KTI Faktor faktor yang Mempengaruhi Partus Lama, http://yulielollipuplophe.blogspot.com/2 011/07/kti-faktor2-yang-mempengaruhipartus.html [ 8 Agustus 2011] Kejadian Asfeksia Neonatorum Pada Bayi Baru Lahir 34