BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PELATIHAN PENGEMBANGAN SILABUS DAN RPP MATA PELAJARAN IPS TERINTEGRASI PENDIDIKAN KARAKTER PADA GURU IPS SMP DI MGMP SLEMAN

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini masalah kenakalan remaja menjadi semakin

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk membentuk karakter peserta

BAB I PENDAHULUAN. bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di Negaranegara maju membawa pengaruh dan manfaat

I. PENDAHULUAN. positif dan negatif pada suatu negara. Orang-orang dari berbagai negara

2015 STUDI TENTANG PERAN PONDOK PESANTREN DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SANTRI AGAR MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu kebutuhan yang penting bagi setiap bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya. Pendidikan dapat dimaknai sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. merubah dirinya menjadi individu yang lebih baik. Pendidikan berperan

memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari kehidupan suatu bangsa. Pendidikan menjadi sarana dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan karakter merupakan suatu upaya penanaman nilai-nilai karakter

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamika perubahan sosial budaya masyarakat. mengembangkan dan menitikberatkan kepada kemampuan pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 Bab 2 Pasal

Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3)

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS dan PKn

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 3 Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003 (Burhanuddin, 2007: 82), mengungkapkan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang baik dalam keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. dimiliki agar dapat hidup bermasyarakat dan memaknai hidupnya dengan nilai-nilai pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan tuntutan baru dalam masyarakat. Perubahan tersebut. terlebih jika dunia kerja tersebut bersifat global.

BAB I PENDAHULUAN. kearah suatu tujuan yang dicita-citakan dan diharapkan perubahan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan

PENGARUH MANAJEMEN PEMBELAJARAN REMIDIAL DENGAN TUGAS BERSTRUKTUR TERHADAP HASIL BELAJAR PKN DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sebagai tempat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. Taqwa, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 1. Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 7.

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran di sekolah dasar era globalisasi. menjadi agen pembaharuan. Pembelajaran di Sekolah Dasar diharapkan dapat

I. PENDAHULUAN. Media dalam pendidikan digunakan untuk membantu dalam menyampaikan

BAB 1 PENDAHULUAN. murid, siswa, mahasiswa, pakar pendidikan, juga intektual lainnya.ada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pada usia dini merupakan masa keemasan dimana pada masa ini setiap aspek

I. PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan biasanya berawal saat seorang bayi itu dilahirkan dan berlangsung seumur hidup. Menurut M.J.

BAB I PENDAHULUAN. Negara (Undang-Undang No. 20 Tahun 2003) informal dapat melalui keluarga dan lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan dalam dunia pendidikan dilaksanakan dalam. rangka meningkatkan kualitas manusia yang berhubungan dengan proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. disebut dengan tata tertib. Siswa dituntut untuk menaati tata tertib sekolah di

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi tuntutan wajib bagi setiap negara, pendidikan memegang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemakaian seragam sekolah terhadap siswa di dalam suatu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Dari ketiga hal tersebut terlihat jelas bahwa untuk mewujudkan negara yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana mengubah kepribadian dan pengembangan diri. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan matematika dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Binti Maunah, Landasan Pendidikan, Sukses Offset, Yogyakarta, 2009, hlm. 3 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan sebuah negara. Maka dari itu, jika ingin memajukan sebuah negara terlebih dahulu

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5).

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan ditujukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia,

BAB I PENDAHULUAN. sebelumnya. Pengetahuan ini dapat juga disebut sebagai pendidikan.

BAB 1 PENDAHULUAN. pembelajaran. Karena itu guru harus dapat membuat suatu pengajaran menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Istilah pendidikan sudah tidak asing lagi bagi manusia, Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. sampai mencapai kedewasaan masing-masing adalah pendidikan. Pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu topik yang menarik untuk dibahas, karena

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Undang No.20 tahun 2003). Pendidikan memegang peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

BAB 1 PENDAHULUAN. Nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia di dunia ini, sebagian adalah berisi pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. hlm Eva Latipah, Pengantar Psikologi Pendidikan, PT Pustaka Insani Madani, Yogyakarta,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tentu tidak dapat dipisahkan dari semua upaya yang harus dilakukan untuk

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha membina kepribadian dan kemajuan manusia

BAB I PENDAHULUAN. patriotisme, dan ciri khas yang menarik (karakter) dari individu dan masyarakat bangsa

A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indri Cahyani

BAB I PENDAHULUAN. peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk

BAB I PENDAHULUAN. beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Tidak seorangpun yang dilahirkan

BAB I PENDAHULUAN. dengan gerakan, tidak sekedar sikap atau ucapan. berusaha mewujudkan dalam perbuatan dan tindakan sehari hari.

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembelajaran adalah suatu proses yang tidak mudah. menggunakan pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar.

BAB I PENDAHULUAN. tetap diatasi supaya tidak tertinggal oleh negara-negara lain. pemerintah telah merancang Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

I. PENDAHULUAN. kehidupan lainnya seperti keluarga, sosial kemasyarakatan, pemerintahan,

BAB I PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah merupakan kewajiban bagi seluruh. pendidikan Nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab I ini, akan memaparkan beberapa sub judul yang akan digunakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara juga. meningkatkan kualitas pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan di berbagai bidang pendidikan. Pendidikan sangat penting bagi

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Belajar merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua kegiatan peserta didik dalam menuntut ilmu di lembaga pendidikan formal. Dalam dunia pendidikan, belajar merupakan proses peserta didik yang tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti. Menurut Mulyasa (2002) belajar merupakan suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian. Oleh karena itu dalam belajar terjadi suatu perubahan tingkah laku. Belajar juga merupakan perubahan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respon yang baru yang membentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan (Suyono dan Hariyanto (2011: 11).. Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar, 2009), ternyata kesuksesan seseorang tidak semata-mata ditentukan oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Hasil dari penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan seseorang hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Pendidikan nasional berfungsi membentuk karakater peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun, dan berinteraksi dengan masyarakat. Konsep pendidikan karakter dalam pendidikan nasional dimaksudkan agar pendidikan memiliki fungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangkan mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab (Kemendiknas, 2010). 1

2 Pemerintah mencanangkan penerapan pendidikan karakter untuk semua tingkat pendidikan dari SD sampai Perguruan Tinggi. Menurut Muhammad Nuh (dalam Sri Narwani, 2011: 1) pembentukan karakter perlu dilakukan sejak usia dini. Jika karakter sudah terbentuk sejak usia dini maka ketika anak telah remaja atau dewasa nanti kepribadiannya telah terbentuk mapan dan tidak mudah terpengaruh pergaulan yang negatif, karena relatif sulit untuk mengubah karakter seseorang yang telah terbentuk mapan, demikian pula sebaliknya. Banyaknya tindakan amoral yang dilakukan peserta didik seperti menyontek, tawuran, membolos, maupun kenakalankenakalan lainnya mengindikasikan bahwa pendidikan formal belum maksimal dalam membentuk karakter peserta didik. Pendidikan karakter di sekolah memang sangat diperlukan jika melihat kondisi seperti sekarang, walaupun dasar pendidikan karakter adalah di dalam keluarga. Sekolah merupakan wahana strategis yang memungkinkan setiap peserta didik, dengan latar belakang sosial budaya yang beragam, untuk saling berinteraksi di antara sesama, saling menyerap nilai nilai budaya yang berlainan, dan beradaptasi sosial, (Muslih, 2011:44). Pendidikan karakter tidak sekadar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah kepada anak, tetapi lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang yang baik sehingga peserta didik paham, mampu merasakan, dan mau melakukan hal yang baik. Menurut Mochtar Buchori (2007:11), pada dasarnya pendidikan karakter seyogyanya mampu membawa peserta didik mengenal nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan pada akhirnya kepada pengamalan akan nilainilai secara nyata. Proses pembelajaran merupakan fenomena yang kompleks. Guru lebih banyak berhubungan dengan pola pikir peserta didik di mana setiap peserta didik (siapa pun, di manapun) memiliki setumpuk kata, pikiran, tindakan yang dapat mengubah lingkungan baik di keluarga, di sekolah maupun di masyarakat. Proses pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang bernilai edukatif yang mana nilainilai edukatif tersebut mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dan peserta didik. Proses pembelajaran dikatakan bernilai edukatif karena kegiatan tersebut dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan sebelumnya. Guru dengan sadar merencanakan kegiatan pembelajaran secara

3 sistematis dengan memanfaatkan berbagai sumber dan media guna kepentingan pembelajaran (Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, 2006 : 1). Salah satu nilai yang penting dalam pendidikan karakter adalah kedisiplinan. Rasdiana (2005:28) mendefinisikan disiplin adalah kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu sistem yang mengharuskan orang untuk tunduk pada keputusan, perintah atau peraturan yang berlaku. Kedisiplinan yang diterapkan di sekolah menjadi sangat penting jika dikaitkan dengan keberhasilan belajar peserta didik, hal itu pulalah yang harus saling mendukung antara peranan kedisiplinan terhadap kemauan belajar peserta didik. Begitu juga dengan kemauan belajar peserta didik, Kegiatan untuk menumbuhkan kemauan belajar peserta didik bukanlah hal mudah untuk dilakukan. Rendahnya kepedulian orang tua dan guru serta kedisiplinan yang diterapkan di sekolah, merupakan salah satu penyebab sulitnya menumbuhkan kemauan belajar anak. Kedisiplinan dianggap sebagai sarana agar proses belajar mengajar dapat efektif, oleh karena itu perilaku yang dianggap tidak mendukung proses belajar mengajar dianggap merupakan masalah disiplin (Sukadji, 2000). Oleh karena itu, dengan ditanamkannya kedisiplinan dalam diri peserta didik maka terciptalah peserta didik yang tidak hanya berprestasi akademik namun juga berkepribadian dan berperilaku tertib serta memiliki pengendalian diri yang baik. Peserta didik perlu dibimbing dan ditunjukkan mana perbuatan yang melanggar tata tertib dan mana perbuatan yang menunjang terlaksananya proses belajar mengajar dengan baik. Motivasi merupakan faktor penggerak maupun dorongan yang dapat memicu timbulnya rasa semangat dan juga mampu merubah tingkah laku manusia atau individu untuk menuju pada hal yang lebih baik untuk dirinya sendiri. Sardiman (2011: 75) mendefinisikan motivasi sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri peserta didik yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Motivasi belajar adalah proses yang memberi semangat belajar, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan lama.

4 Sebagaimana hasil wawancara peneliti dengan guru kelas III dalam pembelajaran di SD 2 Japan Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus, khususnya di kelas III diperoleh informasi bahwa sebagian besar peserta didik terlihat kurang termotivasi kurang antusias untuk mengikuti kegiatan pembelajaran ini. Prestasi belajar juga belum maksimal, di mana sebagian besar belum mencapai Kriteria ketuntasan Minimal pada beberapa mata pelajaran pokok, misalnya : PKn, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, dan IPS. Di samping itu, diperoleh informasi mengenai kedisiplinan peserta didik di SD 2 Japan, Kecamatan Dawe, Kudus, khususnya di kelas III masih nampak gejala kekurangdisiplinan peserta didik terutama dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Ini dapat dilihat dari beberapa aspek, misalnya ketertiban dalam berpakaian, ketepatan waktu masuk kelas, ketertiban dalam belajar di dalam kelas, dan lain sebagainya. Berkaitan dengan masalah-masalah dan temuan-temuan tersebut aspek yang dianggap perlu mendapat perhatian selain aspek pendidik/guru adalah aspek strategi, metode, dan model pembelajaran yang diterapkan. Tugas pendidik atau guru adalah menciptakan suasana pembelajaran yang dapat memotivasi peserta didik untuk senantiasa belajar dengan baik dan penuh semangat. Suasana yang demikian tentunya akan berdampak positif dalam pencapaian prestasi belajar yang optimal. Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal motivasi belajar merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan sebab tanpa adanya motivasi maka tidak akan ada proses perubahan perilaku yang diakibatkan dari kegiatan belajar. Pembelajaran yang diterapkan di kelas I, II, dan III Sekolah Dasar dalam Kurikulum 2006 atau sering disebut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah pembelajaran Tematik. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran tematik adalah sosiodrama/bermain peran. Menurut Wina Sanjaya (2006 : 160) sosiodrama adalah metode pembelajaran bermain peran untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan fenomena sosial. Sosiodrama digunakan untuk memberikan pemahaman dan penghayatan akan masalah-masalah sosial serta mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memecahkannya. Metode sosiodrama adalah suatu metode mengajar di mana

5 guru memberikan kesempatan kepada murid untuk melakukan suatu kegiatan memainkan peran tertentu seperti yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Berdasarkan uraian di atas, peneliti bermaksud mengadakan penelitian di SD 2 Japan Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus dengan judul Peningkatan Motivasi Belajar dan Prestasi Belajar Pendidikan Karakter Nilai Kedisiplinan Melalui Pembelajaran Tematik pada Peserta Didik Kelas III Sekolah Dasar 2 Japan Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus Tahun Pelajaran 2014/2015 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Apakah melalui penerapan pembelajaran tematik dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning dapat meningkatkan motivasi belajar dan prestasi belajar pendidikan karakter nilai kedisiplinan pada peserta didik kelas III SD 2 Japan Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus tahun pelajaran 2014/2015? 2. Bagaimana tindakan secara tepat yang dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar pendidikan karakter nilai kedisplinan pada peserta didik kelas III SD 2 Japan Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus tahun pelajaran 2014/2015? 3. Bagaimana kelebihan dan kelemahan penerapan pembelajaran tematik dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning dalam meningkatkan motivasi belajar dan prestasi belajar pendidikan karakter nilai kedisiplinan pada peserta didik kelas III SD 2 Japan Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus tahun pelajaran 2014/2015? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk: 1. Meningkatkan motivasi dan prestasi belajar pendidikan karakter nilai kedisiplinan melalui penerapan pembelajaran tematik dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning pada peserta didik kelas III SD 2 Japan Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus tahun pelajaran 2014/2015

6 2. Mendeskripsikan tindakan yang tepat yang dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar pendidikan karakter nilai kedisiplinan pada peserta didik kelas III SD 2 Japan Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus tahun pelajaran 2014/2015. 3. Mendeskripsikan kelebihan dan kelemahan terhadap penerapan pembelajaran tematik dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning bagi peserta didik kelas III SD 2 Japan Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus tahun pelajaran 2014/2015. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis a. Sebagai bahan masukan, pertimbangan, dan acuan bagi penelitian selanjutnya b. Menambah khazanah ilmu pengetahuan khususnya mengenai pembelajaran tematik untuk meningkatkan motivasi belajar dan prestasi belajar pendidikan karakter nilai kedisiplinan 2. Manfaat Praktis a. Bagi Peserta Didik 1) Memberikan pengalaman belajar yang bermakna dan menyenangkan 2) Meningkatnya motivasi belajar dan prestasi belajar b. Bagi Guru 1) Menambah pengalaman dalam penerapan pembelajaran tematik 2) Memberikan alternatif pengembangan pendekatan, strategi, metode,dan model dalam pembelajaran di kelas