BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang NAEYC (National Association for The Education Young Children) (Tadkiroatun Musfiroh, 2008: 1) mengatakan bahwa anak usia dini atau early childhood adalah anak yang berada pada usia nol hingga delapan tahun. Sementara itu, Subdirektorat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) membatasi pengertian istilah usia dini pada anak usia 0-6 tahun yaitu hingga anak menyelesaikan masa Taman Kanak-Kanak. Pada usia 0-6 tahun merupakan periode yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Kegagalan pertumbuhan dan perkembangan pada masa ini dapat mengakibatkan kegagalan masa-masa sesudahnya. Slamet Suyanto (2005: 6) menyatakan bahwa anak usia dini merupakan usia emas atau golden age dimana semua pertumbuhan dan perkembangan potensinya tumbuh dan berkembang dengan pesat. Hal ini diperkuat oleh penelitian Osborn, White, dan Bloom (Nibras OR Salim, dkk, 2001:1) bahwa 50% kecerdasan akan tercapai pada usia empat tahun dan 80% kecerdasan akan tercapai pada usia delapan tahun. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional Pasal 1 angka 14 menyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. 1
Penyelenggaraan PAUD jalur pendidikan formal berbentuk Taman KanakKanak (TK)/Radhatul Atfal (RA)/Darul Athfal (DA) dan bentuk lain yang sederajat, yang merupakan progam untuk anak usia 4-6 tahun. Tujuan pendidikan anak TK adalah: (1) membantu meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta yang diperlukan anak dan (2) menyiapkan anak untuk memasuki pendidikan dasar. Bidang pengembangan di TK mencakup bidang pengembangan pembentukan perilaku dan bidang pengembangan kemampuan dasar. Bidang pengembangan pembentukan perilaku meliputi niali-nilai agama dan moral dan sosial-emosional. Bidang pengembangan dasar meliputi bahasa, kognitif, dan fisik. Salah satu pengembangan dasar yang penting bagi anak adalah perkembangan bahasa. Kemampuan bahasa dipelajari dan diperoleh anak usia dini secara alamiah untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Bahasa sebagai alat sosialisasi, merupakan suatu cara merespon orang lain. Bromley ( Nurbiana, 2008: 1.19) menyebutkan empat macam bentuk bahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Kemampuan berbahasa berbeda dengan kemampuan berbicara. Bahasa merupakan suatu sistem tata bahasa yang relatif rumit dan bersifat semantik, sedangkan kemampuan berbicara merupakan suatu ungkapan dalam bentuk kata-kata. Bahasa ada yang bersifat reseptif (dimengerti, diterima) maupun ekspresif (dinyatakan). Sebagai contoh bahasa reseptif yaitu mendengarkan dan membaca suatu informasi, sedangkan contoh bahasa ekspresif yaitu berbicara dan 2
menuliskan informasi untuk dikomunikasikan kepada orang lain. Pada anak usia TK kemampuan berbahasa yang paling umum dan efektif dilakukan adalah kemampuan berbicara. Berbicara merupakan tuntutan kebutuhan hidup manusia. Sebagai mahluk sosial, manusia akan berkomunikasi dengan orang lain menggunakan bahasa sebagai alat utamanya. Kemampuan berbicara memenuhi kebutuhan penting lainnya dalam kehidupan anak, yaitu kebutuhan untuk menjadi bagian dari kelompok sosial. Walaupun dengan cara yang lain mereka mungkin mampu berkomunikasi dengan anggota kelompok sosial, sebelum mereka mampu berbicara dengan anggota kelompok, peran mereka dalam kelompok tersebut akan kecil. Pada anak usia TK (Nurbiana, 2008: 3.9) kemampuan berbahasa yang paling umum dan efektif dilakukan adalah kemampuan berbicara. Hal ini selaras dengan karakteristik umum kemampuan bahasa anak pada usia tersebut. karakteristik ini meliputi kemampuan anak untuk dapat berbicara dengan baik, melaksanakan tiga perintah lisan secara berurutan dengan benar; mendengarkan dan menceritakan kembali cerita sederhana dengan urutan yang mudah dipahami; menyebutkan nama, jenis kelamin dan umurnya; memiliki lebih banyak kata-kata untuk mengekspresikan ide pada orang lain, menggunakan kata sambung, menggunakan kata tanya, menyusun kalimat, mengucapkan lebih dari tiga kalimat, dan mengenal tulisan sederhana. Dari pandangan tersebut di atas, maka keterampilan berbicara akan tumbuh dan berkembang dengan optimal manakala distimulasikan sejak usia dini melalui 3
aktivitas yang mengintegrasikan sepenuhnya antara bermain dan belajar, mendorong siswa untuk berinteraksi dengan lingkungan, sesuai dengan karakteristik anak usia dini, serta berpedoman pada prinsip dalam pembelajaran anak usia dini. Pembelajaran pada anak usia dini harus menerapkan esensi bermain (Slamet Suyanto, 2005 : 127). Esensi bermain meliputi perasaan menyenangkan, merdeka, bebas memilih, dan merangsang anak terlibat aktif. Dengan demikian prinsip bermain sambil belajar mengandung arti bahwa setiap kegiatan pembelajaran harus menyenangkan, gembira, aktif, dan demokratis. Melalui bermain anak dapat dengan bebas mengekspresikan ide dan gagasannya dalam berbagai variasi tindakan dan aktivitas dengan gembira dan menyenangkan. Menurut Vygotsky (Harun Rasyid, dkk, 2009: 89) dengan bermain, anak akan bertambah pengetahuannya, bahkan dari keadaan tidak tahu menjadi tahu sesuatu. Beberapa pandangan di atas memberikan informasi bahwa apabila keterampilan berbicara distimulasikan pada anak sejak dini dengan mengintegrasikan sepenuhnya antara bermain sambil belajar, memberikan kesempatan pada anak untuk berinteraksi dengan lingkungan dan distimulasikan dengan berprinsip pada prinsip pembelajaran pada anak usia dini maka selanjutnya keterampilan berbicara anak akan selaras sesuai dengan karakteristik anak usia dini. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan pada anak kelompok B di DA. Cokroaminoto 01 Kalibenda terkait dengan keterampilan berbicara yang dimiliki anak masih memerlukan peningkatan. Adapun hasil observasi 4
menunjukkan bahwa sebagian besar anak masih sulit untuk mengungkapkan ide atau perasaannya kepada orang lain. Dari sejumlah 24 anak hanya 8 anak yang aktif berbicara ketika proses pembelajaran, sedangkan anak yang lain hanya mendengarkan dan cenderung diam. Sedikit sekali anak yang mau menanggapi dari apa yang telah disampaikan oleh guru misalnya guru memberikan pertanyaan berkaitan dengan materi pembelajaran, namun hanya sebagian kecil yang mau menjawabnya. Sebagian besar anak lebih suka diam dari pada berbicara. Kadang mereka berbicara dengan teman sebelahnya namun ketika disuruh untuk menyampaikannya di depan semua teman kemudian diam. Sebagian besar anak juga tidak mau berbicara tentang pengalamannya sendiri di depan temantemannya, yang mau bercerita hanya anak itu-itu saja. Anak yang mau bercerita juga belum dapat menyusun kalimat dengan baik dan belum menyampaikannya dengan lancar. Adapun proses pembelajaran yang dilakukan untuk mengembangkan keterampilan berbicara belum efektif, metode yang digunakan masih monoton belum bervariasi. Model yang digunakan saat pembelajaran masih sering bersifat individu, anak mengerjakan kegiatan sendiri-sendiri, sehingga anak kurang berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman-temannya. Anak juga tidak terlatih untuk terbiasa berbicara di depan teman-temannya. Walaupun anak sudah memiliki banyak kosa kata namun untuk mengungkapkannya anak masih merasa kesulitan. Anak belum terbiasa untuk mengemukakan dan mengekspresikan ide pada orang lain. Selain itu pembelajaran kurang mengintegrasikan dengan kegiatan bermain. Hal tersebut terlihat pembelajaran lebih sering dengan kegiatan- 5
kegiatan yang kurang menarik, seperti mengerjakan pada majalah yang sudah disediakan oleh sekolah atau menulis dengan didikte oleh guru. Berangkat dari permasalahan ini perlu adanya perbaikan dalam meningkatkan keterampilan berbicara anak. Dalam upaya meningkatkan keterampilan berbicara perlu adanya proses pembelajaran yang menyenangkan dan menarik serta terjadi interaksi dan komunikasi secara langsung dengan orang lain. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan yaitu dengan model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD). Menurut Anita Lie (Yudha, 2005: 50) bahwa, pembelajaran kooperatif adalah sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam kegiatan-kegiatan yang berstruktur. Menurut Jacobs, dkk (Yudha, 2005: 36) bahwa, pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada anak untuk berbicara, mengambil inisiatif, membuat berbagai macam pilihan, dan mengembangkan kebiasaan belajar. Melalui pembelajaran kooperatif, anak diajak untuk mengembangkan kemampuannya berbahasa dengan cara meningkatkan interaksi sosialnya dengan anak didik lainnya. Model pembelajaran kooperatif dapat memberikan kesempatan yang luas bagi anak untuk berinteraksi dan bertukar pendapat dengan anak yang lainnya. Pembelajaran kooperatif dapat mempersiapkan masa depan anak untuk terjun di masyarakat. Anak belajar aktif bicara, bukan hanya pasif mendengarkan. Hal ini 6
memotivasi anak untuk mencapai perkembangan yang lebih baik, menghormati perbedaan yang ada, dan mengalami kemajuan dalam kemampuan berbahasa. Penerapan model pembelajaran kooperatif telah diyakini mempunyai keunggulan yang tidak dimiliki oleh model pembelajaran yang lain. Penerapan model pembelajaran kooperatif dapat memberikan manfaat yang besar apabila dilaksanakan secara terstruktur dan terencana dengan baik. Selain itu dalam langkah-langkah model pembelajaran Kooperatif tipe STAD dapat menstimulasi anak untuk berbicara, berkomunikasi dan membiasakan anak untuk mengkomunikasikan kembali kegiatan yang telah dilakukan. Tipe STAD merupakan tipe yang paling sederhana dan sering digunakan dalam pembelajaran kooperatif. Robert E. Slavin (2005: 143) mengatakan bahwa tipe STAD merupakan tipe yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan model pembelajaran kooperatif, sehingga dalam penelitian ini menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD karena meodel pembelajaran tersebut belum pernah diterapkan sebelumnya di DA.Cokroaminoto 01 Kalibenda, Banjarnegara. Melalui model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) ini harapan yang diinginkan adalah dapat mengatasi masalah rendahnya hasil observasi perkembangan berbicara anak serta dapat memberikan kontribusi pada guru sehingga meningkatkan profesionalya. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka dapat diperoleh identikasi masalah sebagai berikut. 7
1. Keterampilan berbicara yang dimiliki anak kelompok B DA. Cokroaminoto 01 Kalibenda masih rendah yaitu dari 24 jumlah anak hanya 8 anak yang aktif saat proses pembelajaran. 2. Penggunaan model pembelajaran yang individual yaitu anak mengerjakan tugas secara individu sehingga kurang menstimulasi keterampilan berbicara anak pada saat proses pembelajaran. 3. Penggunaan metode pembelajaran yang monoton, belum bervariasi yaitu guru lebih sering menggunakan metode ceramah dan pemberian tugas. 4. Penggunaan media pembelajaran yang kurang optimal yaitu dengan menggunakan media seadanya. 5. Pembelajaran belum sepenuhnya mengintegrasikan antara belajar dan bermain, misalnya anak lebih sering mengerjakan tugas di majalah atau menulis dengan didikte oleh guru. C. Pembatasan Masalah Permasalahan yang diuraikan dalam identifikasi masalah masih terlalu luas sehingga diperlukan pembatasan masalah agar tidak terjadi kesalah pahaman dalam penerimaan dan pembahasan. Dalam penelitian ini, masalah dibatasi pada upaya meningkatkan keterampilan berbicara melalui model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) pada anak kelompok B Darul Athfal (DA) Cokroaminoto 01 Kalibenda. 8
D. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah di atas, maka dalam penelitian ini dapat diajukan rumusan masalah yaitu: Bagaimana meningkatkan keterampilan berbicara menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student TeamsAchievement Divisions (STAD) pada anak kelompok B Darul Athfal (DA) Cokroaminoto 01 Kalibenda? E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan berbicara melalui model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) pada anak kelompok B Darul Athfal (DA) Cokroaminoto 01 Kalibenda. F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian bermanfaat untuk menambah khasanah keilmuan dan pengetahuan dalam dunia pendidikan serta bukti yang dapat dijadikan rujukan dalam menigkatkan keterampilan berbicara anak menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Anak 9 usia dini dengan
1) Mengembangkan keterampilan berbicara anak. 2) Mengembangkan potensi anak untuk menjalin komunikasi dan interaksi antar anak dan guru dalam proses pembelajaran. 3) Anak dapat mengungkapkan perasan, pikiran dan gagasan kepada orang lain. b. Bagi guru 1) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai inovasi serta penyempurnaan proses pembelajaran dalam meningkatkan keterampilan berbicara melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD. 2) Membantu guru dalam mengambil suatu tindakan dalam meningkatkan keterampilan berbicara anak. 3) Meningkatkan keterampilan guru dalam mengembangkan dan memvariasi model pembelajaran kooperatif tipe STAD beserta variasi aktivitas pembelajaran yang disajikan dalam proses pembelajaran. c. Bagi penulis Penelitian ini dapat dijadikan rujukan yang lebih konkrit apabila nantinya berkecimpung dalam dunia pendidikan, khususnya dalam keterampilan berbicara. d. Bagi sekolah Diharapkan hasil penelitian ini berguna sebagai masukan atau bahan pertimbangan terhadap pelaksanaan proses pembelajaran, khususnya dalam mengembangkan keterampilan berbicara anak menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. 10
G. Definisi Operasional Untuk menghindari kemungkinan meluasnya penafsiran terhadap permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, maka perlu disampaikan definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut : 1. Keterampilan Berbicara Keterampilan yang difokuskan dalam penelitian ini yaitu keterampilan berbicara anak pada tahap transformasional yaitu anak sudah mulai memberanikan diri untuk bertanya, menyuruh, manyanggah, dan menginformasikan sesuatu. Anak sudah mulai berani mentransformasikan idenya kepada orang lain dalam bentuk kalimat yang beragam. 2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu anak ditempatkan dalam kelompok yang beranggotakan empat atau lima anak. Selanjutnya anak mendengarkan dan memperhatikan materi yang disampaikan guru, kemudian anak mengerjakan tugas yang dikerjakan secara bersama-sama dalam kelompok yang telah terbentuk. Kemudian anak menyampaikan atau mempersentasikan hasil tugas kelompoknya. Pada akhir pembelajaran mendapatkan reward atau penghargaan. 11 kelompok yang terbaik