BAB I PENDAHULUAN. sebagai lembaga formal merupakan sarana dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan. Melalui

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan pada jaman ini sangat berkembang di berbagai negara. Sekolah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. yang cacat, termasuk mereka dengan kecacatan yang berat di kelas pendidikan umum,

BAB I PENDAHULUAN. penting dan sangat strategis. Sumber manusia yang berkualitas merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber

BAB I PENDAHULUAN. terpenting dalam suatu perkembangan bangsa. Oleh karena itu, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan dari proses pembelajaran di sekolah tersebut. Pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan adanya globalisasi yang berpengaruh pada bidang-bidang

BAB I PENDAHULUAN. dipergunakan/dimanfaatkan; serta (3) Siswa memiliki kesulitan untuk memahami

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi pembangunan bangsa. Pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003, merupakan usaha sadar dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah cara yang dianggap paling strategis untuk mengimbangi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peran penting dalam pembangunan nasional. Melalui pendidikan yang baik, akan lahir manusia Indonesia yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. tingkat dasar, menengah dan perguruan tinggi (Kemendiknas, 2010). Pendidikan yang disediakan

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang ada di dalamnya tentu perlu membekali diri agar benar-benar siap

Studi Deskriptif School Engagement Siswa Kelas X, XI Dan XII IPS SMA Mutiara 2 Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dan berkualitas agar mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan merupakan salah satu pondasi dasar suatu bangsa, sehingga pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. wajib mengikuti pendidikan dasar. Pendidikan dasar ditempuh selama

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (

School Engagement pada Siswa SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU pendidikan No.2 Tahun,1989, pendidikan adalah usaha sadar untuk

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana yang menjadi jembatan penghubung peradaban bangsa

BAB I PENDAHULUAN. manusia, karena tujuan pendidikan tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian di dalam maupun di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup (GBHN 1973).

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. yang akan menjadi penerus bangsa. Tidak dapat dipungkiri, seiring dengan terus

BAB I PENDAHULUAN. macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau sederajat. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar perkembangan pendidikannya (Sanjaya, 2005). Menurut UU RI No

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman mendorong terjadinya perubahan di berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk membantu individu

BAB I PENDAHULUAN. siswa SMP kelas VII. Siswa SMP kelas VII memasuki tahap remaja awal.

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Melalui pendidikan individu diharapkan mampu untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya

BAB I PENDAHULUAN. SMPN T Kota Bandung merupakan salah satu SMP Negeri yang. mendapat nilai akreditasi A dari pemerintah melalui Dinas Pendidikan Kota

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan semakin lama semakin berkembang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu cara mencerdaskan kehidupan bangsa adalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. dan untuk mempunyai kehidupan yang lebih layak. Era globalisasi, perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. Individu mulai mengenal orang lain di lingkungannya selain keluarga,

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH. kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk menghafal, dan bukan untuk berpikir secara kreatif, seperti

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. 2 Hasan Basri, Landasan Pendidikan, CV Pustaka Setia, Bandung, 2013, hlm Ibid., hlm. 15.

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dunia mengalami perubahan dengan begitu cepatnya. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan belajar yang menjadi acuan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing tinggi. Adanya

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di era globalisasi sangat menuntut sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar

LAMPIRAN I KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, diantaranya dalam bidang pendidikan seperti tuntutan nilai pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan masyarakat Indonesia yang maju, modern, dan sejajar dengan

BAB I PENDAHULUAN. menyadari pentingnya memiliki pendidikan yang tinggi. Untuk mengikuti perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia diharapkan memiliki kemampuan untuk beradaptasi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi ( Perguruan tinggi

kemampuan yang dimiliki oleh siswa semakin meningkat. Peningkatan tersebut Upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan kegiatan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN Penerapan Model Pembelajaran Active Learning Tipe Quiz Team Dengan Keterampilan Bertanya Probing Question

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan dan mengacu pada tujuan

BAB I PENDAHULUAN. meliputi segala bidang, diantaranya politik, sosial, ekonomi, teknologi dan

ABSTRAK. ii Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki kondisi internal, di mana kondisi internal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan seluruh rakyat Indonesia. Sistem pendidikan nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Contoh peran pendidikan yang nyata bagi perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam melaksanakan fungsi-fungsi kehidupan tidak akan lepas

BAB I PENDAHULUAN. rendah. Data laporan pembangunan manusia yang dikeluarkan United Nation

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran itu penting untuk menciptakan karekter pribadi yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan formal dapat ditempuh mulai dari tingkat terendah yaitu pre-school/

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan istilah kunci yang penting dalam kehidupan manusia,

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi. Kesemua unsur-unsur pembelajaran tersebut sangat mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tidak dipahami kemudian dilihat, diamati hingga membuat seseorang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan. Sekolah sebagai lembaga formal merupakan sarana dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan. Melalui sekolah, siswa dapat belajar dan melatih kemampuan akademis, meningkatkan kedisiplinan dan tanggung jawab, membangun jiwa sosial dan jaringan pertemanan, serta mengembangkan diri dan berkreativitas. Pemerintah gencar menyanangkan program wajib belajar 12 tahun, yaitu sampai tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA), sehingga banyak lembaga pendidikan taraf SMA meningkatkan kualitas mereka demi menarik minat siswa. Sekolah merupakan lingkungan kedua yang dimasuki seorang anak setelah keluarga. Di dalam keluarga, anak memperoleh pendidikan mendasar mengenai emosional, moral, kedisiplinan dan agama. Sedangkan disekolah, anak mendapatkan tambahan pendidikan dari segi intelektual dan juga pengalaman dalam memasuki lingkungan dengan peraturan baru. Melalui sekolah, siswa dapat belajar dan melatih kemampuan akademis, meningkatkan kedisiplinan dan tanggung jawab, membangun jiwa sosial dan jaringan pertemanan, serta mengembangkan diri dan berkreativitas sehingga diharapkan mampu menjadi siswa yang berprestasi. Pendidikan adalah sesuatu yang sangat penting dan mutlak bagi umat manusia. Tidak hanya sekedar mentransfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge), tujuan pendidikan sesungguhnya menciptakan pribadi yang memiliki sikap dan kepribadian yang positif (Gaol, 2007). 1

2 Salah satu insitusi dalam pendidikan formal adalah Sekolah Menengah Pertama (SMP), yang mempersiapkan sumber daya manusia melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya. Sekolah Menengah Pertama merupakan jenjang pendidikan dasar pada pendidikan formal di Indonesia setelah lulus sekolah dasar (atau sederajat). Sekolah menengah pertama ditempuh dalam waktu 3 tahun, mulai dari kelas 7 sampai kelas 9. Saat ini Sekolah Menengah Pertama menjadi program Wajar 9 Tahun (SD, SMP). Lulusan sekolah menengah pertama dapat melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah atas atau sekolah menengah kejuruan (atau sederajat). Pelajar sekolah menengah pertama umumnya berusia 13-15 tahun. Sekolah menengah pertama diselenggarakan oleh pemerintah (Sekolah Negri) maupun swasta (Non Negri). (http://www.kemdiknas.go.id). SMPN X Bandung merupakan salah satu SMPN yang mengutamakan disiplin dalam program belajar mengajar siswa. SMPN X Bandung Merupakan salah satu Sekolah Standar Nasional di Kota Bandung. SMPN X ini menyediakan fasilitas yang cukup menunjang kegiatan pembelajaran, misalnya memiliki laboratorium dan perpustakaan. Selain itu, SMPN X Bandung juga memiliki kegiatan ekstrakurikuler yang cukup beragam, seperti basket, karate, cheerleader, futsal, taekwondo, PMR, dan science club yang memungkinkan siswa menjadi aktif dan mengukir prestasi di luar bidang akademik. SMPN X Bandung memiliki standarisasi sekolah yang tinggi maka secara otomatis siswa dituntut untuk memiliki keterlibatan yang tinggi pula dengan sekolah. Menurut Drs. Dwi Markoniandi sebagai Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional Mandiri, SMPN X Bandung merintis program Bilingual. Program Bilingual yang dimiliki bahkan yang pertama ada di kota Bandung. Program ini dimulai sejak tahun ajaran 2006-2007, SMP Negeri X Bandung sudah melaksanakan program RSBI, yaitu program

3 pembelajaran dengan menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. SMPN X Bandung Merupakan salah satu Sekolah Standar Nasional di Kota Bandung. Pada Tahun 2011 SMPN X Bandung di nobatkan sebagai sekolah the most favorite school in Bandung. Dengan menempati posisi ketiga dalam peringkat perolehan NEM tertinggi di kota Bandung, dibawah SMPN 7 dan SMPN 2 Bandung. SMPN X memperoleh Passing Grade yang tinggi yaitu, 27.45. SMPN X Bandung memiliki visi adalah "SMP Negeri X Bandung unggul dalam prestasi akademik, non-akademik, religi, sosial budaya, berwawasan international dan berwawasan lingkungan ". Menurut salah satu guru SMPN X di kota Bandung, siswa tidak hanya dituntut untuk terus belajar di dalam kelas dan memahami setiap pelajaran yang diberikan oleh guru, siswa juga diajarkan untuk belajar di luar kelas seperti dilingkungan sekitar sekolah atau mendatangi tempat-tempat yang memungkinkan untuk menunjang kegiatan belajar seperti pergi ke museum. Pada saat siswa mengikuti pelajaran didalam kelas siswa di ajak untuk berinteraksi dengan guru seperti siswa bertanya mengenai pelajar yang tidak dimengerti. Selain kegiatan belajar dikelas siswa dapat mengikuti kegiatan extrakulikuler yang telah di sediakan oleh sekolah untuk meningkatkan kreatifitas siswa, biasanya siswa di bebaskan untuk memilih kegiatan yang ingin diikuti. Keikutsertaan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar akan terlihat dari siswa yang merasa tertarik dengan pelajaran yang diikuti atau sebaliknya siswa akan merasa bosan sehingga kurang aktif pada saat belajar dikelas. Ketika siswa mengikuti kegiatan yang disediakan oleh sekolah maka siswa harus bisa untuk membagi waktu antara mengikuti kegiatan belajar dikelas dan kegiatan belajar diluar kelas (ekstrakulikuler), siswa yang mampu menyesuiakan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukannya maka tidak akan mempengaruhi terhadap nilai yang

4 diperoleh, sebaliknya siswa yang tidak dapat menyeimbangkan antara kegiatan-kegiatan yang diikutinya maka akan mempengaruhi terdahap nilai yang diperolahnya. Tingginya kualitas engagement dan hasil pembelajaran menghantarkan siswa untuk merasa kompeten secara akademik dan merasa interaksi yang lebih positif dengan guru. Siswa yang engaged pada umumnya dapat membina persahabatan dan berkelompok dengan teman sebayanya. Siswa yang disengage sulit mengembangkan keterlibatan di sekolah dan gagal mengembangkan sikap positif terhadap belajar sehingga mengalami kesulitan dalam proses belajar di sekolah, siswa biasanya memiliki interaksi yang buruk dengan guru atau dengan siswa lain, hal-hal seperti ini yang bisa mengarah pada droping out (Rumberger, 1987 dalam fredricks, 2004). School engagement adalah tindakan siswa yang diarahkan dalam aktivitas akademik dan non-akademik (sosial & ekstrakurikuler). School engagement muncul sebagai cara untuk memahami keterlibatan siswa yang berkaitan dengan tindakan yang diarahkan dalam proses pembelajaran baik pada kegiatan akademik maupun nonakademik. Keterlibatan siswa terjadi ketika siswa membuat keinginan untuk belajar. Mereka berusaha keras untuk mempelajari apa yang ditawarkan oleh sekolah, Mereka bangga tidak hanya dalam mendapatkan indikator keberhasilan formal (kelas), tetapi dalam memahami materi dan menggabungkan atau internalisasi dalam mereka hidup, Siswa terlibat ketika mereka ikut serta dalam pekerjaan mereka, bertahan meskipun tantangan dan hambatan, dan mengambil kesenangan terlihat dalam menyelesaikan pekerjaan mereka. Prestasi belajar yang tinggi, mensyaratkan keterlibatan pada sekolah yang tinggi (Zins et al., 2004).

5 School angagement memiliki 3 komponen, yaitu behavioral engagement, emotional engagement serta cognitive engagement (Fredricks, 2004). Behavioral engagement mengacu pada tingkah laku positif, seperti mengikuti peraturan dan mengikuti norma kelas, juga tidak adanya perilaku distruptif seperti bolos sekolah. Behavioral engagement juga mengacu pada keterlibatan dalam belajar dan tugas akademik mencakup prilaku seperti usaha SMP untuk mengikuti proses belajar di kelas, mendengar, mau bertanya kepada guru apabila ada mata pelajaran yang kurang dimengerti, dan kontribusi pada diskusi kelas seperti turut serta memberi saran atau ide dalam diskusi kelas. Emotional engagement merujuk pada reaksi afektif murid didalam kelas, seperti ketertarikan, kebosanan, kesenangan, kesedihan dan kecemasan. Bentuk perilaku awal sikap, dimana menilai perasaan kepada kepala sekolah, guru atau pekerjaan ; merasa senang atau sedih disekolah, atau merasa bosan atau tertarik dalam pekerjaan. Bagaimana perasaan siswa disaat mengikuti proses belajar di kelas, perasaan terhadap tugas-tugas yang diberikan kepada siswa. Cognitive engagement mengacu pada keterikatan atau self regulasi, menggunakan strategi metakognitif untuk merencanakan, memonitor dan mengevuluasi kognitif mereka ketika menyelesaikan tugas. Siswa menggunakan startegi belajar seperti latihan, merangkum, dan elaborasi untuk mengingat, mengorganisasi dan mengerti materi Siswa mengatur dan mengontrol usaha pada tugas, sebagai contoh, dengan menahan atau menekan distraksi (gangguan) umtuk mempertahankan cognitive engagement mereka, siswa mau berusaha mengerjakan tugas dan menyelesaikannya. Berdasarkan survey yang dilakukan kepada 30 orang siswa, menunjukan sebanyak 20 siswa (67%) yang rajin mengikuti kegiatan ekstra kurikuler di sekolah, bertanya pada guru mengenai materi yang kurang dipahami, membaca ulang materi yang telah dipelajari disekolah, rajin datang ke sekolah tepat waktu, mengumpulkan tugas tepat waktu. Sementara itu sebanyak

6 10 siswa (33%) yang mengerjakan tugas seadanya, menunda mengerjakan tugas, pasif dalam berdiskusi, melanggar peraturan sekolah dan mendapat hukuman. Hal ini menunjukan behavioral engagagement pada siswa SMPN X Bandung. Dari survey juga menunjukan bahwa sebanyak 18 siswa (60%) yang mengatakan senang berada di sekolah, merasa nyaman mengikuti proses belajar mengajar di kelas, semangat mengikuti pelajaran, dan antusias dalam diskusi kelas, sementara itu sebanyak 12 siswa (40%) yang mengatakan bahwa mereka merasa bosan di sekolah, terkadang mengantuk di kelas dan kurang tertarik saat diskusi kelas. Siswa yang merasa peraturan di sekolah terlalu ketat sehingga membuat siswa merasa terbebani. Hal-hal tersebut menunjukan emotional engagement pada siswa SMPN X Bandung. Kemudian sebanyak 19 siswa (63%) yang berkonsentrasi saat guru menjelaskan dikelas. Berkonsentrasi mengerjakan tugas, dan berusaha memahami materi, sementara itu sebanyak 11 siswa (37%) yang kurang mencoba untuk memahami lebih dalam materi yang diajarkan guru, dan hal-hal ni menunjukan cognitive angagement pada siswa SMPN X Bandung. Berdasarkan fenomena di atas, peneliti tertarik untuk meneliti school engagement pada siswa SMP Negeri X di Bandung. 1.2 Identifikasi Masalah Ingin mengetahui gambaran School engagement pada siswa SMP Negeri di Bandung

7 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Memperoleh gambaran mengenai mengenai School Engagement pada siswa SMPN X di kota Bandung. 1.3.2 Tujuan Penelitian Memperoleh gambaran mengenai School engagement pada siswa SMPN Negeri di Bandung dan keterkaitan faktor-faktor yang berpengaruh. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pada bidang ilmu psikologi pendidikan mengenai School engagement. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi penelitian lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan mengenai School engagement. 1.4.2 Kegunaan Praktis Sebagai bahan masukan kepada guru guru SMP Negeri di bandung mengenai School engagement untuk digunakan dalam membimbing siswanya mencapai hasil belajar yang optimal.

8 1.5 Kerangka Pemikiran Masa remaja adalah masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial- emosional. Siswa SMP merupakan remaja pada usia 13 sampai 15 tahun. (Santrock, 2003). Pada masa ini siswa akan di didik oleh guru di sekolah. Setiap sekolah memiliki kegiatan akademik dan nonakademik. Dalam proses belajar dan mengajar tersebut membutuhkan keterlibatan siswa yaitu school engagement. Sekolah dirancang untuk pengajaran siswa dibawah pengawasan guru. Di sekolah terjadi proses belajar dan mengajar secara akademik dan nonakademik. School engagement mengambil peran dalam proses belajar mengajar tersebut. School engagement adalah tindakan yang diarahkan dalam proses pembelajaran pada kegiatan kademik dan nonakademik (Fredrick, 2004). School engagement secara akademik dapat dilihat dari kegiatan siswa ketika mengikuti kegiatan belajar mengajar di dalam kelas, sedang secara nonakademik dapat dilihat dari kegiatan siswa ketika mengikuti ekstrakulikuler. School engagement pada siswa SMP Negeri X di kota Bandung dapat terukur melalui komponen-komponen school engagement meliputi behavioral engagement, emotional engagement, dan cognitive engagement. Komponen Behavioral engagement dimana siswa SMPN X Bandung berpartisipasi aktif dalam kegiatan sekolah baik akademik maupun non-akademik di sekolah. Selain berpartisipasi aktif, siswa menunjukan perilaku positif diantaranya dengan mentaati peraturan sekolah, mengikuti kegiatan diskusi, dan mengumpulkan tugas tepat waktu. Komponen Emotional engagement meliputi reaksi afektif positif dan negatif siswa SMPN X Bandung terhadap guru dan teman sebaya. Siswa merasa tertarik dalam menjalani proses

9 belajar dan menghargai dari proses belajar serta merasa bahwa dirinya merupakan bagian penting, dianggap ada disekolah. Komponen cognitive engagement dimana siswa SMPN X Bandung melakukan proses kontrol untuk menjaga konsentrasi dan komitmen untuk mengatur serta mengarahkan usaha dalam menghadapi distraksi, siswa menggunakan strategi belajar seperti latihan, merangkum, elaborasi untuk mengingat, mengorganisasi dan memahami materi. Siswa memiliki tujuan untuk memdalami setiap materi yang diberikan agar tidak hanya sekedar mengumpulkan tugas saja, tetapi juga mendapatkan nilai yang bagus dan dapat mengaplikasikan pelajaran yang telah diberikan oleh guru. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi School engagement (Fedricks, 2004), yaitu School level factor, Classroom Context, dan Individual need. School level factor meliputi ukuran sekolah, partisipasi siswa dalam kebijakan sekolah dan manajemen, kesempatan bagi staf sekolah dan siswa untuk terlibat dalam usaha dan karya akademis yang memungkinkan untuk pengembangan kemampuan siswa. Pada siswa SMPN X Bandung ukuran sekolah atau pun ukuran kelas yang kecil memungkinkan guru SMPN X Bandung menjadi lebih fokus dalam mengajari siswa dan dapat memberi perhatian, dan lebih dekat dengan siswa, kemudian siswa SMPN X Bandung juga lebih fokus dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Sedangkan, jika kondisi kelas cenderung basar maka dalam kelas tersebut akan diisi siswa yang lebih banyak, dan memungkinkan perhatian guru akan terpecah untuk banyak siswa, kemudian siswa SMPN X Bandung juga lebih menjadi enggan untuk lebih terlibat dalam proses belajar di kelas yang besar.

10 Siswa SMPN X Bandung yang berada dalam lingkungan sekolah yang memiliki kelas yang cenderung besar, kurang memungkinkan siswa SMPN X Bandung untuk berpartisipasi dalam kebijakan sekolah, dapat membuat siswa SMPN X Bandung menjadi kurang terlibat dan memiliki student engagement yang rendah. Sebaliknya, jika siswa SMPN X Bandung memiliki kelas yang cukup kecil, dan memungkinkan siswa untuk berpartisipasi dalam kebijakan sekolah dapat membuat siswa SMPN X Bandung terlibat di sekolah dan memiliki student engagement tinggi. Classroom context menggambarkan bagaimana dukungan guru, teman sebaya, struktur kelas, dukungan otonomi, dan karakteristik tugas. Siswa SMPN X Bandung yang mendapat dukungan dari gurunya baik dukungan akademis maupun antar pribadi, mendapat penerimaan dari teman sebayanya, aturan dan norma kelas yang jelas akan dapat menimbulkan kepuasan dalam diri siswa terhadap sekolah, menjadi semakin terlibat dalam proses belajar di sekolah dan memiliki School engagement yang tinggi. Sebaliknya, siswa SMPN X Bandung yang tidak mendapat dukungan dari guru, mendapat penolakan dari teman sebaya, aturan dan norma kelas yang tidak jelas dapat membuat siswa memiliki hubungan yang kurang baik dengan guru dan teman sebaya, dapat menimbulkan masalah disiplin yang dilakukan siswa. Siswa mendapatkan kesempatan lebih banyak untuk meningkatkan kemandirian siswa misalnya dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan dalam pengambilan keputusan dakam berkelompok maupun dalam kelas akan membuat siswa lebih tertarik dan lebih terikat pada kegiatan sekolah. Karakteristik tugas mulai dari tugas dengan sedikit tantangan sampai dengan tugas yang semakin menantang dapat membuat siswa semakin tertarik dan terlibat dalam menyelesaikan tugas sesuai dengan masing-masing tantangan dari tugas yang diberikan kepada siswa.

11 Faktor lain yang mempengaruhi adalah Individual need. Faktor ini berkaitan dengan need for relatedness, need for outonomy, need for competence. Siswa yang memiliki hubungan yang baik dan merasa lebih nyaman dengan guru akan memunculkan keterlibatan yang lebih tinggi, kemudian apabila siswa memiliki pilihan dalam pengambilan keputusan tanpa harus dikendalikan orang lain di asumsikan akan membuat siswa menjadi lebih terlibat. Siswa yang memiliki kebutuhan akan kompetensi dan apabila kebutuhan itu terpenuhi maka siswa akan merasa yakin akan kemampuan yang mereka miliki, siswa dapat menentukan keberhasilan mereka dan menentukan apa yang harus mereka perbuat, dan menjadi lebih terlibat demi mencapau keberhasilan tersebut. Dari uraian tersebut akan dilihat apakah ada gambaran dari school engagement pada siswa kelas VII SMP Negeri X di Bandung.

12 Faktor yang mempengaruhi : - School level factors - Classroom context - Individual needs School tinggi Siswa kelas VII SMPN Engagement X Di kota Bandung rendah komponen : - Behavioral engagement - Emotional engagement - Cognitive engagement Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran

13 1.6 asumsi Berdasarkan asumsi di atas, dapat diasumsikan bahwa : 1. School engagement siswa SMPN X di kota Bandung terdiri dari tiga komponen yaitu behavioral, emotional, cognitive engagement. 2. School engagement siswa X di kota Bandung memiliki derajat school engagement yang berbeda-beda 3. School engagement dibutuhkan untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki siswa SMP Negeri X dan dapat membantu mengoptimalkan siswa SMP negeri X dalam proses belajar di sekolah.