OPTIMASI DOSIS TAWAS, TANAH GAMBUT DAN KAPUR TOHOR SEBAGAI KOAGULAN DALAM PENGOLAHAN AIR GAMBUT MENJADI AIR BERSIH

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu air berperan penting dalam berlangsungnya sebuah kehidupan. Air

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Mn 2+ + O 2 + H 2 O ====> MnO2 + 2 H + tak larut

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi hidro-orologi dan fungsi lingkungan lain yang penting bagi kehidupan seluruh

Bab IV Hasil Dan Pembahasan

PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI

Pengaruh Ukuran Efektif Pasir Dalam Biosand Filter Untuk Pengolahan Air Gambut

Peningkatan Kualitas Air Tanah Gambut dengan Menggunakan Metode Elektrokoagulasi Rasidah a, Boni P. Lapanporo* a, Nurhasanah a

GAMBARAN PENGOLAHAN AIR BERSIH DI PDAM KOTA SINGKAWANG

PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRASI CaCo3 DAN KARBON AKTIF TERHADAP KUALITAS AIR DI DESA NELAYAN I KECAMATAN SUNGAILIAT KABUPATEN BANGKA

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Kekeruhan dan Total Coli

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PEMANFAATAN LUMPUR ENDAPAN UNTUK MENURUNKAN KEKERUHAN DENGAN SISTEM BATCH HALIFRIAN NURMANSAH

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk Kabupaten Kotawaringin Barat sebagian besar. menggunakan air sungai / air sumur untuk kegiatan sehari-hari seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mutu air adalah kadar air yang diperbolehkan dalam zat yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit

PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI MENJADI AIR MINERAL

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Kekeruhan dan Total Coli

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. makhluk hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan. Akses terhadap air

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit

BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM

PENENTUAN KUALITAS AIR

II.2.1. PRINSIP JAR TEST

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Warna dan Zat Organik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Bohulo. Desa Talumopatu memiliki batas-batas wilayah sebelah Utara berbatasan

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin tinggi dan peningkatan jumlah industri di Indonesia.

PENGARUH VARIASI DOSIS KOAGULAN TERHADAP PERUBAHAN PARAMETER FISIKA KIMIA KUALITAS AIR BAKU (Studi Kasus : PDAM Kota Samarinda)

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan makhluk

BAB I PENDAHULUAN. industri berat maupun yang berupa industri ringan (Sugiharto, 2008). Sragen


BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Uji Pengendapan dengan Variasi Konsentrasi Koagulan dan Variasi Konsentrasi Flokulan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penyamakan kulit dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS Mini

Oleh: Rizqi Amalia ( ) Dosen Pembimbing: Welly Herumurti ST. M.Sc

GAMBARAN KADAR Fe (BESI) PADA AIR TANAH DANGKAL (SUMUR) DI KECAMATAN SUKARAME PALEMBANG TAHUN 2012 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. perkebunan dan domestik (Asmadi dan Suharno, 2012). limbah cair yang tidak ditangani dengan semestinya. Di berbagai tempat

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 1 (2017), Hal ISSN :

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Warna dan Zat Organik

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif, keberadaan industri juga dapat menyebabkan dampak

Pengolahan Air Gambut sederhana BAB III PENGOLAHAN AIR GAMBUT SEDERHANA

Uji Kinerja Alat Penjerap Warna dan ph Air Gambut Menggunakan Arang Aktif Tempurung Kelapa Suhendra a *, Winda Apriani a, Ellys Mei Sundari a

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan

PERBAIKAN KUALITAS AIR LIMBAH INDUSTRI FARMASI MENGGUNAKAN KOAGULAN BIJI KELOR (Moringa oleifera Lam) DAN PAC (Poly Alumunium Chloride)

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia (Sunu, 2001). seperti Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat,

UJI COBA PROSES KOAGULASI-FLOKULASI AIR BAKU UNTUK PDAM DANAU TELOKO DAN TELUK GELAM DI KAYU AGUNG KABUPATEN OKI PROPINSI SUMATERA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. bahan-bahan yang ada dialam. Guna memenuhi berbagai macam kebutuhan

KATA PENGANTAR. Surabaya, 24 Februari Penulis. Asiditas dan Alkalinitas Page 1

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point

PEMANFAATAN KITOSAN DARI KERANG SIMPING (Placuna placenta) SEBAGAI KOAGULAN UNTUN PENJERNIHAN AIR SUMUR

APLIKASI TEKNOLOGI FILTRASI UNTUK MENGHASILKAN AIR BERSIH DARI AIR HASIL OLAHAN IPAL DI RUMAH SAKIT ISLAM SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. serius. Penyebabnya tidak hanya berasal dari buangan industri pabrikpabrik

Perancangan Instalasi Unit Utilitas Kebutuhan Air pada Industri dengan Bahan Baku Air Sungai

II. PRINSIP Elektroda gelas yang mempunyai kemampuan untuk mengukur konsentrasi H + dalam air secara potensio meter.

Lampiran 1. Data Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dari Larutan Seri Standar Fe(NH 4 ) 2 ( SO 4 ) 2 6H 2 O 0,8 mg/l

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN 1 DAFTAR PERSYARATAN KUALITAS AIR MINUM. - Mg/l Skala NTU - - Skala TCU

Elisa Oktasari 1, Itnawita 2, T. Abu Hanifah 2

PENGARUH WAKTU TINGGAL CAIRAN TERHADAP PENURUNAN KEKERUHAN DALAM AIR PADA REAKTOR ELEKTROKOAGULASI. Satriananda 1 ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam kehidupan sehari hari, air merupakan sesuatu yang sangat penting dan berharga. Banyak

EVALUASI EFISIENSI KINERJA UNIT CLEARATOR DI INSTALASI PDAM NGAGEL I SURABAYA

DAFTAR ISI ABSTRAK...

STUDI EFEKTIVITAS LAMELLA SEPARATOR DALAM PENGOLAHAN AIR SADAH

BAB I PENDAHULUAN. untuk keperluan hidup manusia sehari-harinya berbeda pada setiap tempat dan

PENENTUAN KARAKTERISTIK AIR WADUK DENGAN METODE KOAGULASI. ABSTRAK

EFEKTIFITAS ELEKTROFLOKULATOR DALAM MENURUNKAN TSS DAN BOD PADA LIMBAH CAIR TAPIOKA

BAB 1 PENDAHULUAN. air dapat berasal dari limbah terpusat (point sources), seperti: limbah industri,

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Warna dan Zat Organik

Pengolah Air Backwash Tangki Filtrasi Menggunakan Proses Koagulasi Flokulasi Dan Sedimestasi (Studi Kasus Unit Pengolahan Air Bersih Rsup Dr.

BAB 3 BAHAN DAN METODE. - Buret 25 ml pyrex. - Pipet ukur 10 ml pyrex. - Gelas ukur 100 ml pyrex. - Labu Erlenmeyer 250 ml pyex

RACE-Vol.4, No.1, Maret 2010 ISSN PENGARUH PASANGAN ELEKTRODA TERHADAP PROSES ELEKTROKOAGULASI PADA PENGOLAHAN AIR BUANGAN INDUSTRI TEKSTIL

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air

UJI KEMAMPUAN PIPA ALUMUNIUM DAN TEMBAGA PADA REAKTOR DESALINASI ELEKTROGRAVITASI UNTUK MENURUNKAN KLORIDA

Teknik Bioseparasi. Dina Wahyu. Genap/ March 2014

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa sumber air untuk kebutuhan sehari-hari antara lain sumur dangkal,

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 1 (2017), Hal ISSN:

PROSES PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK SECARA KOAGULASI DAN FLOKULASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

ANALISA KOMPOSIT ARANG KAYU DAN ARANG SEKAM PADI PADA REKAYASA FILTER AIR

Penurunan Kandungan Zat Kapur dalam Air Tanah dengan Menggunakan Media Zeolit Alam dan Karbon Aktif Menjadi Air Bersih

PENGOLAHAN AIR GAMBUT DENGAN KOAGULAN CAIR HASIL EKSTRAKSI LEMPUNG ALAM DESA CENGAR MENGGUNAKAN LARUTAN H 2 SO 4

Kajian Pengolahan Air Gambut Dengan Upflow Anaerobic Filter dan Slow Sand Filter. Oleh: Iva Rustanti Eri /

PRODUKSI KOAGULAN CAIR DARI LEMPUNG ALAM DAN APLIKASINYA DALAM PENGOLAHAN AIR GAMBUT: KALSINASI 700 o C/2 JAM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air merupakan komponen utama untuk kelangsungan hidup manusia

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

OPTIMASI PENINGKATAN KUALITAS AIR SUMUR GALI MENJADI BAHAN BAKU AIR MINUM DENGAN MENGGUNAKAN KOMBINASI ZEOLIT DAN KAPUR TOHOR

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

PENGOLAHAN AIR BERSIH. PENGOLAHAN UNTUK MENGURANGI KONSENTRASI ZAT Kandungan Fe, CO2 agresif, bakteri yang tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS WARNA, SUHU, ph DAN SALINITAS AIR SUMUR BOR DI KOTA PALOPO

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya.

NTU, wama = 162 Pt Co dan kadar besi = 0.6 mg/l. Hal ini menunjukkan

Transkripsi:

7 OPTIMASI DOSIS TAWAS, TANAH GAMBUT DAN KAPUR TOHOR SEBAGAI KOAGULAN DALAM PENGOLAHAN AIR GAMBUT MENJADI AIR BERSIH OPTIMUM CONTENT OF ALUM, PEAT SOIL, AND LIME USED AS COAGULANT TO TREAT PEAT RICH CONTENT WATER Karbito 1) dan Agus Slamet 1) 1) Jurusan Teknik Lingkungan FTSP - ITS Abstrak Berdasarkan hasil penelitian diketahui pembubuhan kombinasi dosis tawas, tanah gambut dan kapur tohor dapat menetralkan ph, menurunkan warna, kekeruhan, dan kandungan zat organik. Dosis optimum penelitian ini diperoleh pada dosis tawas dan tanah gambut masing-masing-masing 40 gr/l dan kapur tohor 20 gr/l. Pada dosis tersebut diperoleh perubahan ph dari 7,06 menjadi 7,86, efisiensi penurunan warna 97,5 % (dari 500 TCU menjadi 12,5 TCU), penurunan kekeruhan 98,5 % (dari 119,66 NTU menjadi 1,8 NTU) dan penurunan kandungan zat organik 90 % (dari 476,55 mg/l menjadi 47,48 mg/l). Kata kunci : kapur tohor, koagulan, tanah gambut, tawas Abstract Based on this study, it was revealed that the combination of alum, peat, and lime could neutralise ph and remove color, turbidity, and organic content. Optimum removal was achieved with alum, peat soil, and lime content of 40 gr/l; 40 gr/l, and 20 gr/l, consecutively. The ph changed from 7,06 to 7,86, while the removal of color, turbidity, and organic content was 97,5 % (from 500 TCU to 12,5 TCU), 98,5 % (from 119,66 TCU to 1,8 TCU), and 90 % (from 476,55 TCU to 47,48 TCU). Keywords : lime, coagulant, peat soil, alum 1. PENDAHULUAN Air merupakan kebutuhan pokok bagi manusia, karena tanpa adanya air maka kehidupan tidak akan berlangsung lama. Bagi sebagian penduduk yang tinggal di daerah pasang surut (rawa) seperti di Kalimantan, Sumatera dan Irian Jaya mempunyai masalah tersendiri dengan sumber air bersih yang digunakan, dimana air yang ada berwarna merah kecoklatan atau yang disebut air gambut. Di daerah tersebut petensi air baku melimpah tetapi sebagian besar mempunyai kualitas yang kurang baik, terutama bila dilihat dari intensitas warna, kandungan zat organik dan derajat keasamannya. Melihat sumber air baku yang relatif banyak maka pengembangan dan variasi pengolahan air bersih dari air gambut merupaka upaya yang positif untuk membantu memecahkan permasalahan kekurangan air bersih, untuk itu dilakukan penelitian untuk memperbaiki kualitas air gambut dengan menggunakan kombinasi tawas, tanahgambut dan kapur tohor sebagai koagulan. Kurang lebih ¾ bagian dari permukaan bumi terdiri air baik dalam bentuk cair, padat maupun gas. Air merupakan sumber daya yang mutlak harus ada bagi kehidupan. Tubuh manusia 70% terdiri a- tas air. Sebaliknya, di dalam air terdapat bendabenda hidup yang sangat menentukan karakteristik air tersebut, baik secara kimia, fisik dan biologis. Untuk mencegah timbulnya penyebaran penyakit, maka perlu kiranya diketahui kriteria air bersih yang layak digunakan, menurut Permenkes R.I. No.416/Menkes/Per/IX/1990 yaitu syarat kuantitatif artinya bahwa air tersebut jumlahnya harus mencukupi kebutuhan sehari-hari dalam hal ini jumlah air ditentukan atau sejalan dengan taraf kehidupan masyarakat. Khusus di Indonesia terutama di daerah perkotaan kebutuhan air kurang lebih 60 lt/orang/hari sudah mencukupi kebutuhan sedangkan untuk daerah pedesaan kurang lebih 60 lt/ orang/hari dianggap sudah memenuhi kebutuhan (Sanropie, 1984).

8 Jurnal Purifikasi, Vol. 4, No. 1, Januari 2003: 7-12 Syarat kualitatif dimana selain jumlah yang cukup maka dari segi kualitas juga amat perlu mempertimbangkan syarat fisik, kimia, bakteriologis dan radioaktifitas. Syarat fisika yang meliputi bau, jumlah zat padat terlarut (TDS), kekeruhan, rasa, suhu dan warna. Syarat Kimia meliputi tidak boleh terdapat zat-zat beracun, tidak boleh terdapat zatzat yang dapat mengganggu kesehatan, tidak mengandung zat-zat yang melebihi kadar tertentu sehingga dapat menimbulkan gangguan phisiologis, tidak mengandung zat-zat kimia tertentu yang melebihi batas tertentu sehingga bisa menimbulkan gangguan teknis dan ekonomis. Persyaratan Bakteriologis yaitu dengan adanya batas maksimum jumlah bakteri untuk air bersih bukan perpipaan adalah 50/0 ml untuk angka coliform tinja dan air perpipaan batas maksimumnya total coliform adalah /0 ml (Alaerts dan Santika, 1987). Untuk persyaratan radioaktifitas pada sinar alpha batas tertinggi yang diperbolehkan adalah sebesar 0,1 bequerel/liter. Sedangkan sinar beta batas tertinggi yang diperbolehkan adalah sebesar 1,0 baquerel/liter. Atas dasar tata guna air dan hubungannya dengan kriteria kualitas air maka sumber air dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu golongan A, B, C dan golongan D. Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa diolah terlebih dahulu. Golongan B, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku untuk diolah sebagai air minum dan keperluan rumah tangga, tetapi harus diolah terlebih dahulu. Golongan C, yaitu air yang dapat dipergunakan untuk perikanan dan pertanian. Golongan D, yaitu air yang dapat dipergunakan untuk usaha perhotelan, industri dan tenaga listrik. Air gambut merupakan air permukaan dari tanah bergambut yang banyak terdapat di daerah pasang surut dan berawa. Ciri khas pada umumnya adalah warna merah kecoklatan, mengandung zat organik yang tinggi, rasanya asam, ph antara 2-5, dan tingkat kesadahan rendah. Terjadinya air gambut dikarenakan banyaknya zat organik yang terlarut dalam air tersebut, terutama dalam bentuk asam humus dan derifatnya. Asam humus inilah yang merupakan salah satu senyawa yang menentukan terhadap terbentuknya warna merah kecoklatan. Banyaknya zat organik yang terkandung dalam air gambut merupakan hasil dekomposisi organik seperti daun, pohon dan kayu dalam berbagai tingkat dekomposisi, walaupun umumnya telah mencapai tingkat atau kondisi stabil. Kehadiran zat organik dapat menyebabkan kekeruhan pada air tersebut. Dengan demikian air gambut tergolong tidak memenuhi persyaratan standar air bersih. Beberapa unsur yang tidak memenuhi persyaratan standar air bersih adalah segi estetika, dengan adanya warna dan kekeruhan pada air, segi kesehatan; ph rendah dapat menimbulkan kerusakan gigi dan sakit perut dan menyebabkan air berasa asam, kandungan organik yang tinggi dapat merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme dalam air yang dapat menimbulkan bau apabila bahan organik tersebut terurai secara biologis dan jika dilakukan desinfeksi dengan larutan klor akan membentuk senyawa organoklorin yang bersifat karsinogenik. Menurut Suprihanto (1994) pengolahan air gambut yang prospektif didasarkan pada proses koagulasi/ flokulasi dan adsorpsi, sebelum diketahui proses lainnya. Proses koagulasi adalah proses pembentukan partikel koloidal yang stabil sehingga memungkinkan partikel tersebut bergabung dengan partikel lainnya dan dapat diendapkan. Adsorpsi adalah fenomena kompleks yang melibatkan proses kimia-fisik antara fase padat sebagai adsorbant dan fase cair dimana zat yang akan diserap berada. Tanah gambut yang dapat digunakan sebagai koagulan (Kusnedi, 1995) yaitu lapisan tanah gambut permukaan (0-1 m), lapisan tanah lempung abuabu muda-tua, lunak dan plastis (1 2,5 m) serta lapisan lempung untuk pengolahan (2,5 5 m). Persenyawaan Alumunium Sulfat (Al 2 (SO 4 ) 3 ) atau sering disebut tawas, banyak digunakan sebagai koagulan karena ekonomis. Dengan pembubuhan tawas pada suatu larutan koloidal yang dianggap stabil dan susah mengendap, maka stabilitas tersebut akan terganggu. Proses pembentukan endapan Al(OH) 3 mengikuti Persamaan 1 berikut ini. 2 SO 6H O 2Al OH H SO Al (1) 2 4 2 2 3 6 Reaksi pada Persamaan 1 ini menyebabkan pembebasan ion H +, sehingga ph larutan menjadi berkurang. Akibatnya proses flokulasi tidak dapat berlangsung baik dalam air yang mengandung Al yang tinggi karena ph terlalu rendah, sedangkan 4

Karbito, Optimasi Dosis Tawas Sebagai Koagulan Dalam Pengolahan Air Gambut 9 untuk membentuk Al(OH) 3 dibutuhkan ph 6 sampai 8. Kapur (lime) secara umum terdapat dalam dua bentuk yaitu CaO dan Ca(OH) 2. CaO adalah bahan mudah larut dalam air dan menghasilkan gugus hidroksil yaitu Ca(OH) 2 yang bersifat basa dan disertai keluarnya panas yang tinggi. Menurut Tarmiji (1986), penggunaan dari kapur antara lain di bidang kesehatan lingkungan untuk pengolahan air kotor, air limbah maupun industri lainnya. Pada pengolahan air kotor, kapur dapat mengurangi kandungan bahan-bahan organik. Cara kerjanya adalah kapur ditambahkan untuk mereaksikan alkali bikarbonat serta mengatur ph air sehingga menyebabkan pengendapan.proses pengendapan ini akan berjalan secara efektif apabila ph air antara 6-8. 2. METODOLOGI Penelitian ini dilakukan di desa Karyatani kecamatan Labuhan Maringgai Lampung Tengah pada tanggal 11-13 Januari 1999. Sedangkan obyek pada penelitian ini meliputi kualitas air sampel (air gambut), penentuan dosis tawas sebagai koagulan dan tanah gambut serta kapur tohor sebagai koagulan pembantu dengan metode jartest. Parameter yang akan diteliti adalah ph, warna, kekeruhan, dan kandungan zat organik air sampel (air gambut) sebelum dan sesudah penelitian. Adapun variabel penelitian dalam hal ini meliputi variabel bebas yang terdiri dari tawas, tanah gambut dan kapur tohor. Variabel terikat yaitu kualitas air gambut. Sedangkan variabel pengganggu terdiri atas sumber air sampel, tawas, tanah gambut, dan kapur tohor. Pengambilan sampel dilakukan dengan grab sample (sampel sesaat). Sampel diambil pada sumber dan dianggap mewakili kualitas pada saat dan tempat tertentu (Slamet,1994). Pengujian koagulan dilakukan dengan maksud untuk mengetahui jenis dan jumlah kandungan zat di dalamnya yang berperan dalam proses penyerapan dan pengendapan air gambut. Pemeriksaan laboratorium untuk memperoleh data yang diperlukan, meliputi dosis koagulan dengan metode jartest, ph dengan ph meter, warna dengan colorimetri, kekeruhan dengan metode nephelometri serta kandungan zat organik dengan metode titimetri. Persamaan yang digunakan untuk menghitung efisiensi dapat dilihat pada Persamaan 2. Efisiensi = ( A B ) / A x 0 % (2) Dimana : A = kadar zat sebelum pengolahan B = kadar zat sesudah pengolahan 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas air gambut di desa Karya tani kecamatan Labuhan Maringgai, kabupaten Lampung Tengah, propinsi Lampung, yang meliputi parameter ph, warna,kekeruhan dan zat organik (KMnO 4 ) sebagai hasil analisis laboratorium sebelum pengolahan disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Kualitas Air Gambut Desa Karyatani Kecamatan Labuhan Maringgai Lampung Tengah Tahun 1999. Paramater Satuan Hasil Analisa ph - 7.06 Warna TCU 500 Kekeruhan NTU 119.66 Zat organik mg/l 476.55 Sumber : Analisis Laboratoeium Kesehatan Prop. Lampung, Januari 1999. Dari hasil analisa pada Tabel 1, menunjukkan bahwa kualitas air gambut belum seluruhnya memenuhi persyaratan air bersih menurut Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990. Analisa pengolahan dengan metode jar test dilakukan untuk menentukan dosis optimum tawas sebagai koagulan dan tanah gambut serta kapur tohor sebagai koagulan pembantu dalam pengolahan air gambut. Hasil pada pengolahan I, air gambut diberikan koagulan tawas saja untuk parameter ph, warna, kekeruhan, dan kandungan zat organik (KMnO 4 ) disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil Pengolahan I Dengan Variasi Dosis Tawas Per Liter Air Gambut Untuk ph, Warna, Kekeruhan, Dan Zat Organik Dosis Tawas (gr/lt) 20 30 40 50 60 Hasil Analisa ph Warna (TCU) Kekeruhan (NTU) Zat Organik (mg/l) 3,75 3,58 3,37 3,34 3,31 3,25 400 370 350 335 320 300 2,66 93,77 84,83 82,43 80,23 79,27 240,1 126,64 86,01 84,43 83,91 81,26

Efisiensi (%) Efisiensi Jurnal Purifikasi, Vol. 4, No. 1, Januari 2003: 7-12 Sedangkan untuk pengolahan II air gambut diberikan kombinasi koagulan tawas, tanah gambut dan kapur tohor disajikan pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Hasil Pengolahan II Untuk Parameter ph, Warna, Kekeruhan, Dan Zat Organik Tawas Tanah Kapur Hasil analisa (g/l) gambut tohor ph Warna Kekeruhan Zat organik (g/l) (g/l) (TCU) (NTU) (mg/l) 5,23 20 2,53 287,57 20 20 9,98 18 2,3 91,77 30 30 15 7,71 15 2,0 58,56 40 40 20 7,86 12,5 1,8 47,48 50 50 25 8,05 20 4,0 56,98 60 60 30 8,6 25 4,2 74,4 Berdasarkan hasil analisa air gambut sebelum dilakukan pengolahan (pada Tabel 1), kualitas air gambut ternyata belum memenuhi persyaratan kualitas air bersih yang ditetapkan terutama untuk parameter warna, kekeruhan dan kandungan zat organik. Pada pengolahan I ini ternyata mempunyai pengaruh terhadap penurunan warna, kekeruhan dan kandungan zat organik. Efisiensi penurunan dari masing-masing parameter tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. 90 80 70 60 50 40 30 20 0 20 30 40 50 60 Dosis Tawas Warna (TCU) Kekeruhan (NTU) Zat Organik (mg/l) Gambar 1. Efisiensi Penurunan Warna, Kekeruhan Dan Zat Organik Akibat Penambahan Tawas Diperoleh gambaran bahwa dengan penambahan tawas dapat mengurangi kadar warna, kekeruhan dan kandungan zat organik air gambut. Pada pengolahan cara pertama ini, meskipun terjadi perubahan kualitas air menjadi lebih baik, tetapi masih kurang efektif. Hal ini disebabkan penggunaan dosis tawas yang terlalu besar dan hasil pengolahannya juga masih tidak memenuhi syarat kualitas air bersih. Penurunan warna ini terjadi karena dua kemungkinan yaitu, pertama warna yang disebabkan oleh zat organik tersebut diendapkan sebagai flok oleh proses koagulasi/flokulasi dengan adanya tawas. Mekanisme yang kedua yang mungkin terjadi adalah warna dalam bentuk zat organik yang terlarut tersebut diserap oleh flok kemudian mengendap. Selain itu presipitat yang mengandung Al(OH) 3 mempunyai daya adsorpsi yang kuat terhadap anion (Suprihanto, 1994). Penambahan tawas untuk penurunan kekeruhan terjadi karena ion Al 3+ yang dilepaskan oleh tawas akan menempel pada partikel koloid, menetralisir muatan, mereduksi gaya tolak menolak antar partikeal dan sebagian lagi akan membentuk hydroksida (Al(OH) 3 ) yang dapat mengendap (Suprihanto, 1994). Sedangkan penurunan zat organik disebabkan oleh terserapnya zat organik oleh flok dari koloid dan (Al(OH) 3 ) yang kemudian mengendap bersama-sama karena adanya gaya berat (Suprihanto, 1994). Pada pengolahan II dilakukan kombinasi pembubuhan koagulan tawas, tanah gambut dan kapur tohor. Jika dibandingkan dengan pengolahan I, maka hasil analisis pengolahan II ini jauh lebih efektif karena adanya koagulan pembantu yaitu tanah gambut dan kapur tohor. Gambar 2 menunjukkan efisiensi penurunannya. 120 0 80 60 40 20 0 0 20 30 40 50 60 70 Dosis (gr/l) Warna Kekeruhan Zat Organik Gambar 2. Efisiensi Penurunan Warna, Kekeruhan Dan Zat Organik Akibat Kombinasi Penambahan Tawas, Tanah Gambut Dan Kapur Tohor. Fungsi dari tanah gambut dalam hal ini adalah untuk membentuk kekeruhan buatan yang dapat menyerap warna yang diakibatkan oleh zat organik.

ph Karbito, Optimasi Dosis Tawas Sebagai Koagulan Dalam Pengolahan Air Gambut 11 Perlu diketahui tanah gambut memiliki daya adsorpsi yang kuat karena mempunyai luas permukaan yang luas (mempunyai butir yang halus). Kandungan SiO 2 dan Al 2 O 3 yang relatif tinggi dalam tanah gambut memungkinkan terbentuknya flokflok yang pada akhirnya dapat mengendap (Suprihanto, 1994). Sedangkan pembubuhan kapur tohor untuk menambah kation dan menaikkan ph air yang rendah akibat penambahan tawas, karena kapur (CaO) di dalam air membentuk Ca(OH) 2 yang bersifat basa sehingga dapat menetralkan ph. Dengan ph yang netral inilah proses pengendapan akan berjalan dengan baik. Jadi mekanisme penurunan warna, kekeruhan dan zat organik dalam air gambut saling berkait satu sama lain. Pebubuhan tawas dapat menurunkan ph sehingga kondisi air menjadi asam, seperti pada Persamaan 3 berikut. 2 SO 6H O 2Al OH H SO Al (3) 2 4 2 2 3 6 Reaksi ini membebaskan ion H +, sehingga ph larutan berkurang dan terjadi asam. Jika kondisi ini dibiarkan maka akan berpengaruh terhadap proses pengendapan. Asam dapat dinetralkan bila alkaliniti dalam air cukup tinggi atau dapat juga ditambahkan kapur tohor (CaO) dengan dosis tertentu. ph ideal untuk proses pengenapan adalah antara 6 sampai 8 (Alaerts dan Santika, 1987). Pada pengolahan II proses pengendapan dapat terjadi lebih baik dan terbukti dengan penurunan warna, kekeruhan dan kandungan zat organik air gambut lebih efektif seperti pada Gambar 2. Pada proses ini ph optimum terjadi pada ph 7,86 (untuk dosis tawas 40 gr/l dan kapur tohor 20 gr/l), karena pada ph tersebut terjadi efisiensi penurunan warna air gambut 97,5%, kekeruhan 98,5% dan kandungan zat organik 90%. Untuk mengetahui kelayakan air hasil pengolahan air gambut dengan tawas,tanah gambut, kapur tohor sebagai koagulan untuk sumber air bersih dibandingkan dengan standar kualitas air bersih sesuai Permenkes RI No.416/Menkes/Per/1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan air. Gambar 3 menunjukkan perbandingan penggunaan tawas pada pengolahan I dan Pengolahan II. 4 12 8 6 4 2 0 0 20 30 40 50 60 70 Pengolahan I Dosis tawas Pengolahan II Gambar 3. Grafik Pengaruh Pembubuhan Koagulan (Tawas) Terhadap Perubahan Ph Pada Pengolahan I Dan Pengolahan II. Pada pengolahan dengan menggunakan tawas saja hasilnya belum optimum dan tidak memenuhi standar kualitas air bersih yang ditetapkan. Sedangkan setelah melalui pengolahan II hasilnya sudah sangat baik dan memenuhi standar, terutama untuk parameter ph warna, dan kekeruhan, sedangkan parameter zat organik sudah terjadi penurunan tetapi masih diatas standar ( mg/l). Meskipun hasil pengolahan sudah efektif, namun penolahan dengan kombinasi tawas, tanah gambut dan kapur tohor sangat sulit diterapkan karena membutuhkan dosis yang terlalu besar sehingga unit pengolahannya mahal dan biaya operasional mahal. 4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan Berdasarkan analisa laboratorium bahwa kualitas air sampel mempunyai ciri ph netral (7,06), kadar warna tinggi (500 TCU), kekeruhan tinggi (119,66 NTU) dan kandungan zat organik tinggi (476,55 mg/l). Pada pengolahan II hasilnya lebih efektif untuk menetralkan ph, menurunkan warna, kekeruhan dan kandungan zat organik tetapi juga diperlukan dosis yang terlalu besar. Pada pengolahan cara kedua hasilnya telah sesuai dengan persyaratan kualitas air bersih Permenkes RI No 416/Menkes/Per/1990. Dosis optimum untuk tawas 40 gr/l, tanah gambut 40 gr/l dan lapur tohor 20 gr/l. Pada dosis tersebut diperoleh hasil untuk parameter ph (7,86), warna (12,5 TCU), kekeruhan (1,8 NTU) dan zat organik (47,48 mg/l). Untuk pengolahan skala besar diperlukan unit pengolahan yang besar dan biaya yang mahal sehinga tidak sebanding dengan air yang dihasilkan.

12 Jurnal Purifikasi, Vol. 4, No. 1, Januari 2003: 7-12 5.2. Saran Penggunaan tawas, tanah gambut dan kapur tohor sebagai koagulan untuk memperbaiki kualitas air gambut hendaknya dapat dijadikan suatu alternatif dalam pengolahan air bersih. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan mengkombinasikan koagulan tanah gambut dan kapur tohor sebagai pembanding untuk pengolahan air gambut dengan menggunakan koagulan tawas, tanah gambut dan kapur tohor. Perlu adanya penelitian lanjutan tentang parameter lain yang terkandung dalam air gambut dan proses perbaikan kualitasnya sehingga air yang ada dapat benar-benar aman untuk dikonsumsi masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Alaerts. G dan Santika. S (1987). Metode Penelitian Air. Usaha Nasional Indonesia. Surabaya. Kusnedi. (1995). Mengolah Air Gambut Dan Air Kotor Untuk Air Minum. Penebar Swadaya. Jakarta. Permenkes RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990. Tentang Daftar Persyaratan Kualitas Air Bersih. Sanropie, D. (1984). Pedoman Bidang Studi Penyediaan Air Bersih. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Slamet, J.S. (1994). Kesehatan Lingkungan. Gajah Mada University Press. Bandung. Suprihanto. (1994). Pengolahan Air Gambut. LPPM ITB dan Direktorat Penyehatan Air Ditjen PPM & PLP Depkes RI. Suprihanto. (1994). Pengolahan Air Gambut Kajian Terhadap Studi Laboratorium. Teknik Lingkungan ITB. Bandung. Tarmiji, E. (1986). Batu Kapur dan Pemanfaatannya. Balai Penelitian dan Pengembangan Industri. Medan.