PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAHAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG SELATAN, Menimbang : a. bahwa pengaturan air bawah tanah dimaksudkan untuk memelihara kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup akibat pengambilan air bawah tanah yang bertujuan agar keberadaan air bawah tanah sebagai sumber daya air tetap mendukung dan mengantisipasi tuntutan perkembangan pembangunan serta berpihak kepada kepentingan rakyat; b. bahwa pengelolahan air bawah tanah didasarkan atas azas -azas fungsi sosial dan nilai ekonomi, Kemanfaatan umum, Keterpaduan dan keserasian, Keseimbangan, Kelestarian, Keadilan, Kemandirian, Transparansi dan akuntabilitas publik dan teknis pengelolaan air bawah tanah berlandaskan pada kesatuan wilayah cekungan air bawah tanah; c. bahwa untuk pelaksanaan maksud huruf a dan huruf b tersebut diatas perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Selatan. Mengingat 1. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang Penetapan Undangundang Darurat Nomor 4 Tahun 1956, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1956, Undang-undang Darurat Nomor 6 Tahun 1956, tentang Pembentukan Daerah Tingkat II termasuk Kotapraja dalam Lingkungan Daerah Tingkat I Sumataera Selatan sebagai undang-undang (Lembaran Negara Rl Tahun 1959 Nomor 37); 2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pokok -pokok Pertambangan (Lembaran Negara Rl Tahun 1967 Nomor 22 tambahan Lembaran Negara Rl Nomor 2831); 3. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Rl Tahun 1992 Nomor 115 tambahan Lembaran Negara Rl Nomor 3501); 4. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolahan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Rl Tahun 1997 Nomor 68 tambahan Lembaran Negara Rl Nomor 3699); 5. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004, Nomor 125 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 4437); 6. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004, Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 4438);
7. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53) Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4389); 8. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Rl Tahun 1999 Nomor 72 tambahan Lembaran Negara Rl Nomor 3848); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air (Lembaran Negara Rl Nomor 37 tambahan Lembaran Negara Rl Nomor 3225); 10.Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Anahsis mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara tahun 1999 Nomor 59 tambahan Lembaran Negara Rl Nomor 3838); 11.Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemerintah dan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Rl Nomor 54 tambahan Lembaran Negara Rl Nomor 3952); 12.Keputusan Presiden Nomor 64 Tahun 1972 tentang Pengaturan, Pengurus dan Penguapan Uap Geothermal, Sumber Air Bawah Tanah dan Mata Air Panas; 13.Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral No.1451.K/10/ MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan di Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah; 14.Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Selatan Nomor 04 Tahun 2002 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Lampung Selatan. Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LAMPUNG SELATAN Dan BUPATI LAMPUNG SELATAN MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG SELATAN TENTANG PENGELOLAHAN AIR BAWAH TANAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Daerah Kabupaten Lampung Selatan. 2. Kepala Daerah adalah Bupati Lampung Selatan. 3. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah Kabupaten Lampung Selatan.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Badan Legeslatif Daerah Kabupaten Lampung Selatan. 5. Dinas Pertambangan dan Energi adalah Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lampung selatan. 6. Kepala Dinas Pertambangan dan Energi adalah Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lampung selatan. 7. Peraturan Daerah adalah Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Selatan. 8. Keputusan Bupati adalah Keputusan Bupati Lampung Selatan. 9. Asosiasi adalah asosiasi perusahaan pengeboran Air Bawah Tanah atau asosiasi juru bor Air Bawah Tanah yang telah mendapat akreditasi dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK ) sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000. 10. Badan Usaha adalah Lembaga Swasta atau pemerintah yang salah satu kegiatannya melaksanakan usaha dibidang Air Bawah Tanah. 11. Pelaksanaan Pengeboran Air Bawah Tanah adalah Badan Usaha yang sudah mendapat Izin untuk bergerak dibidang Pengeboran Air Bawah Tanah. 12. Direktur Jendral adalah Direktur Jenderal yang mempunyai Kewenangan di bidang Air Bawah Tanah. 13. Air Bawah Tanah adalah semua air yang terdapat dalam lapisan pengandung air di bawah permukaan tanah, termasuk mata air yang muncul secara alamiah di atas permukaan air. 14. Pengelolahan Air Bawah Tanah adalah pengelolahan dalam arti!uas yang meliputi usaha Inventarisasi, pengaturan pemanfaatan, perizinan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan serta konservasi Air Bawah Tanah. 15. Hak Guna air adalah hak untuk memperoleh dan menggunakan Air Bawah Tanah untuk keperluan tertentu. 16. Cekungan Air Bawah Tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas -batas Hidrogeologi dimana semua kejadian hidrogeologi seperti proses pengimbuhan, pengaliran, pelepasan air bawah tanah berlangsung. 17. Akuifer atau lapisan pembawa air adalah lapisan batuan j'enuh air dibawah permukaan tanah yang dapat menyimpan dan meneruskan air dalam jumlah yang cukup dan ekonomis. 18. Pengambilan air bawah tanah adalah setiap kegiatan pengambilan air bawah tanah yang dilakukan dengan cara penggalian, pengeboran, atau dengan cara membuat bangunan penurap lainnya untuk dimanfaatkan airnya atau untuk tujuan lain. 19. Inventarisasi air bawah tanah adalah untuk kegiatan pemetaan, penyelidikan, penelitian, eksplorasi, evaluasi dan pengelolaan data air bawah tanah. 20. Konservasi Air Bawah Tanah adalah pengelolahan Air Bawah Tanah untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara serta mempertahankan mutunya. 21. Pencemaran Air Bawah Tanah adalah masuknya atau dimasukannya unsur, zat, komponen Fisika, Kimia atau Biologi kedalam Air Bawah Tanah oleh kegiatan manusia atau oleh proses alami yang mengakibatkan mutu Air Bawah Tanah turun sampai ke tingkat tertentu sehingga tidak sesuai lagi dengan peruntukannya. 22. Pembinaan adalah segala usaha yang mencakup pemberian pengarahan, petunjuk, bimbingan, pelatihan dan penyuluhan dalam pengelolahan Air Bawah Tanah. 23. Pengendalian adalah segala usaha yang mencakup kegiatan pengaturan, penelitian, dan pemantauan pengambilan air bawah tanah untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana demi menjaga kesinambungan ketersediaan dan mutunya. 24. Pengawasan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menjamin tegaknya peraturan, perundangan-undangan pengelolahan air bawah tanah.
25. Persyaratan teknik adalah ketentuan teknik yang harus dipenuhi untuk melakukan kegiatan di bidang air bawah tanah. 26. Prosedur adalah tahapan dan mekanisme yang harus dilalui dan diikuti untuk melakukan kegiatan dibidang air bawah tanah. 27. Pedoman adalah acuan dibidang air bawah tanah yang bersifat umum yang harus dijabarkan lebih lanjut dan dapat disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan daerah setempat. 28. Sumur pantau adalah sumur yang dibuat untuk memantau muka dan mutu air bawah tanah pada akuifer tertentu. 29. Jaringan sumur pantau adalah kumpulan sumur pantau yang tertata berdasarkan kebutuhan pemantauan terhadap air bawah tanah pada suatu cekungan air bawah tanah. BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2 (1) Pengelolaan air bawah tanah yang berada didalam wilayah Kabupaten Lampung Selatan ditetapkan oleh Bupati berdasarkan pemetaan hidrogeologi yang dilakukan oleh Dinas Pertambangan dan Energi. (2) Pengelolaan cekungan air bawah tanah yang melintasi wilayah Kabupaten lain yang berbatasan dengan Kabupaten Lampung Selatan ditetapkan berdasarkan titik koordinat atas kesepakatan bersama masing-masing Bupati/Wali kota yang bersangkutan dengan dukungan koordinasi dan fasilitasi Gubernur. (3) Teknis dan pengelolaan air bawah tanah dilakukan melalui tahapan kegiatan sebagai berikut: a. Inventarisasi; b. Perencanaan Pendayagunaan; c. Konservasi; d. Peruntukan Pemanfaatan; e. Perizinan; f. Pembinaan dan Pengendalian; g. Pengawasan. BAB III PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH Bagian pertama Inventarisasi Pasal 3 (1) Kegiatan inventarisasi meliputi kegiatan pemetaan, penyelidikan, penelitian, ekspiorasi, evaluasi pengumpulan dan pengelolaan data air bawah tanah yang meliputi: a. Sebaran cekungan air bawah tanah dan geometri akuifer. b. Kawasan imbuh (recharge area) dan lepasan (discharge area) c. Karateristik akuifer, dan potensi air bawah tanah. d. Pengambilan air bawah tanah. e. Data lain yang berkaitan dengan air bawah tanah.
(2) Semua data sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah milik Pemerintah Daerah yang dimanfaatkan untuk kepentingan umum. (3) Kegiatan inventarisasi air bawah tanah dilakukan dengan memperhatikan kepentingan umum dan Pemerintah Daerah dalam rangka penyusunan rencana atau pola induk pengembangan terpadu air bawah tanah dan pemanfaatannya. (4) Inventraisasi air bawah tanah dalam rangka pengelolaan air bawah tanah dilaksanakan oleh Dinas Pertambangan dan Energi. Bagian Kedua Perencanaan Pendayagunan Pasal 4 Kegiatan perencanaan pendayagunaan air bawah tanah dilaksanaakan sebagai dasar pengelolaan air bawah tanah pada kesatuan wilayah cekungan air bawah tanah. Pasal 5 (1) Perencanaan pendayagunaan air bawah tanah sebagaimana dimaksud pada Pasal 4, didasarkan pada hasil pengolahan dan evaluasi data inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1). (2) Perencanaan pendayagunaan air bawah tanah dalam rangka pengeloiaan pemanfaatan dan perlindungan air bawah tanah dilaksakan oleh Dinas Pertambangan dan Energi melibatkan instansi terkait dan masyarakat pengguna air bawah tanah. Bagian Ketiga Konservasi Pasal 6 (1) Untuk mencegah terjadinya kerusakan air bawah tanah, lingkungan keberadaannya dan lingkungan sekitarnya, serta untuk perlindungan dan pelestarian air bawah tanah, perlu dilaukan upaya konservasi air bawah tanah. (2) Konservasi air bawah tanah bertumpu pada azas kemanfaatan, kesinambungan ketersediaan, dan kelestarian air bawah tanah serta lingkungan keberadaannya. (3) Pelaksanaan konservasi air bawah tanah didasarkan pada: a. Kajian identifikasi dan evaluasi cekungan air bawah tanah. b. Kajian kawasan imbuh (recharge area) dan lepasan (Discharge area). c. Perencanaan pemanfaatan d. Informasi hasil pemantauan perubahan kondisi air bawah tanah. Pasal 7 (1) Dalam upaya konservasi air bawah tanah dilakukan pemantauan terhadap perubahan muka dan mutu air bawah tanah melalui sumur pantau. (2) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini untuk debit pengambilan lebih dari 50 liter/detik dari sumur produksi pada kawasan kurang dari 10 (sepuluh) hektar serta memasang water meter pada tiap jaringan dan titik pengeboran air bawah tanah.
(3) Penetapan jaringan sumur pantau dalam satu cekungan air bawah tanah yang melintasi wilayah Kabupaten Lampung Selatan dilakukan berdasarkan kesepakatan Kabupaten/Kota yang bersangkutan dengan dukungan koordinasi dan fasilitasi gubernur. (4) Bupati melalui Kepala Dinas Pertambangan dan Energi menetapkan jaringan sumur pantau pada cekungan dalam wilayah Kabupaten Lampung Selatan. Pasal 8 Setiap pemegang izin pengambilan air bawah tanah dan izin pengambilan mata air, wajib melaksanakan konservasi air bawah tanah sesuai dengan fungsi kawasan yang ditetapkan sesuai tata ruang yang bersangkutan. Bagian Keempat Peruntukan Pemanfaatan Pasal 9 (1) Peruntukan pemanfaatan air bawah tanah untuk keperluan air minum merupakan prioratas diatas segala keperluan lain. (2) Urutan prioritas peruntukan air bawah tanah adalah sebagai berikut: a. Air minum; b. Air untuk rumah tangga; c. Air untuk peter nakan dan pertanian sederhana; d. Air untuk industri; e. Air irigasi; f. Air pertambangan; g. Air untuk usaha perkotaan. (3) Urutan prioritas peruntukan pemanfaatan air bawah tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini dapat berubah dengan memperhatikan kepentingan umum dan kondisi setempat. (4) Peruntukan pemanfaatan air bawah tanah ditetapkan oleh Bupati melalui Kepala Dinas Pertambangan dan Energi. Bagian Kelima Perizinan Pasal 10 (1) Setiap kegiatan eksplorasi, pengeboran termasuk penggalian, penurupan dan pengambilan air bawah tanah hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh izin. (2) Izin sebagimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini terdiri dari: a. Izin Ekplorasi air bawah tanah b. Izin Pengeboran air bawah tanah c. Izin Penurapan mata air d. Izin Pengambilan mata air. (3) izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini diberikan oleh Bupati melalui Kepala Dinas Pertambangan dan Energi berdasarkan hasil kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 5 dan Pasal 9.
Pasal 11 (1) Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 ayat (2), maka wajib izin mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bupati melalui Kepala Dinas Pertambangan dan Energi. (2) Prosedur pemberian izin eksplorasi air bawah tanah, prosedur pemberian izin pengeboran, prosedur izin pengambilan air bawah tanah dan prosedur izin penurapan mata air dan izin pengambilan mata air, diatur dengan Keputusan Bupati. Pasal 12 (1) Pengeboran air bawah tanah hanya dapat dilakukan oleh : a. Badan Usaha yang mempunyai izin perusahaan pengeboran air bawah tanah dan juru bornya telah mendapatkan Surat Izin Juru Bor (SUB). b. Instansi/Lembaga Pemerintah yang instalasi bornya telah mendapat surat tanda instalasi Bor dari Asosiasi, dan telah memperolah regitrasi dari LPJK sesuai peraturan perundangan-undangan yang berlaku. (2) Izin Usaha Perusahaan Pengeboran Air Bawah Tanah (SIPPAT) dan Izin Juru Bor (SUB) diberikan oleh Bupati melalui Kepala Dinas Pertambangan dan Energi.setelah mendapatkan sertifikat klasifikasi dan kualifikasi dari asosiasi dan telah memperoleh registrasi dari LPJK. (3) Prosedur pemberian izin perusahaan pengeboran Air Bawah Tanah dan prosedur pemberian izin Juru Bor Tanah diatur dengan Keputusan Bupati. Pasal 13 (1) Pengambilan Air Bawah Tanah untuk keperluan air minum dan keperluan air rumah tangga sampai batas -batas tertentu tidak di perlukan izin. (2) Batas-batas tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, adalah sebagai berikut: a. Pengambilan Air Bawah tanah dengan menggunakan tenaga manusia. b. Pengambilan air bawah tanah untuk kebutuhan kurang dari 100 M3 (seratus metr kubik) perbulan, tidak menggunakan distribusi secara terpusat dan diameter pipa sumur bor kurang dari 2 (dua) inci atau 5 (lima) cm. (3) Kegiatan penelitian air bawah tanah yang dilakukan oleh instansi /Badan/ Lembaga tidak diperlukan izin, setelah mendapat rekomendasi dari Dinas Pertambangan dan Energi. Pasal 14 (1) Izin pengeboran air bawah tanah dan Izin penurapan mata air berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang atas permohonan pemegang izin. (2) Izin penurapan mata air diberikan setelah mendapat saran dari tim teknis pertambangan dan rekomendasi dari Kepala Desa/Kelurahan di mana titik mata air tersebut berada serta tidak mengganggu ketersediaan air diperairan Umum. (3) Izin pengambilan air bawah tanah dan izin pengambiian mata air berlaku untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang atas permohonan pemegang izin. (4) Pemegang izin pengambilan air bawah tanah dan mata air harus mandaftar ulang izin yang dimiliki setiap 1 (satu) tahun. (5) Ketentuan daftar ulang akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.
Pasal 15 (1) Izin sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 ayat (2), hanya berlaku untuk 1 (satu) titik pengeboran dilokasi yang diajukan sesuai dengan permohonan. (2) Setiap rencana titik pengeboran dan perubahan konstruksi pengambilan air bawah tanah dan mata air harus diajukan secara tertulis Kepada Bupati melalui Dinas Pertambangan dan Energi. Pasal 16 (1) Bupati dapat menangguhkan izin, membatalkan atau mencabut Surat izin yang diterbitkan. (2) Penangguhan permohonan izin dilakukan apabila : a. Pemohon tidak dapat memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, dalam waktu 30 (tiga puluh hari) setelah surat permohonan diterima. b. Apabila akan mengakibatkan pelanggaran peraturan perundang -undangan yang berlaku tentang Air Bawah Tanah. (3) Pembatalan atau pencabutan Surat izin yang telah di terbitkan dilakukan apabila : a. Habis masa berlaku izin, karena diberi perpanjangan dan atau pemegang izin tidak mengajukan perpanjangan. b. Mengganggu keseimbangan air bawah tanah, terjadi kerusakan lingkungan serta pemanfaatannya tidak sesuai dengan peruntukan yang tertera dalam Surat izin. c. Melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang Air Bawah Tanah. (4) Penangguhan pembatalan dan atau pencabutan Surat izin sebagaimana Di maksud ayat (2) pasal ini dilakukan terlebih dahulu memberi peringatan secara tertulis kepada pemohon dan atau pemegang izin. (5) Izin sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (2) tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, kecuali setelah mendapat persetujuan Bupati melalui Kepala Dinas Pertambangan dan Energi. Bagian Keenam Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan Pasal 17 (1) Pembinaan, pengendalian dan pengawasan dalam rangka kegiatan eksplorasi air bawah tanah, dan pencemaran serta kerusakan lingkungan air bawah tanah dilakukan oleh Bupati melalui Kepala Dinas pertambangan dan Energi. (2) Pembinaan, pemgendalian dan Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) pasal ini dilakukan oleh petugas teknis yang ditunjuk oleh Bupati atas usul Kepala Dinas Pertambangan dan energi, dan petugas teknis setiap saat dapat mengadakan pemantauan langsung di lapangan atas informasi dan atau data yang diterima. (3) Pengawasan sebagaimana di maksud ayat (1) meliputi: a. Pengawasan terhadap pelaksanaan pengeboran dan pemanfaatan Air Bawah Tanah dan pengambilan Air dari sumber mata air. b. Pengawasan terhadap pencemarandan kerusakan tatanan air Bawah Tanah pada sumbernya. c. Pengawasan dalam rangka penertiban pengambilan Air bawah Tanah tanpa izin.
d. Pengawasan dalam rangka penertiban kegiatan perusahaan pengeboran Air Bawah Tanah tanpa izin. Pasal 18 Pengawas wajib membuat laporan atas pelaksanaan tugas pengawasan secara berkala melalui Kepala Dinas Pertambangan dan Energi yang disampaikan kepada Bupati Bagian Ketujuh I u r a n Pasal 19 (1) Setiap pengeboran Air Bawah Tanah wajib membayar iuran pertitik (2) Iuran yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah Membayar Iuran : a. Titik pengeboran pertama sebesar Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah); b. Titik pengeboran kedua sebesar Rp. 350.000,- (tiga ratus lima puluh ribu rupiah); c. Titik pengeboran ketiga Rp. 400.000,- (empat ratus ribu rupiah ); dan Titik pengeboran selanjutnya dengan melampirkan tanda bukti pembayaran/pelunasan. BAB IV KETENTUAN PIDANA Pasal 20 (1) Pelanggaran terhadap Peraturan Daerah ini dapat diancam dengan hukuman kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), dengan atau tidak merampas barang tertentu untuk daerah, kecuali jika ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan. (2) Selain oleh Pejabat Penyidik Umum, penyidikan atas tindak pidana dalam Peraturan Daerah ini dapat dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Selatan yang pengangkatannya dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB V KETENTUAN PERALIHAN Pasal 21 Terhadap perusahaan/perorangan yang melakukan pengeboran/pengambilan Air Bawah Tanah yang sudah ada, sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini dalam waktu 6 (enam) bulan sejak diberlakukannya Peraturan Derah ini wajib mendaftarkan kembali dan menyesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.
BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 22 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya, akan diatur dengan Keputusan Bupati. Pasal 23 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penetapannya dalam lembaran Daerah Kabupaten Lampung Selatan. Diundangkan di Kalianda Pada Tanggal 21 Pebruari 2005 Ditetapkan di Kalianda Tanggal 14 Pebruari 2005 BUPATI LAMPUNG SELATAN dto Hi. ZULKIFLI ANWAR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG SELATAN NOMOR 6 TAHUN2005