PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAHAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

dokumen-dokumen yang mirip
MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MEMTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1451 K/10/MEM/2000 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 10 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

<Lampiran> KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1451 K/10/MEM/2000 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENYELENGGARAAN TUGAS PEMERINTAHAN

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 26 TAHUN 2003 TENTANG IZIN PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 10 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG NOMOR 11 TAHUN 2004 TENTANG IZIN PENGEBORAN DAN PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH SERTA MATA AIR

Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA TARAKAN, MEMUTUSKAN :

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI LEBAK,

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DI PROPINSI JAWA TIMUR

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI KULON PROGO,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 21 TAHUN 2003 TENTNAG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 7 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 13 TAHUN 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 32 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PERIZINAN PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG IZIN PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR TANAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 56 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAYANAN PERIZINAN PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI KABUPATEN PACITAN

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 7 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

BUPATI BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

PEMERINTAH KABUPATEN KARIMUN

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Tanah;

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG IZIN AIR TANAH BUPATI KUDUS,

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 3 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN PENGGUNAAN AIR TANAH

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNG MAS,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGARAAN USAHA DI BIDANG PERTAMBANGAN UMUM

BUPATI ROKAN HILIR PERATURAN DAERAH ROKAN HILIR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2007

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PERIZINAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKIMAN

BUPATI BOYOLALI RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2012 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG IZIN PEMANFAATAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG IZIN PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2018 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG IZIN PENGELOLAAN AIR TANAH

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PEMAKAIAN AIR TANAH DAN IZIN PENGUSAHAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN,

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 5 TAHUN 2006 TENTANG IZIN SEMENTARA PEMANFAATAN AIR TANAH BUPATI KULON PROGO,

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PEMAKAIAN DAN PENGUSAHAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 08 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAP/1 NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERIZINAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 13 TAHUN 2004 T E N T A N G IZIN PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG PERIZINAN DI BIDANG PENGAMBILAN AIR TANAH

BUPATI BATU BARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATU BARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR : 16 TAHUN 2001 T E N T A N G PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO,

WALIKOTA AMBON PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR 9TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan bertindak yang diberikan undang-undang yang berlaku untuk

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

Transkripsi:

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAHAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG SELATAN, Menimbang : a. bahwa pengaturan air bawah tanah dimaksudkan untuk memelihara kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup akibat pengambilan air bawah tanah yang bertujuan agar keberadaan air bawah tanah sebagai sumber daya air tetap mendukung dan mengantisipasi tuntutan perkembangan pembangunan serta berpihak kepada kepentingan rakyat; b. bahwa pengelolahan air bawah tanah didasarkan atas azas -azas fungsi sosial dan nilai ekonomi, Kemanfaatan umum, Keterpaduan dan keserasian, Keseimbangan, Kelestarian, Keadilan, Kemandirian, Transparansi dan akuntabilitas publik dan teknis pengelolaan air bawah tanah berlandaskan pada kesatuan wilayah cekungan air bawah tanah; c. bahwa untuk pelaksanaan maksud huruf a dan huruf b tersebut diatas perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Selatan. Mengingat 1. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang Penetapan Undangundang Darurat Nomor 4 Tahun 1956, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1956, Undang-undang Darurat Nomor 6 Tahun 1956, tentang Pembentukan Daerah Tingkat II termasuk Kotapraja dalam Lingkungan Daerah Tingkat I Sumataera Selatan sebagai undang-undang (Lembaran Negara Rl Tahun 1959 Nomor 37); 2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pokok -pokok Pertambangan (Lembaran Negara Rl Tahun 1967 Nomor 22 tambahan Lembaran Negara Rl Nomor 2831); 3. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Rl Tahun 1992 Nomor 115 tambahan Lembaran Negara Rl Nomor 3501); 4. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolahan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Rl Tahun 1997 Nomor 68 tambahan Lembaran Negara Rl Nomor 3699); 5. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004, Nomor 125 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 4437); 6. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004, Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 4438);

7. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53) Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4389); 8. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Rl Tahun 1999 Nomor 72 tambahan Lembaran Negara Rl Nomor 3848); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air (Lembaran Negara Rl Nomor 37 tambahan Lembaran Negara Rl Nomor 3225); 10.Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Anahsis mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara tahun 1999 Nomor 59 tambahan Lembaran Negara Rl Nomor 3838); 11.Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemerintah dan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Rl Nomor 54 tambahan Lembaran Negara Rl Nomor 3952); 12.Keputusan Presiden Nomor 64 Tahun 1972 tentang Pengaturan, Pengurus dan Penguapan Uap Geothermal, Sumber Air Bawah Tanah dan Mata Air Panas; 13.Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral No.1451.K/10/ MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan di Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah; 14.Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Selatan Nomor 04 Tahun 2002 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Lampung Selatan. Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LAMPUNG SELATAN Dan BUPATI LAMPUNG SELATAN MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG SELATAN TENTANG PENGELOLAHAN AIR BAWAH TANAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Daerah Kabupaten Lampung Selatan. 2. Kepala Daerah adalah Bupati Lampung Selatan. 3. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah Kabupaten Lampung Selatan.

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Badan Legeslatif Daerah Kabupaten Lampung Selatan. 5. Dinas Pertambangan dan Energi adalah Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lampung selatan. 6. Kepala Dinas Pertambangan dan Energi adalah Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lampung selatan. 7. Peraturan Daerah adalah Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Selatan. 8. Keputusan Bupati adalah Keputusan Bupati Lampung Selatan. 9. Asosiasi adalah asosiasi perusahaan pengeboran Air Bawah Tanah atau asosiasi juru bor Air Bawah Tanah yang telah mendapat akreditasi dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK ) sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000. 10. Badan Usaha adalah Lembaga Swasta atau pemerintah yang salah satu kegiatannya melaksanakan usaha dibidang Air Bawah Tanah. 11. Pelaksanaan Pengeboran Air Bawah Tanah adalah Badan Usaha yang sudah mendapat Izin untuk bergerak dibidang Pengeboran Air Bawah Tanah. 12. Direktur Jendral adalah Direktur Jenderal yang mempunyai Kewenangan di bidang Air Bawah Tanah. 13. Air Bawah Tanah adalah semua air yang terdapat dalam lapisan pengandung air di bawah permukaan tanah, termasuk mata air yang muncul secara alamiah di atas permukaan air. 14. Pengelolahan Air Bawah Tanah adalah pengelolahan dalam arti!uas yang meliputi usaha Inventarisasi, pengaturan pemanfaatan, perizinan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan serta konservasi Air Bawah Tanah. 15. Hak Guna air adalah hak untuk memperoleh dan menggunakan Air Bawah Tanah untuk keperluan tertentu. 16. Cekungan Air Bawah Tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas -batas Hidrogeologi dimana semua kejadian hidrogeologi seperti proses pengimbuhan, pengaliran, pelepasan air bawah tanah berlangsung. 17. Akuifer atau lapisan pembawa air adalah lapisan batuan j'enuh air dibawah permukaan tanah yang dapat menyimpan dan meneruskan air dalam jumlah yang cukup dan ekonomis. 18. Pengambilan air bawah tanah adalah setiap kegiatan pengambilan air bawah tanah yang dilakukan dengan cara penggalian, pengeboran, atau dengan cara membuat bangunan penurap lainnya untuk dimanfaatkan airnya atau untuk tujuan lain. 19. Inventarisasi air bawah tanah adalah untuk kegiatan pemetaan, penyelidikan, penelitian, eksplorasi, evaluasi dan pengelolaan data air bawah tanah. 20. Konservasi Air Bawah Tanah adalah pengelolahan Air Bawah Tanah untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara serta mempertahankan mutunya. 21. Pencemaran Air Bawah Tanah adalah masuknya atau dimasukannya unsur, zat, komponen Fisika, Kimia atau Biologi kedalam Air Bawah Tanah oleh kegiatan manusia atau oleh proses alami yang mengakibatkan mutu Air Bawah Tanah turun sampai ke tingkat tertentu sehingga tidak sesuai lagi dengan peruntukannya. 22. Pembinaan adalah segala usaha yang mencakup pemberian pengarahan, petunjuk, bimbingan, pelatihan dan penyuluhan dalam pengelolahan Air Bawah Tanah. 23. Pengendalian adalah segala usaha yang mencakup kegiatan pengaturan, penelitian, dan pemantauan pengambilan air bawah tanah untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana demi menjaga kesinambungan ketersediaan dan mutunya. 24. Pengawasan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menjamin tegaknya peraturan, perundangan-undangan pengelolahan air bawah tanah.

25. Persyaratan teknik adalah ketentuan teknik yang harus dipenuhi untuk melakukan kegiatan di bidang air bawah tanah. 26. Prosedur adalah tahapan dan mekanisme yang harus dilalui dan diikuti untuk melakukan kegiatan dibidang air bawah tanah. 27. Pedoman adalah acuan dibidang air bawah tanah yang bersifat umum yang harus dijabarkan lebih lanjut dan dapat disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan daerah setempat. 28. Sumur pantau adalah sumur yang dibuat untuk memantau muka dan mutu air bawah tanah pada akuifer tertentu. 29. Jaringan sumur pantau adalah kumpulan sumur pantau yang tertata berdasarkan kebutuhan pemantauan terhadap air bawah tanah pada suatu cekungan air bawah tanah. BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2 (1) Pengelolaan air bawah tanah yang berada didalam wilayah Kabupaten Lampung Selatan ditetapkan oleh Bupati berdasarkan pemetaan hidrogeologi yang dilakukan oleh Dinas Pertambangan dan Energi. (2) Pengelolaan cekungan air bawah tanah yang melintasi wilayah Kabupaten lain yang berbatasan dengan Kabupaten Lampung Selatan ditetapkan berdasarkan titik koordinat atas kesepakatan bersama masing-masing Bupati/Wali kota yang bersangkutan dengan dukungan koordinasi dan fasilitasi Gubernur. (3) Teknis dan pengelolaan air bawah tanah dilakukan melalui tahapan kegiatan sebagai berikut: a. Inventarisasi; b. Perencanaan Pendayagunaan; c. Konservasi; d. Peruntukan Pemanfaatan; e. Perizinan; f. Pembinaan dan Pengendalian; g. Pengawasan. BAB III PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH Bagian pertama Inventarisasi Pasal 3 (1) Kegiatan inventarisasi meliputi kegiatan pemetaan, penyelidikan, penelitian, ekspiorasi, evaluasi pengumpulan dan pengelolaan data air bawah tanah yang meliputi: a. Sebaran cekungan air bawah tanah dan geometri akuifer. b. Kawasan imbuh (recharge area) dan lepasan (discharge area) c. Karateristik akuifer, dan potensi air bawah tanah. d. Pengambilan air bawah tanah. e. Data lain yang berkaitan dengan air bawah tanah.

(2) Semua data sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah milik Pemerintah Daerah yang dimanfaatkan untuk kepentingan umum. (3) Kegiatan inventarisasi air bawah tanah dilakukan dengan memperhatikan kepentingan umum dan Pemerintah Daerah dalam rangka penyusunan rencana atau pola induk pengembangan terpadu air bawah tanah dan pemanfaatannya. (4) Inventraisasi air bawah tanah dalam rangka pengelolaan air bawah tanah dilaksanakan oleh Dinas Pertambangan dan Energi. Bagian Kedua Perencanaan Pendayagunan Pasal 4 Kegiatan perencanaan pendayagunaan air bawah tanah dilaksanaakan sebagai dasar pengelolaan air bawah tanah pada kesatuan wilayah cekungan air bawah tanah. Pasal 5 (1) Perencanaan pendayagunaan air bawah tanah sebagaimana dimaksud pada Pasal 4, didasarkan pada hasil pengolahan dan evaluasi data inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1). (2) Perencanaan pendayagunaan air bawah tanah dalam rangka pengeloiaan pemanfaatan dan perlindungan air bawah tanah dilaksakan oleh Dinas Pertambangan dan Energi melibatkan instansi terkait dan masyarakat pengguna air bawah tanah. Bagian Ketiga Konservasi Pasal 6 (1) Untuk mencegah terjadinya kerusakan air bawah tanah, lingkungan keberadaannya dan lingkungan sekitarnya, serta untuk perlindungan dan pelestarian air bawah tanah, perlu dilaukan upaya konservasi air bawah tanah. (2) Konservasi air bawah tanah bertumpu pada azas kemanfaatan, kesinambungan ketersediaan, dan kelestarian air bawah tanah serta lingkungan keberadaannya. (3) Pelaksanaan konservasi air bawah tanah didasarkan pada: a. Kajian identifikasi dan evaluasi cekungan air bawah tanah. b. Kajian kawasan imbuh (recharge area) dan lepasan (Discharge area). c. Perencanaan pemanfaatan d. Informasi hasil pemantauan perubahan kondisi air bawah tanah. Pasal 7 (1) Dalam upaya konservasi air bawah tanah dilakukan pemantauan terhadap perubahan muka dan mutu air bawah tanah melalui sumur pantau. (2) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini untuk debit pengambilan lebih dari 50 liter/detik dari sumur produksi pada kawasan kurang dari 10 (sepuluh) hektar serta memasang water meter pada tiap jaringan dan titik pengeboran air bawah tanah.

(3) Penetapan jaringan sumur pantau dalam satu cekungan air bawah tanah yang melintasi wilayah Kabupaten Lampung Selatan dilakukan berdasarkan kesepakatan Kabupaten/Kota yang bersangkutan dengan dukungan koordinasi dan fasilitasi gubernur. (4) Bupati melalui Kepala Dinas Pertambangan dan Energi menetapkan jaringan sumur pantau pada cekungan dalam wilayah Kabupaten Lampung Selatan. Pasal 8 Setiap pemegang izin pengambilan air bawah tanah dan izin pengambilan mata air, wajib melaksanakan konservasi air bawah tanah sesuai dengan fungsi kawasan yang ditetapkan sesuai tata ruang yang bersangkutan. Bagian Keempat Peruntukan Pemanfaatan Pasal 9 (1) Peruntukan pemanfaatan air bawah tanah untuk keperluan air minum merupakan prioratas diatas segala keperluan lain. (2) Urutan prioritas peruntukan air bawah tanah adalah sebagai berikut: a. Air minum; b. Air untuk rumah tangga; c. Air untuk peter nakan dan pertanian sederhana; d. Air untuk industri; e. Air irigasi; f. Air pertambangan; g. Air untuk usaha perkotaan. (3) Urutan prioritas peruntukan pemanfaatan air bawah tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini dapat berubah dengan memperhatikan kepentingan umum dan kondisi setempat. (4) Peruntukan pemanfaatan air bawah tanah ditetapkan oleh Bupati melalui Kepala Dinas Pertambangan dan Energi. Bagian Kelima Perizinan Pasal 10 (1) Setiap kegiatan eksplorasi, pengeboran termasuk penggalian, penurupan dan pengambilan air bawah tanah hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh izin. (2) Izin sebagimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini terdiri dari: a. Izin Ekplorasi air bawah tanah b. Izin Pengeboran air bawah tanah c. Izin Penurapan mata air d. Izin Pengambilan mata air. (3) izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini diberikan oleh Bupati melalui Kepala Dinas Pertambangan dan Energi berdasarkan hasil kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 5 dan Pasal 9.

Pasal 11 (1) Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 ayat (2), maka wajib izin mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bupati melalui Kepala Dinas Pertambangan dan Energi. (2) Prosedur pemberian izin eksplorasi air bawah tanah, prosedur pemberian izin pengeboran, prosedur izin pengambilan air bawah tanah dan prosedur izin penurapan mata air dan izin pengambilan mata air, diatur dengan Keputusan Bupati. Pasal 12 (1) Pengeboran air bawah tanah hanya dapat dilakukan oleh : a. Badan Usaha yang mempunyai izin perusahaan pengeboran air bawah tanah dan juru bornya telah mendapatkan Surat Izin Juru Bor (SUB). b. Instansi/Lembaga Pemerintah yang instalasi bornya telah mendapat surat tanda instalasi Bor dari Asosiasi, dan telah memperolah regitrasi dari LPJK sesuai peraturan perundangan-undangan yang berlaku. (2) Izin Usaha Perusahaan Pengeboran Air Bawah Tanah (SIPPAT) dan Izin Juru Bor (SUB) diberikan oleh Bupati melalui Kepala Dinas Pertambangan dan Energi.setelah mendapatkan sertifikat klasifikasi dan kualifikasi dari asosiasi dan telah memperoleh registrasi dari LPJK. (3) Prosedur pemberian izin perusahaan pengeboran Air Bawah Tanah dan prosedur pemberian izin Juru Bor Tanah diatur dengan Keputusan Bupati. Pasal 13 (1) Pengambilan Air Bawah Tanah untuk keperluan air minum dan keperluan air rumah tangga sampai batas -batas tertentu tidak di perlukan izin. (2) Batas-batas tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, adalah sebagai berikut: a. Pengambilan Air Bawah tanah dengan menggunakan tenaga manusia. b. Pengambilan air bawah tanah untuk kebutuhan kurang dari 100 M3 (seratus metr kubik) perbulan, tidak menggunakan distribusi secara terpusat dan diameter pipa sumur bor kurang dari 2 (dua) inci atau 5 (lima) cm. (3) Kegiatan penelitian air bawah tanah yang dilakukan oleh instansi /Badan/ Lembaga tidak diperlukan izin, setelah mendapat rekomendasi dari Dinas Pertambangan dan Energi. Pasal 14 (1) Izin pengeboran air bawah tanah dan Izin penurapan mata air berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang atas permohonan pemegang izin. (2) Izin penurapan mata air diberikan setelah mendapat saran dari tim teknis pertambangan dan rekomendasi dari Kepala Desa/Kelurahan di mana titik mata air tersebut berada serta tidak mengganggu ketersediaan air diperairan Umum. (3) Izin pengambilan air bawah tanah dan izin pengambiian mata air berlaku untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang atas permohonan pemegang izin. (4) Pemegang izin pengambilan air bawah tanah dan mata air harus mandaftar ulang izin yang dimiliki setiap 1 (satu) tahun. (5) Ketentuan daftar ulang akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.

Pasal 15 (1) Izin sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 ayat (2), hanya berlaku untuk 1 (satu) titik pengeboran dilokasi yang diajukan sesuai dengan permohonan. (2) Setiap rencana titik pengeboran dan perubahan konstruksi pengambilan air bawah tanah dan mata air harus diajukan secara tertulis Kepada Bupati melalui Dinas Pertambangan dan Energi. Pasal 16 (1) Bupati dapat menangguhkan izin, membatalkan atau mencabut Surat izin yang diterbitkan. (2) Penangguhan permohonan izin dilakukan apabila : a. Pemohon tidak dapat memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, dalam waktu 30 (tiga puluh hari) setelah surat permohonan diterima. b. Apabila akan mengakibatkan pelanggaran peraturan perundang -undangan yang berlaku tentang Air Bawah Tanah. (3) Pembatalan atau pencabutan Surat izin yang telah di terbitkan dilakukan apabila : a. Habis masa berlaku izin, karena diberi perpanjangan dan atau pemegang izin tidak mengajukan perpanjangan. b. Mengganggu keseimbangan air bawah tanah, terjadi kerusakan lingkungan serta pemanfaatannya tidak sesuai dengan peruntukan yang tertera dalam Surat izin. c. Melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang Air Bawah Tanah. (4) Penangguhan pembatalan dan atau pencabutan Surat izin sebagaimana Di maksud ayat (2) pasal ini dilakukan terlebih dahulu memberi peringatan secara tertulis kepada pemohon dan atau pemegang izin. (5) Izin sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (2) tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, kecuali setelah mendapat persetujuan Bupati melalui Kepala Dinas Pertambangan dan Energi. Bagian Keenam Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan Pasal 17 (1) Pembinaan, pengendalian dan pengawasan dalam rangka kegiatan eksplorasi air bawah tanah, dan pencemaran serta kerusakan lingkungan air bawah tanah dilakukan oleh Bupati melalui Kepala Dinas pertambangan dan Energi. (2) Pembinaan, pemgendalian dan Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) pasal ini dilakukan oleh petugas teknis yang ditunjuk oleh Bupati atas usul Kepala Dinas Pertambangan dan energi, dan petugas teknis setiap saat dapat mengadakan pemantauan langsung di lapangan atas informasi dan atau data yang diterima. (3) Pengawasan sebagaimana di maksud ayat (1) meliputi: a. Pengawasan terhadap pelaksanaan pengeboran dan pemanfaatan Air Bawah Tanah dan pengambilan Air dari sumber mata air. b. Pengawasan terhadap pencemarandan kerusakan tatanan air Bawah Tanah pada sumbernya. c. Pengawasan dalam rangka penertiban pengambilan Air bawah Tanah tanpa izin.

d. Pengawasan dalam rangka penertiban kegiatan perusahaan pengeboran Air Bawah Tanah tanpa izin. Pasal 18 Pengawas wajib membuat laporan atas pelaksanaan tugas pengawasan secara berkala melalui Kepala Dinas Pertambangan dan Energi yang disampaikan kepada Bupati Bagian Ketujuh I u r a n Pasal 19 (1) Setiap pengeboran Air Bawah Tanah wajib membayar iuran pertitik (2) Iuran yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah Membayar Iuran : a. Titik pengeboran pertama sebesar Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah); b. Titik pengeboran kedua sebesar Rp. 350.000,- (tiga ratus lima puluh ribu rupiah); c. Titik pengeboran ketiga Rp. 400.000,- (empat ratus ribu rupiah ); dan Titik pengeboran selanjutnya dengan melampirkan tanda bukti pembayaran/pelunasan. BAB IV KETENTUAN PIDANA Pasal 20 (1) Pelanggaran terhadap Peraturan Daerah ini dapat diancam dengan hukuman kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), dengan atau tidak merampas barang tertentu untuk daerah, kecuali jika ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan. (2) Selain oleh Pejabat Penyidik Umum, penyidikan atas tindak pidana dalam Peraturan Daerah ini dapat dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Selatan yang pengangkatannya dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB V KETENTUAN PERALIHAN Pasal 21 Terhadap perusahaan/perorangan yang melakukan pengeboran/pengambilan Air Bawah Tanah yang sudah ada, sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini dalam waktu 6 (enam) bulan sejak diberlakukannya Peraturan Derah ini wajib mendaftarkan kembali dan menyesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.

BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 22 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya, akan diatur dengan Keputusan Bupati. Pasal 23 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penetapannya dalam lembaran Daerah Kabupaten Lampung Selatan. Diundangkan di Kalianda Pada Tanggal 21 Pebruari 2005 Ditetapkan di Kalianda Tanggal 14 Pebruari 2005 BUPATI LAMPUNG SELATAN dto Hi. ZULKIFLI ANWAR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG SELATAN NOMOR 6 TAHUN2005