BAB I PENDAHULUAN. memegang peranan penting dalam kesejahteraan kehidupan penduduk Indonesia.

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. petani. Indonesia merupakan negara yang agraris dengan komoditas pertanian yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang

II. STATUS DAN KONDISI SAAT KINI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA KOMODITAS BAWANG MERAH DI KABUPATEN KEDIRI

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

BAB I PENDAHULUAN. bumbu penyedap makanan serta obat tradisonal. Komoditas ini juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi

tersedianya pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau (UU No.7 tahun 1996 tentang Pangan).

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. kenyataan yang terjadi yakni

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pengembangan usaha agribisnis hortikultura termasuk komoditas sayuran

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting di Indonesia. Sektor pertanian merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor Penting yang Memengaruhi Dayasaing Suatu Komoditas

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Bab 5 H O R T I K U L T U R A

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

DAFTAR TABEL. 1. Produksi manggis di Pulau Sumatera tahun Produksi manggis kabupaten di Provinsi Lampung tahun

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. pangan utama di Indonesia setelah padi dan jagung. Di Indonesia, budidaya

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian yang mendominasi perekonomian masyarakat desa, dimana

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

DAMPAK KEBIJAKAN PEMBATASAN IMPOR BAWANG MERAH TERHADAP USAHATANI BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Penduduk Indonesia usia 15 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang) No.

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN 1.Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat Penelitian... 4

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku pada Tahun Nilai PDB (dalam milyar rupiah) Pertumbuhan (%)

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas dalam perdagangan internasional seperti ekspor dan impor sangat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam kesejahteraan kehidupan penduduk Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2012), sektor pertanian memberikan konstribusi terbesar kedua terhadap total perekonomian Indonesia yaitu sebesar 14,44 persen dengan penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 1.190,4 triliun rupiah berdasarkan harga berlaku. Selain itu, sektor pertanian juga merupakan penyumbang lapangan kerja terbesar di Indonesia, yaitu sebesar 40,50 persen (BPS, 2012). Jika dilihat dari nilai absolutnya, maka kontribusi sektor pertanian terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) merupakan jumlah yang besar, sehingga seharusnya dapat dianalogikan bahwa petani seharusnya menerima pendapatan yang memadai untuk dapat hidup sejahtera. Namun pada kenyataannya, apabila dilihat melalui peta kemiskinan di Indonesia, kiranya dapat dipastikan bahwa bagian terbesar penduduk yang miskin adalah yang bekerja di sektor pertanian (Tambunan, 2003: 23-24). Secara umum, sektor pertanian terdiri dari beberapa subsektor, yaitu subsektor pangan, hortikultura, dan perkebunan. Salah satu subsektor yang cukup penting adalah subsektor hortikultura. Menurut data Direktorat Jenderal Hortikultura (2012), nilai Produk domestik Bruto (PDB) dari subsektor hortikultura tahun 2012 mencapai 1

88.851 milyar rupiah. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang cukup strategis di Indonesia mengingat fungsinya sebagai bahan utama bumbu dasar masakan Indonesia. Bawang merah merupakan sayuran yang hampir digunakan dalam seluruh menu makanan di Indonesia. Menurut data BPS (2012), luas panen bawang merah tahun 2012 seluas 99.315 ha meningkat 6,25 persen dibandingkan tahun 2011, sedangkan produksi bawang merah tahun 2012 sebesar 9.600.719 ton meningkat 7,96 persen dibandingkan tahun 2011, namun jumlah produksi tidak berkelanjutan karena bersifat musiman dan mudah rusak. Permintaan bawang merah yang terus meningkat dan berkelanjutan belum mampu dipenuhi oleh produksi Indonesia sehingga untuk memenuhi kebutuhan bawang merah khususnya di luar musim panen perlu dilakukan impor bawang merah. Volume impor bawang merah pada tahun 2012 sebesar 122.190,72 ton (BPS, 2012). Oleh karena itu, analisis terhadap daya saing komoditas bawang merah diperlukan sehingga produk-produk domestik mampu bertahan dari masuknya produk-produk asing ke dalam negeri. Tidak hanya bertahan, diharapkan produk-produk tersebut mampu menghasilkan devisa bagi negara atau bahkan menjadi ciri khas negara tersebut. Faktor pemicu daya saing terdiri dari teknologi, produktivitas, harga dan biaya input, struktur industri, serta kuantitas permintaan domestik dan ekspor. Faktor-faktor itu dapat dibedakan atas: (1) Faktor yang dapat dikendalikan oleh unit usaha, seperti strategi produk, teknologi, pelatihan, biaya riset dan pengembangan; (2) Faktor yang dapat dikendalikan oleh pemerintah, seperti lingkungan bisnis (pajak, suku bunga, 2

nilai tukar uang), kebijakan perdagangan, kebijakan riset dan pengembangan, serta pendidikan, pelatihan dan regulasi; (3) Faktor yang semi terkendali, seperti kebijakan harga input dan kuantitas permintaan domestik; dan (4) Faktor yang tidak dapat dikendalikan, seperti lingkungan alam (Malian et al., 2004). Dengan demikian, apabila pemerintah dan pelaku usaha mampu memperbaiki faktor-faktor pemicu di atas, maka diharapkan komoditas bawang merah mampu bertahan dan menghasilkan devisa bagi negara. Sentra produksi bawang merah di Indonesia saat ini didominasi oleh Pulau Jawa yaitu sebesar 76,89 persen dari total produksi di Indonesia (BPS, 2012). Wilayah sentra produksi di Pulau Jawa tersebut terdiri dari Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Timur, serta Banten. Pada tahun 2012 tingkat produktivitas bawang merah tertinggi adalah Jawa Tengah yaitu mencapai 106,57 ton/ha. Jawa Timur berada pada urutan keempat dengan tingkat produktivitas 99,63 ton/ha seperti terlihat pada tabel 1.1 Tabel 1.1 Tingkat Produktivitas Bawang Merah per Propinsi di Pulau Jawa Tahun 2012 Propinsi Produktivitas Bawang Merah (Ton/Ha) Jawa Tengah 106,57 Jawa Barat 101,33 Jawa Timur 99,63 DIY 100,47 Banten 71,74 Sumber : BPS (2012) Berdasarkan data BPS Jawa Timur 2012, Kabupaten Nganjuk merupakan salah satu sentra produksi bawang merah terbesar di Jawa Timur, hal ini terlihat dari produksi bawang merah di Kabupaten Nganjuk pada tahun 2012 mencapai 116.507 ton. Selanjutnya, produksi bawang merah terbesar kedua di Jawa Timur adalah 3

Kabupaten Probolinggo dengan tingkat produksi bawang merah pada tahun 2012 mencapai 42.000 ton, kemudian diikuti oleh Kabupaten Pamekasan 33.000 ton dan Kabupaten Kediri 8.198 ton. Meskipun Kabupaten Kediri hanya berada pada urutan keempat dalam tingkat produksi bawang merah di Provinsi Jawa Timur, namun kesesuaian agroklimat di Kabupaten Kediri merupakan faktor yang dapat menarik minat investor pada usahatani komoditas bawang merah. Menurut Ditjen Hortikultura (2005), kondisi agroklimat yang cocok untuk bawang merah di dataran rendah adalah yang memiliki karakterisitik sebagai berikut: (a) ketinggian tempat < 300 m, (b) jenis tanah alluvial dan regosol, dan (c) tipe iklim (klasifikasi Oldeman dan Irsal C3 = 5 6 bulan basah dan 4 6 bulan kering; atau D3 = 3 4 bulan basah dan 4 6 bulan kering; atau E3 = 3 bulan basah dan 4 6 bulan kering. Berdasarkan karakteristik kecocokan agroklimat tersebut, wilayahwilayah yang disarankan untuk perluasan areal penanaman bawang merah (diperkirakan seluas 116.900 hektar) adalah sebagai berikut : Tabel 1.2 Lokasi Pengembangan Bawang Merah Tahun 2005-2025 No Provinsi Kabupaten 1 NAD Pidie 2 Sumatera Utara Tapanuli Utara, Tobasa dan Padang Sidempuan 3 Jawa Barat Majalengka, Cirebon dan Bandung 4 Jawa Tengah Kendal, Pemalang, Tegal dan Brebes 5 D.I. Yogyakarta Kulon Progo dan Bantul 6 Jawa Timur Probolinggo, Nganjuk, Pamekasan dan Kediri 7 NTB Lombok Timur dan Lombok Barat 8 NTT Rote Ndau 9 Sulawesi Tengah Kota Palu dan Donggala 10 Sulawesi Utara Sangihe Talaud 11 Sulawesi Selatan Enrekang Sumber: Ditjen Bina Produksi Hortikultura (2005) 4

Peran kebijakan pemerintah dalam hal perdagangan sangat mempengaruhi dinamika perkembangan komoditas bawang merah lokal di tengah kondisi perdagangan bebas dan persaingan dengan bawang merah impor. Pada tahun 2005, Indonesia melakukan Program Harmonisasi Tarif Bea Masuk dengan menerapkan tarif yang relatif tinggi untuk beberapa produk pertanian termasuk hortikultura yaitu sebesar 10-40 persen. Program tersebut dikenakan atas barang impor yang masuk ke Indonesia dari negara lain, kecuali negara yang memiliki perjanjian khusus dengan Indonesia seperti ASEAN Free Trade Area (AFTA), ASEAN China Free Trade Area (AC-TFA), dan ASEAN Korea Free Trade Area (AK-TFA). Keputusan pemerintah tentang harmonisasi tarif diterbitkan dalam Permenkeu Nomor 591/PMK.010/2004 tanggal 21 Desember 2004. Tarif impor yang dikenakan untuk bawang merah konsumsi adalah sebesar 25 persen pada tahun 2005-2010. Berdasarkan Permenkeu Nomor 90/PMK.011/2011 tarif impor tersebut turun menjadi sebesar 20 persen mulai tahun 2011 (Kementerian Keuangan, 2012). Tarif impor bawang merah yang berasal dari negara anggota ASEAN dan China pada tahun 2006 telah dihapuskan atau nol persen. Keputusan tersebut tertulis dalam Permenkeu Nomor 28/PMK.010/2005 serta Kepmenkeu Nomor 355/KMK.01/2004 dan 356/KMK.01/2004. Kemudian pemerintah menanggapi adanya AK-TFA dengan menerbitkan Permenkeu Nomor 236/PMK.011/2008 tanggal 23 Desember 2008. Peraturan tersebut mengemukakan bahwa tarif impor bawang merah dari Korea tahun 2009-2011 adalah sebesar lima persen dan akan turun menjadi nol persen pada tahun 2012 (Kementerian Keuangan, 2012). Peraturan tersebut menunjukkan adanya penurunan tarif impor terhadap bawang merah dirnana hal ini diduga akan semakin mengurangi daya saing bawang 5

merah lokal. Untuk menganalisis dampak kebijakan pemerintah tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai daya saing bawang merah di salah satu lokasi pengembangan komoditas bawang merah di Indonesia, yaitu Kabupaten Kediri yang terletak di Provinsi Jawa Timur. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah : 1. Apakah usahatani komoditas bawang merah di Kabupaten Kediri merupakan usahatani yang memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif? 2. Bagaimana dampak kebijakan pemerintah terhadap daya saing komoditas bawang merah di Kabupaten Kediri? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan ini yaitu untuk menganalisis : 1. Menganalisis keunggulan kompetitif dan komparatif usahatani komoditas bawang merah di Kabupaten Kediri. 2. Menganalisis dampak kebijakan pemerintah terhadap daya saing komoditas bawang merah di Kabupaten Kediri. 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat, baik secara teoritis maupun dalam konteks praktis. Adapun substansi manfaat yang dimaksud dapat diuraikan sebagai berikut: 6

a. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam kegiatan usahatani bawang merah dan dapat menjelaskan sejauh mana daya saing komoditas bawang merah dalam memasuki era pasar bebas. b. Manfaat Praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi peneliti, merupakan suatu wadah pengembangan diri dan berlatih menerapkan pengetahuan teoritis yang diperoleh selama kuliah. 2. Bagi pemerintah, diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk mengembangkan potensi suatu wilayah, serta bahan pertimbangan dalam perumusan kebijakan pertanian, khususnya pengembangan komoditas bawang merah di daerah masing-masing. 3. Bagi pembaca, penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan referensi penelitian, terutama penelitian yang berkaitan dengan daya saing, ekonomi pertanian dan kebijakan pemerintah serta diharapkan dapat memperluas khasanah ilmu pengetahuan. 1.5 Penegasan Istilah Agar tidak terjadi ambiguitas dalam memberi makna terhadap istilah yang digunakan dalam fokus penelitian, maka istilah-istilah tersebut akan dibatasi dalam bentuk penegasan istilah, sebagai berikut: a. Analisis Daya Saing 7

Daya saing merupakan kemampuan suatu produsen untuk memprodukasi suatu komoditas dengan biaya yang cukup rendah sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar internasional kegiatan produksi tersebut menguntungkan. Pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur daya saing suatu komoditas adalah tingkat keuntungan yang dihasilkan dan efisiensi dalam pengusahaan komoditas tersebut. Keuntungan dapat dilihat dari dua sisi yaitu Keuntungan Privat dan Keuntungan Sosial. Sementara itu, efisiensi pengusahaan komoditas dapat dilihat dari dua indikator yaitu keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Untuk menganlisis keunggulan komparatif, menggunakan pendekatan harga bayangan (harga ekonomi), sedangkan untuk menganalisis keunggulan kompetitif digunakan pendekatan harga aktual (harga finansial). b. Kebijakan Pemerintah Kebijakan pemerintah ditetapkan dengan tujuan untuk meningkatkan ekspor ataupun sebagai usaha untuk melindungi produk dalam negeri agar dapat bersaing dengan produk dari luar negeri. Kebijakan tersebut biasannya diberlakukan untuk input dan output yang menyebabkan terjadinya perbedaan antara harga input dan harga output yang diminta produsen (harga privat) dengan harga yang sebenarnya terjadi jika dalam kondisi perdagangan bebas (harga sosial). c. Policy Analysis Matrix (PAM) PAM adalah alat analisis untuk menganalisis pengaruh intervensi pemerintah dan dampaknya pada sistem komoditas. Metode PAM dapat mengidentifikasi tiga analisis yaitu analisis keuntungan (privat dan sosial), analisis daya saing (keunggulan kompetitif dan komparatif), dan analisis dampak ke 8