BAB I PENDAHULUAN. penelitian baik secara teoritis maupun praktis, serta batasan-batasan istilah yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa. Pendidikan itu sendiri adalah usaha sadar dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan bangsa, mulai dari pembangunan gedung-gedung,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan

I. PENDAHULUAN. dengan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan merupakan salah satu sasaran

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas dan bermoral. Untuk

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN. jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. menunjang tercapainya tujuan pendidikan nasional

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia manapun di planet bumi ini. Untuk menciptakan SDM yang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa guna

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3

BAB I PENDAHULUAN. dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat ini, maka semakin hari. mumpuni dan berkompeten adalah melalui sektor pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. kebodohan menjadi kepintaran, dari kurang paham menjadi paham. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Rini Apriliani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. siswa, pengajar, sarana prasarana, dan juga karena faktor lingkungan. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. didiknya. Sekolah sebagai lembaga pendidikan berusaha secara terus menerus dan

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika. Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup dalam. dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. akan berusaha untuk mengaktualisasi pengetahuannya tersebut di dalam. latihan, bagi pemerannya dimasa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan umum pembelajaran matematika yang dirumuskan dalam. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, adalah agar siswa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. No. 20, Tahun 2003, Pasal 3 menyebutkan, Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat, arus globalisasi semakin hebat.

1. PENDAHULUAN. perkembangan ilmu dan teknologi suatu negara. Ketika suatu negara memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam. Indonesia. Di samping itu, pendidikan dapat mewujudkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengetahuan baru. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan sangat penting dalam kehidupan karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu hal yang penting untuk kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, salah satunya adalah kemampuan dalam bidang matematika.

I. PENDAHULUAN. sebagai upaya menunjukkan eksistensi diri. Salah satu bidang yang menunjang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah merupakan suatu hal yang sangat melekat di. kehidupan manusia, mulai dari masalah yang dengan mudah dipecahkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENERAPAN METODE PROBLEM SOLVING MODEL POLYA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIKA PADA MATERI PECAHAN

BAB I PENDAHULUAN. dasar sampai pendidikan menengah,bahkan hingga perguruan tinggi. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Imas Masrini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi hal yang sangat penting bagi suatu bangsa, dikatakan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan di negara Indonesia dilakukan dalam upaya meningkatkan mutu

BAB I PENDAHULUAN. 6). Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem. nasional tersebut, maka diperlukan sebuah evaluasi.

BAB I PENDAHULUAN. keterkaitannya dengan perkembangan ilmu sosial sampai saat ini. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. pasal 1 yang menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk. diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kualifikasi guru, penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku dan alat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ruzz Media Group, 2009), hlm Wiji Suwarno, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jogjakarta: Ar-

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hal tersebut, pembangunan nasional dalam bidang pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban sebagai warga negara yang baik. Pendidikan pada dasarnya merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penting. Salah satu bukti yang menunjukkan pentingnya. memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan Sumber daya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penalaran merupakan salah satu kemampuan yang penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Slameto (2010:3) belajar adalah proses usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. yang akan dihadapi peserta didik dimasa yang akan datang. menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang terencana untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis, yang dilakukan orang-orang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu proses pendidikan tidak lepas dari Kegiatan Belajar Mengajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengertian pendidikan menurut Undang-undang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ANALISIS TUJUAN MATA PELAJARAN Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam. Ranah Kompetensi K A P

I. PENDAHULUAN. kemampuan atau potensi dan meningkatkan mutu kehidupan serta martabat

I. PENDAHULUAN. dipenuhi sepanjang masa. Pendidikan menjadi perhatian yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan suatu bangsa. Peningkatan mutu pendidikan berarti pula peningkatan

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMP MELALUI PENGAJUAN MASALAH MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tanah air, mempertebal semangat kebangsaan serta rasa kesetiakawanan sosial.

BAB I PENDAHULUAN. Maksudnya bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam undang-undang No. 20 tahun 2003 ditegaskan bahwa :

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan di Negara Indonesia merupakan suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II, Pasal 3. 1 Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20

48. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E) A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. harus dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip pengajaran. 1. proses pembelajaran dapat dirasakan manfaatnya

BAB I PENDAHULUAN. Publishing, 2015), 17. Kencana Prenada Media Group, 2013), 186

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini dimulai dengan penjelasan mengenai latar belakang masalah, pertanyaan penelitian yang diperoleh dari latar belakang masalah, tujuan, dan manfaat penelitian baik secara teoritis maupun praktis, serta batasan-batasan istilah yang dipergunakan dalam penelitian agar lebih terarah. A. Latar Belakang Pendidikan jalur sekolah di Indonesia semenjak kemerdekaan tahun 1945 boleh dikatakan tidak mengalami perubahan, terutama bila ditinjau dari penggalpenggal sekolahnya. Diawali dengan Sekolah Dasar yang lama pendidikannya enam tahun, diikuti dengan Sekolah Menengah Pertama yang lama pendidikannya tiga tahun dan kemudian Sekolah Menengah Atas yang lama pendidikannya juga tiga tahun. Penggal-penggal sekolah tersebut beserta unit-unit pelayanan dan penyelenggara pendidikan lain membentuk suatu sistem pendidikan nasional. Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi setiap siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga 1

2 Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mengembang fungsi tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2015 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan Nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi serta efisiensi manajemen pendidikan, menyadari pentingnya pendidikan maka berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan seperti pengadaaan dan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, perubahan dan perbaikan kurikulum serta peningkatan kualifikasi dan kompetensi guru melalui pendidikan dan pelatihan. Pemerataan kesempatan pendidikan diwujudkan dalam program wajib belajar 9 tahun. Penetapan program belajar 9 tahun ini tentunya harus menjadi pertimbangan penting dalam menentukan materi ajar yang harus diberikan pada jenjang pendidikan dasar sebagai implikasi dari kurikulum termasuk materi ajar matematika. Hal ini senada dengan Konsep yang banyak dianut adalah kurikulum sebagai seperangkat mata pelajaran dan materi pelajaran yang harus diajarkan oleh guru atau harus dipelajari oleh siswa (Sahabuddin, 2007:146). Ilmu matematika merupakan subjek yang sangat penting dalam pendidikan, dan sebagai salah satu mata pelajaran yang mempunyai tujuan pemahaman konsep, kemampuan penalaran, mengkomunikasikan gagasan, memecahkan masalah, serta menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. Selain itu, matematika merupakan suatu ilmu dasar yang mempelajari tentang logika karena matematika

3 sebagai dasar dalam ilmu pengetahuan, terutama untuk menguasai ilmu sains, teknologi atau disiplin ilmu lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa matematika dapat memiliki peran penting terhadap perkembangan ilmu-ilmu lain. Matematika menjadi alat untuk mengembangkan kemajuan ilmu-ilmu yang lain, terutama dalam bidang teknologi yang semakin canggih karena penguasaan ilmu matematika menjadi faktor pendorongnya. Dengan demikian perlu mempelajari ilmu matematika sejak dini pada anak-anak. Tentu hal tersebut juga akan mempengaruhi perkembangan pendidikan mereka dan perkembangan kemampuan anak di masa yang akan datang sebagaimana termaktub dalam pembelajaran Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Depdiknas dalam Sadriwanti (2014) yang mengkaji Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), tujuan yang ingin dicapai melalui pembelajaran matematika di jenjang SMP adalah : (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar-konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan (5) memiliki sikap menghargai kegunaan

4 matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Namun, kebanyakan siswa mengalami kesulitan dan masalah dalam mempelajari matematika, ada juga beberapa siswa yang menganggap matematika sebagai beban, matematika menakutkan, matematika sulit dan membosankan, matematika tidak menyenangkan, matematika ilmu yang kering, melulu teoritis dan hanya berisi rumus-rumus, seolah-olah berada di luar mengawang jauh dan tidak bersinggungan dengan realitas siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Upu, dkk (2014) bahwa matematika mencakup mata pelajaran yang tidak mudah bagi siswa bukti ini terlihat bahwa sebagian besar nilai rata-rata yang diperoleh siswa lebih rendah dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya. Hal ini diakibatkan karena pemilihan metode pembelajaran yang kurang sesuai. Berdasarkan hasil observasi awal pada tanggal 18 juli 2016 dilakukan di SMP Negeri 5 Wonomulyo dan wawancara tertutup dengan salah satu guru matematika atas nama Agus,.S.Pd, ada beberapa hal yang ditemukan yaitu: 1. Di sekolah ini belum pernah diadakan penelitian terkait proses berpikir reflektif dalam pemecahan masalah matematika 2. Guru belum pernah memperhatikan siswa dari segi gaya kognitif dalam proses pembelajaran 3. Kemampuan siswa masih rendah dalam memecahkan masalah matematika apabila siswa sudah berhadapan dengan soal-soal non rutin terlebih dalam

5 memecahkan masalah Sistem Persamaan Linear Dua Variabel dalam kaitannya dengan soal cerita 4. Terkadang guru hanya memperhatikan hasil akhir dari penyelesaian masalah yang dikerjakan siswa, tanpa memperhatikan bagaimana siswa menyelesaian masalah. Jika jawaban siswa berbeda dengan kunci jawaban, biasanya guru langsung menyalahkan jawaban siswa tersebut tanpa menelusuri mengapa siswa menjawab demikian 5. Kurangnya pemahaman siswa dan siswa mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah matematika khususnya pada materi soal cerita. Sehingga diperlukan strategi atau langkah-langkah yang sesuai dengan siswa agar siswa mampu memahami materi dan mampu menyelesaikan soal matematika utamanya soal cerita. 6. Siswa belum seluruhnya mampu mengaitkan konsep yang baru terhadap konsep yang pernah dipelajari sehingga terkadang dalam pemecahan masalah siswa hanya asal-asalan 7. Siswa cenderung menduplikat jawaban dari temannya sehingga memungkinkan siswa tersebut belum mampu berpikir sendiri dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, 8. Setiap siswa memiliki cara yang berbeda dalam mempelajari setiap mata pelajaran yang diajarkan oleh guru, khususnya mata pelajaran matematika. Setiap siswa memiliki cara berbeda dalam menerima pelajaran, mengolah informasi yang telah diberikan oleh guru, kemudian menggunakan informasi yang telah

6 ada untuk digunakan dalam pengerjaan soal. Ada siswa yang apabila dalam pengerjaan soal khususnya soal non rutin SPLDV kurang mampu menyelesaiakan soal tersebut padahal sudah mendapatkan pengetahuan awal dari guru berupa soal-soal rutin yang diberikan selama proses pembelajaran. Dari observasi awal yang dilakukan di sekolah tersebut dan wawancara singkat dengan guru matematikanya penulis menyimpulkan bahwa kemungkinan dalam pembelajaran matematika proses berpikir reflektif ini kurang mendapat perhatian guru. Terkadang guru hanya memperhatikan hasil akhir penyelesaian siswa tanpa memperhatikan bagaimana sebenarnya siswa itu dapat sampai pada jawaban itu. Jika jawaban siswa berbeda dengan kunci biasanya guru langsung menyalahkan jawaban tersebut tanpa menelusuri alasan siswa mengapa jawabannya demikian. Padahal salah satu peran guru dalam pembelajaran matematika adalah membantu siswa mengungkapkan bagaimana proses yang berjalan dalam pikirannya ketika memecahkan masalah. Dalam pembelajaran matematika, pemecahan masalah merupakan hal yang sangat penting bahkan sebagai jantungnya matematika, pemecahan masalah merupakan suatu proses berpikir yang dilakukan oleh siswa untuk menyelesaikan atau mencari jalan keluar dari masalah atau persoalan yang sedang dihadapi dengan menggunakan pengetahuan atau keterampilan yang telah dimiliki sebelumnya, pemecahan masalah sangat penting untuk bisa dimiliki oleh setiap siswa, khususnya dalam mata pelajaran matematika.

7 Kemungkinan yang lain adalah ketika siswa diminta mengerjakan suatu persoalan dan kebanyakan hasil jawaban siswa yang belum benar tidak dibahas secara bersama-sama, sehingga ada siswa yang belum memahami jawaban tersebut bahkan tidak mampu mengoreksi kesalahan dan membuat kesimpulan jawaban yang benar dan hanya mengikuti jawaban dari teman lainnya tanpa adanya pemahaman yang secara mendalam mengenai suatu permasalahan, apalagi jika persoalan tersebut adalah soal-soal non rutin. Sedangkan untuk mengetahui proses berpikir reflektif siswa ditinjau dari banyak dimensi karena sebagai manusia siswa adalah makhluk yang unik, dimana antara siswa yang satu dengan siswa yang lain berbeda dalam banyak dimensi. Tayler dalam Hasanah (2015), menyatakan bahwa pada dasarnya setiap individu berbeda satu dengan yang lain, dimensi-dimensi perbedaan individu antara lain adalah intelegensi, kemampuan berpikir logis, kreativitas, gaya kognitif, kepribadian, nilai, sikap dan minat. Gaya kognitif sebagai bagian dari dimensi perbedaan individu mengacu pada karakteristik seseorang dalam menanggapi, memproses, menyimpan, berpikir, dan menggunakan informasi untuk menanggapi suatu tugas atau menanggapi berbagai jenis situasi lingkungan, ada beberapa tipe gaya kognitif salah satunya dari aspek psikologi yaitu tipe gaya kognitif Field Dependent-Field Independent. Perbedaan mendasar dari kedua gaya kognitif tersebut yaitu dalam hal bagaimana melihat suatu permasalahan.

8 Berdasarkan beberapa penelitian dibidang psikologi, ditemukan bahwa individu dengan gaya kognitif Field Independent cenderung lebih analitis dalam melihat suatu masalah dibandingkan individu dengan gaya kognitif Field Dependent. Karakteristik dasar dari kedua gaya kognitif tersebut sangat cocok untuk diterapkan dalam penelitian yang melibatkan proses berpikir dalam pemecahan masalah matematika. Penelitian tersebut juga selaras dengan penelitian yang dilakukan Tisngati (2015) di kalangan mahasiswa semester awal menjelaskan bahwa mahasiswa dengan gaya kognitif Field Independent (FI) sudah menunjukkan semua karakteristik berpikir reflektif berdasarkan teori yang diajukan, yaitu mampu menyerap dan mengorganisasikan informasi yang diterima atau dapat mengidentifikasi konsep suatu masalah, aktif membuat pertimbangan- pertimbangan tertentu terhadap pemecahan masalah yang dipilih dan mampu menyeleksi ilmu pengetahuannya untuk memecahkan masalah atau mencari kemungkinan solusi sebuah masalah dan uji coba terhadap solusi. Selain hal tersebut mahasiswa dengan gaya kognitif FI juga menunjukkan karakteristik lain, yaitu menyadari kesalahan dalam mengerjakan soal. Hal ini juga dikemukakan oleh Suharna dalam Tisngati (2015) yang mengungkapkan salah satu ciri berpikir reflektif adalah menyadari kesalahan dan memperbaikinya. Namun hasil berbeda ditemukan pada mahasiswa dengan gaya kognitif Field Dependent (FD) yang tidak menunjukkan ciri berpikir reflektif pada tahap memeriksa kembali berdasarkan teori yang diajukan. Dalam penelitian ini mahasiswa dengan gaya kognitif FD tidak menyadari kesalahan dari pemecahan masalah yang sudah dipilih.

9 Sumanto (2014) dalam Tisngati (2015) mengungkapkan bahwa, proses berpikir merupakan aktivitas psikis yang intensional dan terjadi apabila seseorang menemukan masalah yang harus dipecahkan. Diperlukan proses berpikir tingkat tinggi agar setiap individu dapat menghubungkan pengalaman yang satu dengan yang lainnya, di antaranya melalui proses berpikir reflektif yang sudah dimulai ketika anak berumur 7 tahun, hal ini sesuai dengan pendapat Kitchener dkk, (1993) dalam Wade & Tavris (2012) bahwa pada umumnya kemampuan berpikir reflektif seseorang baru akan muncul pada pertengahan atau akhir usia 20 tahun (seandainya memang muncul). Selanjutnya Dewey dalam Hashim, dkk (2011) dalam Tisngati (2015), menyatakan bahwa individu yang mengamalkan pemikiran yang reflektif dapat menghadapi segala bentuk halangan pada pribadi atau profesional dan menjadi proaktif. Dalam pemecahan masalah matematika tidak hanya kemampuan untuk menyelesaikan masalah saja yang diperlukan oleh siswa, tetapi juga diperlukan proses berpikir siswa yang baik dan reflektif. Siswa dapat merasakan dan mengidentifikasi masalah, membatasi dan merumuskan masalah, mengajukan beberapa kemungkinan alternatif solusi pemecahan masalah, mengembangkan ide untuk memecahkan masalah dengan cara mengumpulkan data yang dibutuhkan, melakukan tes untuk menguji solusi pemecahan masalah dan menggunakannya sebagai bahan pertimbangan membuat kesimpulan. Gurol (2011) meneliti tentang keterampilan berpikir reflektif calon guru dalam proses belajar mengajar. Gurol menyatakan bahwa berpikir reflektif (reflective

10 thinking), sangat penting bagi siswa dan pendidik, sebab proses berpikir merupakan suatu kegiatan mental atau suatu proses yang terjadi di dalam pikiran siswa pada saat siswa dihadapkan pada suatu pengetahuan baru atau permasalahan yang sedang terjadi dan mencari jalan keluar dari permasalahan tersebut. Proses berpikir reflektif biasanya akan terjadi sampai siswa berhasil memperoleh jawaban yang benar dari informasi yang telah didapatkan sebelumnya. Proses berpikir reflektif siswa dapat berjalan dengan baik apabila terdapat peran serta guru yang nantinya dapat membantu siswa untuk mendapatkan hasil yang baik dan benar sesuai dengan yang diinginkan. Untuk membantu siswa mengasah kemampuan berpikir reflektif mereka maka salah satu contoh peran serta guru tersebut adalah dengan menanyakan kembali jawaban yang telah diperoleh siswa sesuai dengan apa yang ada di pikirannya. Dengan demikian guru akan mengetahui sampai dimana pemahaman siswa terhadap materi yang sedang diajarkan, serta guru dapat mengetahui kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa tersebut dalam menyelesaikan masalah matematika, terlebih dalam soal yang membutuhkan tingkat kemampuan berfikir yang tinggi, misalnya dalam soal non rutin SPLDV yang membutuhkan langkah- langkah penyelesaian yang seharusnya tersusun secara sistematis sehingga dapat dipahami dan dipecahkan oleh siswa, sehingga diperlukan strategi atau metode yang sesuai dengan siswa agar siswa mampu memahami materi dan mampu menyelesaikan soal matematika. Untuk memilih strategi maupun metode yang sesuai guru perlu mengetahui proses berpikir reflektif siswa, dengan mengetahui proses berpikir siswa yang ditinjau dari gaya kognitif dalam menyelesaikan suatu masalah matematika sangat penting

11 bagi guru. Guru harus memahami cara berpikir siswa antara yang memiliki gaya kognitif Field Dependent dan siswa yang memiliki gaya kognitif Field Independent serta memahami cara siswa mengolah informasi yang masuk sambil mengarahkan siswa untuk mengubah cara berpikirnya jika itu ternyata diperlukan. Dengan mengetahui proses berpikir reflektif siswa, guru dapat melacak letak dan jenis kesalahan yang dilakukan siswa. Kesalahan yang diperbuat siswa dapat dijadikan sumber informasi belajar dan pemahaman bagi siswa yang tak kalah pentingnya adalah guru dapat merancang pembelajaran yang sesuai dengan proses berpikir siswa. Jadi proses berpikir reflektif siswa dalam menyelesaikan masalah matematika sangat penting untuk diketahui lebih awal di usia SMP, oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul " Profil berpikir reflektif siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Wonomulyo dalam pemecahan masalah Aljabar ditinjau dari gaya kognitif. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah profil berpikir reflektif siswa yang mempunyai gaya kognitif Field Independent dalam pemecahan masalah Aljabar pada siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Wonomulyo?

12 2. Bagaimanakah profil berpikir reflektif siswa yang mempunyai gaya kognitif Field Dependent dalam pemecahan masalah Aljabar pada siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Wonomulyo? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan pertanyaan penelitian, tujuan diadakannya penelitian ini adalah: 1. Untuk mendeskripsikan profil berpikir reflektif siswa yang mempunyai gaya kognitif field independent dalam pemecahan masalah Aljabar pada siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Wonomulyo 2. Untuk mendeskripsikan profil berpikir reflektif siswa yang mempunyai gaya kognitif field dependent dalam pemecahan masalah Aljabar pada siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Wonomulyo D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi guru, siswa, penentu kebijakan. 1. Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat memberikan konstribusi teori tentang proses berpikir reflektif siswa dalam pemecahan masalah matematika tentang Aljabar ditinjau dari gaya kognitif. 2. Bagi Guru: mampu melihat sejauh mana siswa mampu memecahkan masalah matematika siswa tentang Aljabar ditinjau dari gaya kognitif.

13 3. Bagi Peneliti: memperluas wawasan tentang pemecahan masalah matematika siswa serta meningkatkan kemampuan dalam inovasi pembelajaran yang terfokus pada peningkatan kemampuan pemecahan masalah. E. Batasan Istilah 1. Profil adalah gambaran terstruktur atau lengkap tentang objek yang diteliti. 2. Proses berpikir reflektif yang dimaksud dalam penelitian ini terdiri dari beberapa karakteristik yaitu bisa menjelaskan apa yang telah dilakukan, mengkomunikasikan ide dengan simbol atau gambar bukan dengan objek langsung, menentukan solusi/jawaban dengan penuh pertimbangan, menyadari kesalahan dan memperbaikinya, dan memeriksa kembali kebenaran jawaban. 3. Masalah matematika adalah soal matematika yang tidak dapat diselesaikan dengan prosedur rutin yang sudah diketahui oleh siswa. 4. Gaya kognitif adalah cara seseorang dalam memproses, menyimpan, maupun menggunakan informasi untuk menanggapi suatu tugas atau menanggapi berbagai jenis situasi lingkungannya. Gaya kognitif yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah gaya kognitif secara psikologis, yang terdiri atas field independen (FI) dan field dependen (FD). 5. Gaya kognitif field independent (FI) adalah merespon suatu tugas cenderung bersandar atau berpatokan pada syarat-syarat dari dalam diri sendiri, lebih suka memisahkan bagian-bagian dari sejumlah pola dan menganalisis pola berdasarkan komponen-komponennya

14 6. Gaya kognitif field dependent (FD) adalah melihat syarat lingkungan sebagai petunjuk dalam merespon suatu stimulus, cenderung memandang suatu pola sebagai keseluruhan, tidak memisahkan ke dalam bagian-bagiannya. 7. Profil berpikir reflektif dalam pemecahan masalah ditinjau dari gaya kognitif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah gambaran secara rinci dan mendetail mengenai karakteristik khusus yang ditunjukkan subjek (siswa Field Independent dan siswa field dependent) terkait proses berpikir reflektif dalam pemecahan masalah matematika.