BAB I PENDAHULUAN. yang mengancam generasi bangsa. Banyak upaya-upaya yang terus dilakukan

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya

BNN TES URINE PEGAWAI BPK SUMUT

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

BAB III BADAN NARKOTIKA NASIONAL. A. Latar belakang berdirinya Badan Narkotika Nasional (BNN)

RechtsVinding Online. Kelembagaan Badan Narkotika Nasional Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 2 Oktober 2015; disetujui: 7 Oktober 2015

I. PENDAHULUAN. segala bidanng ekonomi, kesehatan dan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan narkotika pada akhir-akhir tahun ini dirasakan

I. PENDAHULUAN. untuk didapat, melainkan barang yang amat mudah didapat karena kebutuhan

I. PENDAHULUAN. kita mengetahui yang banyak menggunakan narkoba adalah kalangan generasi muda

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

I. PENDAHULUAN. anak-anak yang kurang perhatian orang tua, dan begitu beragamnya kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus termasuk derajat kesehatannya. dengan mengusahakan ketersediaan narkotika dan obat-obatan jenis tertentu

BAB I PENDAHULUAN. makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, tujuan

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronik (sulit disembuhkan) yang berulang kali kambuh yang hingga

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah salah satu Negara yang sangat menentang tindak

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik I

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Keberhasilan pembangunan Bangsa Indonesia ditentukan oleh Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan bagi penggunanya dimana kecenderung akan selalu

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan tersebut.

I. PENDAHULUAN. spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembiusan sebelum pasien dioperasi. Seiring dengan perkembangan

I. PENDAHULUAN. Salah satu penyakit sosial masyarakat adalah penyalahgunaan narkotika. Saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB V PENUTUP. Penyalahguna magic mushroom dapat dikualifikasikan sebagai. golongan I sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. 1998, dimana banyak terjadi peristiwa penggunaan atau pemakaian barang-barang

SKRIPSI PELAKSANAAN TEKNIK PEMBELIAN TERSELUBUNG OLEH PENYELIDIK DALAM TINDAK PIDANA PEREDARAN GELAP NARKOTIKA DI KOTA PADANG

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

I. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak

I. PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL,

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 yaitu melindungi segenap

BAB I PENDAHULUAN. Guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana tidak

BAB III PENUTUP. mengambil kesimpulan sebagai berikut: dilakukan oleh anak-anak, antara lain : bentuk penanggulangan secara preventif yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sudah membuat kalangan masyarakat resah dan tidak nyaman.

KEBIJAKAN NON PENAL DALAM PENANGGULANGAN KEJAHATAN NARKOTIKA. Adhi Prasetya Handono, Sularto*), Purwoto ABSTRAK

2014, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Nega

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL,

BAB I PENDAHULUAN. legal apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Namun

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Narkotika sendiri merupakan barang yang tidak lagi dikatakan

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

I. PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia sekarang ini melaksanakan pembaharuan hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari, baik di lingkup domestik (rumah tangga) maupun publik.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 "... yang melindungi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Trend perkembangan kejahatan Narkoba di Indonesia akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan dan perkembangan penduduk di Indonesia berkembang

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan masyarakat secara wajar. Istilah narkoba muncul sekitar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

I. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan narkoba ataupun dalam penyalahgunaanya merupakan masalah. perkembangan tingkat peradaban umat manusia serta mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. terbendung lagi, maka ancaman dahsyat semakin mendekat 1. Peredaran

BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan UUD 1945 sebagai konstitusi

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan pengobatan manusia, yaitu sebagai obat untuk mengobati suatu

PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DALAM PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA NARKOTIKA

BAB II PENGATURAN TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PECANDU NARKOTIKA. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Narkotika Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Oktober 2015; disetujui: 15 Oktober 2015

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

BAB I PENDAHULUAN. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. 1. adanya pengendalian, pengawasan yang ketat dan seksama.

BAB I PENDAHULUAN. tindak pidana narkoba ini, diperlukan tindakan tegas penyidik dan lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Internasional. Tidak mustahil peredaran narkotika yang sifatnya telah

BAB I PENDAHULUAN. dengan perjalanan waktu dan kemajuan teknologi. tiga bagian yang saling terkait, yakni adanya produksi narkotika secara gelap

BAB I PENDAHULUAN. adalah Negara hukum. Negara yang didasarkan atas hukum yang berlaku, baik

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, bangsa dan umat manusia. yang sangat mengkhawatirkan. Terutama pada remaja-remaja saat ini yang makin

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENGATURAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI INDONESIA JURNAL ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. yaitu masalah pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran tertentu 2. Topik

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Narkotika di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jumlah personil yang di Direktorat Reserse Narkotika dan

REHABILITASI MEDIS DAN SOSIAL TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 22/PID.B/2014/PN.

BAB I PENDAHULUAN. untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

- 1 - BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana narkotika di Indonesia masih menjadi suatu masalah yang mengancam generasi bangsa. Banyak upaya-upaya yang terus dilakukan oleh pemerintah Indonesia sebagai upaya untuk mencegah terjadinya tindak pidana ini juga sekaligus untuk memberantasnya. Upaya-upaya ini telah diwujudkan juga dalam bidang regulasi dengan diundangkannya Undang- Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, tujuan pengaturan narkotika adalah: a. Untuk menjamin adanya ketersediaan narkotika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan danteknologi; b. Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsaindonesia dari penyalahgunaan narkotika; c. Memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; d. Menjamin pengaturanupaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna dan pecandu narkotika. Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 1, narkotika adalah suatu zat atau suatu obat yang pada hakikatnya digunakan dalam bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembanganilmu pengetahuan. Namun narkotika ini ibarat pedang bermata dua, disatu sisi memang dibutuhkan dalam dunia medis dan ilmu pengetahuan, akan tetapi disisi lain juga dapat disalahgunakan yang berakibat membahayakan masa depan generasi muda, ketentraman masyarakat dan mengancam eksistensi ketahanan nasional suatu bangsa. Tindak pidana 1

narkotika ini telah meluas dalam kehidupan masyarakat. Meluasnya tindak pidana tersebut dapat dilihat dari jumlah kasus yang terjadi, kerugian yang diderita oleh negara, maupun dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan secara sistematis serta ruang lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat. 1 Masalah-masalah penyalahgunaan narkotika dari tahun ke tahun berikutnya terus mengalami cukup peningkatan. Pada tahun 2015, Badan Narkotika Nasional telah mengungkap sebanyak 102 kasus Narkotika dan Tindak Pidana Pencucian Uang yang merupakan sindikat jaringan nasional dan internasional. 2 Kemudian pada tahun 2016 Badan Narkotika Nasional mengungkap ada 807 kasus narkotika dan mengamankan 1.238 tersangka, yang terdiri dari 1.217 Warga Negara Indonesia dan 21 Warga Negara Asing. Dari jumlah tersebut, jika dibandingkan dengan tahun 2015, pengungkapan kasus narkotika sebanyak 638 kasus, maka terjadi peningkatan sebanyak 56% dalam pengungkapan kasus narkotika yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional. 3 Penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat kompleks, yang memerlukan upaya penanggulangan secara menyeluruh dengan melibatkan kerjasama multidispliner, multisektor, dan peran serta dari masyarakat. Tindak pidana penyalahgunaan narkotika pada masa sekarang 1 Wahyu Muljono,2012, Pengantar Teori Kriminologi,Yogyakarta,Pustaka Yusticia. Hlm. 67 2 Press Release Akhir Tahun 2015, Stop Narkoba.Jakarta. Badan Narkotika Nasional (BNN). Hlm. 1 3 Press Release Akhir Tahun 2016, Kerja Nyata Perangi Narkotika. Jakarta. Badan Narkotika Nasional (BNN). Hlm. 2 2

telah meluas bahkan antar negara yang dilakukan dengan modus operandi yang tinggi dan teknologi yang canggih, aparat penegak hukum diharapkan mampu mencegah dan menanggulangi kejahatan tersebut guna meningkatkan moralitas dan kualitas sumber daya manusia di Indonesia, khususnya bagi generasi penerus bangsa. Di antara aparat penegak hukum yang juga mempunyai peran penting terhadap adanya kasus tindak pidana narkotika adalah Badan Narkotika Nasional (BNN), yang diharapkan mampu membantu proses penegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika. BNN adalah lembaga pemerintahan non-kementrian Indonesia yang memiliki tugas pemerintahan dibidang pencegahan dan pemberantasan narkotika. Badan Narkotika Nasional dipimpin oleh seorang kepala yang bertanggung jawab kepada presiden melalui Kepala Kepolisian Republik Indonesia. Dasar hukum Badan Narkotika Nasional sebagai lembaga pemerintahan non kementrian adalah Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional. Pasal 70 Undang-Undang tentang Narkotika menyatakan Badan Narkotika Nasional diberi tugas dan wewenang yakni melakukan upaya pencegahan dan upaya pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan prekursor serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol. Dalam penanggulangan kejahatan dibutuhkan dua sarana, yakni menggunakan penal atau sanksi pidana dan menggunakan sarana non penal yaitu penanggulangan kejahatan tanpa menggunakan sanksi pidana (penal). Sarana penal atau dengan sanksi pidana 3

di Indonesia diberikan dengan hukuman penjara, bahkan pemberlakuan hukuman mati dan dapat diberikan rehabilitasi medis maupun sosial pula. Sedangkan sarana non penal yakni pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang bersifat sosialisasi, maupun advokasi kepada masyarakat yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional. Penegakan hukum dengan sarana non penal mempunyai sasaran dan tujuan untuk kepentingan internalisasi. 4 Adanya Badan Narkotika Nasional sebagai lembaga yang diberi kewenangan untuk membantu melakukan pemberantasan dan penanggulangan penyalahgunaan narkotika selain dari Kepolisian Republik Indonesia tentunya sangat efektif dalam mengurangi tingkat penyalahgunaan narkotika di Indonesia terlebih lagi BNN kini telah tersebar di seluruh Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Narkotika, status kelembagaan dari Badan Narkotika Nasional menjadi Lembaga Pemerintah Non-Kementrian (LPNK) dengan struktur vertikal ke Provinsi dan kabupaten/kota. Di daerah Provinsi dibentuk BNN Provinsi, dan untuk di tingkat Kabupaten/Kota dibentuk BNN Kabupaten/Kota. Kepala BNN dibantu oleh seorang Sekretaris Utama, Inspektur Utama, dan 5 (lima) Deputi yaitu Deputi Pemberdayaan Masyarakat, Deputi Pencegahan, Deputi Rehabilitasi, Deputi Hukum dan Kerja Sama dan Deputi Pemberantasan. Pada saat ini, BNN telah memiliki perwakilan di 33 Provinsi. Sedangkan pada tingkat kabupaten dan kota, BNN telah memiliki 100 BNN Kabupaten/Kota. Secara bertahap, perwakilanperwakilan BNN ini akan terus bertambah seiring dengan tingkat kerawanan 4 Siswantoro Sonarso. 2004. Penegakan Hukum Dalam Kajian Sosiologis. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hlm. 142 4

penyalahgunaan narkotika di Indonesia khususnya. Adanya perwakilan-perwakilan BNN di tiap-tiap daerah memberi kewenangan yang lebih luas dan strategis dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Dalam upaya untuk meningkatkan kebijakan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika. Di Provinsi Yogyakarta sendiri saat ini kasus penyalahgunaan dan peredaran narkoba sudah marak, sebagaimana dijelaskan dalam tabel dibawah ini: Tabel 1.1. Jumlah Penyalahguna Narkotika di D.I.Y No Tahun Jumlah Penyalahguna 1. 2008 68.981 jiwa 2. 2011 83.952 jiwa 3. 2014 62.028 jiwa 4. 2015 60.182 jiwa Sumber: BNNP DIY Data jumlah penyalahguna narkotika di Yogyakarta bersifat fluktuatif dimana dalam jangka waktu tiga tahun dari tahun 2008 yang hanya sebanyak 68.981 jiwa meningkat cukup banyak menjadi 83.952 jiwa namun dalam jangka tiga tahun berikutnya menurun menjadi sebanyak 62.028 jiwa pada tahun 2014 dan menurun kembali di tahun berikutnya menjadi sebanyak 60.182 jiwa yaitu pada tahun 2015 namun jumlah ini masih termasuk besar karena selalu melebihi 60.000 jiwa, hal ini tentu menjadi masalah kronis di 5

Yogyakarta karena jumlah ini hanya indikasi satu masalah saja belum di tambah masalah kriminal lain di Yogyakarta. Upaya untuk melakukan penanggulangan oleh Badan Narkotika Nasional terhadap penyalahgunaan dan/atau peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika inilah yang melatarbelakangi dilakukan penelitian mengenai Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika Oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan di bahas dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana penanggulangan penyalahguna narkotika yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta? 2. Apa saja kendala-kendala yang dihadapi oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam melakukan penanggulangan penyalahgunaan narkotika? C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui bentuk penanggulangan terhadap penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam melakukan penanggulangan terhadap penyalahgunaan narkotika 6

D. TINJAUAN PUSTAKA 1. Penanggulangan Tindak Pidana Upaya atau kebijakan untuk melakukan kegiatan pencegahan dan penanggulangan tindak pidana termasuk dalam bidang kebijakan criminal (criminal policy). Kebijakan kriminal ini pun tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas, yaitu kebijakan sosial (social policy) yaitu yang juga terdiri dari kebijakan atau upaya-upaya dalam kesejahteraan sosial (social welfare policy) dan kebijakan atau upaya-upaya untuk melindungi masyarakat (social defence policy). 5 Penanggulangan tindak pidana harus dilakukan dengan adanya pendekatan integral yakni ada keseimbangan secara penal maupun non penal dan dilihat dari sudut politik kriminal yang paling strategis adalah melalui sarana non penal karena dianggap akan memberikan dampak atau efek jera pada para pelaku tindak pidana. a) Menggunakan Sarana Non Penal Sarana non penal biasa disebut sebagai upaya preventif, yaitu upaya-upaya yang dilakukan untuk menjaga kemungkinan akan terjadinya kejahatan, merupakan upaya pencegahan, penangkalan, dan pengendalian sebelum kejahatan terjadi, maka sasaran utamanya adalah mengenai faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan. Faktor-faktor kondusif itu antara lain berpusat pada masalah-masalah atau kondisi 5 Barda Nawawi Arief, 2010, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum dalam Penanggulangan Kejahatan, Jakarta, Kencana. Hlm. 77 7

kondisi secara langsung atau tidak langsung yang menimbulkan kejahatan 6. Usaha-usaha non penal yang dapat dilakukan misalnya penyantunan dan pendidikan sosial dalam rangka pengembangan tanggung jawab sosial warga masyarakat, penggarapan kesehatan jiwa masyarakat melalui pendidikan moral, agama, peningkatan usaha-usaha kesejahteraan anak dan remaja, kegiatan patroli dan pengawasan lainnya secara berkelanjutan oleh polisi dan aparat keamanan lainnya. b) Menggunakan Hukum Pidana (Penal) Upaya penanggulangan dapat dilakukan dengan sarana penal atau tindakan represif yaitu segala tindakan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum sesudah terjadinya tindak pidana itu sendiri 7. Tindakan represif juga disebutkan sebagai pencegahan khusus, yaitu suatu usaha untuk menekankan jumlah kejahatan dengan memberikan hukuman (pidana) terhadap pelaku kejahatan serta melakukan upaya dengan jalan memperbaiki si pelaku yang berbuat kejahatan.jadi lembaga permasyarakatan bukan hanya tempat untuk membuat jera para pelaku kejahatan tetapi juga untuk mendidik narapidana untuk tidak lagi menjadi jahat atau melakukan kejahatan yang pernah dilakukan. 6 Soerjono Soekanto. 1983. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Rajawali Pers cetakan ke-10, Jakarta.Hlm. 21 7 Soejono D. 1976. Penanggulangan Kejahatan (Crime Prevention). Alumni. Bandung, 1976. Hal.32 8

2. Penyalahgunaan Narkotika Penyalahgunaan narkotika ini merupakan suatu tindak kejahatan dan pelanggaran yang mengancam keselamatan, baik fisik maupun jiwa si pemakai dan dapat pula berupa bahaya sosial terhadap masyarakat atau lingkungan. 8 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan bahwa setiap perbuatan yang tanpa hak berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan narkotika adalah bagian dari tindak pidana narkotika. Pada dasarnya penggunaan narkotika hanya boleh digunakan untuk kepentingan pengobatan serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Apabila diketahui terdapat perbuatan diluar kepentingankepentingan sebagaiman disebutkan di atas, maka perbuatan tersebut dikualifikasikan sebagai tindak pidana narkotika. 1) Narkotika Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, atau ketagihan yang sangat berat. Jenis narkotika di bagi atas 3 golongan 9 : a. Narkotika golongan I : adalah narkotika yang paling berbahaya, daya adiktif sangat tinggi menyebabkan ketergantunggan. Tidak dapat digunakan untuk kepentingan apapun, kecuali untuk penelitian atau ilmu pengetahuan. Contoh : ganja, morphine, putauw adalah heroin tidak murni berupa bubuk. 8 Moh. Taufik Makarao et al., 2003.Tindak Pidana Narkotika.Jakarta.Ghalia Indonesia,.hlm. 49. 9 Martono, dkk, 2006, Penegakan dan Penanggulangan Narkoba Berbasis Sekolah, Jakarta, Balai Pustaka. Hlm. 34 9

b. Narkotika golongan II : adalah narkotika yang memilki daya adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh :petidin dan turunannya, benzetidin, betametadol. c. Narkotika golongan III : adalah narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi dapat bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : codein dan turunannya. 2) Pengaturan Penyalahgunaan Narkotika sebagai Tindak Pidana dalam Peraturan Perundang-undangan Indonesia. Penggunaan Narkotika bukan untuk tujuan pengobatan atau lebih dikenal dengan istilah penyalahgunaan Narkotika merupakan tindak pidana yang bersifat universal. Dikatakan demikian, karena hampir semua negara anggota PBB mengakui dan menyatakan, bahwa penggunaan Narkotika bukan untuk tujuan pengobatan merupakan tindak pidana. Di Indonesia, bahwa penggunaan narkotika bukan untuk tujuan pengobatan merupakan tindak pidana termuat di dalam Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Bentuk-bentuk perbuatan dikategorikan sebagai tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang diatur dalam peraturan Perundangundangan Indonesia adalah sebagai berikut: a. Menggunakan narkotika golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) Tahun (Pasal 127 huruf a Undangundang Nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika). b. Menggunakan narkotika golongan II dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) Tahun. (Pasal 127 huruf b Undangundang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika). c. Menggunakan narkotika golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) Tahun (Pasal 127 huruf c Undangundang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika). Berdasarkan ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, semua golongan narkotika, baik 10

golongan I, golongan II dan golongan III dilarang digunakan jika bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 3. Badan Narkotika Nasional (BNN) Badan Narkotika Nasional adalah lembaga pemerintahan nonkementerian yang berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden.Status kelembagaan BNN menjadi Lembaga Pemerintah Non-Kementrian (LPNK) dengan struktur vertikal ke Provinsi dan kabupaten/kota. Di Provinsi dibentuk BNN Provinsi, dan di Kabupaten/Kota dibentuk BNN Kabupaten/Kota. BNN dipimpin oleh seorang Kepala BNN yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Kepala BNN dibantu oleh seorang Sekretaris Utama, Inspektur Utama, dan 5 (lima) Deputi yaitu Deputi Pencegahan, Deputi Pemberdayaan Masyarakat, Deputi Rehabilitasi, Deputi Pemberantasan, dan Deputi Hukum dan Kerja Sama 10. Saat ini, BNN telah memiliki perwakilan daerah di 33 Provinsi. Sedangkan di tingkat kabupaten dan kota, BNN telah memiliki 100 BNNK/Kota. Secara bertahap, perwakilan ini akan terus bertambah seiring dengan perkembangan tingkat kerawanan penyalahgunaan Narkoba di daerah. Dengan adanya perwakilan BNN di setiap daerah, memberi ruang gerak yang lebih luas dan strategis dalam upaya peningkatan 10 Badan Narkotika Naional (BNN). http://www.bnn.go.id/. Diakses pada 12 Maret 2017. 11

pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan serta peredaran gelap Narkoba. Badan Narkotika Nasional sebagai lembaga independen diharapkan dapat bekerja lebih baik serta transparan dan akuntabel dalam menumpas kejahatan Narkotika. BNN juga diharapkan dapat optimal dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat dan meningkatkan kerja sama internasonal agar jaringan narkotika transnasional dapat dihancurkan. Peran BNN jika dikaitkan dengan pencegahan tindak pidana narkotika adalah suatu realitas yang tidak dapat dilepaskan, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional: a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; b. Mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; c. Berkoordinasi dengan kepala kepolisian republik negara indonesia dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; d. Meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial pecandu narkotika, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat; e. Memberdayakan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; f. Memantau, mengarahkan, dan meningkatkan kegiatan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; g. Melakukan kerja sama bilateral dan multilateral, baik regional maupun internasional, guna mencegah dan memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; h. Mengembangkan laboratorium narkotika dan prekursor narkotika; i. Melaksanakan administrasi penyelidikan dan penyidikan tehadap perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; 12

j. Membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang. Keberadaan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagaimana juga BNNP lainnya merupakan amanat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5062). Pada Pasal 65 ayat 2 disebutkan bahwa BNN mempunyai perwakilan di Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota.Sedangkan sesuai Pasal 66, BNN Provinsi dan BNN Kabupaten/Kota merupakan instansi vertikal 11. Keberadaan Organisasi BNNP diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional, terutama Pasal 31 hingga Pasal 34 yang mengemukakan secara umum tentang instansi vertikal BNNP, BNNK serta struktur organisasinya. Secara rinci Peraturan Presiden tersebut dijabarkan dalam Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 3 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Narkotika Nasional Provinsi dan Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota. E. METODE PENELITIAN Metode dalam hal ini diartikan sebagai suatu cara yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan alat-alat tertentu, sedangkan penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan 11 Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Daerah Istimewa Yogyakarta.http://bnnpdiy.com/bnn-yogyakarta. Diakses 5 Maret 2017. 13

dan menguji suatu pengetahuan yakni usaha dimana dilakukan dengan menggunakan metode-metode tertentu. Dalam melakukan penelitian ini agar terlaksana dengan maksimal maka dalam penelitian ini menggunakan beberapa metode sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian dalam penulisan ini adalah penelitian hukum normatif yang didukung dengan penelitian lapangan. Penggabungan metode normatif dan empiris dalam penelitian ini karena untuk mendukung perkembangan ilmu hukum, tidak cukup hanya dilakukan dengan melakukan studi dengan sistem norma saja. Keberadaan hukum tidak bisa dilepaskan dari keadaan yang terjadi di lapangan. 12 1. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yakni didapatkan peneliti dari penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang mencari, mengumpulkan dan mempelajari tulisan yang berhubungan dengan objek penelitian dengan bantuan literatur disiplin Ilmu Hukum. Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan adalah data sekunder, yaitu dokumen-dokumen yang telah disediakan oleh pihak lain berupa bahan-bahan hukum tertulis. 13 Bahan penelitian adalah bahan yang digunakan untuk mendapatkan data sekunder melalui penelitian 12 Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, 2015, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, hlm.44 13 Soerjono Soekanto, 2010, Pengantar Penelitian Hukum., Jakarta: UI Press. hlm. 12 14

kepustakaan, bahan penelitian yaitu bahan-bahan pustaka yang terdiri dari 3 (tiga) macam bahan hukum, yaitu : 1) Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti : a. Undang-undang Dasar 1945 b. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana c. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana d. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika e. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana f. Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional g. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 13 Tahun 2010 tentang Pencegahandan Penanggulangan terhadap Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif h. Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang bersifat menjelaskan terhadap bahan hukum primer, yang terdiri dari bukubuku literatur, artikel, jurnal, hasil penelitian dan karya ilmiah lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. 3) Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang terdiri dari: a. Kamus Umum Bahasa Indonesia b. Kamus Hukum c. Ensiklopedia 15

3. Narasumber Narasumber yaitu pihak yang berkompeten memberikan pendapat atauketerangan dalam penelitian ini, yaitu bapak.kompol. Suyatno Kasi Intelijen bidang Pemberantasan BNNP DIY, ibu Dwi Zaniarti, S.Psi. penyuluh Narkoba ahli Pratama bidang Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat BNNP DIY, Rina Apriliani Sugiarti, S.Psi. sebagai Fasilitator Bidang Rehabilitasi BNNP DIY, Menik Firdintika Z., S.Farm.Apt sebagai Kasi Pasca-rehabilitasi BNNP DIY, bapak Rudi Arto sebagai Bintara Administrasi bidang Narkotika Polresta Yogyakarta. 4. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui Studi Pustaka, yaitu dilakukan dengan cara studi dokumen, yaitu mengkaji, mengolah dan menelaah bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan penelitian ini ditambah dengan hasil pendukung dari wawancara para ahli dari pihak-pihak dalam lembaga terkait dalam penelitian. 5. Metode Analisis Data Metode analisis data dalam melakukan analisis terhadap bahan hukum yang diperoleh, penulis melakukan teknik deskriptif kualitatis.dengan mengelompokkan data dan menyeleksi data yang diperoleh dari penelitian dengan bertitik tolak pada permasalahan kemudian hasilnya disusun secara sistematis sehingga menjadi data yang kongkrit. 16

a) Kualitatif, metode pengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh dari lapangan menurut kualitas dan kebenarannya, kemudian dihubungkan dengan teori-teori yang diperoleh dari studi kepustakaan, sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan yang diajukan. b) Deskriptif, yaitu metode analisis dengan memilih data yang menggambarkan keadaan sebenarnya di lapangan. Dalam analisis ini menggunakan cara berpikir deduktif, yaitu menyimpulkan hasil penelitian dari sifatnya umum ke hal yang sifatnya khusus. F. SISTEMATIKA PENULISAN SKRIPSI Untuk lebih mempertegas penguraian isi dari skripsi ini, serta untuk lebihmengarahkan pembaca, maka berikut ini penulis membuat sistematika penulisanskripsi sebagai berikut: BAB I Pada bab ini merupakan pendahuluan yang menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian dan tinjauan pustaka yang akan membahas tentang penanggulangan tindak pidana, penyalahgunaan narkotika, Badan Narkotika Nasional serta sistematika penulisan. BAB II Pada bab ini akan membahas mengenai penanggulangan tindak pidana, pengertian dan pengaturan narkotika, jenisjenis narkotika, tindak pidana narkotika, jenis-jenis tindak pidana narkotika, sanksi tindak pidana penyalahgunaan narkotika. 17

BAB III Pada bab ini akan membahas hal-hal Badan Narkotika Nasional (BNN), yang meliputi latar belakang berdirinya BNN, kewenangan dan kelembagaan BNN, dan tugas dan fungsi BNN. BAB IV Pada bab ini akan membahas hasil penelitian dan analisis mengenai, mengenai penanggulangan penyalahguna narkotika dan kendala-kendala yang dihadapi oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam melakukan penanggulangan penyalahgunaan narkotika. BAB V Pada bab ini akan membahas kesimpulan dan saran mengenai penanggulangan penyalahgunaan narkotika dan kendala-kendala yang dihadapi oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam melakukan penanggulangan penyalahguna narkotika. 18