V. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
III. METODOLOGI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS WILAYAH KONSERVASI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) KURANJI DENGAN APLIKASI SWAT

Analisis Kondisi Hidrologi Daerah Aliran Sungai Kedurus untuk Mengurangi Banjir Menggunakan Model Hidrologi SWAT

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... iii. LEMBAR PENGESAHAN... iii. PERNYATAAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL...

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Daerah Penelitian

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Lokasi Penelitian

ANALISIS ALIRAN PERMUKAAN MENGGUNAKAN MODEL SWAT DI DAS BILA SULAWESI SELATAN

BAB III METODA ANALISIS

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Banjaran merupakan anak sungai Logawa yang mengalir dari arah

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng

BAB VI. POLA KECENDERUNGAN DAN WATAK DEBIT SUNGAI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS DEBIT SUNGAI CIDANAU DENGAN APLIKASI SWAT FADLI IRSYAD

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di

ANALISIS KOEFISIEN ALIRAN PERMUKAAN PADA BERBAGAI BENTUK PENGGUNAAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SWAT

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

HASIL DAN PEMBAHASAN

MODEL HIDROGRAF BANJIR NRCS CN MODIFIKASI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Penggunaan lahan Sub DAS Cisadane Hulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 WAKTU DAN TEMPAT 3.2 ALAT DAN BAHAN

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian yaitu:

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

V DINAMIKA ALIRAN BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN KERAGAMAN SPASIAL DAN TEMPORAL HIDROKIMIA

TESIS KAJIAN RESPON PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAS GARANG. Disusun oleh. Imam Saifudin

VI. DISKUSI UMUM DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Daur Hidrologi. B. Daerah Aliran Sungai

Tahun Penelitian 2005

BAB III METODOLOGI. topik permasalahan yang lebih fokus. Analisa kinerja sistem polder Pluit ini dibantu

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN... iii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iv. KATA PENGANTAR... v. DAFTAR ISI...

Dimana: Tmxbulan. Dimana: Tmnbulan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

L A M P I R A N D A T A H A S I L A N A L I S I S

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 2. Peta lokasi penelitian

V. SIMULASI LUAS HUTAN TERHADAP HASIL AIR

BAB V ANALISIS SEDIMEN DAN VOLUME KEHILANGAN AIR PADA EMBUNG

ANALISIS DEBIT PADA DAS AIR DINGIN MENGGUNAKAN MODEL SWAT ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di saluran drainase Antasari, Kecamatan. Sukarame, kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 1. Siklus hidrologi (Ward et al, 1995)

Tujuan: Peserta mengetahui metode estimasi Koefisien Aliran (Tahunan) dalam monev kinerja DAS

ANALISIS CURAH HUJAN DAN DEBIT MODEL SWAT DENGAN METODE MOVING AVERAGE DI DAS CILIWUNG HULU

dilakukan pemeriksaan (validasi) data profil sungai yang tersedia. Untuk mengetahui

Surface Runoff Flow Kuliah -3

Gambar 1. Peta DAS penelitian

BAB V ANALISA DATA. Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu :

TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI. Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT. Nohanamian Tambun

KAJIAN RESPONS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAS WAY BETUNG - LAMPUNG

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA

BAB I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Sistem terbuka dalam sebuah DAS

ANALISIS DEBIT DI DAERAH ALIRAN SUNGAI BATANGHARI PROPINSI JAMBI

Studi Optimasi Operasional Waduk Sengguruh untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Analisis Debit Sungai dengan Menggunakan Model SWAT pada DAS Cipasauran, Banten

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Optimalisasi Pemanfaatan Sungai Polimaan Untuk Pemenuhan Kebutuhan Air Irigasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDUGAAN DEBIT ALIRAN SUNGAI CILIWUNG DI BENDUNG KATULAMPA MENGGUNAKAN SOFTWARE ARCSWAT PUTRI RODUA MARBUN

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Misal dgn andalan 90% diperoleh debit andalan 100 m 3 /det. Berarti akan dihadapi adanya debit-debit yg sama atau lebih besar dari 100 m 3 /det

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

A. Metode Pengambilan Data

PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI DAN PERHITUNGANNYA

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. Gabungan antara karakteristik hujan dan karakteristik daerah aliran sungai

BAB I PENDAHULUAN. secara topografik dibatasi oleh igir-igir pegunungan yang menampung dan

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAN LAJU EROSI SEBAGAI FUNGSI PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN

PREDIKSI HASIL LIMPASAN PERMUKAAN DAN LAJU EROSI DARI SUB DAS KRUENG JREU MENGGUNAKAN MODEL SWAT

STUDI PENILAIAN INDIKATOR KINERJA DAS KONAWEHA AKIBAT PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN BERDASARKAN KRITERIA HIDROLOGIS

PENERAPAN TEORI RUN UNTUK MENENTUKAN INDEKS KEKERINGAN DI KECAMATAN ENTIKONG

PENDAHULUAN Latar Belakang

KARAKTERISTIK DAERAH PENELITIAN

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

BAB III METODE PENELITIAN

STRATEGI PENANGGULANGAN SEDIMEN DI SUB-DAS CITANDUY HULU PROVINSI JAWA BARAT DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SWAT SAID KARIM

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram Alir pola perhitungan dimensi hidrolis spillway serbaguna

Studi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier

Transkripsi:

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kecenderungan Ketersediaan Air Proyeksi ketersedian air Sungai Cidanau dapat diestimasi dengan menggunakan persamaan Verhulst (Persamaan 3-1). Debit sungai rata-rata mulamula (P ) adalah 1.791 m 3 /s, nilai debit batasan terendah adalah.5 m 3 /s, dan nilai gamma hasil solver adalah.89. Proyeksi sebaran debit rata-rata Sungai Cidanau menurun sepanjang tahun, hal ini dapat dilihat pada Gambar 8. Proyeksi sebaran debit minimum dilakukan dengan memasukkan debit minimum mulamula 1.221 m 3 /s, nilai terendah.5 m 3 /s, dan nilai gamma.2 maka diperoleh gambaran debit minimum seperti Gambar 8. 12 1 8 Debit Sungai (m3/s) 6 4 2 1996 1997 1998 1999 2 21 22 23 24 25 26 27 28 29 21 211 212 213 214 215 216 217 218 219 22 221 222 Debit Rata-rata Tahun Debit minimum Gambar 8 Proyeksi debit rata-rata dan minimum di DAS Cidanua Debit minimum dan rata-rata Sungai Cidanau mengalami penurunan terus menerus hingga tahun 222. Debit sungai rata-rata tahun 222 diperkirakan sebesar 5.282 m 3 /s. Debit minimum untuk DAS Cidanau berkisar antara.5-1 m 3 /s hingga tahun 222, sedangkan proyeksi debit rata-rata berkisar antara 5-6 m 3 /s. Debit minimum tersebut terjadi pada hari-hari kering di DAS Cidanau yakni antara bulan Mei hingga Oktober.

34 Total curah hujan tahunan terkecil yang pernah tejadi di kawasan Cidanau adalah pada tahun 26 dengan besar curah hujan 1-248 mm dengan lama hari kering 23 hari. Hal ini sangat berkibat terhadap debit Sungai Cidanau pada tahun tersebut. Dari data yang ada bahwa debit rata-rata tahunan hanya 7.5 m 3 /s dengan debit minimum.89 m 3 /s pada tanggal 24 Oktober 26. Penerunan debit sungai tentu akan berdampak pada ketersediaan air pada kawasan Cidanau, sehingga perlu dilihat seberapa besar pengaruhnya terhadap ketersediaan air dengan menghitung besarnya debit air minimum yang terjadi di masa mendatang. 5.2 Hari Kering DAS Cidanau Penentuan awal musim kemarau dan lamanya dilakukan dengan menganalisis fungsi kumulatif dari curah hujan dalam satu tahun. Fungsi polinomial yang paling mendekati kondisi jumlah hujan kumulatif adalah polinomial pangkat lima. Persamaan hujan kumulatif ini memiliki tingkat kecondongan (Slope) sebesar 2.621 dalam satu tahun, hal ini dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9 Pola hujan kumulatif tahun 26

35 Musim kering pada DAS Cidanau terjadi pada bulan Mei sampai Oktober dengan lama hari kering 171 hari (Tabel 6). Pada bulan tersebut merupakan waktu yang cukup berisiko terjadinya kekurangan air untuk memenuhi kebutuhan air. Pada bulan Mei curah hujan lebih kecil dari Slope hujan kumulatif dalam satu tahun, hal ini menjadikannya berada pada kondisi awal musim kering. Pada bulan oktober curah hujan perlahan mulai naik hingga melewati batas kemiringan (Slope) hujan kumulatif, hingga dapat dikatakan pada bulan tersebut merupakan awal musim hujan. Analisis debit Sungai Cidanau difokuskan pada bulan kering tersebut (Mei-Oktober) guna memenuhi kebutuhan air. Tabel 6 Perubahan musim di DAS Cidanau Tahun Awal Hari Awal Hari Lama Hari Puncak Hari Kering Basah Kering (hari) Kering 1989 1-Mei 14-Nop 197 8-Sep 199 16-Mei 14-Nop 182 26-Sep 1991 14-Mei 25-Okt 164 31-Jul 1992 22-Apr 11-Sep 147 3-Jun 1993 8-Jun 22-Nop 167 24-Sep 1994 15-Mei 25-Okt 173 27-Jul 1995 16-Jun 3-Okt 136 1-Apr 1996 2-Apr 26-Sep 159 11-Jul 1997 12-Jun 29-Des 2 28-Sep 1998 8-Mei 25-Sep 152 18-Jul 1999 8-Mei 6-Okt 151 25-Jul 2 14-Mei 23-Okt 162 3-Jul 21 17-Apr 24-Sep 16 29-Jun 22 9-Jun 11-Des 185 3-Sep 23 1-Mei 15-Okt 158 9-Aug 24 22-Mei 3-Des 195 8-Sep 25 14-Mei 3-Nop 2 6-Oct 26 4-Jun 24-Des 23 1-Sep 27 22-Mei 11-Nop 173 16-Aug 28 3-Mei 6-Okt 156 2-Jul 29 3-Mei 22-Okt 172 27-Jul 21 28-Feb 5-Jul 177 2-Apr Rata-rata 5-Mei 14-Okt 171 3-Aug 5.3 Penghitungan Debit Sungai Cidanau Pengukuran profil Sungai Cindanau yang dilakukan di lokasi outlet (Intake Rumah Pompa) dilakukan untuk mendapatkan hubungan antara ketinggian muka

36 air sungai dengan debit Sungai Cidanau (rating curve). Hasil pengukuran profil Sungai Cidanau di lokasi outlet (Intake Rumah Pompa) memiliki kedalaman maksimum 4.14 m dari titik datum dengan luas penampang sungai 124.89 m 2. Bentuk penampang melintang sungai Cidanau pada outlet dapat dilihat pada Gambar 1. Kecepatan aliran rata-rata berkisar antara.123.269 m/s. Kecepatan pada outlet tidak seragam dikarenakan adanya pekerjaan perbaikan pada bendung mercu. Tanaman yang tumbuh disepanjang tepian sungai juga mempengaruhi besarnya kecepatan air. Perubahan ketinggian permukaan air dicatat dengan menggunakan water level loger dengan interval waktu pencatatan 3 menit. Dengan menggunakan Persamaan 4.1 maka debit sungai per 3 menit dapat diketahui. Data debit ini diperlukan untuk melakukan validasi hasil simulasi debit sungai Cidanau dengan aplikasi SWAT. Gambar 1 Profil outlet Sungai Cidanau (2 Oktober 21) Metode yang digunakan untuk mengukur debit Sungai Cidanau yaitu dengan menggunakan fungsi cubic spline interpolation yang dikembangkan oleh Setiawan et al (27). Fungsi ini digunakan untuk menggambarkan profil sungai secara kontinyu yang terbentuk atas hasil pengukuran jarak dan kedalaman sungai. Metode ini dapat langsung menghitung debit sungai menggunakan formula Manning. Data profil dan kecepatan yang diperoleh dari pengukuran digunakan untuk membuat rating curve. Rating curve akan menggambarkan pengaruh perubahan kedalaman terhadap debit sungai.

37 Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan sebanyak empat kali pengukuran (2 Oktober 21, 22 Desember 21, 3 Maret 211, dan 4 Maret 211) diperoleh hubungan antara kedalaman air maksimum dengan besarnya debit Sungai Cidanau sebagai berikut: Q i = 4.32 E-.5.h i 1.6 4.1 Q i adalah debit sesaat pada waktu i (m 3 /s) dan dan h i adalah kedalaman maksimum sesaat pada waktu i (m). Rating Curve untuk outlet Cidanau dapat dilihat pada Gambar 11. 3 25 y = 4.32E-5x 1.6E+1 R² = 8.1E-1 Debit sungai (m3/s) 2 15 1 5 3.25 3.3 3.35 3.4 3.45 3.5 3.55 Kedalaman Maksimum (m) Gambar 11 Rating Curve Sungai Cidanau Hubungan antara debit dengan kedalaman dari persamaan 4.1 digunakan untuk menghitung besarnya debit sungai setiap 3 menit, karena pengukuran kedalaman sungai dilakukan setiap 3 menit. Hasil rating curve ini dapat diaplikasikan untuk setiap kedalaman karena nilai R 2 yang diperoleh relatif besar yaitu.81. 5.4 Analisis Debit Sungai Cidanau dengan MWSWAT Aplikasi MWSWAT membutuhkan data tanah dan tata guna lahan yang banyak. Dikarenakan keterbatasan data karakteristik tata guna lahan dan tanah maka beberapa jenis data tersebut dicari kesesuaian data yang mendekati data yang disediakan oleh SWAT berupa karakteristik data global.

38 Tahapan awal dari simulasi SWAT yakni membuat proyeksi dari peta DEM, tanah, dan tataguna lahan. Proyeksi koordinat DAS Cidanau berada pada zona 48S dalam Sistem koordinat universal tranverse mercator (UTM) WGS 1984. Pada tahap 1 (automatic watershed delineation) didapatkan pembagian DAS Sungai Cidanau kedalam 15 bagian didasarkan pada jaringan sungai. Hal ini dikarenakan threshold method yang digunakan hanya 5. Tampilan proses delineation dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 12 Proses Automatic Watershed Delineation Metode treshold sangat berpengaruh terhadap banyaknya jumlah jaringan sungai yang akan terbentuk, semakin kecil nilai treshold maka semakin banyak subdas yang akan terbentuk. Hasil pembentukan batas DAS dengan aplikasi MWSWAT dapat dilihat pada Gambar 13.

39 Gambar 13 Peta Jaringan sungai hasil MWSWAT Outlet DAS terletak pada sub basin 15 dan debit sungai yang dianalisis adalah pada sub basin 15. Proses selanjutnya yakni pembuatan hydrological response unit (HRU) dengan menggunakan data tata guna lahan tahun 28 (Lampiran 2) dan peta tanah Cidanau pada Gambar 7. Hasil Pembuatan HRU diperoleh 46 jenis HRU yang menggambarkan kondisi wilayah secara spasial, hal ini dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14 Peta Hydrological Response Unit pada subbasin di DAS Cidanau

4 Proses simulasi SWAT dilakukan dengan memasukkan data iklim lokal pada DAS Cidanau dan data WGN (weather generator). Simulasi SWAT dilakukan dari tanggal 1 Januari 28 sampai 31 Desember 28. Setelah pengisian data ke dalam database SWAT maka simulasi dapat dijalankan untuk tahun 28. Proses simulasi SWAT dapat dilihat pada Gambar 15. Debit hasil simulasi dapat dilihat menggunakan SWATPlot and Graph. Gambar 15 Proses setup and running SWAT Simulasi SWAT pada tahun 28 menunjukkan nilai hasil simulasi pada saat terjadinya hujan memiliki respon yang tinggi terhadap debit sungai, namun selanjutnya debit sungai kembali ke kondisi semula tanpa diikuti penurunan debit secara perlahan. Hal ini menandakan pada aplikasi SWAT ketika terjadi hujan yang cukup tinggi mengakibatkan runoff yang sangat besar, jadi perlu dilakukan

41 perubahan parameter untuk mengendalikan peningkatan debit sungai yang sangat tinggi. Salah satu cara yang dapat dilakukan yakni dengan mengurangi nilai Curve Number pada tata guna lahan untuk mengurangi limpasan, atau dapat dilakukan perubahan dengan meningkatkan kemampuan infiltrasi dari lahan, hingga diperoleh hasil debit tidak meningkat secara signifikan. Pada kondisi tidak terjadi hujan hasil simulasi SWAT dan observasi memiliki pola yang sama (Gambar 17.a) sehingga gambaran hasil simulasi dapat dikatakan mendekati kondisi observasi. Namun ketika hujan tidak terjadi pada rentang waktu yang lama debit hasil simulasi mendekati nilai nol. Hal ini menandakan pada pengolahan aliran bawah permukaan pada SWAT masih belum sesuai dengan kondisi lapangan, sehingga perlu dilakukan perubahan pada parameter yang berhubungan dengan aliran bawah permukaan dan storage dari DAS itu sendiri. Kalibrasi perlu dilakukan terhadap parameter masukan baik dari tata guna lahan maupun dari data tanah dan parameter DAS secara keseluruhan. Parameter tersebut diubah menggunakan SWAT Editor 25 (Gambar 16). Tahapan pertama yakni melakukan analisis sensitivitas pada parameter SWAT untuk DAS Cidanau, selanjutnya pilih autocalibration and uncertainty Analysis hingga didapatkan hasil kalibrasi mendekati data observasi. Gambar 16 Proses kalibrasi dengan SWAT Editor Hasil kalibrasi menunjukkan perubahan debit yang sejalan dengan perubahan kondisi observasi, hal ini dikarenakan adanya beberapa parameter yang

42 diubah dalam proses SWAT editor 25 hingga parameter tersebut menghasilkan debit sungai yang sesuai dengan kondisi lapangan. Debit (m3/s) Debit (m3/s) 6 5 4 3 2 1 3 25 2 15 1 5 5 1 15 2 25 3 35 Julian days Hujan Simulasi Observasi (a) Hubungan Data Kalibrasi dan Observasi 5 1 15 2 25 3 35 Julian days Hujan Kalibrasi Observasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 Hujan (mm) Hujan (mm) (b) Gambar 17 Hasil simulasi SWAT tahun 28 (a) tanpa kalibrasi; (b) dengan kalibrasi Simulasi MWSWAT untuk tahun 28 menghasilkan nilai korelasi koefisien (R) sebesar,213 sedangkan nilai NSI-nya adalah.16, sehingga perlu dilakukan kalibrasi pada parameter input data SWAT. Hasil kalibrasi MWSWAT untuk tahun 28 menggunakan SWAT Editor 25 didapatkan nilai korelasi koefisien sebesar.681 dan nilai Nash (NSI).534. Dengan demikian hasil simulasi SWAT untuk DAS Cidanau pada tahun 28 dapat dikatakan

43 memuaskan. Hasil kalibrasi SWAT terhadap input telah mendekati kondisi lapangan hasil observasi, dan aplikasi MWSWAT dapat digunakan untuk pengolahan data hidrologi di DAS Cidanau. Tabel 7 Parameter kalibrasi untuk DAS Cidanau Parameter Nilai Keterangan SURLAG 4 Lama limpasan permukaan (hari) Blai 5 Indeks maksimum luas daun Usle_C.3 Nilai faktor C USLE minimum untuk tutupan lahan Alpha_Bf.9667 Faktor alpha untuk base flow (hari) Gw_Delay 483.33 Waktu pengisian air tanah (hari) Gw_Revap.2 Koefisien penguapan air tanah Rchrg_Dp.5 Fraksi perkolasi air tanah Slope.986 Kemiringan saluran rata-rata SLSUBBSN 3 Panjang lereng rata-rata CN2 37.1 Nilai CSC CN II Usle_P 1 Faktor pengolahan lahan USLE CH_N2.124 Nilai manning untuk dasar sungai Sol_Awc.9 Ketersediaan air kapasitas lapang pada tanah Sol_K 6 Konduktifitas hidrolik pada kondisi jenuh Sol_BD.368 Bulk Density pada lapisan tanah CH_K2 216.661 Konduktifitas hidrolik sungai utama Terdapat 16 parameter DAS yang harus diubah dalam menganalisis debit Sungai Cidanau. Parameter yang paling berpengaruh terhadap debit sungai adalah faktor pengisian air tanah pada DAS Cidanau yakni 484 hari. Sebelum dikalibrasi lama pengisian air tanah adalah 31 hari. Selanjutnya parameter CN untuk DAS Cidanau rata-rata memiliki nilai 37.1. Parameter-parameter pada Tabel 7 merupakan parameter yang harus diganti untuk menjalankan SWAT dalam melakukan simulasi agar hasil simulasi mendekati kondisi lapangan. Hasil simulasi SWAT juga dapat menghitung besarnya limpasan, perkolasi, dan aliran lateral. Hujan yang turun pada DAS Cidanau mempengaruhi limpasan yang terjadi yang memiliki hubungan pola linier. Jika hujan yang turun semakin besar maka limpasan yang terjadi akan meningkat pula, hal ini dapat dilihat pada Gambar 18. Hubungan antara curah hujan bulanan dengan limpasan membentuk garis linier dengan nilai R 2 sebesar.841.

44 Aliran permukaan (mm) 12 1 8 6 4 2 R² =.841 1 2 3 4 Curah hujan bulanan (mm) Gambar 18 Hubungan curah hujan dan limpasan hasil SWAT tahun 28