BAB I PENDAHULUAN. adalah melalui pendidikan (Noorhayati, 2014: 150). Undang-undang nomor. 20

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi salah satu fokus dalam penyelenggaraan negara. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kegiatan yang kompleks, berdimensi luas, dan

BAB I PENDAHULUAN. membangun peradaban manusia di era modern seperti saat ini. Pada hakikatnya. mengalami perubahan (Wayan Somayasa, 2013: 2).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup suatu bangsa. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan secara formal, tepat dan akurat sehingga tidak memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. berat. Salah satu tantangannya adalah menghadapi persaingan ekonomi global.

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran matematika wajib diberikan kepada semua peserta didik mulai

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA PAPAN BERPAKU UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA PADA MATERI KELILING PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG

BAB I PENDAHULUAN. (Aliet Noorhayati, 2014: 150). Menurut Undang-Undang Sisdiknas No. 20

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB 1 PENDAHULUAN. sebelumnya. UU nomor 20 tahun 2003 pasal 3 menjelaskan bahwa fungsi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Purnama Adek, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia, mandiri,

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 (Depdiknas, 2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional:

Pengembangan Perangkat Pembelajaran dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia pada Materi Lingkaran untuk Siswa Kelas VIII SMP

I. PENDAHULUAN. kebutuhan yang paling mendasar. Dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan mampu membentuk individu-individu yang berkompentensi. sesuai bidang keahlian yang dipilih atau yang dimilikinya.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menarik bagi guru dan siswa. Banyak permasalahan-permasalahan dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan model pengembangan ADDIE yaitu tahap analysis (analisis),

BAB I PENDAHULUAN. dengan potensi yang ada pada manusia tersebut. Pendidikan adalah usaha sadar

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No 20 tahun 2003 pasal 1 menegaskan bahwa pendidikan. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penting. Salah satu bukti yang menunjukkan pentingnya. memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. meringankan kerja manusia. Matematika diberikan kepada siswa sebagai bekal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Wajib belajar 9 tahun menjadi kebutuhan mendasar bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. tujuan pendidikan menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

BAB II KAJIAN TEORI. mengonstruksi pengetahuan (Slameto, 2010:2). Menurut Reber dalam

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan seorang akan menjadi manusia yang berkualitas. UU No 20 tahun

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa guna

I. PENDAHULUAN. beradaptasi dengan lingkungan dan mengantisipasi berbagai kemungkinan

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keahlian dan kemampuan yang unggul. Salah satu upaya pemerintah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ratna Purwati, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu proses pendidikan tidak lepas dari Kegiatan Belajar Mengajar

BAB I PENDAHULUAN. adalah bagaimana mengupayakan agar siswa memperoleh hasil belajar yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Nasional abad XXI bertujuan untuk mewujudkan cita-cita

I. PENDAHULUAN. Matematika berperan sebagai induk dari semua mata pelajaran dan merupakan

Pardomuan N.J.M. Sinambela Afrodita Munthe. Kata Kunci: Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika, Pembelajaran Matematika Realistik.

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bangsa pasti mempunyai tujuan yang hendak dicapai sesuai undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang sangat penting.

BAB I PENDAHULUAN. Belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Trianto (2009:16) belajar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Di era global ini, tantangan dunia pendidikan begitu besar, hal ini yang

BAB I PENDAHULUAN. rendahnya kualitas atau mutu pendidikan matematika. Laporan Badan Standar

BAB I PENDAHULUAN. kejuruannya (Permendiknas no 22 tahun 2006). Tujuan ini kemudian dijabarkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting bagi setiap manusia, karena dengan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan pembaharuan pendidikan di Indonesia dewasa ini mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. intelektual dalam bidang matematika. Menurut Abdurrahman (2012:204)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan observasi di SMP Pelita Bangsa Bandar Lampung, pada proses

BAB I PENDAHULUAN. ketidakpastian. Pendidikan sebagai sumber daya insani sepatutnya mendapat

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah suatu proses membantu manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu kebutuhan yang penting bagi setiap bangsa.

penekanannya pada penataan nalar dan pembentukan sikap siswa serta keterampilan dalam penerapan matematika. Namun, sampai saat ini masih banyak

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dampak globalisasi saat ini sangat berpengaruh bagi perkembangan IPTEK dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbasis karakter (competency and character based curriculum), yang dirancang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

PENERAPAN PEMBELAJARAN OSBORN BERBANTUAN WINGEOM UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KREATIF DAN BERPIKIR KRITIS MATERI KUBUS DAN BALOK SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Pertama Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Metaphorical Thinking. (repository.upi.edu, 2013), 3.

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

Transkripsi:

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Sumber daya manusia sangat berpengaruh dalam kemajuan suatu negara. Salah satu sarana yang efektif dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah melalui pendidikan (Noorhayati, 2014: 150). Undang-undang nomor. 20 Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional menyatakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Pendidikan diwujudkan dengan pembelajaran di sekolah. Salah satunya adalah melalui pelajaran matematika yang wajib di ajarkan di semua jenjang pendidikan, termasuk di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik di semua jenjang pendidikan untuk melatih kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, inovatif, kreatif, serta kemampuan bekerjasama (Puspendik, 2012:2). Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pemerintah menyusun kompetensi-kompetensi bagi siswa di setiap tingkat pendidikan. Dalam Peraturan Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 24 Tahun 2016 tentang Kurikulum 2013, kompetensi siswa yang dikembangkan bersumber dari Kompetensi Inti (KI). KI merupakan tingkat kemampuan untuk mencapai standar kompetensi lulusan yang harus dimiliki oleh peserta didik. 1

Terdapat empat KI dalam kurikulum 2013, salah satunya adalah KI-3 yaitu memahami dan menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata. Sejalan dengan Permendikbud Tahun 2006 Nomor 22 tantang Standar Isi disebutkan bahwa tujuan pembelajaran matematika di sekolah yaitu agar peserta didik memiliki kemampuan memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, pemahaman konsep sangat dibutuhkan untuk keberhasilan siswa dalam pembelajaran. Konsep adalah kumpulan hukum atau aturan yang digunakan untuk mendefinisikan sejumlah kategori yang berkaitan dengan pengelompokan kejadian, gagasan, atau objek yang serupa (Suyono & Hariyanto, 2015:48). Sejalan dengan Schunk (2012:292), Pemahaman konsep adalah pembentukan representasi untuk mengenali sifat, menyesuaikan ke dalam contoh baru, dan mengelompokkan contoh dan bukan contoh. Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep merupakan ide abstrak yang dapat digunakan untuk mengatagorikan sekumpulan objek, apakah objek tertentu merupakan contoh atau bukan contoh. Menurut Willingham (2010:16), pembelajaran matematika memerlukan pengetahuan prosedural dan konseptual. Pengetahuan konseptual dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam pembelajaran matematika, sedangkan prosedural adalah langkah penyelesaian suatu masalah dalam 2

matematika. Seorang siswa bisa melakukan suatu pemecahan masalah secara prosedural belum tentu memiliki pemahaman tentang konsep dari masalah tersebut. Sebagai contoh banyak siswa bisa melakukan operasi pembagian namun tidak memahami mengapa langkah-langkah operasi pembagian itu bisa dilakukan. Oleh karena itu siswa yang mempunyai pemahaman konsep yang baik tidak hanya mampu menyelesaikan soal-soal dengan prosedural saja, namun dapat mengerti sifat-sifatnya, mengerti mengapa menggunakan konsep tertentu untuk menyelesaikan soal, dan mampu menggunakan konsep tersebut untuk menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan konsep-konsep lain. Siswa yang telah memahami konsep matematika berarti mampu menjelaskan keterkaitan antar konsep dan menggunakan konsep dengan tepat dalam pemecahan masalah. Rendahnya pemahaman konsep dapat dilihat dari beberapa hasil Ujian Nasional (UN) SMP. Ujian Nasional merupakan salah satu cara pemerintah dalam mengevaluasi hasil penyelenggaraan proses pendidikan di Indonesia. Berdasarkan data daya serap ujian nasional SMP tahun 2014/2015, persentase penguasaan kemampuan yang diuji pada mata pelajaran matematika antara lain Bangun Geometri sebesar 52,04%, Operasi Aljabar sebesar 57,28%, Operasi Bilangan sebesar 60,64%, dan Statistika dan Peluang sebesar 60,78%. Sedangkan berdasarkan daya serap ujian nasional SMP tahun 2015/2016, persentase penguasaan kemampuan yang diuji pada mata pelajaran matematika antara lain Bangun Geometri sebesar 47,19%, Operasi Aljabar sebesar 52,97%, Operasi Bilangan sebesar 52,74%, dan Statistika dan Peluang sebesar 46,73%. Dari data tersebut, persentase penguasaan geometri hanya mencapai 52,04% pada UN 3

2014/2015 menempati urutan terbawah dari materi lainnya dan pada tahun berikutnya 2015/2016 mengalami penurunan menjadi 47,19%. Data ini menunjukkan bahwa penguasaan siswa dalam materi Geometri belum baik. Hasil survey PISA 2011 juga menunjukkan bahwa siswa masih lemah dalam geometri, khususnya dalam pemahaman ruang dan bentuk (OECD,2016). Dikarenakan siswa biasanya hanya menghafal rumus-rumus untuk melakukan perhitungan, tetapi belum bisa membayangkan bentuk dan cara kerja suatu permasalahan geometri. Menurut Ebbutt dan Straker (dalam Marsigit, 2008:3), matematika sebagai kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi, dan penemuan. Oleh karena itu pembelajaran geometri akan lebih mudah jika siswa mampu berimajinasi, berintuisi, dan melakukan penemuan untuk mengonstruksi pemahaman konsep terhadap geometri. French (2003:6), untuk mempelajari geometri diperlukan kemampuan berfikir logis, pemahaman konseptual, dan kemampuan prosedural yang baik. Oleh sebab itu, untuk mengembangkan pemahaman konsep terkait geometri sangatlah penting bagi siswa. Hal ini karena geometri memberikan keterampilan dan pengetahuan yang berguna dalam kehidupan sehari-hari serta berbagai macam pekerjaan manusia. Upaya untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa dapat ditempuh antara lain dengan pendekatan pembelajaran, metode pembelajaran, penggunaan media, dan perangkat pembelajaran yang tepat (Suyanto & Asep, 2013:76). Berdasarkan teori Piaget (dalam Orton, 2006:52), siswa SMP yang berusia 11-15 tahun, berada dalam tahap operasional formal. Tetapi, menurut Santrock (2011:60), pada kenyataannya banyak siswa di usia ini masih dalam tahap operasional konkret 4

bahkan baru memulai untuk berfikir secara formal. Oleh karena itu, diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dari sesuatu yang realistik. Sedikit demi sedikit siswa dituntun untuk berfikir secara formal. Salah satu pendekatan yang sesuai adalah Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). PMRI merupakan adaptasi dari pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) yang telah dikembangkan di Belanda. PMRI dapat didefinisikan sebagai suatu pendekatan dalam pembelajaran matematika yang menggunakan situasi realistik dalam penyampaiannya agar siswa mudah mempelajari pembelajaran matematika yang diajarkan. Permasalahan realistik yang dimaksud yaitu permasalahan yang tidak selalu dapat divisualisasikan atau diraba siswa, tetapi merupakan hal yang dapat dibayangkan oleh siswa (Wijaya, 2012:21). Dalam proses pembelajaran dengan pendekatan ini guru dapat menghadirkan benda-benda sebagai alat bantu hitung ataupun mengaitkan pembelajaran dengan masalah realistik yang dekat dengan kehidupan siswa agar siswa dapat membayangkan masalah tersebut. Pembelajaran matematika sebaiknya dimulai dari hal-hal yang bersifat realistik agar siswa tidak enggan untuk belajar matematika karena dirasa kurang bermanfaat bagi kehidupan mereka. Permasalahan situasi realistik yang dimaksud tidak selalu hal yang dapat divisualisasikan atau diraba siswa, tetapi merupakan hal yang dapat dibayangkan oleh siswa (Wijaya, 2012:21). Sejalan dengan pernyataan Freudental dalam (Wijaya, 2012:20), matematika merupakan suatu bentuk aktivitas manusia. 5

Akan tetapi perencanaan pembelajaran matematika di sekolah belum mengarah kepada hal-hal demikian, salah satunya di SMP N 23 Purworejo. Berdasarkan hasil observasi di SMP N 23 Purworejo, 1) Kegiatan apersepsi pada RPP hanya mengulang pembelajaran sebelumnya dan tidak mengulas pembelajaran yang akan diberikan, 2) kegiatan awal pembelajaran pada RPP belum sepenuhnya menggunakan permasalahan yang realistik, 3) kegiatan inti pada RPP hampir semua kegiatannya berpusat pada guru, 4) Pada RPP sangat minimnya kegiatan pembelajaran yang memanfaatkan kerja kelompok, 5) Kegiatan penutup pada RPP tidak tersedia kegiatan refleksi, 6) Setiap awal pembelajaran pada LKS belum tersedianya permasalahan yang realistik, 7) Pada LKS hanya berisi materi tanpa adanya kegiatan-kegiatan yang menunjang siswa untuk mengonstruksi kemampuannya sendiri dan kerja kelompok, 8) Berisi latihan rumus-rumus tanpa diberikan penjelasan tentang bagaimana suatu rumus tertentu didapatkan. Rutinitas yang terlihat selama proses pembelajaran matematika juga terlihat monoton, yaitu guru menyampaikan materi, siswa mendengarkan dan mencatat, lalu dilanjutkan dengan latihan soal. Dalam hal ini siswa kurang diberi kesempatan untuk mengonstruksi pengetahuan mereka. Proses pembelajaran yang demikian membuat pengetahuan yang didapat siswa kurang bermakna. Padahal menurut Wijaya (2012:3), kebermaknaan ilmu pengetahuan menjadi aspek utama dalam proses pembelajaran. Berdasarkan permasalahan tersebut pendekatan PMRI cocok diterapkan dalam pembelajaran Geometri di SMP N 23 Purworejo. Salah satu materi geometri di tingkat SMP kelas VII yaitu segi empat. Materi segi empat adalah materi dasar geometri di jenjang SMP. Oleh karena itu, 6

penting bagi siswa untuk menguasai materi tersebut, karena materi tersebut digunakan sebagai dasar materi-materi geometri selanjutnya seperti segitiga, segi banyak, dan bangun ruang sisi datar. Penerapan PMRI dalam pembelajaran matematika sejalan dengan kurikulum (Wijaya, 2012:28). Pengalaman-pengalaman yang dialami siswa selama proses pembelajaran dengan pendekatan PMRI akan membuat siswa semakin mudah menangkap materi pembelajaran yang dipelajari. Penerapan PMRI juga dapat memperbaiki kesalahpahaman paradigma pembelajaran yang terjadi selama ini, dari paradigma teacher centered menjadi student centered. Jika selama ini siswa hanya mampu menghafal rumus tanpa mengenal konsepnya, maka dengan PMRI siswa dapat menemukan sendiri konsep tersebut. Pemahaman konsep merupakan hal penting yang akan mempengaruhi sikap, keputusan, dan cara siswa dalam memecahkan masalah. Salah satu hal yang mendasari pendekatan ini berpengaruh baik terhadap pembelajaran, yaitu mengacu dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sarismah (2012) dan Safi i (2012) bahwa dengan pendekatan matematika realistik prestasi belajar siswa meningkat. Rendahnya pemahaman konsep siswa harus mendapat perhatian bagi guru. Guru sebagai fasilitator memiliki peran untuk membantu siswa dalam membangun pengetahuan dan memahami konsep-konsep dalam setiap pembelajaran. Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah menyebutkan bahwa setiap satuan pendidikan harus melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan. Guru sebagai salah satu bagian dari penyelenggara pendidikan 7

harus memperhatikan aspek-aspek tersebut. Terutama terkait perencanaan pembelajaran. Karena perencanaan pembelajaran memegang peranan penting dalam proses pembelajaran. Salah satu bentuk perencanaan dalam proses pembelajaran adalah dengan penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Mulyasa (2006:218), RPP merupakan suatu prosedur yang akan dilaksanakan dalam pembelajaran yang disusun dengan memperhatikan karakteristik peserta didik terhadap materi standar yang dijadikan bahan kajian. Selanjutnya menurut Prastowo (2011:269), LKS merupakan suatu bahan ajar cetak yang berupa lembar-lembar kertas yang berisi materi, ringkasan, dan petunjuk pelaksanaan tugas pembelajaran yang harus dikerjakan siswa, baik bersifat teoritis dan praktis, yang mengacu kepada kompetensi dasar yang harus dicapai siswa. Pembelajaran dengan menggunakan LKS dapat meminimalkan peran pendidik namun lebih mengaktifkan siswa untuk belajar. LKS menyajikan kegiatan-kegiatan dan tugas-tugas yang meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran, melatih kemandirian siswa, dan mempermudah guru dalam proses pembelajaran. Dengan melakukan kegiatan yang ada di LKS, siswa dapat terlibat secara aktif untuk memahami materi pembelajaran. LKS harus meliputi judul, petunjuk belajar, materi pokok, informasi pendukung, kegiatan, dan penilaian dalam bentuk soal. Berdasarkan beberapa uraian tersebut, peneliti termotivasi melakukan penelitian yang berjudul Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 8

Berbasis Pendidikan Matematika Realistik Indonesia yang Berorientasi Kepada Pemahaman Konsep Segi Empat Siswa SMP Kelas VII. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan pemaparan pada latar belakang, dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut: 1. Geometri merupakan materi dengan persentase terendah berdasarkan beberapa hasil Ujian Nasional. 2. Siswa masih kesulitan dalam menyelesaikan persoalan matematika yang berkaitan dengan Geometri. 3. Siswa kurang aktif saat pembelajaran karena pembelajaran yang kurang memberi kesempatan kepada siswa. 4. Perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS belum memfasilitasi siswa untuk mengonstruksi pengetahuannya sendiri, khususnya melalui pendekatan PMRI. C. Batasan Masalah Melihat masih luasnya masalah yang diidentifikasi, maka penelitian ini dibatasi pada pengembangan perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS pada materi segi empat dengan pendekatan PMRI untuk siswa SMP Kelas VII. D. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana mengembangkan perangkat pembelajaran matematika dengan pedekatan PMRI yang berorientasi kepada pemahaman konsep segi empat untuk siswa kelas VII SMP? 9

2. Bagaimana kualitas perangkat pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI yang berorientasi kepada pemahaman konsep segi empat untuk siswa kelas VII SMP yang ditinjau dari aspek kevalidan, keefektifan, dan kepraktisan? E. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS pada materi Segi Empat dengan pendekatan PMRI yang berorientasi kepada pemahaman konsep untuk siswa kelas VII SMP yang memiliki kualifikasi valid, praktis, dan efektif. F. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain: 1. Bagi Peneliti a. Mendapatkan pengalaman yang berharga dalam suatu penelitian b. Meningkatkan ilmu pengetahuan dalam mengembangkan bahan ajar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran 2. Bagi Guru a. Membantu guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran matematika. b. Memperkaya bahan ajar matematika khususnya pada materi segi empat. 3. Bagi Siswa a. Meningkatkan motivasi belajar siswa. b. Meningkatkan pemahaman konsep siswa dalam pembelajaran matematika melalui pendekatan PMRI. c. Membantu meningkatkan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran matematika. 10