BAB I PENDAHULUAN. Kain merupakan salah satu artefak yang mewujudkan nilai. dalam suatu kebudayaan. Begitu juga dengan kain tenun yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Terdiri

BAB I PENDAHULUAN. menjadi negara yang kaya dengan keunikan dari masing-masing suku tersebut.

Kreativitas Busana Pengantin Agung Ningrat Buleleng Modifikasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

I. PENDAHULUAN. yakni berbeda-beda tetapi tetap satu. Maknanya meskipun berbeda-beda namun

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Payung Geulis Nova Juwita, 2014 Analisis Estetik Payung Geulis Tasikmalaya

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. tradisional yang berasal dari daerah Kalimantan Barat yang berbentuk selendang.

BAB I PENDAHULUAN. kesatuan dari gagasan simbol-simbol dan nilai-nilai yang mendasari hasil karya dan

Ragam Hias Tenun Songket Nusantara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terkenal sebagai salah satu negeri terbesar penghasil kain tenun tradisional yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sedikit pergeseran yaitu tidak hanya sebagai pelindung tubuh dari. gangguan alam dan untuk kesopanan, tetapi juga untuk menyalurkan

BAB II SENI TARI DAN UNSUR VISUAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Busana tidak hanya terbatas pada pakaian yang dipakai sehari-hari seperti

Kajian bentuk kain Donggala Netty Juliana ( ) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. 1 M u s e u m T e k s t i l B e n g k u l u

Ragam Hias Tenun Ikat Nusantara

BAB I PENDAHULUAN. Menurut sejarah, sesudah Kerajaan Pajajaran pecah, mahkota birokrasi

MAKNA SIMBOL PADA KAIN TENUN DONGGALA DI SULAWESI TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. beberapa budaya dan karya seni Indonesia ini adalah seni kerajinan tangan. kerajinan logam, kerajinan gerabah, dan kerajinan tenun.

BAB I PENDAHULUAN. setelah ditenun dengan tali sebagai perintang atau menolak warna. Ikat celup di

BAB I PENDAHULUAN. dari serangga atau hewan-hewan tertentu. Rumput, bambu, kupasan kulit dan otot-otot

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan fakta dan data yang ditemukan di lapangan serta kajian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Penjelasan Judul Perancangan

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Utara dengan ibu kotanya Medan. Sumatera Utara terdiri dari 33. dan Dokumentasi Ornamen Tradisional di Sumatera Utara:

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Kain songket adalah benda pakai yang digunakan oleh masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kearifan lokal atau sering disebut local wisdom adalah semua bentuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, kebutuhan teknologi komputer sangat dibutuhkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Definisi Batik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik.

BAB I PENDAHULUAN LatarBelakang Eko Juliana Susanto, 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. menciptakan berbagai peralatan dan perlengkapan hidup yang berfungsi untuk

I. 1. Latar Belakang I Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Kabupaten Batubara yang terletak pada kawasan hasil pemekaran

BAB I PENDAHULUAN. penutup atau pelindung anggota tubuh. Pakaian digunakan sebagai pelindung

BAB1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Daerah penghasil batik banyak terdapat di pulau Jawa dan tersebar. di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENCIPTAAN SERAGAM BATIK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2015 BATIK BERMOTIF ANGKLUNG PADA TIRAI PINTU (DOOR CURTAIN PORTIERE)

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang memiliki tradisi dan hasil budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau merupakan salah satu dari antara kelompok etnis utama bangsa

Bab 2 DATA DAN ANALISIS. Data dan sumber informasi yang digunakan untuk mendukung proyek tugas akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. Batik merupakan salah satu kain khas yang berasal dari Indonesia. Kesenian batik

BUSANA TENUN IKAT TRADISIONAL KAB. KUPANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. besar terhadap kehidupan manusia, Bagi manusia, busana merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan

BAB I PENDAHULUAN. Keberagaman budaya tersebut mempunyai ciri khas yang berbeda-beda sesuai

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman seni dan budaya yang terbesar dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada masyarakat Pesisir adalah pertunjukan kesenian Sikambang di Kelurahan

I. PENDAHULUAN. Industri kecil mempunyai peranan penting tidak saja di negara-negara sedang

BAB I PENDAHULUAN. Moyang terdahulu. sebagai mana dikemukakannya bahwa: c. Seni musik yang disebut gondang

KESIMPULAN. Berdasarkan keseluruhan uraian dapat disimpulkan. penemuan penelitian sebagai berikut. Pertama, penulisan atau

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk generasi selanjutnya hingga sampai saat ini.

Kreasi Ragam Hias Uis Barat

BAB I PENDAHULUAN. Pada makanan tertentu bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan biologis,

BAB I PENDAHULUAN Amalia, 2013

Kain Sebagai Kebutuhan Manusia

Menata Pola Ragam Hias Tekstil

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nuarisa Agossa, 2013

BAB III KONSEP PERANCANGAN. tindak lanjut dari proses analisis, dimana proses perancangan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, hokum adat, organisasi sosial dan kesenian. Keberagaman keindahan,

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Riau adalah rumpun budaya melayu yang memiliki beragam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Syafrida Eliani, 2013

Penerapan Ragam Hias pada Bahan Tekstil

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Batik ialah seni kerajinan yang ada sejak zaman kerajaan Majapahit abad

kalender Mengenal 12 Baju Adat Wanita Indonesia

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kain merupakan salah satu artefak yang mewujudkan nilai dalam suatu kebudayaan. Begitu juga dengan kain tenun yang memiliki peran penting sebagai produk kesenian dalam kebudayaan. Kain tenun merupakan salah satu karya seni tradisi dari suatu kebudayaan masyarakat. Kain tersebut memuat berbagai simbolisasi yang menyiratkan sebuah makna dan nilai yang diwariskan secara turun-temurun. Seperti pada motif kain tenun yang mengandung makna dan berfungsi untuk menunjukkan status sosial penggunanya. Hal ini berlaku pula pada kain tenun Donggala, kain tenun tersebut dapat dilihat sebagai ekspresi nilai kebudayaan dari masyarakat di wilayah Donggala. Kain tenun Donggala merupakan kain tradisional khas dari daerah Sulawesi Tengah, khususnya di wilawah kabupaten Donggala. Secara fungsional kain tenun Donggala awalnya hanya digunakan untuk upacara adat dan upacara keagamaan. Kain ini juga digunakan sebagai bahan untuk membuat pakaian anggota Kerajaan di Sulawesi Tengah (Kartiwa, 1983:6). Kain tenun ini dipakai sebagai atribut upacara untuk menunjukkan kedudukan dalam berbagai etnis di Donggala. Hal ini sangat berlaku khususnya bagi golongan kaum bangsawan, motif serta warna yang mereka gunakan menunjukkan status sosial mereka dalam masyarakat (Sulastri, dkk, 2000:16). 1

Sejak awal keberadaan kain tenun Donggala, kain ini telah memiliki banyak motif. Motif-motif tersebut merupakan akulturasi dari beberapa daerah di Indonesia yang memiliki hubungan kerjasama baik dalam bidang ekonomi, politik, maupun keagamaan dengan masyarakat di Sulawesi Tengah. Suaib Djafar (wawancara, 28 Desember 2014) mengungkapkan bahwa selain untuk upacara adat dahulu kain tenun Donggala dibuat juga untuk menunjukkan status sosial khususnya bagi kalangan raja dan keturunannya. Iksam (Wawancara, 15 Maret 2016) menuturkan bahwa motif yang digunakan pada pengguna kain tenun Donggala disesuaikan menurut selera pribadi dari pemggunanya serta upacara adat atau upacara keagamaan yang dilaksanakan. Motif kain tenun Donggala kemudian berkembang kerena banyak pedagang yang menjadi penenun di daerah mereka masuk ke wilayah Donggala dan menginspirasi para penenun, sehingga hingga saat ini dikenal beberapa nama kain tenun Donggala yang dikenal samoai saat ini yakni kain buya cura, buya bomba, buya subi, kombinasi bomba dan subi, buya bomba kota dan buya awi. Kain-kain tersebut yang sekarang lebih populer dan dikenal oleh masyarakat Donggala dikarenakan penampilan motif dan warna yang cukup beragam. Hingga saat ini kain tenun Donggala terus mengalami perkembangan motif seiring dengan kebutuhan masyarakat penyangga yang tidak lagi berpatokan pada aturan adat dan Kerajaan, sehingga muncullah motif-motif baru namun tidak keluar dari pakem awal atau 2

ciri khas kain tenun tersebut. Salah satunya ialah motif bunga dan susunan motif pada badan kain yak tidak terlihat padat. Warna pada kain tenun Donggala juga menjadi salah satu penanda dalam status sosial masyarakat, akan tetapi hal ini tidak berlaku cukup lama. Beberapa kain menggunakan warna yang berbeda-beda walau pun motif yang digambarkan sama. Kain tenun Donggala saat ini sudah banyak dipakai oleh masyarakat pada acara resmi. Masyarakat pada umumnya menggunakan kain ini pada pesta pernikahan atau kenaikan jabatan, bahkan pegawai negeri sipil saat ini diwajibkan menggunakan kain tenun Donggala setiap akhir pekan (Maruto, 2011). Kain tenun Donggala yang hingga saat ini masih digunakan oleh masyarakat Sulawesi Tengah memiliki motif-motif dengan berbagai makna yang muncul dari adanya berbagai pengaruh, baik pengaruh sosial, politik, ekonomi, bahkan memungkinkan adanya pengaruh kepercayaan. Pengaruh politik dan pengaruh ekonomi memberikan pengaruh yang sangat besar untuk menghubungkan pengaruh tradisi menenun dari daerah lain. Motif tenun Donggala pun memperlihatkan hubungan yang sangat erat dengan masyarakat Bugis dari Sulawesi Selatan. Budaya masyarakat Bugis yang juga memiliki tradisi menenun turut memberi pengaruh dalam pembuatan motif tenun Donggala. Hal ini terjadi akibat banyaknya pedagang dan pelaut dari daerah Bugis yang singgah berbulan-bulan pada daerah Donggala, mereka kemudian 3

melakukan hubungan perkawinan dengan penduduk setempat dan mengajarkan kepada masyarakat Donggala tradisi menenun yang mereka miliki baik dari segi bahan maupun motif. Masyarakat Bugis membawa unsur budaya Bugis kedalam kebudayaan dan adat-istiadat masyarakat Sulawesi Tengah. Persamaan antara Suku Bugis dan Kaili tidak hanya terlihat pada kain tenun semata, namun juga kesamaan nama pada alat tenun mereka. Pada abad ke-18 hingga abad ke-19 di wilayah Kerajaan Sulawesi Tengah khususnya Kerajaan Banawa di wilayah Donggala sering mengalami pembajakan, sehingga pemerintah Hindia Belanda memerintahkan kepada orang-orang dari Suku Bugis untuk turut mengamankan daerah dari serangan bajak laut. Hal ini yang menyebabkan Suku Bugis memberikan pengaruh besar terhadap kain Donggala, baik dalam hal motif, bahan hingga makna yang terkandung pada kain tersebut (Kartiwa, 1983:8-9). Suwati Kartiwa menyatakan bahwa tidak ada ketentuanketentuan tertentu dalam menentukan pola hias yang memiliki arti simbolis maupun pola hias yang khusus bagi masyarakat tertentu. Hanya tampak pada penggunaan dan pemilihan warna yang lebih bersifat umum, warna terang umumnya digunakan oleh kaum muda dan warna gelap umumnya digunakan oleh orang-orang yang lebih tua (Kartiwa, 1983:14). Hal ini yang kemudian menjadi suatu pembahasan menarik karena warna dalam aturan Suku Kaili juga merupakan simbol yang dapat dilihat sebagai tanda keberadaan status sosial penggunanya. Golongan tua dan muda sebagai masyarakat pengguna 4

kain tenun Donggala pun memiliki perbedaan tingkatan dalam struktur hierarki masyarakat, sehingga memungkinkan adanya makna yang terkandung dari ketentuan-ketentuan penggunaan kain tersebut. Suaib Djafar (wawancara, 28 Desember 2014) mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan dalam penggunaan kain tenun berdasarkan warna yang ada pada kain tenun Donggala. kain tenun Donggala juga merupakan artefak kebudayaan Kerajaan Donggala khususnya pada Kerajaan Banawa, kain ini turut memiliki makna yang dapat dianalisis berdasarkan unsur-unsur yang ditampilkan dalam kain tenun tersebut. Terutama pada kain tenun Donggala yang digunakan oleh anggota Kerajaan yakni para raja. Raja merupakan anggota Litu Nto Deya atau yang dikenal masyarakat Suku Kaili sebagai dewan permusyawaratan rakyat yang menghimpun ketentuan-ketentuan dalam adat masyarakat baik berupa aturan-aturan adat atau norma-norma adat (Djafar, 2014:7). Kain tenun Donggala yang digunakan bagi para oleh raja, bangsawan, prajurit Kerajaan serta masyarakat Donggala memiliki makna yang digunakan sebagai komunikasi verbal oleh anggota Kerajaan, sehingga kain tenun memiliki aturan dalam penggunaan warna maupun motifnya. Kain tenun Donggala seringkali digunakan untuk dijadikan bahan pembuatan sarung, selendang, kain panjang dan ikat kepala oleh masyarakat. Munculnya kain tenun Donggala beriringan dengan penyebaran agama Islam (Iksam, wawancara tanggal 24 April 2016), 5

sehingga motif kain tenun Donggala memiliki korelasi terhadap penyebaran ajaran agama Islam. Sarung merupakan pakaian yang biasanya digunakan kaum Muslim dalam beribadah. Kain tenun Donggala yang biasanya digunakan untuk bahan pembuatan sarung membawa makna-makna yang bersifat Islami. Kain tenun Donggala dapat dilihat sebagai kain tenun tradisi masyarakat Donggala yang mempunyai makna tertentu, sesuai dengan kepercayaan yang dibawa dan ditanamkan oleh para penenun dan sesepuh Kerajaan Banawa sebagai simbol dari masyarakat Suku Kaili. Berangkat dari pemaparan di atas maka makna pada kain Donggala yang menjadi topik penelitian dipandang penting untuk dikaji mengingat kain tenun Donggala mulai dapat memikat berbagai kalangan masyarakat, baik masyarakat Indonesia maupun masyarakat luar negeri. Beberapa desainer ternama seperti Marga Alam dan Oscar Lawalatta juga mulai memperkenalkan kain tenun Donggala lewat busana rancangannya. Kain ini mulai diperkenalkan kepada masyarakat luar lewat Jakarta Fashion Week 2009/2010 lewat rancangan Ian Andrian (Zientatieni, 2014:47). Fokus penelitian yang akan dibahas berangkat dari objek penelitian yakni kain tenun Donggala yang dapat dilihat dari sudut pandang kaitan makna pada kain tenun Donggala yang dipengaruhi oleh kepercayaan masyarakat Donggala serta beberapa kepercayaan dari daerah lain yang masuk ke daerah Sulawesi Tengah. Pemaknaan dalam seni kriya sendiri merupakan konsep yang berdasarkan kepada 6

local genius atau kepercayaan yang ada pada suatu daerah. Sementara kepercayaan dan local genius tidak dapat dipisahkan dari pengaruh yang datang atau sejarah yang terjadi pada daerah tersebut. Karya kriya yang dijadikan objek penelitian ini berangkat dari enam kain tenun Donggala yang terkenal pada masyarakat Suku Kaili khususnya pada Kerajaan Banawa. Kain tenun tersebut merupakan kain yang ada dengan banyaknya pengaruh dari daerah lain yang masuk ke Donggala. Kain ini juga mempunyai ciri khas jika dibandingkan dengan kain tenun dari daerah lain di Indonesia, keunikan pada kain tenun Donggala yakni kain tenun tersebut tidak menampilkan ornamen fauna dan manusia sebagai motif pada kain tersebut, kain tersebut hanya menampilkan motif-motif flora dan geometris sebagai representasi masyarakat Donggala. Selain itu teknik pembuatannya yang menggunakan teknik songket dengan benang tambahan dan motif yang tidak rapat atau memadati permukaan kain. Teknik semacam ini sangat jarang ditemukan pada kain tenun lain di Indonesia. Hingga saat ini belum ditemukan penelitian yang secara khusus mengkaji kain tenun Donggala sebagai karya seni, sehubungan dengan makna yang terkandung dibalik struktur motifnya. Maka penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian, difokuskan pada enam kain tenun Donggala yang saat ini masih tetap dilestarikan oleh masyarakat Sulawesi Tengah sejak zaman Kerajaan Banawa yakni kain Buya Cura, Buya Bomba, Buya Subi, kombinasi Bomba dan Subi, Buya Bomba 7

Kota dan Buya Awi. Enam jenis kain tersebut akan dikaji melalui pendekatan kritik seni seperti yang diungkapkan oleh E.B Feldman dipadukan dengan teori simbol Sussane K. Langer, yang kemudian dapat digunakan untuk mengungkap berbagai makna yang terkandung dalam struktur fisik kain tenun Donggala. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah untuk membahas motif pada kain tenun Donggala yang digunakan pada Kerajaan Banawa yang diangkat sebagai objek utama penelitian yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimana bentuk visual kain tenun Donggala kain Buya Bomba, Buya Subi, kombinasi Bomba dan Subi, Buya Bomba Kota, Buya Cura, dan Buya Awi pada Kerajaan Banawa yang meliputi bahan, warna, tekstur, ukuran, desain dan motif yang melekat pada kain Donggala tersebut? 2. Bagaimana simbol dan makna yang terdapat dalam kain tenun Donggala motif Buya Bomba, Buya Subi, kombinasi Bomba dan Subi, Buya Bomba Kota, Buya Cura, dan Buya Awi? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui bentuk visual serta mendeskripsikan kain tenun Donggala motif Buya Bomba, Buya Subi, kombinasi 8

Bomba dan Subi, Buya Bomba Kota, Buya Cura, dan Buya Awi. b. Untuk mengetahui makna yang terkandung dalam kain tenun terkait dengan latar kebudayaan yang membentuk kain tenun Donggala motif Buya Bomba, Buya Subi, kombinasi Bomba dan Subi, Buya Bomba Kota, Buya Cura, dan Buya Awi. 2. Manfaat Penelitian a. Memberikan tambahan wacana dan konsep bagi kajian seni kriya tekstil. b. Sebagai bahan referensi bagi pengajaran di institusi-institusi seni atau institusi yang mengajarkan tentang seni kriya tekstil. c. Sebagai pengetahuan informasi kepada publik untuk meningkatkan apresiasi bagi masyarakat dalam pemahamanya terhadap karya kriya tekstil. 9