BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam dekade terakhir, penanaman modal tidak saja merupakan kebutuhan penting bagi suatu negara dalam pengembangan pembangunan ekonomi. Namun, juga merupakan sarana utama dalam pengembangan suatu industri. Terutama dalam era ini, liberalisasi dan globalisasi ekonomi sudah melanda seluruh dunia, termasuk dalam bidang investasi asing atau penanaman modal asing. Liberalisasi di bidang penanaman modal mengalir seperti air mengikuti arus membidik/mencari daerah sasaran yang paling menguntungkan. Investasi menggelinding laksana bola ke seluruh bagian penjuru dunia tanpa suatu hambatan berarti. Liberalisasi ekonomi dunia telah menghapuskan hambatanhambatan yang dulu menghadang pananaman modal, baik hambatan tarif (tariff barriers) maupun hambatan nontarif (nontariff barriers). Globalisasi ekonomi dunia telah meniadakan sekat-sekat batas hubungan ekonomi internasional negara menjadi tanpa batas (borderless). Investasi telah mengglobal, sebagaimana pasar global (global market) yang telah siap menerima hasil produk penanaman modal tersebut. 1 Indonesia adalah negara berkembang yang memerlukan investasi untuk meningkatkan dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang bertujuan untuk menyediakan kesempatan kerja, mengembangkan industri substitusi impor, 1 Rosyidah Rakhmawati, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, (Malang:Bayumedia Publishing, 2003), hal. 1.
mendorong barang industri, transfer teknologi, membangun infrastruktur, dan mengembangkan daerah yang kurang beruntung (daerah miskin). Pembangunan ekonomi dapat dilihat dari arus investasi, khususnya investasi asing yang memiliki tujuan untuk mendapatkan biaya tenaga kerja murah, dekat dengan sumber bahan produksi, mencari pasar baru, alih teknologi, royalty, keuntungan penjualan barang dan suku cadang, insentif lainnya, seperti pajak dan bea impor, juga status hukum dari negara tertentu dalam perdagangan internasional. Untuk menentukan adanya kepastian hukum di suatu negara dapat diukur dari sistem hukum yang terdiri dari tiga faktor yaitu: substansi hukum, stuktur hukum dan budaya hukum. Kepastian hukum ini harus mencakup aspek substansi hukum yang didukung oleh struktur hukum dan budaya hukum. 2 Penanaman modal menjadi suatu hubungan ekonomi internasional yang tidak terelakkan. Sebagaimana hubungan ekonomi internasional lainnya, penanaman modal menjadi suatu tuntutan guna memenuhi kebutuhan suatu negara, perusahaan dan juga masyarakat. Hubungan tersebut terjadi karena masing-masing pihak saling membutuhkan satu sama lain dalam memenuhi kebutuhan atau kepentingannya. Hal tersebut ditunjang adanya kesepakatan masyarakat internasional dalam liberalisasi dan globalisasi ekonomi, sehingga terjadi peningkatan hubungan penanaman modal internasional. Adanya perbedaan geografis, kondisi wilayah, potensi sumber daya alam, kemampuan sumber daya manusia, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan Negara 2 Dimas Julianto Development of Investment Law In Indonesia, http://politik.kompasiana.com/2010/03/20/development-of-investment-law-in-indonesia/, terakhir kali diakses tanggal 6 Oktober 2010.
berada dalam interdepedensi. Di lain sisi negara penerima modal (host country) membutuhkan sejumlah dana dan teknologi dan keahlian (skill) begi kepentingan pembangunan dalam bentuk investasi. Disisi lain, investor sebagai pihak yang berkepentingan untuk menanamkan modal memerlukan bahan baku, tenaga kerja, sarana prasarana, pasar, jaminan keamanan dan kepastian hukum untuk dapat lebih mengembangkan usaha dan memperbesar perolehan keuntungan. 3 Ada dua hambatan atau kendala yang dihadapi dalam menggerakkan investasi di Indonesia, sebagaimana diinventarisasi oleh BKPM, yaitu kendala internal dan eksternal. Kendala internal, meliputi : (1) kesulitan perusahaan mendapatkan lahan atau lokasi proyek yang sesuai; (2) kesulitan memperoleh bahan baku; (3) kesulitan dana/pembiayaan; (4) kesulitan pemasaran; dan (5) adanya sengketa atau perselisihan di antara pemegang saham. Kendala eksternal, meliputi: (1) faktor lingkungan bisnis, baik nasional, regional dan global yang tidak mendukung serta kurang menariknya insentif atau fasilitas investasi yang diberikan Pemerintah; (2) masalah hukum; (3) keamanan, maupun stabilitas politik yang merupakan faktor eksternal ternyata menjadi faktor penting bagi investor untuk menanamkan modal di Indonesia; (4) adanya peraturan daerah, keputusan menteri, undang-undang yang turut mendistorsi kegiatan penanaman modal; dan (5) adanya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan 3 Rosyidah Rakhmawati, op.cit., hal. 1-2.
yang menimbulkan ketidakpastian dalam pemanfaatan areal hutan bagi industri pertambangan. 4 Pada tahun 2006, BKPM juga menemukan hambatan-hambatan dalam pelaksanaan investasi di Indonesia, sebagaimana disajikan berikut. 5 1) Menurunnya komitmen investasi tahun 2004 dan 2005 dibandingkan tahun 2003. 2) kenaikan harga bahan bakar minyak yang mendorong kenaikan nilai investasi dan ongkos produksi. 3) krisis ketenagalistrikan di sepuluh wilayah di Indonesia. 4) krisis gas di Jawa Barat dan Jawa Timur sehingga menunda ekspansi usaha. 5) masalah perburuhan. 6) harmonisasi tarif pajak. Pada tahun 2006 Pemerintah telah mengajukan Rancangan Undang- Undang tentang Penanaman Modal, dan pada tanggal 29 Maret 2007, RUU itu telah disahkan oleh DPR RI. Rancangan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Undang-Undang ini terdiri atas 14 bab dan 40 pasal. Sejak disahkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, oleh DPR pada tanggal 29 Maret 2007, kini sudah ada tiga Negara yang telah menawarkan diri untuk menanamkan investasinya di Indonesia. Kedua negara itu, yakni Korea Selatan dan Cina. Korea Selatan telah merencanakan 4 Salim HS & Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 4. 5 Ibid., hal. 4-5.
untuk berinvestasi dengan mengerjakan 40-50 proyek. Jumlah investasi langsung yang telah direncanakan oleh Korea Selatan untuk diinvestasi di Indonesia sebanyak 5,7 miliar dolas AS. Sebanyak 3,5 miliar dolar AS akan diinvestasikan di sektor energi. Investor China telah menawarkan lima proyek kerja sama itu, meliputi (1) perakitan mobil, (2) pengelolaan singkong, (3) pembuatan gula, (4) manufaktur mesin pertanian, dan (5) eksploitasi sumber daya mineral. Sementara itu, investor Jepang juga akan menanamkan investasinya di Indonesia. Para pengusaha Jepang akan mengembangkan energi gas, manufaktur, seperti mobil dan elektronik. Mitsubishi akan meningkatkan investasinya di Indonesia dari biasanya 2 miliar dolar AS, menjadi tiga kali lipat, yaitu sekitar 6 miliar dolar AS. Pada tahun 2007, jumlah investasi Jepang yang sudah ditanamkan di Indonesia pada triwulan pertama tahun 2007 sebanyak 149,1 juta dolar AS dengan 24 proyek. Pertanyaannya, mengapa ketiga Negara itu tertarik menanamkan investasinya di Indonesia. Hal ini disebabkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal adalah dimaksudkan untuk memberikan: 6 1. Kepastian Hukum; 2. Transparansi; 3. Tidak membeda-bedakan investor; serta 4. memberikan perlakuan yang sama kepada investor dalam dan luar negeri. Di samping itu, dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah diatur tentang fasilitas atau kemudahan-kemudahan yang 6 Ibid., hal. 6.
diberikan kepada para investor. Kemudahan-kemudahan atau fasilitas itu, meliputi: 7 1. fasilitas PPh melalui pengurangan penghasilan neto; 2. pembebasan atau keringanan bea masuk impor barang modal yang belum bisa diproduksi di dalam negeri; 3. pembebasan bea masuk bahan baku atau penolong untuk keperluan produksi tertentu; 4. pembebasan atau penangguhan pajak penghasilan (PPh) atas impor barang modal; 5. penyusutan atau amortisasi yang dipercepat; 6. keringanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); 7. pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan; 8. fasilitas hak atas tanah; 9. fasilitas pelayanan keimigrasian; dan 10. fasilitas perizinan impor. UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal tersebut menggabungkan investasi asing dan investasi dalam negeri dalam satu undangundang, yang didasarkan pada asas kesetaraan bagi semua investor. Kebijakan dasar investasi dalam UU Penanaman Modal dimaksud adalah memberikan perlakuan yang sama antara investor dalam negeri dengan investor asing, dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional. UU Penanaman Modal menegaskan 7 Ibid., hal. 7.
bahwa investasi di Indonesia diselenggarakan berdasarkan asas kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, dan perlakuan yang sama bagi investor dalam negeri maupun investor asing, kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, dan keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Pada dasarnya, asas perlakuan yang sama merupakan hal yang sangat fundamental dalam sebuah perikatan termasuk juga halnya dengan berinvestasi. Adanya asas perlakuan yang sama bagi semua investor menjadi landasan pengaturan investasi langsung dalam satu undang-undang, yang sebelumnya terpisah dalam peraturan perundang-undangan yang berbeda-beda. Asas perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara yang melakukan investasi dimaksudkan sebagai asas perlakuan non-diskriminatif baik antara investor dalam negeri dengan investor asing, maupun antara investor dari satu negara asing dengan investor dari negara asing lainnya. 8 Dalam hal ini, Bilateral Investment Treaties (BITs) dibutuhkan untuk menjadi pendorong dua negara untuk saling menyajikan kebijakan yang dapat mendukung dan mempromosikan penanaman modal di masing-masing negara. Komitmen tersebut mereka tuangkan dengan cara saling melindungi setiap bentuk kegiatan penanaman modal dari aksi nasionalisasi, atau pengambilalihan perusahaan oleh negara. Mereka juga menjamin kebebasan investor ketika melakukan transfer dana. Karena itu, BIT sering diterjemahkan Perjanjian 8 Jonker Sihombing, Investasi Asing Melalui Surat Utang Negara di Pasar Modal, (Bandung:P.T. Alumni, 2008), hal. 81.
Peningkatan dan Perlindungan Penanaman Modal (P4M), atau Investment Guarantee Agreement (IGA). 9 Perundingan investasi bilateral semakin banyak dilakukan oleh negaranegara dalam beberapa tahun terakhir. Kecenderungan ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa perundingan investasi di forum multilateral atau forum WTO mengalami kebuntuan. Semakin banyaknya perundingan tingkat bilateral ini didorong oleh alasan pragmatis. Perundingan bilateral melibatkan lebih sedikit negara, yang membutuhkan biaya relative lebih rendah dan meminimalkan potensi timbulnya masalah rumit yang berada di luar jangkauan negara-negara kecil. Perjanjian BITs di bidang investasi antar negara telah berkembang dalam dekadedekade terakhir dan bahkan telah menjadi salah satu perjanjian internasional yang penting. 10 Melihat pentingnya BITs untuk diterapkan dalam kegiatan usaha penanaman modal agar perkembangan ekonomi dapat dimajukan, maka Penulis terinspirasi untuk membahas mengenai BITs, sehingga ditulislah skripsi yang berjudul Analisis Yuridis Mengenai Bilateral Investment Treaties (BITs) (Studi terhadap Peraturan Presiden No. 84 Tahun 2007 Tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Qatar Mengenai Peningkatan dan Perlindungan atas Penanaman Modal) 9 Kerja Sama Penanaman Modal, http://forum-penanamanmodal.blogspot.com/2010/04/perjanjian-peningkatan-dan-perlindungan.html, terakhir kali diakses tanggal 7 Oktober 2010. 10 Birkah Latif, Kedudukan Bilateral Investment Treaties (BITs) dalam Perkembangan Hukum Investasi di Indonesia, http://adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/226/gdlhub-gdl-s3-2010- latifbirka-11253-th440-k.pdf, terakhir kali diakses tanggal 6 Oktober 2010.
B. Perumusan Masalah Agar tidak menjadi bias dan melebarnya pembahasan dalam skripsi ini, maka perlu untuk mengangkat permasalahan yang dijadikan sebagai landasan atau acuan dari materi penulisan sehingga suatu kesimpulan dapat dipilih. Permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaturan mengenai investasi langsung di Indonesia? 2. Bagaimana pengaturan perjanjian Internasional di Indonesia? 3. Bagaimana ketentuan-ketentuan dalam Bilateral Investment Treaties (BITs) antara Indonesia dengan Qatar ditinjau dari Peraturan Presiden No. 84 Tahun 2007 Tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Qatar Mengenai Peningkatan dan Perlindungan atas Penanaman Modal? C. Tujuan Penulisan Tujuan utama penulisan dalam pembahasan skripsi Penulis yang berjudul Analisis Yuridis Mengenai Bilateral Investment Treaties (BITs) (Studi terhadap Peraturan Presiden No. 84 Tahun 2007 Tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Qatar Mengenai Peningkatan dan Perlindungan atas Penanaman Modal) adalah sebagai pemenuhan tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Selain itu, penulisan pembahasan skripsi ini juga bertujuan, antara lain:
1. Untuk mengetahui pengaturan Investasi langsung di Indonesia 2. Untuk mengetahui pengaturan mengenai Perjanjian Internasional di Indonesia 3. Untuk mengetahui dan menganalisis ketentuan-ketentuan dalam Bilateral Investment Treaties (BITs) antara Indonesia dengan Qatar ditinjau dari Peraturan Presiden No. 84 Tahun 2007 Tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Qatar Mengenai Peningkatan dan Perlindungan atas Penanaman Modal. D. Manfaat Penulisan Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Secara Teoritis Secara teoritis, pambahasan terhadap masalah-masalah yang telah dirumuskan akan memberikan kontribusi pemikiran serta pemahaman dan pandangan terhadap Bilateral Investment Treaties (BITs). 2. Secara Praktis Secara praktis, pembahasan terhadap masalah ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pembaca, khususnya bagi negara-negara yang berhubungan langsung dengan penerapan Bilateral Investment Treaties (BITs) untuk kemudian dapat menerapkannya dengan sebaik-baiknya sehingga membawa manfaat bagi negara, bagi masyarakat.
E. Keaslian Penulisan Analisis Yuridis Mengenai Bilateral Investment Treaties (BITs) (Studi terhadap Peraturan Presiden No. 84 Tahun 2007 Tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Qatar Mengenai Peningkatan dan Perlindungan atas Penanaman Modal) yang diangkat menjadi judul skripsi ini belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis menyusunnya melalui bahan-bahan referensi buku-buku, media cetak dan elektronik, serta bantuan dari berbagai pihak. Dengan demikian keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. F. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Bilateral Investment Treaties (BITs) Bilateral Investment Treaties (BITs) adalah perjanjian penanaman modal yang disepakati oleh dua Negara. Berdasarkan perjanjian tersebut, mereka sepakat untuk saling melindungi setiap bentuk kegiatan penanaman modal yang dilakukan oleh investor antar-kedua negara. 11 Pengertian lain dari BITs ini adalah perjanjian antara kedua negara negara promosi, dorongan dan perlindungan timbal balik investasi ke masing-masing wilayah oleh perusahaan-perusahaan yang berbasis di negara lain. Biasanya perjanjian ini mencakup bidang-bidang berikut: ruang lingkup dan defenisi dari investasi, penerimaan dan pembentukan, perlakuan nasional, pengoobatan yang paling dibutuhkan oleh suatu negara, perlakuan yang adil dan merata, kompensasi 11 Kerja Sama Penanaman Modal, http://forum-penanamanmodal.blogspot.com/2010/04/perjanjian-peningkatan-dan-perlindungan.html, terakhir kali diakses tanggal 7 Oktober 2010.
dalam hal terjadi pengambilalihan atau kerusakan dengan investasi, jaminan dan transfer dana gratis, dan mekanisme penyelesaian sengketa, baik antara negaranegara maupun investor dengan negara. 12 2. Pengertian Investasi / Penanaman Modal Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM) dikemukakan, penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan penanaman modal, baik oleh penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia. 13 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, investasi diartikan sebagai penanaman uang atau di suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan. Pada dasarnya investasi adalah membeli suatu asset yang diharapkan di masa datang dapat dijual kembali dengan nilai yang lebih tinggi. Investasi juga dapat dikatakan sebagai suatu penundaan konsumsi saat ini untuk konsumsi masa depan. Harapan pada keuntungan di masa datang merupakan kompensasi atas waktu dan resiko yang terkait dengan suatu investasi yang dilakukan. 14 Dalam kamus Istilah Keuangan dan Investasi digunakan istilah investment (investasi) yang mempunyai arti: Penggunaan modal untuk menciptakan uang, baik melalui sarana yang menghasilkan pendapatan maupun melalui ventura yang lebih berorientasi ke resiko yang dirancang untuk mendapatkan modal. Investasi dapat pula menunjuk ke suatu investasi keuangan (dimana inventor menempatkan 12 http://www.unctadxi.org, terakhir kali diakses tanggal 7 Oktober 2010. 13 Pasal 1 butir (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 14 Putra Defenisi Investasi dan Faktor Penentu Investasi, http://putracenter.net/2009/06/29/definisi-investasi-dan-faktor-penentu-investasi/, terakhir kali diakses tanggal 8 Oktober 2010.
uang ke dalam suatu sarana) atau menunjuk ke investasi suatu usaha atau waktu seseorang yang ingin memetik keuntungan dari keberhasilan pekerjaannya. 15 Dalam Kamus Hukum Ekonomi digunakan terminology, investment, penanaman modal, investasi yang berarti penanaman modal yang biasanya dilakukan untuk jangka panjang misalnya berupa pengadaan aktiva tetap perusahaan atau membeli sekuritas dengan maksud untuk memperoleh keuntungan. 16 3. Perjanjian Internasional Menurut Ketentuan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000, Perjanjian Internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik. 17 Berdasarkan ketentuan yang dibuat ooleh Komisi Hukum Internasional (International Law Comission) 1962: International Convention is a treaty as any International agreement in written form, whether embodied in a single instrument or in two or more related instruments and whatever its particular design (treaty, convention, protocol, covenants, charter, statute, act, declaration, concordat, exchange of note, agreed minute, memorandum of agreement, modus vivendi or other appellation), concluded between two or more states or other subjects of International Law and governed by International Law. (Konvensi Internasional adalah suatu perjanjian Internasional dalam bentuk tertulis, yang terkandung dalam instrument tunggal atau dua atau lebih instrument terkait dan apapun desain khususnya (perjanjian, konvensi, protocol, perjanjian, piagam, undang-undang, tindakan, deklarasi, persetujuan antara dua belah pihak, pertukaran catatan, persetujuan menit, nota persetujuan, modus vivendi atau sebutan yang lain), menyimpulkan antara dua 15 Hendrik Budi Untung, Hukum Investasi, (Yogyakarta:Sinar Grafika, 2009), hal. 2. 16 Ibid., hal. 2 17 Pasal 1 butir (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional
ataulebih Negara atau subjek Hukum Internasional lainnya dan diatur oleh Hukum Internasional.) 18 Perjanjian Internasional merupakan sesuatu yang penting dalam hubungan internasional sehingga merupakan salah satu sumber hukum formil hukum internasional. Kedudukan tersebut dikarenakan praktek-praktek negara saat ini telah mengatur beragam persoalan dan hubungan antara mereka dengan mempergunakan perjanjian-perjanjian internasional, sehingga menjadi jelaslah pentingnya perjanjian-perjanjian internasional. Perjanjian Internasional diartikan sebagai kesepakatan anatarnegara dalam bentuk tertulis yang diatur berdasarkan hukum internasional baik berbentuk instrument tunggal maupun lebih dan memiliki tujuan tertentu. Defenisi itu secara rinci memberikan unsur-unsur yang harus dipenuhi oleh setiap negara untuk membuat perjanjian internasional. 19 G. Metode Penulisan Untuk melengkapi penulisan skripsi ini dengan tujuan agar dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penulisan yang digunakan antara lain: 1. Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang digunakan dalam menjawab pemasalahan-permasalahan dalam pembahasan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian 18 Persamaan dan Perbedaan Defenisi Perjanjian Internasional, http://forum.hukumumm.info/index.php?topic=23.0, terakhir kali diakses tanggal 8 Oktober 2010. 19 Negara Ketiga dalam Perjanjian Internasional Berdasarkan Konvensi Wina 1969, http://senandikahukum.wordpress.com/2009/04/12/negara-ketiga-dalam-perjanjian-internasionalberdasarkan-konvensi-wina-1969/#more-87, terakhir kali diakses tanggal 10 oktober 2010.
hukum normatif merupakan penilaian kepustakaan, yaitu disini peneliti melakukan penelitian terhadap data sekunder. 20 Pada penelitian hukum normatif, sering kali hukum dikonsepsikan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan atau hukum dikonsepsikan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas. 21 2. Sifat Penelitian Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Penelitian ini kadang-kadang berawal dari hipotesis, tetapi dapat juga tidak bertolak dari hipotesis, dapat membentuk teori-teori baru atau memperkuat teori yang sudah ada. 22 Penelitian deskriptif adalah penelitian yang terdiri atas satu variable atau lebih dari satu variabel, namun variabel tersebut tidak saling bersinggungan. 23 Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa 20 Abdul Muis, Pedoman Penulisan Skripsi dan Metode Penelitian Hukum, (Medan:Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 1990), hal. 44. 21 Amiruddin & Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 118. 22 Ibid., hal. 25. 23 H.Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 11.
berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau tentang kecenderungan yang tengah berlangsung. 24 3. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan yuridis-normatif. Penelitian yuridis-normatif adalah metode penelitian hukum yang dilakukan dengan bahan pustaka atau data sekunder 25. Dalam hal ini juga digunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach), yaitu metode penelitian dengan berusaha memahami asas-asas dari suatu peraturan perundangundangan 26 yang berkaitan dengan permasalahan yang diuraikan dalam skripsi ini. 4. Sumber Data Data sekunder yang digunakan meliputi: 24 Erna Febru S, Penelitian Deskriptif, http://ardhana12.wordpress.com/2008/02/27/penelitian-deskriptif/, terakhir akli diakses tanggal 12 Oktober 2010. 25 Metode Penelitian Normatif dengan Penelitian Empiris, http://rulhome.blog.com/2010/04/11/contoh-metode-penelitian-normatif-dengan-penelitianempiris/, terakhir kali diakses tanggal 12 Oktober 2010. 26 Ilmu Hukum:Metode Penelitian, http://csa-ilmuhukum.blogspot.com, terakhir kali diakses tanggal 31 Januari 2011.
a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari: 1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal 2) Undang-Undang Nomor 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional 3) Peraturan Presiden Nomor 84 tahun 2007 tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Qatar Mengenai Peningkatan dan Perlindungan Atas Penanaman Modal 4) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Investasi Pemerintah 5) Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 Tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal 6) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2010 Tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti Rancangan Undang- Undang (RUU), pendapat para pakar hukum. 27 Bahan hukum sekunder merupakan semua publikasi tentang hukum yang merupakan dokumen 27 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hal. 114.
yang tidak resmi, dimana publikasi tersebut terdiri atas: buku-buku teks yang membicarakan suatu dan/atau beberapa permasalahan hukum. 28 c. Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti Kamus (Hukum), dan ensiklopedia. 29 5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara: Penelitian Kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau disebut dengan data sekunder. Adapun data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari perpustakaan, artikel-artikel, baik yang diambil dari media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen Pemerintah, termasuk peraturan perundangundangan. 6. Analisis Data Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisis secara perspektif dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Metode deduktif dilakukan dengan cara membaca, menafsirkan dan membandingkan; sedangkan metode induktif dilakukan dengan menerjemahkan berbagai sumber yang berhubungan dengan topik dalam skripsi ini, sehingga diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan penelitian yang telah dirumuskan. 28 H.Zainuddin Ali, Op.cit., hal. 54. 29 Bambang Sunggono, Loc.cit.
H. Sistematika Penulisan Dalam menghasilkan karya ilmiah, maka pembahasannya harus diuraikan secara sistematis. Untuk mempermudah penulisan skripsi ini maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab perbab yang saling berangkaian satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah: BAB I : Berisikan pendahuluan yang merupakan pengantar yang di dalamnya terurai mengenai Latar Belakang Penulisan Skripsi, Perumusan Masalah, kemudian dilanjutkan dengan Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan, yang kemudian diakhiri dengan Sistematika Penulisan. BAB II :Merupakan bab yang membahas tentang Pengaturan Investasi Langsung di Indonesia, dimana di dalamnya diuraikan Pengertian dan Dasar Hukum Investasi Langsung di Indonesia, Manfaat Investasi Langsung Bagi Indonesia, Pengaturan Pokok Investasi Langsung di Indonesia, dimana di dalamnya mencakup Asas-Asas Penyelenggaraan Penanaman Modal, Ketentuan Bidang Usaha, Fasilitas Penanaman Modal, Hak, Kewajiban, dam Tanggung Jawab, Penyelesaian Sengketa; Perlindungan Terhadap Investor, dimana didalamnya mencakup Kepastian Hukum, dan Nasionalisasi. BAB III : Merupakan bab yag membahas tentang Pengaturan Hukum Perjanjian Internasional di Indonesia, dimana di dalamnya diuraikan tentang Pengertian Perjanjian Internasional, Unsur-Unsur Perjanjian
Internasional, Pembuatan Perjanjian Internasional, Ratifikasi Perjanjian Internasional, dan Kekuatan Mengikat Perjanjian Internasional. BAB IV :Merupakan bab yang membahas tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Bilateral Investment Treaties (BITs) Antara Indonesia Dengan Qatar Ditinjau dari Peraturan Presiden Nomor 84 tahun 2007 tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Qatar Mengenai Peningkatan dan Perlindungan Atas Penanaman Modal, dimana di dalamnya diuraikan tentang Bentuk-Bentuk Perlindungan yang Diberikan Kepada Para Pihak, Tindakan-Tindakan yang Dilarang, dan Penyelesaian Sengketa. BAB V :Bab ini berisikan rangkuman kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas sebelumnya dan saran-saran yang mungkin berguna bagi perkembangan Bilateral Investment Treaties (BITs) di Indonesia dan orang-orang yang membacanya.