I. PENDAHULUAN. tindak pidana guna menentukan dapat tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna

II. TINJAUAN PUSTAKA. penegakan hukum berdasarkan ketentuan hukum, maka hilanglah sifat melanggar

I. PENDAHULUAN. Hukum acara pidana merupakan perangkat hukum pidana yang mengatur tata cara

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. penegakan hukum berdasarkan ketentuann hukum, maka hilanglah sifat

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

I. PENDAHULUAN. pengeledahan, penangkapan, penahanan dan lain-lain diberi definisi dalam. Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

I. PENDAHULUAN. sebutan Hindia Belanda (Tri Andrisman, 2009: 18). Sejarah masa lalu Indonesia

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

I. PENDAHULUAN. profesi maupun peraturan disiplin yang harus dipatuhi oleh setiap anggota Polri.

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

1. HUKUM ACARA PIDANA ADALAH hukum yang mempertahankan bagaimana hukum pidana materil dijalankan KUHAP = UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara

BAB I PENDAHULUAN. yang demokratis, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

III. METODE PENELITIAN. metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari

I. PENDAHULUAN. kereta api, maka di butuhkan pula keamanan dan kenyamanan kereta api. Masalah

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. perlu dikemukakan terlebih dahulu identitas responden. : Anggota Pembinaan dan Disiplin Bid Propam Polda Lampung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

I. PENDAHULUAN. pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan

PROSES PENYIDIKAN DAN PENUNTUTAN DALAM TRANSFER ILMU KEMAHIRAN DUNIA PRAKTIK. Oleh: Lise Yolanda, SH. 1. Abstraksi

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. Kebebasan dasar dan hak dasar itu yang dinamakan Hak Asasi Manusia (HAM), yang

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

I. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemeriksaan oleh Ankum yang menangani pelanggaran disiplin.

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang

PELAKSANAAN UPAYA PAKSA TERHADAP ANGGOTA POLRI PELAKU TINDAK PIDANA DI WILAYAH HUKUM POLRES JAYAPURA KOTA

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.16 No.3 Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

I. PENDAHULUAN. kondisi sosial budaya dan politik suatu negara berkembang untuk menuju sistem

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

I. PENDAHULUAN. keteraturan, ketentraman dan ketertiban, tetapi juga untuk menjamin adanya

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang. menegaskan tentang adanya persamaan hak di muka hukum dan

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. negara harus berlandaskan hukum. Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

KEMUNGKINAN PENYIDIKAN DELIK ADUAN TANPA PENGADUAN 1. Oleh: Wempi Jh. Kumendong 2 Abstrack

ALUR PERADILAN PIDANA

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

Fungsi Dan Wewenang Polri Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia. Oleh : Iman Hidayat, SH.MH. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap pemeriksaan penyidikan dan atau penuntutan. 1

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana pencurian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

PERLUNYA NOTARIS MEMAHAMI PENYIDIK & PENYIDIKAN. Dr. Widhi Handoko, SH., Sp.N. Disampaikan pada Konferda INI Kota Surakarta, Tanggal, 10 Juni 2014

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

BAB I PENDAHULUAN. pidana adalah kebenaran materil, yang menjadi tujuan dari hukum acara pidana itu

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas.

I. PENDAHULUAN. Ditinjau dari hal-hal yang baru dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

BAB I PENDAHULUAN. oleh berbagai pihak. Penyebabnya beragam, mulai dari menulis di mailing list

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

Lex Crimen Vol. II/No. 7/November/2013

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyelidikan dan Penyidikan. Pengertian penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rangkaian panjang dalam proses peradilan pidana di Indonesia berawal dari suatu proses yang dinamakan penyelidikan. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Apabila hasil dari penyelidikan tersebut penyelidik menyimpulkan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana (delict) maka statusnya akan ditingkatkan pada tahap penyidikan yang ditujukan untuk mencari bukti dan menemukan tersangkanya. Selanjutnya penyidik apabila telah menemukan bukti permulaan yang cukup dan mengarah kepada seseorang sebagai tersangkanya dapat melakukan penangkapan terhadap tersangka tersebut. Tindak pidana yang sering terjadi di masyarakat membuat pihak berwajib harus lebih hati-hati, teliti dan cermat dalam memulai penyidikan dalam memecahkan suatu perkara agar tidak terjadi kesalahan dalam menentukan tersangka dalam kasus tindak pidana, tetapi yang harus diingat adalah bahwa penangkapan tersebut harus sesuai dengan cara-cara yang sudah ditentukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yakni pada Bab V bagian kesatu Pasal 16 sampai dengan Pasal 19. Penangkapan bisa dianggap sebagai bentuk pengurangan dari

2 hak asasi seseorang, oleh karena itu tindakan penangkapan harus benar-benar diletakkan pada proporsinya yaitu hanya demi kepentingan hukum dan benarbenar sangat diperlukan. 1 Proses penangkapan yang dilakukan penyidik Polri terhadap tersangka yang diduga kuat telah melakukan suatu tindak pidana bisa jadi mengalami suatu kekeliruan atau kesalahan-kesalahan yang bersumber pada human error yaitu kesalahan penyidiknya dalam praktek di lapangan. Kesalahan dalam proses penangkapan mempunyai konsekuensi yang cukup besar karena kekeliruan tersebut bila tidak segera diperbaiki akan terus berlanjut pada tahap-tahap selanjutnya. Apabila terjadi kesalahan dalam proses ini sebelum perkaranya diputus oleh pengadilan maka tersangka atau keluarganya dapat mengajukan praperadilan tentang ketidaksahan dari proses penangkapan tersebut sekaligus dapat menuntut ganti kerugian. Apabila kesalahan dari proses penangkapan tersebut tidak diketahui dan baru diketahui setelah perkaranya diputus oleh pengadilan yang memeriksa dan memutus perkara tersebut, maka terpidana atau terhukum bisa melakukan suatu upaya hukum luar biasa setelah putusan hakim tersebut meskipun telah berkekuatan hukum tetap. Penangkapan yang dilakukan penyidik adalah suatu bentuk wewenang istimewa yang diberikan oleh undang-undang namun tidak berarti dapat dilakukan dengan sewenang-wenang. Penangkapan merupakan suatu proses hukum yang sangat penting sebab akan berpengaruh terhadap tahap-tahap proses hukum selanjutnya. Oleh karena itu penangkapan harus dilakukan secara teliti dan cermat oleh penyidik. 1 Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Jakarta : Sinar Grafika, 2002, hlm. 157.

3 Berdasarkan Pasal 1 butir 20 KUHAP dituliskan bahwa: "Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdakwa cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini." Penjelasan di atas tentang penangkapan tiada lain sama saja dengan pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa guna kepentingan penyidikan atau penuntutan. Salah satu fenomena atau permasalahan kasus yang akan menjadi contoh dalam tulisan ini terkait upaya hukum dan tanggung jawab penyidik Polri ketika terjadi salah tangkap terhadap tersangka Imamsyah 21 ( dua puluh satu) tahun dan Adi Saputra 19 (sembilan belas) tahun warga Jalan Ikan Terbang, Kampung Kunyit, RT 022, Kelurahan Bumiwaras, Teluk Betung Selatan. yang dituduh melakukan pengeroyokan terhadap korban yang bernama Dwi 30 (tiga puluh) tahun, warga Jalan Ikan Julung, Kampung Sekip Rahayu, Kelurahan Bumiwaras, Teluk Betung Selatan. Kejadian bermula pada tanggal 19 Desember 2010 kronologis adanya dugaan salah tangkap oleh aparat Polri bermula dari adanya suatu perkumpulan masa yang sedang mengadakan pesta hajatan, korban Dwi 30 (tiga puluh) tahun di pukuli orang tidak dikenal yang mengakibatkan terjadinya bentrok antar kampung setempat. Saat kejadian usai korban Dwi 30 (tiga puluh) tahun melaporkan

4 pengeroyokan dirinya yang dilakukan Imamsyah 21 (dua puluh satu) tahun dan Adi Saputra 19 (sembilan belas) tahun atas dasar keterangan dari teman korban yang menyatakan Imamsyah 21 (dua puluh satu) tahun dan Adi Saputra 19 (sembilan belas) tahun yang melakukan pengeroyokan ada pada saat kejadian perkara berlangsung. Yayat 25 (dua puluh lima) tahun salah satu warga dilokasi membenarkan adanya tawuran yang terjadi, tetapi dalam pemukulan terhadap korban Dwi 30 (tiga puluh) tahun, Yayat 25 (dua puluh lima) tahun menyatakan bahwa bukanlah Imamsyah 21 (dua puluh satu) tahun dan Adi Saputra 19 (sembilan belas) tahun yang memukul korban melainkan Lihun dan Acay yang kini menjadi buronan polisi dalam kasus pengeroyokan itu. Sebulan setelah kejadian itu pada 14 Januari 2011 aparat Polsekta Teluk Betung Selatan datang kerumah dan menangkap mereka berdua dengan tuduhan ikut mengeroyok Dwi 30 (tiga puluh) tahun sebagai korban. Tersangka ini dapat menuntut ganti kerugian dan atau rehabilitasi kepada Polri atas kesalahan dalam melakukan penangkapan error in persona. Dalam Pasal 95 Ayat (1) KUHAP dijelaskan tentang Ganti kerugian sebagai berikut : "Tersangka, terdakwa, atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan Undang-Undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan." Selanjutnya tentang Rehabilitasi dijelaskan dalam Pasal 97 Ayat (1) KUHAP sebagai berikut :

5 "Seorang berhak memperoleh Rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap." Konsekuensi hukum dalam kasus salah tangkap tersebut seharusnya tidak hanya bagi pihak korban yang menjadi korban salah tangkap saja namun seharusnya demi memenuhi rasa keadilan dalam masyarakat yang semestinya juga menjadi tanggung jawab dari penyidik. Tanggung jawab hukum dari penegak hukum dalam hal ini yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia mengacu kepada ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia. Isi dari undang-undang ini mengatur tentang fungsi, tugas dan wewenang dari anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai penegak hukum. Terkait dengan sanksi Polri bila terjadi salah tangkap dalam Undang-Undang Polri Pasal 9 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2003, menegaskan hukuman disiplin tersebut berupa : a. Teguran tertulis b. Penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1 (satu) Tahun c. Penundaan kenaikan gaji berkala d. Penundaan kenaikan pangkat paling lama 1 (satu) Tahun e. mutasi yang bersifat demosi f. Pembebasan dari jabatan g. Penempatan dalam tempat khusus paling lama 21 (dua puluh satu) hari Tujuan penjatuhan hukuman disiplin tersebut ialah untuk memperbaiki dan menuntun anggota Polri yang melakukan pelanggaran disiplin. Oleh sebab itu,

6 setiap atasan berhak menghukum (ankum) wajib memeriksa terlebih dahulu dengan seksama anggota Polri yang melakukan pelanggaran disiplin itu. Berdasarkan hal-hal yang telah dipaparkan di atas, maka penulis tertarik untuk menulis skripsi yang berjudul "Analisis Pertanggungjawaban Penyidik Kepolisian dalam Kasus Salah Tangkap terhadap Tersangka Pengeroyokan". B. Permasalahan dan Ruang lingkup 1. Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka dapat ditentukan beberapa masalah sebagai berikut: 1) Bagaimanakah pertanggungjawaban penyidik Kepolisian dalam kasus salah tangkap terhadap tersangka pengeroyokan? 2) Bagaimanakah upaya hukum yang dilakukan oleh tersangka pengeroyokan dalam kasus salah tangkap yang dilakukan oleh penyidik Kepolisian? 2. Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian dapat dibedakan menjadi ruang lingkup bidang ilmu dan ruang lingkup kajian. Adapun ruang lingkup bidang ilmu dalam penelitian ini merupakan bidang ilmu hukum pidana, khususnya dalam bidang hukum acara pidana. Penelitian juga mengkaji Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan peraturan perundang-undangan terkait, antara lain Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan disiplin Anggota Kepolisian

7 negara Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Acara Pidana, serta yurisprudensi dan teori-teori yang berhubungan dengan pertanggungjawaban penyidik kepolisian dalam kasus salah tangkap terhadap tersangka pengeroyokan. Adapun yang menjadi ruang lingkup lokasi dalam penelitian ini terbatas pada daerah hukum Pengadilan Tinggi Tanjung Karang, dan Penyidik Polda Lampung. C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pertanggungjawaban penyidik Kepolisian dalam kasus salah tangkap terhadap tersangka pengeroyokan. 2. Untuk mengetahui upaya hukum yang dilakukan oleh tersangka pengeroyokan dalam kasus salah tangkap yang dilakukan oleh penyidik Kepolisian. 2. Kegunaan Penelitian a. Kegunaan Teoritis 1) Kegunaan teoritis penelitian ini adalah sebagai dasar pemikiran dalam upaya pengembangan secara teoritis dalam bidang disiplin ilmu hukum khususnya hukum pidana mengenai tanggung jawab penyidik dalam hal terjadinya salah tangkap dan upaya hukum yang dapat dilakukan terpidana. 2) Memberikan wawasan dan pengetahuan bagi penulis mengenai upaya hukum apa saja yang dapat ditempuh seorang terpidana untuk mencari keadilan apabila menjadi korban dalam salah tangkap oleh penyidik Kepolisian.

8 b. Kegunaan Praktis 1) Sebagai bahan masukan serta tambahan pengetahuan bagi para pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti, dan berguna bagi para pihak yang berminat pada masalah yang sama. 2) Sebagai bahan acuan dan sumber informasi bagi penulis. 3) Untuk menambah sumber atau literatur di perpustakaan. D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti. 2 Adapun teori-teori yang berkaitan dalam penelitian ini adalah mencakup teori pertanggungjawaban penyidik polri, dan teori upaya hukum. Seseorang tidak mungkin dipertanggungjawabkan (dijatuhi pidana) kalau tidak melakukan perbuatan pidana. Dengan demikian, pertanggungjawaban pidana pertama-tama tergantung pada dilakukannya tindak pidana. Apakah orang yang telah melakukan perbuatan itu kemudian juga dipidana, tergantung pada soal, apakah dia dalam melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau tidak. 3 Secara teoritis menurut Roeslan Saleh, menjelaskan mengenai definisi 2 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum. UI Press, Jakarta, 1986, hlm 125. 3 Tolib Setiadi, Sistem Peradilan Pidana. Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengadilan Hukum UI, Jakarta, 1997, hlm 59.

9 pertanggungjawaban sebagai berikut: "Pertanggungjawaban hukum adalah suatu yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang telah dilakukan dihadapan hukum. Pertanggungjawaban adalah suatu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan itu dipertanggungjawabkan pada si pembuatnya. Untuk adanya pertanggungjawaban pidana, harus jelas terlebih dahulu siapa yang dapat dipertanggungjawabkan. Ini berarti harus dipastikan dahulu yang dinyatakan sebagai pembuat suatu tindak pidana". 4 Empat Pertanggungjawaban penyidik polri terdiri dari: 1. Pertanggungjawaban secara hukum disiplin 2. Pertanggungjawaban secara hukum perdata 3. Pertanggungjawaban secara kode etik 4. Pertanggungjawaban secara hukum pidana Menurut Mardjono Reksodiputro fungsi Polri adalah untuk menegakkan hukum, memelihara keteraturan dan ketertiban dalam masyarakat, mendeteksi dan mencegah terjadinya kejahatan serta memeranginya. 5 Dijelaskan dengan tegas dalam KUHAP istilah Penyidik atau opsporing / interrogation dan Penyelidik. Dalam Pasal 1 angka 1 KUHAP disebutkan bahwa penyidik adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia atau pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan. Sedangkan menurut ketentuan Pasal 1 angka 2 KUHAP disebutkan bahwa Penyidikan itu adalah serangkaian tindakan Penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya. Andi Hamzah, secara global 4 Roeslan Saleh, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 1999, hlm 78. 5 Mardjono Reksodisiputro, Hak Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana. Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengadilan Hukum UI, Jakarta, 1997, hlm 21.

10 menyebutkan beberapa bagian Hukum Acara Pidana yang menyangkut penyidikan adalah : a. Ketentuan tentang alat-alat penyidikan b. Ketentuan tentang diketahuinya terjadinya delik c. Pemeriksaan di tempat kejadian d. Pemanggilan tersangka atau terdakwa e. Penahanan sementara f. Penggeledahan g. Pemeriksaan atau interogasi h. Berita Acara (penggeledahan, interogasi dan pemeriksaan di tempat) i. Penyitaan j. Penyampingan perkara k. Pelimpahan perkara kepada Penuntut Umum dan pengembaliannya kepada Penyidik untuk disempurnakan. 6 Adapun mengenai Penyelidik menurut Pasal 1 angka 5 KUHAP adalah orang yang melakukan Penyelidikan yaitu serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini. Berdasarkan batasan ini dapat diketahui bahwa tampak jelas hubungan erat tugas dan fungsi penyidik dan penyelidik. Penyelidikan bukanlah fungsi yang berdiri sendiri, terpisah dari fungsi penyidikan, melainkan hanya merupakan salah satu cara atau metode atau sub daripada fungsi penyidikan, yang mendahului tindakan lain yaitu penindakan yang berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan, penyelesaian dan penyerahan berkas perkara kepada Penuntut Umum. Menurut KUHAP, definisi penangkapan ialah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila 6 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia. Sinar Grafika, Op Cit, hlm 118-119.

11 terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau dalam hal peradilan serta menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang. Sedangkan pengertian penahanan menurut KUHAP adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat suatu tertentu oleh penyidik dan atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang. Menurut Yahya Harahap salah tangkap (error in persona) adalah orang yang ditangkap atau ditahan terdapat kekeliruan, sedangkan orang yang ditangkap tersebut telah menjelaskan bukan dirinya yang dimaksud ditangkap atau ditahan. 7 Upaya hukum ialah suatu usaha setiap pribadi atau badan hukum yang merasa dirugikan haknya atas kepentingan untuk memperoleh keadilan dan perlindungan atau kepastian hukum menurut cara-cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang. 8 2. Konseptual Kerangka konseptual ini menjelaskan tentang berbagai macam istilah yang akan dipergunakan dalam penelitian sebagai bahan informasi untuk mempermudah bagi pembaca. Istilah-istilah tersebut dijelaskan dengan batasan-batasan secara singkat agar tidak menyimpang dari topik penelitiannya. a. Menurut Moeljatno Pertanggungjawaban adalah Kemampuan bertanggung jawab untuk membedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk yang sesuai hukum dan yang melawan hukum. Serta mampu untuk mengerti nilai 7 Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Sinar Grafika, Jakarta, 2002, hlm 45. 8 Merpaung, Leden, Perumusan Memori dan Peninjauan Kembali Perkara Pidana. Sinar Grafika, Jakarta. 2004, hlm 42.

12 dari akibat-akibat perbuatannya sendiri, mampu untuk menyadari bahwa perbuatannya itu menurut pandangan masyarakat tidak diperbolehkan, mampu untuk menentukan kehendaknya atas perbuatan perbuatannya itu. 9 b. Penyidik Polri adalah pejabat kepolisian Negara Republik Indonesia (sekurang-kurangnya berpangkat pembantu letnan dua) yang diberi tugas dan wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP. 10. c. Pengertian upaya hukum dapat ditemukan di dalam KUHAP yaitu Pasal 1 Ayat (12). Di dalam Pasal tersebut dijelaskan bahwa upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Pengertian upaya hukum menurut ahli hukum yang penulis kutip dari pendapat Luhut M. Pangaribuan bahwa upaya hukum adalah suatu hak yang diberikan oleh hukum kepada para pihak dalam suatu perkara untuk tidak setuju dengan suatu putusan pengadilan. d. Terpidana adalah orang yang tengah menjalani masa hukuman atau pidana dalam lembaga pemasyarakatan. e. Error In Persona atau salah tangkap memiliki arti apabila terjadi kekeliruan mengenai kekeliruan terhadap orang yang ditangkap atau ditahan sedangkan 9 Moeljatno, Fungsi dan Tujuan Hukum Pidana Indonesia, Jakarta. Bina Aksara.1985. 10 Yahya Harahap, Op Cit, hlm 64.

13 orang yang bersangkutan telah menjelaskan bahwa orang yang hendak dimaksud penyidik bukanlah dia. 11 E. Sistematika Penulisan Dalam penulisan penelitian hukum ini penulis mencoba akan memaparkan sistematika penulisannya terlebih dahulu sebagai berikut ini. I. PENDAHULUAN Pendahuluan yang berisi penjelasan tentang latar belakang permasalahan, pokok pemasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka konseptual, dan sistematika penulisan hukum digunakan untuk memberikan pemahaman terhadap isi penelitian secara garis besar. II. TINJAUAN PUSTAKA Penulis memaparkan secara singkat mengenai sistem hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia berdasarkan pada KUHAP. Secara urut penulis membahas mengenai tinjauan umum pertanggungjawaban Polri, penyelidikan dan penyidikan, penangkapan dan penahanan terhadap tersangka/terdakwa, upaya hukum terhadap putusan hakim dan salah tangkap. III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini dibahas dalam setiap subbab mengenai jenis penelitian yang digunakan penulis, sumber data/ bahan hukum yang digunakan dalam penulisan ini, teknik 11 Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Sinar Grafika, Jakarta, 2002, hlm 45.

14 pengumpulan data/bahan hukum yang digunakan penulis, dan teknik analisis data. IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini dibahas upaya hukum tersangka dan tanggung jawab penyidik Kepolisian dalam hal terjadi salah tangkap. Mengenai upaya hukum tersangka korban salah tangkap, Rehabilitasi, Ganti Kerugian, dan tanggung jawab Penyidik Polri menurut UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Indonesia dan Kode Etik Profesi Kepolisian Indonesia dalam Keputusan Kapolri No. Pol.: KEP/0 1 /VII/2003. V. PENUTUP Penulis uraikan simpulan tentang penelitian ini dengan mengacu pada pertanyaan yang terdapat dalam pokok permasalahan, serta memberikan saran-saran yang relevan dengan penelitian tersebut.