( Word to PDF Convert - Unregistered ) http://www.word-to-pdf-convert.combab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kasus penyakit ginjal kronik (PGK) saat ini meningkat dengan cepat terutama di negara negara berkembang. PGK telah menjadi masalah utama kesehatan di seluruh dunia, karena selain merupakan faktor resiko terjadinya penyakit jantung dan pembuluh darah akan meningkatkan angka kesakitan dan kematian (Nyoman Paramita Ayu, 2010). Tahun 2015 diperkirakan ada 36 juta penduduk dunia yang meninggal akibat penyakit ginjal. Selain ancaman kematian, penderita PGK akan berhadapan dengan konsekuensi untuk menjalani cuci darah Hemodilisa (HD) 3 5 kali seminggu seumur hidup. Gagal Ginjal Kronik ( GGK ) merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat, dimana ginjal kehilangan kemampuan untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dengan nilai glomerular filtration rate ( GFR ) 25% - 10% dari nilai normal. Transplantasi atau HD digunakan sebagai terapi pengganti untuk menggantikan fungsi ginjal yang memburuk (Imroatul Ulya, Suryanto, 2007). Pemilihan HD sebagai terapi pengganti pada pasien gagal ginjal telah dimulai sejak tahun 1960. Tindakan ini mampu memperpanjang umur pasien dan meningkatkan kualitas hidup pasien, namun mahalnya tindakan ini masih
merupakan kendala utama bagi penggunaan secara luas. (Linda Armelia, 2008). HD merupakan pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membran semi permeabel (alat dialisis) kedalam dialisat. Alat dialisis juga dapat digunakan untuk memindahkan sebagian besar volume cairan. Pemindahan ini dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari plasma ( dengan perbandingan sedikit larutan ) melalui membran. (Sudjatmiko, 1997) Penderita GGK yang sedang melakukan HD akan menderita anemia. (Tapan, 2004). Pada dasarnya anemia pada GGK adalah akibat adanya efek eritropoesis terhadap rangsangan hipoksia. Di samping itu sumsum tulang tidak bereaksi terhadap umur eritrosit yang memendek (sumsum yang non regeneratif ), Ada 3 mekanisme yang berperan dalam efek eritropoesis pada GGK : (1) Menurunnya produksi eritropoesis akibat kerusakan ginjal (2) Adanya penurunan afinitas hemoglobin terhadap oksigen yang berakibat meningginya efisiensi pembebasan oksigen jaringan secara relatif terhadap beratnya anemia (3) Adanya toksin dalam darah yang menghambat respon eritron terhadap eritropoesis, di samping itu dalam plasma penderita GGK terdapat suatu zat ( toksin ) yang menghambat eritropoesis. ( Imam Supandiman, 1990 ) Hubungan antara GGK dengan anemia sudah diketahui sejak awal abad 19. Anemia pada penyakit ginjal kronik muncul ketika klirens kreatinin
turun kira-kira 40 ml/mnt/1,73m 2 dari permukaan tubuh. Anemia akan lebih berat apabila fungsi ginjal menjadi lebih buruk lagi, tetapi apabila penyakit ginjal telah mencapai stadium akhir, anemia relatif akan menetap. Anemia pada GGK terutama diakibatkan oleh berkurangnya produksi Eritropoietin (EPO). EPO merupakan hormon yang dapat merangsang sumsum tulang untuk memproduksi sel darah merah. Anemia yang terjadi pada GGK biasanya jenis normokrom normositer dan non regeneratif. Anemia merupakan kendala yang cukup besar bagi upaya mempertahankan kualitas hidup pasien GGK. Anemia yang terjadi dapat mengganggu sejumlah aktifitas fisiologis sehingga dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas (Fatmawati,2008). Defisiensi zat besi merupakan komplikasi yang sering dijumpai pada penderita gagal ginjal terminal (GGT) yang menjalani hemodialisis regular (HR) dan dapat memperberat anemia akibat PGK. Angka kejadian defisiensi zat besi pada penderita yang menjalani HR didapatkan sebesar 40-77%. Penyebab anemia defisiensi besi pada penderita GGK yang menjalani hemodialis regular adalah kehilangan darah selama proses dialisis, perdarahan tersembunyi (occult blood loss), meningkatnya tendensi untuk terjadinya perdarahan,seringnya pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium dan meningkatnya konsumsi besi dengan pemberian EPO. (Ria Bandiara, 2003) Sebelum ditemukannya terapi eritropoietin sebagai pengganti suplementasi besi dan transfusi yang berulang, pada pasien HD sering
dijumpai penimbunan besi yang berlebihan. Keadaan ini akan meningkatkan resiko terjadinya infeksi (Pusparini, 2000). Zat besi berhubungan dengan transferin plasma ( protein ) yang bertanggung jawab terhadap transportasi zat besi ke sumsum tulang untuk sintesa hemoglobin. Nilai besi serum meningkat bila ada destruksi sel sel darah merah yang berlebihan ( hemolisis ) dan nilai menurun pada anemia akibat kekurangan besi. Fe serum/tibc ditentukan bersaaman. TIBC mengukur jumlah tambahan besi yang dapat dikombinasi oleh transferin (Joyce LeFever Kee, 1997). Tingginya prevalensi anemia pada penderita GGK serta banyaknya parameter status besi yang dapat dipakai untuk melihat perubahan metabolisme besi pada penderita tersebut, diperlukan suatu parameter yang spesifik dan sensitif untuk menentukan diagnosa defisiensi besi yaitu parameter Fe dan TIBC (Total Iron Binding Capaity) (Yendriwati, 2008). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang peneliti uraiakan, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah ada perbandingan kadar Fe/TIBC dan jumlah eritrosit sebelum dan sesudah dilakukan hemodialisa pada pasien Gagal ginjal Kronik ( GGK ) di RSI Sunan Kudus. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umun
Untuk mengetahui perbandingan kadar Fe/TIBC dan jumlah eritrosit sebelum dan sesudah hemodialisa pada pasien Gagal Ginjal Kronik di RSI SUNAN KUDUS. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan kadar Fe/TIBC pada pasien Gagal Ginjal Kronik sebelum hemodialisa. b. Mendeskripsikan kadar Fe/TIBC pada pasien Gagal Ginjal Kronik sesudah hemodialisa. c. Mendeskripsikan jumlah eritrosit pada pasien Gagal Ginjal Kronik sebelum hemodialisa. d. Mendeskripsikan jumlah eritrosit pada pasien Gagal Ginjal Kronik sesudah hemodialisa. e. Membandingkan kadar Fe/TIBC, eritrosit sebelum dan sesudah proses hemodialisa pada pasien Gagal Ginjal Kronik. D. Originalitas Penelitian Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang sudah pernah dilakukan terdapat pada variabel terikatnya dan sampel penelitiannya. Adapun penelitian lain yang pernah dilakukan adalah : Peneliti, Penerbit, Tahun Judul Penelitian Hasil Penelitian
Nur Ika Permatasasi. AAK 17Semarang. 2005 Imrotul Ulya,Suryanto. UGM. 2007 Perbedaan Kadar Hemoglobin Pada Pasien GGK Sebelum Dan Sesudah Hemodilisa Di RS. PANTI WILASA CITARUM SEMARANG Perbedaan Kadar Hb Pra dan Post Hemodialisa Pada Penderita GGK di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Terdapat perbedaan yang sangat bermakna antara kadar Hb sebelum dan sesudah HD, dengan nilai ( p<0,01 ) Terdapat perbedaan antara kadar Hb pra dan post HD pada pasien GGK, dengan nilai ( p<0,05 ) E. Manfaat Penelitian 1. Bagi pasien Gagal Ginjal Kronik Memberi informasi tentang adanya keterkaitan antara hemodialisa pada penderita gagal ginjal kronik serta tentang pemeriksaan Fe/TIBC dan eritrosit. 2. Bagi Instansi terkait Memberikan masukan bagi instansi terkait tentang pengaruh hemodialisa terhadap kadar Fe/TIBC dan eritrosit pada penderita gagal ginjal kronik. 3. Bagi Peneliti Dapat memperluas pengetahuan tentang gagal ginjal kronik dan tentang hemodilisa beserta pemeriksaan Fe/TIBC dan eritrosit.