BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saliva merupakan zat yang disekresikan oleh kelenjar saliva menuju ke rongga mulut. Sekresi saliva berperan dalam mempertahankan kesehatan rongga mulut. Rata-rata produksi saliva harian seseorang yang sehat berkisar antara 1 hingga 1,5 L dengan ph normal antara 6-7 dan dapat berubah-ubah sesuai dengan laju alir saliva, mulai dari 5,3 (laju alir saliva rendah) hingga 7,8 (laju alir saliva puncak). Cairan saliva merupakan sekresi eksokrin yang terdiri dari 99% air dan kandungan elektrolit (natrium, kalium, kalsium, klorida, magnesium, bikarbonat, fosfat) serta protein (enzim, imunoglobulin, faktor antimikroba, glikoprotein mukosa, albumin, dan beberapa jenis polipeptida serta oligopeptida) yang berperan dalam kesehatan rongga mulut. Komponen-komponen ini akan berinteraksi dan berperan dalam berbagai fungsi saliva seperti pengecapan, proteksi dan lubrikasi, kapasitas buffer, dan menjaga integritas email gigi (Almeida dkk., 2008). Saliva dapat dikumpulkan secara non-invasif dan digunakan sebagai alat diagnostik untuk memberikan informasi mengenai kesehatan mulut atau status penyakit mulut seseorang (Nassar dkk., 2014). Faktor utama yang mempengaruhi komposisi saliva adalah indeks laju alir saliva yang bervariasi berdasarkan tipe, intensitas, dan durasi stimulus. Ketika laju alir saliva tinggi, konsentrasi protein total, natrium, kalsium, klorida, dan bikarbonat akan meningkat seiring dengan 1
2 meningkatnya ph sedangkan konsentrasi dari fosfat inorganik dan magnesium akan berkurang (Almeida dkk., 2008). Magnesium merupakan mineral yang membantu proses pembentukan gigi dan terdapat hubungan antara magnesium saliva dengan status karies seseorang. Kadar magnesium saliva tidak terstimulasi total adalah sekitar 0,32 mmol/l, sedangkan pada saliva terstimulasi kadarnya sekitar 0,25 mmol/l (Al-Zawahi dan Ali, 2007). Komponen fosfor saliva berperan dalam proses remineralisasi gigi. Indikator biokimiawi saliva seperti fosfor berperan dalam menentukan kerentanan seseorang terhadap karies sehingga dapat digunakan sebagai alat diagnostik dalam manajemen risiko karies (Kamboj dkk., 2012). Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perubahan laju alir dan komposisi saliva adalah adanya penyakit sistemik (Almeida dkk., 2008). Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik kronis yang umum ditemukan. Indonesia menduduki urutan ke-7 sebagai negara dengan jumlah penderita diabetes melitus terbanyak di dunia. Data dari International Diabetes Federation menunjukkan bahwa prevalensi nasional penyakit diabetes melitus di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2010 yang sebelumnya 4,6% menjadi 5,1% pada tahun 2012 (Soewondo dkk., 2013). Diabetes melitus memiliki ciri adanya hiperglikemia akibat insufisiensi sekresi insulin dan atau menurunnnya sensitivitas terhadap insulin yang berhubungan dengan metabolisme glukosa, lipid, dan protein yang abnormal. Diabetes melitus memiliki hubungan dengan komposisi dan fungsi saliva yang menyebabkan terganggunya proses homeostasis
3 di rongga mulut sehingga penderita penyakit ini rentan terhadap penyakit rongga mulut (Pedersen, 2004). Prevalensi penyakit diabetes melitus tipe 2 mengalami peningkatan secara drastis dan meliputi 90% insidensi global penyakit diabetes melitus. Diabetes melitus tipe 2 atau adult-onset diabetes atau non-insulin dependent diabetes mellitus merupakan penyakit diabetes yang disebabkan oleh kombinasi sekresi insulin dari sel B di pankreas yang tidak mencukupi dan resistensi insulin oleh jaringan terutama pada otot skeletal dan sel hepar (Pedersen, 2004). Kadar gula darah atau kontrol glikemik penting dalam manajemen penyakit diabetes melitus (Vernillo, 2003). Pengendalian penyakit diabetes melitus tipe 2 yang baik dapat menurunkan kejadian komplikasi kronis akibat penyakit ini (American Diabetes Association, 2002). Berdasarkan kontrol glikemiknya, penyakit diabetes melitus dapat dibedakan menjadi 2, yaitu diabetes melitus terkontrol dengan kadar gula darah puasa <140 mg/dl atau gula darah sewaktu <200 mg/dl, dan diabetes melitus tidak terkontrol dengan kadar gula darah puasa 140 mg/dl atau gula darah sewaktu 200 mg/dl (Panchbai dkk., 2010). Hiperglikemi berat atau berkepanjangan berhubungan dengan adanya komplikasi oral dan sistemik. Komplikasi oral pada penderita diabetes melitus tidak terkontrol ditemukan lebih berat dibandingkan dengan penderita diabetes melitus terkontrol (Vernillo, 2003). Manifestasi oral yang sering ditemukan pada penderita diabetes melitus adalah gingivitis, abses gingiva, rasa terbakar pada mukosa oral, karies gigi, penumpukan plak, perubahan pada proses penyembuhan luka, kelainan pengecapan, halitosis, mulut kering serta hipoplasi email pada anak
4 yang terlahir dari ibu yang memiliki penyakit diabetes melitus (Panchbai dkk., 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Ben-Aryeh dkk. (1993) menunjukkan bahwa laju alir saliva tidak terstimulasi pasien diabetes melitus tipe 2 lebih rendah secara signifikan dibandingkan pada orang sehat. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimana kadar magnesium dan fosfor saliva pada penderita diabetes melitus tipe 2? C. Keaslian Penelitian Panchbai dkk. (2010) melaporkan bahwa laju alir saliva penderita diabetes melitus tipe 2 lebih rendah dibandingkan pada orang sehat. Mata dkk. (2004) menyatakan bahwa kadar magnesium saliva penderita diabetes melitus tipe 1 dan 2 terkontrol lebih tinggi dibandingkan pada orang sehat. Shirzaiy dkk. (2013) mendapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar fosfor saliva penderita diabetes melitus tipe 2 dengan orang sehat. Sejauh penulis ketahui, penelitian mengenai kadar magnesium dan fosfor pada saliva penderita diabetes melitus tipe 2 terkontrol dan tidak terkontrol belum pernah dilakukan. D. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar magnesium dan fosfor saliva pada penderita diabetes melitus tipe 2.
5 E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Diharapkan hasil penelitian dapat digunakan sebagai informasi ilmiah mengenai kadar magnesium dan fosfor saliva pada penderita diabetes melitus tipe 2. 2. Diharapkan hasil penelitian dapat digunakan sebagai dasar bagi penelitian selanjutnya.