BAB I PENDAHULUAN. seperti keluarga maupun dalam unit terbesar seperti negara/bangsa. Pada diri anak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dunia saat ini sedang memasuki era baru yaitu era globalisasi dimana hampir

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis adalah penyakit peradangan hati yang merusak sel-sel hati (liver)

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pemasyarakatan ini merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah

BAB I PENDAHULUAN. bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya.

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, dan keterampilan. Hal ini akan membuat siswa mampu memilih,

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan anak yang sehat secara fisik dan mental. Pada kenyataannya tidak

BAB I PENDAHULUAN. heran bila kesadaran masyarakat awam tentang pentingnya pendidikan berangsurangsur

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan tugas pemerintah untuk menciptakan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang harus dijalaninya. Dalam memenuhi kodratnya untuk menikah, manusia

BAB I PENDAHULUAN. pengangguran di Indonesia. Badan Pusat Statistik menyebutkan, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pada umumnya dalam menyokong pembangunan suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus mendebarkan hati. Kelahiran anak dalam kondisi sehat dan normal adalah harapan

BAB I PENDAHULUAN. yang berkompetensi dalam berbagai bidang, salah satu indikator kompetensi

BAB I PENDAHULUAN diprediksikan mencapai jiwa atau 11,34%. Pada tahun terjadi peningkatan mencapai kurang lebih 19 juta jiwa.

BAB I PENDAHULUAN. Kusta atau Leprae merupakan salah satu penyakit tertua di dunia. Catatancatatan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia terdapat beberapa jenjang pendidikan, mulai dari Play Group

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dan ibu berperan di dapur

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan seiring dengan itu, angka kemiskinan terus merangkak. Kenaikan harga

Angket Optimisme. Bayangkan anda mengalami situasi yang tergambar dalam setiap. persoalan, walaupun untuk beberapa situasi mungkin anda belum pernah

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan fenomena sosial yang saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa era globalisasi ini, kesadaran masyarakat akan pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. dianggap penting. Melalui pendidikan, individu dapat belajar. pendidikan nasional seperti yang tercantum dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hal yang penting bagi manusia, namun tidak semua

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk berbagai macam transaksi keuangan. Kartu kredit diberikan kepada

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Memiliki kondisi fisik yang cacat bukanlah hal yang diinginkan oleh setiap

BAB I PENDAHULUAN. Memiliki anak merupakan hal yang diharapkan oleh orang tua, terlebih

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit degeneratif semakin sering terdengar dan dialami oleh masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam tahap perkembangan tersebut, manusia mengalami perubahan fisik dan

BAB I PENDAHULUAN. meliputi berbagai aspek kehidupan (Pervasive Developmental Disorder) yang sudah

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan peneliti adalah pendekatan kualitatif.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Setiap wanita mempunyai kecenderungan untuk mencari dan menemukan

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa,

BAB I PENDAHULUAN. menghilangkan segala sumber penderitaan rakyat dari kebodohan dan ketertinggalan.

BAB I PENDAHULUAN. netra), cacat rungu wicara, cacat rungu (tunarungu), cacat wicara, cacat mental

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. positif pula. Menurut Ginnis (1995) orang yang optimis adalah orang yang merasa

BAB I PENDAHULUAN. terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas

BAB I PENDAHULUAN. otak atau ke bagian otak tertentu. Stroke dapat menyebabkan kerusakan permanen

BAB I PENDAHULUAN. Komunitas ( Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. selalu sehat, dan dijauhkan dari berbagai penyakit, tetapi pada kenyataannya yang

BAB I PENDAHULUAN. disesuaikan dengan perkembangan zaman. Sejak tahun 2004 hingga 2010,

Abstrak. v Universitas Kristen Maranatha

BAB III METODE PENELITIAN. A. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling. 1. Berusia dewasa madya antara tahun.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain.

Abstrak. iii Universitas Kristen Maranatha

BAB I PEDAHULUAN. Banyak orang rela mengeluarkan dana yang jumlahnya tidak sedikit untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Meningkatkan optimisme siswa menguasai materi pelajaran matematika di Kelas

lampiran 1 KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. bentuk percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun yang baik

BAB I PENDAHULUAN. sistem imun atau sistem pertahanan tubuh. Sistem imun ini berupa antibodi, yang

LETTER OF CONSENT. Dengan ini, saya yang bertanda tangan di bawah ini

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fase dimana anak mengalami tumbuh kembang yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Surayya Hayatussofiyyah, 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Tri Fina Cahyani,2013

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa pada masa yang akan datang, diperlukan anak-anak yang

BAB I PENDAHULUAN. Fase usia remaja merupakan saat individu mengalami perkembangan yang

juga kelebihan yang dimiliki

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kelangsungan hidup, tumbuh kembang, perlindungan, dan partisipasi merupakan hakhak

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

BAB I PENDAHULUAN. terhadap masa depan seseorang. Seperti yang dituturkan oleh Menteri Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan keahlian atau kompetensi tertentu yang harus dimiliki individu agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. tersebut biasanya sudah memikirkan dan merencanakan banyak hal dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupan, manusia memerlukan berbagai jenis dan macam

Bab 2 KONSEP ANAK JALANAN FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 11

BAB I PENDAHULUAN. calon mahasiswa dari berbagai daerah Indonesia ingin melanjutkan pendidikan mereka ke

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menuju masa dewasa. Pada masa remaja banyak sekali permasalahan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dari golongan ekonomi kelas atas saja, tapi juga sudah masuk kedalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Landasan Teori. besar mengamen dijadikan mata pencaharian. Hasil penelitian yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. dengan keluarga utuh serta mendapatkan kasih sayang serta bimbingan dari orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mayang Wulan Sari,2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari tahapan demi tahapan perkembangan yang harus dilalui. Perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. menarik orang mendatangi kota. Dengan demikian orang-orang yang akan mengadu nasib di

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan betul hak-haknya agar mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan

BAB I PENDAHULUAN. tantangan dan tekanan dalam kehidupan dipengaruhi oleh persepsi, konsep

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu yang hidup di dunia ini pasti selalu berharap akan

BAB I PENDAHULUAN. Fakultas Psikologi merupakan salah satu fakultas unggulan di Universitas

ABSTRAK. iii. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Komersial) merupakan fenomena yang sudah tidak asing lagi dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 21 tahun dan belum menikah ( Menurut UU No. 23 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa merupakan tahap memasuki masa dewasa dini. Hurlock (2002)

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 15% dari seluruh kanker pada wanita. Di beberapa negara menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fase perkembangannya memiliki keunikan tersendiri. Papalia (2008) menyebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kompas, 30 November 2002 Yayasan Priangan Bandung

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak sebagaimana diketahui adalah harapan masa depan yang akan menggantikan orang tua, menjadi pemimpin di masyarakat baik dalam unit terkecil seperti keluarga maupun dalam unit terbesar seperti negara/bangsa. Pada diri anak tersimpan banyak harapan yang akan menentukan kemajuan atau kemunduran suatu bangsa. Anak jalanan masih menjadi permasalahan serius yang dihadapi negara berkembang seperti Indonesia (www.kemsos.go.id). Permasalahan anak jalanan merupakan fenomena gunung es, yang dari tahun ke tahun terjadi peningkatan baik dalam jumlah maupun wilayah penyebarannya. Disisi lain masalah anak jalanan, merupakan masalah sosial yang memengaruhi perilaku anak, dengan pola dan subkultur (seperti lingkungan di jalanan lebih nyaman daripada lingkungan di keluarga dan pola asuh orangtua yang otoriter) yang berkembang di jalanan sebagai daya tarik bagi anak yang masih tinggal di rumah tetapi rentan menjadi anak jalanan, untuk turun ke jalanan. Kecenderungannya bila tidak ada upaya mengatasi bukan hanya sekedar turun, tetapi lambat laun bekerja dan hidup di jalan menyatu dengan anak jalanan lain. Terkait dengan kondisi di atas, diperlukan model pendekatan guna terjadinya perubahan perilaku pada diri anak jalanan ke arah yang dikehendaki dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya (www.kemsos.go.id). Menurut PBB, anak jalanan adalah anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya dijalan untuk bekerja, bermain, dan beraktivitas lain. Soeparman (2000, 7) menyatakan bahwa penyebab anak turun ke jalan, yaitu: fungsi keluarga yang tidak 1

2 berjalan, adanya penolakan dari masyarakat, keengganan anak untuk pulang ke rumah karena lebih senang di jalanan, tekanan kekerasan hidup di jalanan, sehingga mereka perlu cara supaya hidup lebih aman dijalanan, keberanian anak untuk hidup di jalanan dan terpisah dari orang tua, tekanan di jalanan masih lebih baik dibandingkan dengan di rumah, karena di jalanan masih mernberikan kebebasan kepada anak. Berdasarkan data Dinas Sosial pada 2011, jumlah anak jalanan di Jawa Barat mencapai 4.951 anak di 14 Kabupaten dan kota. Kota Bandung sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia, memiliki problem anak jalanan yang cukup kompleks dan terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini tentu akan berdampak pada upaya mewujudkan Bandung sebagai kota hidup layak anak. Berdasarkan data Pemerintahan Kota Bandung dan LSM peduli anak jalanan, ternyata anak jalanan di kota Bandung hampir 80% berasal dari luar kota. Ini artinya, kemungkinan besar kondisi perekonomian mereka di daerah asalnya sangat minim, sehingga mereka ke Bandung untuk mendapatkan kebutuhan hidup (www.dissos.jabarprov.go.id). Secara garis besar anak jalanan terbagi atas tiga kategori, yaitu (Bagong dan Sri, 2002: 41), yaitu children on the street, yaitu anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan yang masih memiliki hubungan dengan keluarga. Kedua, children of the street, yaitu anak-anak yang menghabiskan seluruh atau sebagian besar waktunya di jalanan, baik secara sosial maupun ekonomi dan ia memutuskan hubungan dengan orangtua atau keluarganya. Ketiga, children from families of the street yaitu anak yang keluarganya memang di jalanan yang menghabiskan seluruh waktunya di jalanan yang berasal dari keluarga yang hidup atau tinggalnya juga di jalanan.

3 Departemen Sosial (dalam Dwi Astutik, 2005: 21-22) membagi karakteristik anak jalanan meliputi ciri-ciri fisik dan psikis. Ciri-ciri fisik antara lain: warna kulit kusam, rambut kemerah-merahan, kebanyakan berbadan kurus, dan pakaian tidak terurus. Ciri-ciri psikis antara lain: mobilitas tinggi, acuh tak acuh, penuh curiga, sangat sensitif, berwatak keras, semangat hidup tinggi, berani menanggung resiko dan mandiri. Anak jalanan yang dimaksud adalah pengamen. Dinas Sosial menyebutkan bahwa pengamen jalanan menghabiskan waktunya untuk mencari uang, berkeliaran di jalan atau tempat-tempat umum lainnya. Pengamen merupakan komunitas yang relatif baru dalam kehidupan perkotaan setelah kaum gelandangan, pemulung, pekerja seks kelas rendah, selain itu juga dianggap sebagai virus sosial yang mengancam kehidupan masyarakat, karena pengamen jalanan dianggap sebagai anak nakal, tidak tahu sopan santun, brutal, pengganggu ketertiban. Salah satu penyebab terjadinya permasalahan tersebut adalah rendahnya tingkat pendidikan. Pendidikan merupakan kebutuhan krusial yang harus dimiliki oleh seseorang untuk memperoleh kualitas hidup. Sebagian besar pengamen memiliki tingkat pendidikan yang rendah karena putus sekolah. Faktor yang menyebabkan pengamen tidak memperoleh pendidikan yang memadai adalah masalah ekonomi. Mereka cenderung berasal dari keluarga yang tidak mampu sehingga memiliki kendala biaya sekolah. Hal ini membuat mereka tidak bersemangat lagi untuk menempuh pendidikan lagi karena tantangan hidup begitu besar. Selain pendidikan, keterampilan merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan masa depan seseorang untuk memperoleh pekerjaan yang layak ataupun berwirausaha. Sebagian pengamen tidak mempunyai keterampilan karena memiliki keterbatasan ekonomi. Lingkungan merupakan faktor penentu seseorang di dalam

4 menentukan masa depan. Lingkungan sangat mempengaruhi perilaku dan pola pikir baik yang berasal dari lingkungan keluarga maupun lingkungan sosial dimana mereka berinteraksi (www.bcf.or.id). Pengamen yang dimaksud adalah pengamen yang bergabung di dalam Komunitas "X". Pengamen ini termasuk dalam kategori anak jalanan children on the street, yaitu anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan yang masih memiliki hubungan dengan keluarga. Pada kategori ini, terdapat dua kelompok anak jalan, yaitu anak-anak jalanan yang masih tinggal dengan orangtua dan senantiasa pulang kerumah setiap hari, dan yang kedua yaitu anak-anak yang tinggal dijalanan namun masih mempertahankan hubungan dengan keluarga dengan cara pulang baik berkala ataupun dengan jadwal yang tidak rutin. Pengamen di Komunitas "X" ini sebagian besar masuk ke dalam kelompok yang kedua yaitu yang tinggal di jalanan tetapi masih mempertahankan hubungan dengan keluarga. Komunitas "X" adalah komunitas yang mewadahi siapa saja yang ingin berkarya di bidang seni, termasuk pengamen jalanan. Komunitas yang berdiri sejak tahun 2011 ini selain memberikan wadah bagi seniman, mereka juga menyediakan rumah singgah bagi pengamen yang berasal dari luar Bandung atau bagi pengamen yang tidak memiliki tempat tinggal, namun komunitas ini tidak menyediakan makan dan minum serta pakaian untuk mereka. Mereka tetap harus mencari makan dan kebutuhan mereka sendiri dari hasil mengamen, bukan disediakan dari komunitas. Pengamen yang bergabung dengan komunitas ini beberapa kali tampil di acara-acara di Bandung. Komunitas ini dahulu hanya bermodalkan alat-alat musik dari hasil patungan anggotanya dan dengan banyaknya orang-orang yang menyumbang, mereka bisa membeli satu set sound system untuk dipakai saat tampil di suatu acara. Menurut Kang Abet (Pendiri Komunitas "X"), anak-anak ini sudah terlena dari hasil

5 yang didapat saat mengamen, oleh sebab itu mereka agak malas untuk mencari pekerjaan lagi. Banyaknya tekanan hidup yang harus dialami pengamen membuat mereka frustasi. Beberapa pengamen karena menghadapi beban pekerjaan dan keadaan ekonomi yang semakin meningkat. Problem lainnya seperti kematian orang terdekat juga bisa membuat depresi dan frustasi. Namun, meski menghadapi kesukaran dan tekanan hidup, berpikir secara optimis bermanfaat khususnya untuk kesehatan. Menurut Seligman (1990), optimisme adalah cara berpikir individu dalam menghadapi keadaan yang baik (good situation) maupun keadaan yang buruk (bad situation). Seorang yang optimis cenderung percaya bahwa kegagalan hanyalah kemunduran sementara, yang penyebabnya terbatas pada satu hal. Optimis juga percaya bahwa kegagalan bukanlah kesalahan individu. Keadaan sekitar, nasib buruk atau orang lain yang mempengaruhinya dan jika dihadapkan pada nasib buruk, mereka merasakannya sebagai tantangan dan akan berusaha keras (Seligman, 1991). Pendekatan lain untuk optimisme bergantung pada asumsi bahwa harapan orangorang untuk masa depan berasal dari pandangan mereka tentang penyebab peristiwa di masa lalu (Peterson & Seligman, 1984; Seligman, 1991). Berdasarkan hasil survey awal yang dilakukan oleh peneliti kepada 5 orang pengamen di kota Bandung, Awal mula mereka terjun sebagai pengamen adalah karena latar belakang ekonomi keluarga yang mengharuskan mereka mencari uang tambahan untuk membantu kebutuhan hidup. Beberapa pengamen mengaku menjadi pengamen karena hanya ikut-ikutan oleh teman dan akhirnya mereka menikmati pekerjaan mereka sebagai pengamen, karena menurut mereka tidak ada aturan dan jam kerja yang tetap sebagai pengamen.

6 Sebanyak 60% bercerita walaupun profesi mereka hanya sebagai pengamen tetapi mereka yakin bahwa mereka bisa mendapatkan pekerjaan dan kehidupan yang lebih layak. Mereka juga ingin memiliki pasangan, dan mereka berharap agar pasangan mereka dapat menerima pekerjaan dan kehidupan mereka apa adanya. Profesi mereka sebagai pengamen bukanlah pekerjaan yang mudah dan hasil dari mengamen pun tidak tetap, namun mereka tidak putus asa, mereka dengan giat mencari uang demi memenuhi kebutuhan sehari-hari dan untuk masa depannya. Sehari-hari mereka dapat menghasilkan uang sekitar Rp.50.000 hingga Rp.100.000 tetapi tidak jarang juga mereka hanya menghasilkan Rp.25.000 sehari. Jika akhir pekan, mereka dapat menghasilkan uang sekitar Rp.150.000 sampai Rp.500.000. Sebanyak 40% pengamen menceritakan bahwa mereka merasa kurang yakin bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, karena di tubuh mereka dipenuhi dengan tato, jadi mereka merasa kalau tidak akan ada yang mau mempekerjakan mereka dengan kondisi seperti itu. Mereka juga sama ingin seperti manusia yang lain yang memiliki pasangan, tetapi mereka sering dipandang sebelah mata oleh lawan jenisnya karena kehidupannya yang dinilai kurang baik dan kurang mapan, oleh karena itu mereka lebih memilih sendiri. Selain itu, mereka juga merasa tidak mempunyai keahlian apa-apa sehingga mereka hanya pasrah dan menikmati keadaan hidupnya yang sekarang. Sebelum mereka tergabung dalam Komunitas "X" ini, ketika mereka masih mengamen di lampu merah, Museum Geologi, dan dari angkot ke angkot banyak kejadian yang baik (good situation) seperti mendapatkan hasil mengamen dua kali lipat lebih banyak dari biasanya pada saat hari libur, selain itu apabila saaat mengamen mereka tampil dengan bersih dan sopan tidak sedikit yang memberi mereka uang lebih, dan mereka juga pernah beberapa kali tampil di acara musik

7 sebagai pengisi acara. Mereka pun mengalami kejadian yang buruk (bad situation), misalnya mereka beberapa kali terkena razia oleh dinas sosial dan tidak jarang juga mereka dipalak oleh preman sekitar daerah tempat mereka mengamen. Setelah dirazia oleh dinas sosial, mereka dipulangkan kembali dan tidak diberikan pengarahan oleh pihak dinas sosial tetapi alat musiknya pun ikut disita dan tidak bisa diambil kembali oleh mereka sehingga mereka harus menabung untuk membeli alat musik untuk mengamen Setelah bergabung di Komunitas "X" ini, mereka tetap mencari nafkah dengan mengamen namun sudah tidak mengamen di lampu merah, museum Geologi, dan angkot ke angkot. Mereka memiliki tempat yang tetap di sebuah rumah makan dekat dengan lokasi komunitas X. Tetapi, apabila mereka masih merasa kurang dengan hasil mengamen di rumah makan, maka sesekali mereka kembali ke lampu merah dan sekitar untuk menambah hasil mengamen. Walaupun mereka sudah bergabung dalam komunitas ini, mereka tetap mencari nafkah sendiri, karena tidak ditanggung oleh pihak komunitas. Untuk membeli alat musik yang selalu mereka gunakan untuk mengamen, mereka harus menabung agar bisa membeli alat musik yang dibutuhkan untuk mengamen karena pihak komunitas tidak menyediakan alatalat musik. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai optimisme pada pengamen di Komunitas "X" di kota Bandung. 1.2 Identifikasi Masalah Bandung. Seperti apa gambaran optimisme pada pengamen di Komunitas "X" di kota

8 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran optimisme pada pengamen di Komunitas "X" di kota Bandung. 1.3.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai optimisme dilihat dari dimensi optimisme pada pengamen di Komunitas "X" di kota Bandung. adapun dimensi yang dimaksud yaitu permanence good, pervasiveness good, personalization good, permanence bad, pervasiveness bad, personalization bad. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis 1. Memberikan informasi pada bidang ilmu psikologi sosial, khususnya mengenai optimisme pada pengamen. 2. Memberikan informasi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lanjutan mengenai optimisme pada pengamen. 1.4.2 Kegunaan Praktis 1. Memberikan informasi kepada pengamen agar lebih memahami bagaimana cara menjalani hidup dengan optimis. 2. Memberikan informasi bagi LSM (Lembaga Sosial Masyrakat) dan Departemen Sosial (DEPSOS) dalam penyuluhan pengamen.

3. Memberikan informasi kepada Komunitas "X" mengenai optimisme dengan cara mengadakan seminar untuk para pengamen. 9 1.5 Kerangka Pemikiran Di dalam kehidupannya, individu akan mengalami berbagai tahap perkembangan. Pada setiap tahap memiliki tugas perkembangan yang berbeda-beda sehingga pengamen ini diharapkan dapat menyelesaikan tugas perkembangan tersebut agar menghasilkan kepuasan dalam hidupnya. Salah satu tahap perkembangan yang harus dilewati oleh setiap individu adalah tahap dewasa. Tahap dewasa memiliki beberapa tahap atau fase yang dimulai dari tahap dewasa awal, tahap dewasa madya, dan tahap dewasa usia lanjut. Menurut Santrock (2009), masa dewasa awal merupakan masa dimana seseorang mengalami masa transisi dari masa remaja mereka. Rentang usia waktu seseorang memasuki masa dewasa awal berkisar dua puluh tahun sampai usia tiga puluh tahunan. Tugas perkembangan masa dewasa awal menurut Santrock (2009), yaitu, mendapatkan suatu pekerjaan, memilih teman hidup, membentuk keluarga, membesarkan anak, mengelola rumah tangga, bertanggung jawab sebagai warga negara, bergabung dengan kelompok sosial yang sesuai. Ada beberapa fase yang dimiliki pada usia dewasa awal dikenal dengan fase formal operational yang dapat digunakan dalam berpikir secara abstrak dan dapat digunakan dalam mengarahkan pemikiran dalam kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan di masa depan. Perkembangan pemikiran mengenai masa depan sudah muncul dan berkembang pada diri seseorang dari masa remaja dan masa memasuki dewasa awal (Seginer, 2009). Oleh karena itu, fase dewasa awal menjadi periode penting dalam merancang kesuksesan seseorang kelak karena selain diharapkan

10 sudah merencanakan masa depannya, individu pada fase ini juga dituntut melakukan penyesuaian diri terhadap pola kehidupan baru dan harapan sosial yang baru (Hurlock,1980). Para pengamen di Komunitas "X" ini diharapkan mampu untuk melakukan tugas perkembangan. Pada masa ini, pengamen harus memiliki optimisme untuk dapat mengubah hidupnya menjadi lebih baik dari sekarang. Optimisme itu sendiri menurut Seligman (1990) adalah cara individu memandang kehidupan dan peristiwa yang baik maupun yang buruk yang terjadi dalam kehidupan seseorang. Kehidupan yang dialami oleh pengamen sangatlah tidak mudah, mereka harus mencari uang di jalan dengan cara mengamen hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Dasar optimisme lebih ditunjukkan pada bagaimana pengamen menjelaskan tentang sebab terjadinya suatu keadaan. Dalam hal ini terdapat dua macam keadaan, yaitu keadaan yang baik yang disebut good situation dan keadaan yang buruk atau yang disebut sebagai bad situation. Optimisme adalah sesuatu yang dibentuk sejak lahir, bukan sesuatu yang dibawa atau diwariskan. Optimisme dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu explanatory style orangtua, optimisme tidak diturunkan tetapi diperoleh melalui pembelajaran dari lingkungannya. Pertama kali pengamen akan mempelajari optimisme dari orangtua. Kritik orang lain, kritik yang diberikan orang lain ketika pengamen mengalami kegagalan, akan mempengaruhi explanatory style anak. Masa krisis, optimisme pengamen akan dipengaruhi oleh sejauh mana seorang pengamen mampu bertahan dalam melalui masa depresi hebat secara utuh. Menurut Seligman (1990) ada 3 dimensi yang digunakan dalam berpikir mengenai suatu situasi, yaitu permanence, pervasiveness dan personalization. Dimensi pertama yaitu permanence ditentukan oleh kurun waktu, apakah suatu

11 keadaan yang dialami akan menetap atau hanya sementara. Bila pengamen berpikir tentang dimensi permanence pada keadaan yang buruk disebut permanence bad (PmB), sedangkan pada keadaan baik disebut permanence good (PmG). Jika pengamen mempunyai pemikiran dan sikap pesimis bahwa keadaan hidup mereka yang sulit ini akan terus menetap sampai kapanpun, maka ini disebut PmB- Permanence dan keadaan buruk tersebut hanya sementara saja (PmB-Temporary). Sedangkan jika pengamen memiliki pemikiran dan sikap optimisme bahwa keadaan hidup mereka itu dapat berubah menjadi lebih baik dan berlangsung menetap untuk ke depan maka ini disebut PmG-Permanence dan individu pesimis akan berpikir bahwa keadaan tersebut hanya terjadi sementara saja (PmG-Temporary). Dimensi kedua adalah Pervassivenes, yang menjadi titik tolak adalah ruang lingkup suatu keadaan yaitu universal atau spesifik. Jika individu berpikir tentang keadaan yang baik pada dimensi pervasiveness disebut pervasiveness good (PvG), sedangkan jika keadaan buruk disebut pervasiveness bad (PvB). Pengamen yang optimis akan cenderung berpikir bahwa keadaan baik (good situation) akan terjadi pada semua tindakan yang mereka lakukan disebut PvG-Universal. Sebaliknya, jika pengamen yang pesimis akan cenderung berpikir bahwa keadaan yang baik (good situation) hanya terjadi pada suatu kejadian tertentu saja (PvG-Spesific). Dimensi yang ketiga yaitu personalization, yang memfokuskan pada siapa penyebab dari keadaan tersebut, apakah berasal dari internal (diri sendiri) atau eksternal (orang lain). Jika pengamen yang memiliki optimisme yang tinggi akan berpikir bahwa keadaan yang baik itu disebabkan oleh dirinya sendiri (PsG-Internal), sedangkan pengamen yang memiliki optimisme yang rendah akan berpikir bahwa keadaan baik disebabkan oleh orang lain atau hal diluar dirinya (PsG-Eksternal) dan mereka dengan keadaan buruk yang disebabkan oleh dirinya sendiri (PsB-Internal).

12 Pengamen yang optimis adalah mereka yang merasa bahwa situasi yang buruk merupakan tantangan dan ia akan berusaha untuk menghadapi tantangan tersebut. Sedangkan pengamen yang pesimis adalah mereka yang percaya bahwa keadaan buruk akan menetap, akan mendasari setiap kegiatan yang dilakukannya dan keadaan buruk tersebut diakibatkan karena kesalahan dirinya sendiri.

12 Faktor yang mempengaruhi: - Explanatory Style Ibu - Kritik Orang Lain - Masa Krisis Good Permanence Good Pervasiveness Good Pengamen pada Komunitas "X" di Kota Bandung Optimisme Personalization Good Permanence Bad Optimis Pesimis Bad Pervasiveness Bad Personalization Bad Gambar 1.1 Bagan Kerangka Pemikiran

13 1.6 Asumsi Optimisme adalah cara pengamen memandang kehidupan dan peristiwa-peristiwa yang baik (good situation) maupun buruk (bad situation) yang terjadi dalam kehidupannya. Optimisme pada pengamen dapat dilihat dari dimensi permanence, yaitu seperti apa pengamen memandang suatu keadaan baik maupun buruk yang dialaminya akan menetap (permanence) atau hanya sementara (temporary). Permanence bad (PmB) jika pengamen berpikir tentang dimensi permanence pada keadaan yang buruk. Permanence good (PmG) jika pengamen berpikir tentang dimensi permanence pada keadaan yang baik Optimisme pada pengamen dapat dilihat dari dimensi pervasiveness, apakah pengamen memandang situasi keadaan baik maupun buruk yang dialaminya terjadi secara keseluruhan (universal) atau hanya pada keadaan tertentu (spesific). Pervasiveness bad (PvB) jika pengamen berpikir tentang dimensi pervasiveness pada keadaan yang buruk. Pervasiveness good (PvG) jika pengamen berpikir tentang dimensi Pervasiveness pada keadaan yang baik. Optimisme pada pengamen dapat dilihat dari dimensi personalization, bagaimana pengamen memandang suatu keadaan baik atau buruk berdasarkan siapa penyebab dari keadaan tersebut, apakah berasal dari internal (diri sendiri) atau berasal dari eksternal (orang lain). Personalization bad (PsB) jika pengamen berpikir tentang dimensi personalization pada keadaan yang buruk. Personalization good (PsG) jika pengamen berpikir tentang dimensi personaization pada keadaan yang baik. Optimisme pada pengamen dipengaruhi oleh explanatory style ibu, kritik orang lain, dan masa krisis.