BAB 1 PENDAHULUAN. diabsorbsi ke dalam cairan darah melalui sistem pencernaan. Konsentrasi glukosa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat (Price & Wilson, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

RUH RELAKSASI AUTOGENIK TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADAPASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolisme dari karbohidrat,

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004).

PENGARUH RELAKSASI AUTOGENIK TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas PTM semakin meningkat baik di negara maju maupun

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberhasilan suatu pengobatan tidak hanya dipengaruh i oleh. kesehatan, sikap dan pola hidup pasien dan keluarga pasien, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. atau keduanya (Sutedjo, 2010). Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.

BAB 1 PENDAHULUAN. tertentu dalam darah. Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi pankreas

BAB I PENDAHULUAN. modernisasi terutama pada masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. pada jutaan orang di dunia (American Diabetes Association/ADA, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] 2010). Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. Komplikasi akut adalah gangguan keseimbangan kadar glukosa darah jangka

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal (Depkes, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit diabetes melitus (DM) adalah kumpulan gejala yang timbul pada

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah peningkatan jumlah kasus diabetes melitus (Meetoo & Allen,

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. setelah India, Cina dan Amerika Serikat (PERKENI, 2011). Menurut estimasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun, dan pankreas dapat menghentikan

BAB I PENDAHULUAN. ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal serta gangguan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Nidya A. Rinto; Sunarto; Ika Fidianingsih. Abstrak. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas fisik, life style, dan lain-lain (Waspadji, 2009). masalah kesehatan/penyakit global pada masyarakat (Suiraoka, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan jiwa dari penderita diabetes. Komplikasi yang didapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Diabetes Melitus atau kencing manis, seringkali dinamakan

BAB 1 PENDAHULUAN. organ, khususnya mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (America

I. PENDAHULUAN. yang dewasa ini prevalensinya semakin meningkat. Diperkirakan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa

BAB 1 PENDAHULUAN. situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut ADA (American Diabetes Association) Tahun 2010, diabetes

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronis adalah Diabetes Melitus (DM). Diabetes melitus adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran / polusi

BAB I PENDAHULUAN. adalah diabetes melitus (DM). Diabetes melitus ditandai oleh adanya

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. fertilitas gaya hidup dan sosial ekonomi masyarakat diduga sebagai hal yang

BAB I PENDAHULUAN. syaraf) (Smeltzer & Bare, 2002). Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit kronis

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi glukosa (1). Terdapat dua kategori utama DM yaitu DM. tipe 1 (DMT1) dan DM tipe 2 (DMT2). DMT1 dulunya disebut

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena sekresi


BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus telah menjadi masalah kesehatan di dunia. Insidens dan

BAB I PENDAHULUAN. darah / hiperglikemia. Secara normal, glukosa yang dibentuk di hepar akan

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat PTM mengalami peningkatan dari 42% menjadi 60%. 1

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia Indonesia seutuhnya. Visi Indonesia sehat yang diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. dicapai dalam kemajuan di semua bidang riset DM maupun penatalaksanaan

I. PENDAHULUAN. sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kegagalan pengendalian gula darah. Kegagalan ini

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah

PENGETAHUAN DIABETES MELITUS DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DM TIPE 2

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S 1 Keperawatan. Disusun Oleh : Rina Ambarwati J.

PENDAHULUAN Latar Belakang

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA Tn. S DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN DIABETES MELLITUS PADA Ny.T DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURWOSARI

BAB I PENDAHULUAN. seseorang oleh karena gangguan keseimbangan karbohidrat, lemak dan

BAB I PENDAHULUAN. mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1

BAB 1 PENDAHULUAN. diperkirakan akan terus meningkat prevalensinya dan memerlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran/polusi lingkungan. Perubahan tersebut

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan ada tiga bentuk diabetes mellitus, yaitu diabetes mellitus tipe 1 atau disebut IDDM (Insulin Dependent

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ

BAB I PENDAHULUAN. adalah hipertensi. Dampak ini juga diperjelas oleh pernyataan World Health

BAB I PENDAHULUAN. Data statistik organisasi kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2000

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah penderita 7,3 juta jiwa (International Diabetes Federation

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme kronik yang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006).

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. Association, 2013; Black & Hawks, 2009). dari 1,1% di tahun 2007 menjadi 2,1% di tahun Data dari profil

BAB I PENDAHULUAN. diabetes mellitus semakin meningkat. Diabetes mellitus. adanya kadar glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia)

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat secara global, regional, nasional dan lokal. Salah satu penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. karena semakin meningkatnya frekuensi kejadiannya di masyarakat. 1 Peningkatan

BAB 1 PENDAHULUAN. dialami oleh klien diabetes mellitus. Selain permasalahan fisik tersebut, diabetes

BAB I PENDAHULUAN. insulin, atau kedua-duanya. Diagnosis DM umumnya dikaitkan dengan adanya gejala

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perilaku dan gaya hidup yang dijalani oleh masyarakat. Saat pendapatan tinggi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan berbagai faktor seperti perubahan pola penyakit dan pola pengobatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] 2004, dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan umat manusia pada abad ke 21. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) adalah salah satu diantara penyakit tidak menular

BAB I PENDAHULUAN. Menurut kamus kedokteran tahun 2000, diabetes melitus (DM) adalah

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Glukosa merupakan bentuk karbohidrat yang paling sederhana yang diabsorbsi ke dalam cairan darah melalui sistem pencernaan. Konsentrasi glukosa darah sangat penting dipertahankan pada kadar yang cukup tinggi dan stabil sekitar 70-120 mg/dl untuk mempertahankan fungsi otak dan suplai jaringan secara optimal. Kadar glukosa darah juga perlu dijaga agar tidak meningkat terlalu tinggi mengingat glukosa juga berpengaruh terhadap tekanan osmotik cairan ekstraseluler (Ignatavicius & Walkman, 2006; Robbin, et al., 2007). Pada keadaan normal glukosa darah di atur sedemikian oleh insulin, sehingga kadarnya selalu dalam batas normal, kadar glukosa darah selalu stabil sekitar 70 140 mg/dl. Pada keadaan Diabetes Melitus (DM) tubuh relatif kekurangan insulin sehingga pengaturan kadar glukosa darah jadi kacau. Walaupun kadar glukosa darah tinggi, glukoneogenesis di hati tidak dapat dihambat sehingga kadar glukosa darah dapat semakin meningkat (Waspadji, 2009). Hiperglikemia adalah kondisi dimana kadar glukosa darah puasa lebih dari 126 mg/dl atau glukosa darah 2 jam setelah makan lebih dari 200 mg/dl (Soegondo, 2009). Hiperglikemia dapat menyebabkan dehidrasi seluler, keluarnya glukosa dalam urin yang menyebabkan diuresis osmotik oleh ginjal. Kondisi ini menyebabkan manifestasi poliuria (pengeluaran urin secara berlebihan), polidipsi

(minum berlebihan), dan polifagia yang disebabkan oleh kegagalan metabolisme glukosa oleh tubuh yang menyebabkan penurunan berat badan. Manifestasi ini merupakan gejala khas DM (Soegondo, Soewondo dan Subekti, 2009). DMT2 adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai hiperglikemia akibat kerusakan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya (American Diabetes Association (ADA), 2012; Smeltzer & Bare, 2008). DMT2 sering tidak terdiagnosis untuk bertahun-tahun karena hiperglikemia berkembang secara bertahap dan pada tahap awal sering tidak cukup bagi pasien untuk melihat salah satu gejala klasik diabetes. DMT2 sering tidak menunjukkan gejala yang khas pada awalnya, sehingga diagnosis baru dapat ditegakkan ketika pasien berobat untuk keluhan yang lain yang sebenarnya merupakan komplikasi dari DMT2 tersebut (Soegondo, et al., 2009). Menurut International Diabetes Federation (IDF, 2005 dalam Soegondo, et al., 2009) Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke 3 terbesar di dunia, sementara IDF pada tahun 2006 menyatakan angka prevalensi DM untuk Amerika Serikat 8,3% dan Cina 3,9% dan Indonesia berada diantaranya. Lebih lanjut penelitian Litbang Depkes (2008) menunjukkan bahwa prevalensi nasional adalah 5,7% meningkat 1,1% dari dari 4,6% tahun 2000 (Suyono, 2009 dalam Soegondo, et al., 2009) dan IDF (2009 dalam PERKENI, 2011) memprediksikan kenaikan jumlah penyandang DM dari 7.0 juta pada tahun 2009 menjadi 12.0 juta tahun 2030. Data terbaru hasil survey WHO (2011), Indonesia menduduki ranking ke 4 terbesar di dunia.

Untuk mencegah terjadinya komplikasi DM, maka diperlukan pengontrolan yang terapeutik dan teratur melalui perubahan gaya hidup pasien DMT2 yang tepat, tegas dan permanen, bila diabaikan komplikasi dapat menyerang seluruh anggota tubuh yang di akibatkan kadar gula darah yang tidak terkontrol. Pengontrolan kadar gula darah diantaranya adalah pembatasan diet, peningkatan aktivitas fisik, regimen pengobatan yang tepat, kontrol medis yang teratur, pengontrolan metabolik secara teratur melalui pemeriksaan kadar gula darah (Golie, et al, dalam Ronquillo, et al., 2003). Tindakan pengendalian untuk mencegah terjadinya komplikasi sangatlah diperlukan khususnya menjaga tingkat gula darah sedekat mungkin dengan normal. DM jika tidak dikelola dengan baik maka akan menimbulkan komplikasi akut dan kronik (Soegondo, et al., 2009). Komplikasi kronik pasien DMT2 seperti retinopati diabetik, nefropati diabetik dan neuro diabetik yang mengindikasikan pasien harus menjalani perawatan di rumah sakit untuk pengelolaan kadar gula darah dan keluhan keluhan lain yang ditimbulkan oleh penyakit yang menyertainya. Kondisi seperti ini sering membuat pasien stres dan mengalami kecemasan yang hebat yang pada akhirnya dapat meningkatkan kadar glukosa darah (Price & Wilson, 2006; Smeltzer & Bare, 2008; ADA, 2012). Selama kurun waktu dua dekade terakhir ini asuhan keperawatan pada pasien DMT2 dilakukan dalam konteks kolaborasi farmakologi (Smeltzer & Bare, 2008), padahal perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan diharapkan mampu memberikan asuhan keperawatan secara mandiri dalam konteks nonfarmakologi (Dochterman & Bulecheck, 2004). Pengelolaan DM yang disepakati oleh para ahli

diabetes di Indonesia yang terdiri atas 4 pilar utama pengelolaan DM, yaitu edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan intervensi farmakologis (Perkeni, 2006). Pengelolaan DM melalui edukasi yaitu relaksasi autogenik dikembangkan melalui melatih individu untuk menguasai munculnya emosi sehingga individu mampu melakukan perubahan dalam dirinya sendiri (Saunders, 2007). Terapi relaksasi ini ada bermacam-macam diantaranya adalah PMR, Benson, nafas dalam, relaksasi autogenik dimana semua jenis relaksasi ini sudah di uji coba melalui berbagai penelitian (Moyad & Hawks, 2009). Tehnik relaksasi dengan gerakan dan instruksi yang lebih sederhana daripada tehnik relaksasi lainnya, dapat dilakukan dengan posisi berbaring, duduk dikursi dan duduk bersandar yang memungkinkan klien dapat melakukannya dimana saja tanpa menyita banyak waktu adalah relaksasi autogenik dimana (Greenberg, 2002). Penelitian tentang relaksasi autogenik dilakukan dalam menguji efektifitas dalam upaya menurunkan kecemasan dalam masalah tidur dan relaksasi autogenik dalam penurunan kecemasan pada mahasiswa keperawatan (Kanjia, et al., 2006; Bowden, et al., 2012), menurunkan nyeri (Ishinova, et al., 2009; Prato & Yucha, 2012;). Di Indonesia juga telah dilakukan penelitian relaksasi autogenik. Prayitno (2008) menyatakan bahwa relaksasi autogenik dapat menurunkan nyeri pada penderita ulkus peptikum, selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Setyawati, (2010) dimana relaksasi autogenik dapat menurunkan kadar glukosa darah dan tekanan darah pada pasien diabetes melitus dengan hipertensi. Relaksasi autogenik merupakan relaksasi yang bersumber dari diri sendiri berupa kata-kata atau kalimat pendek atau pikiran yang dapat membuat pikiran

tentram. Relaksasi autogenik dapat mengalihkan respon tubuh kita secara sadar berdasarkan perintah dari diri sendiri, maka dapat membantu melawan efek stres yang berbahaya (Greenberg, 2002). Relaksasi autogenik diduga sesuai diterapkan pada penyakit endokrin, mengingat fungsi tubuh yang paling berhubungan dengan stres adalah sistem endokrin. Agardh, et al., (2003) membuktikan dalam penelitian epidemiologinya adanya hubungan antara stres dengan DMT2. Relaksasi merupakan bentuk mind body intervention dalam terapi komplementer dan alternative (CAM) dalam setting keperawatan (kozier et al, 2004). Penggunaan terapi komplementer ini semakin meningkat beberapa dekade terakhir ini, bahkan terapi CAM ini sudah merupakan bagian dari keperawatan sejak periode Florence Nightingale seperti dalam bukunya Notes on Nursing tahun 1859. Relaksasi diduga bekerja dengan pengaturan hormon kortisol dan hormon stres lainnya. Hal ini diperkuat oleh penelitian DiNardo (2009) efek meditasi pada penurunan kadar gula darah. Relaksasi autogenik sendiri merupakan penelitian yang dianjurkan untuk diteliti selanjutnya. Mengingat keuntungan dan manfaat relaksasi autogenik, maka peneliti tertarik untuk mengindetifikasi pengaruh relaksasi autogenik terhadap kadar gula darah pada klien DMT2 di Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Djasamen Saragih Pematangsiantar dan Rumah Sakit Vita Insani. Pematangsiantar. 1.2. Permasalahan DMT2 menjadi masalah kesehatan yang serius, baik dinegara maju maupun di negara berkembang karena insidensinya terus meningkat (Soegondo, et

al., 2009). DM merupakan penyakit kronis yang dapat menyebabkan komplikasi pada berbagai sistem tubuh, dan tidak dapat disembuhkan melainkan pengontrolan kadar gula darahnya, sehingga kadar gula darah menjadi fokus perhatian intervensi kesehatan (Inzucchi, et al., 2005). Dalam mengelola DM langkah pertama yang harus dilakukan adalah pengelolaan non farmakologis, berupa edukasi, terapi gizi medis dan latihan jasmani. Relaksasi sebagai terapi non farmakologis juga merupakan salah satu bentuk latihan pasif,. Tehnik relaksasi autogenik terdiri dari enam standar dengan gerakan dan instruksi sederhana dengan waktu yang efisien dibandingkan dengan relaksasi lainnya (Kanji, et al., 2006). Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah relaksasi autogenik berpengaruh terhadap penurunan kadar glukosa darah (KGD) pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Djasamen Saragih Pematangsiantar dan Rumah Sakit Vita Insani (RSVI) Pematangsiantar. 1.3 Tujuan Penelitian 1.2.1. Tujuan Umum 1.2.2. Tujuan umum penelitian ini adalah mengindentifikasi pengaruh relaksasi autogenik terhadap penurunan kadar glukosa darah pada pasien DMT2. 1.2.3. Tujuan Khusus Tujuan khusus pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi perbedaan mean KGD pasien DMT2 sebelum dan setelah relaksasi pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi 2. Menganalisa perbedaan selisih mean KGD pada kelompok kontrol dan intervensi 3. Mengidentifikasi pengaruh faktor pengganggu terhadap kadar glukosa darah setelah relaksasi autogenik 1.4 Hipotesis Penelitian Adapun yang menjadi hipotesis penelitian ini adalah ada pengaruh relaksasi autogenik terhadap kadar gula darah pada pasien DMT2 di Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar dan Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1. Bagi pelayanan keperawatan Memberikan masukan bagi pihak pelayanan kesehatan untuk menggunakan relaksasi autogenik sebagai salah satu terapi komplementer dalam menurunkan kadar glukosa darah pasien DMT2. 2. Bagi pendidikan dan perkembangan ilmu keperawatan Memperkuat dukungan teoritis penggunaan relaksasi autogenik dalam menurunkan kadar glukosa darah pada pasien DMT2.