I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada, yakni sepanjang

dokumen-dokumen yang mirip
SEMINAR HASIL PENELITIAN PERENCANAAN DAN PENATAAN ZONASI GREEN BELT DALAM MEREDUKSI TINGKAT ABRASI PANTAI SOGE PACITAN

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. sepanjang km (Meika, 2010). Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pesisir Pantai. merupakan daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Soge, Desa Sidomulyo, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. Indonesia yang memiliki garis pantai sangat panjang mencapai lebih dari

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. menjadi pusat pengembangan dan pelayanan pariwisata. Objek dan daya tarik

ABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang wilayahnya disatukan

PANDUAN PENCEGAHAN BENCANA ABRASI PANTAI

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Yogyakarta yang memiliki luasan 1.485,36 kilometer persegi. Sekitar 46,63 %

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan menjadi lebih baik, wilayah pesisir yang memiliki sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. pantai km serta pulau dan luas laut sekitar 3,1 juta km 2, sehingga

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh pantai bisa didapat secara langsung dan tidak langsung. Manfaat yang

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON

BUPATI BANGKA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

GUBERNUR SULAWESI BARAT

I. PENDAHULUAAN. A. Latar Belakang. Istimewa Yogyakarta. Kabupaten ini berbatasan dengan provinsi Jawa Tengah di

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha

KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

19 Oktober Ema Umilia

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

BAB VI ALTERNATIF PENANGGULANGAN ABRASI

BAB I PENDAHULUAN. daerah tersebut. Menurut Masyhudzulhak dalam Proceeding Book. Simposium Ilmu Administrasi Negara untuk Indonesia (2011) daerah

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Menurut Mahi (2001 a), sampai saat ini belum ada definisi wilayah pesisir yang

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN.

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

PENDAHULUAN. beradaptasi dengan salinitas dan pasang-surut air laut. Ekosistem ini memiliki. Ekosistem mangrove menjadi penting karena fungsinya untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pesisir merupakan daratan pinggir laut yang berbatasan langsung dengan

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

BAB I PENDAHULUAN. potensial untuk pembangunan apabila dikelola dengan baik. Salah satu modal

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK

BAB I PENDAHULUAN. bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang

PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, secara keseluruhan memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada, yakni sepanjang ±81.000 km (Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, 2014). Garis pantai merupakan batas pertemuan antara bagian laut dan daratan pada saat terjadi air laut pasang tertinggi. Garis pantai ini merupakan 14% dari garis pantai yang ada di seluruh dunia. Adapun luas laut Indonesia mencapai 5,8 juta kilometer persegi atau mendekati 70% dari luas keseluruhan Indonesia (Yayasan Terumbu Karang Indonesia, 2007). Secara geologi, kepulauan Indonesia terbentuk oleh berbagai proses geologi yang sangat kuat sehingga berpengaruh pada pembentukan pantai. Salah satu daerah yang memiliki pantai adalah Kabupaten Pacitan, Jawa Timur yang terletak di sepanjang pesisir pantai selatan. Pembangunan pariwisata di Kabupaten Pacitan, salah satunya diarahkan kepada pembangunan produk pariwisata yang ditujukan untuk pelestarian sumber daya alam, selain itu juga dijadikan sebagai andalan dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal ini wajar terjadi karena Kabupaten Pacitan memiliki banyak tapak alam yang layak dijadikan obyek wisata guna menarik wisatawan lokal maupun asing. Produk obyek wisata dari Kabupaten Pacitan ini bukan hanya berupa goa dan sumber air panas, namun juga berupa pantai. Beberapa obyek wisata yang ada di Kabupaten Pacitan antara lain Pantai Teleng Ria, Pantai Srau, Pantai Klayar, Goa Gong, Goa Tabuhan, Pemandian Air Hangat 1

2 dan juga Pantai Soge. Pantai ini merupakan pantai yang sudah lamaada, namun diperbaruidan mulai dikenal oleh wisatawan lokal dari luar daerah sejak dibangunnya Jalur Nasional, yaitu Jalur Lintas Selatan (JLS) Citraagung (Pacitan - Trenggalek - Tulungagung). Pantai Soge, terletak di Dusun Soge, Desa Sidomulyo, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Pacitan merupakan salah satu potensi wisata pantai di Pacitan yang berlokasi ±50 km dari Kota Pacitan (lampiran 3). Lanskap Pantai Soge terbentang di kawasan Samudera Hindia, dan memiliki daya tarik besar terhadap wisatawan lokal dari berbagai daerah yang melintasi JLS. Lokasi pantai yang strategis membuat wisatawan mudah untuk menemukan Pantai Soge yang tepat berada di selatan JLS dari arah Kota Pacitan. Keuntungan lain yang diperoleh dari dibangunnya JLS menjadikan Pantai Soge tempat untuk camping. Terlebih lagi dengan dibangunnya jembatan Soge di atas Sungai Soge yang seolah menjadikan kawasan ini sebagai ikon baru wisata kota Pacitan. Kawasan pantai pada umumnya merupakan kawasan lahan pasiran dengan ciri mempunyai porositas dan suhu udara yang sangat tinggi, akibatnya kehilangan air karena infiltrasi dan evaporasi yang sangat besar. Pantai Soge, merupakan kawasan pantai yang sangat berpotensi untuk mengalami abrasi yang biasa disebut dengan erosi pantai. Kerusakan garis pantai akibat abrasi ini dipacu oleh terganggunya keseimbangan tanah di daerah pantai tersebut. Perubahan bentuk daratan disebabkan oleh keseimbangan yang terjadi antara dua peristiwa, yaitu abrasi dan akresi. Irwani (2011) menyatakan bahwa abrasi adalah pengikisan daratan di wilayah pesisir yang disebabkan oleh terjangan ombak laut, sedangkan

3 akresi adalah timbulnya daratan baru di wilayah pesisir yang disebabkan pengendapan lumpur yang dibawa oleh ombak laut. Faktor terjadinya abrasi bukan hanya dari faktor alam, namun juga karena aktivitas manusia di sekitar pesisir, diantaranya perusakan terumbu karang, penebangan mangrove, penambangan pasir pantai dan lain sebagainya. Sedangkan menurut Departemen Pekerjaan Umum (2007), abrasi merupakan pengikisan oleh hantaman gelombang laut yang menyebabkan berkurangnya areal daratan. Penyebab abrasi pantai dapat juga dari aktivitas bulan yang menyebabkan gelombang dan arus laut tertarik gravitasi dari bulan tersebut. Abrasi tidak terjadi secara seketika, melainkan terjadi dalam waktu yang lama akibat terjangan gelombang yang terus-menerus terjadi. Akibatnya, lambat laun pantai akan menyempit dan semakin mendekati pemukiman yang ada di sekitar. Dampak dari abrasi antara lain adalah penyusutan lebar pantai sehingga lahan penduduk menyempit; hilangnya tempat berkumpulnya ikan-ikan perairan pantai karena terkikisnya hutan bakau atau mangrove; kerusakan infrastruktur di sepanjang pantai, misalnya tiang listrik, dermaga, jembatan, jalan, dan lain-lain. Daerah pantai yang mengalami abrasi sangat sulit untuk dipulihkan kembali. Kerusakan pantai akibat abrasi dapat mengganggu mata pencaharian penduduk di sekitar, terutama yang berpotensi sebagai nelayan. Jika pantai yang mengalami abrasi tersebut tidak segera ditanggulangi, maka akan berakibat kerusakan pantai yang semakin parah. Akibat adanya abrasi tersebut, maka perlu adanya upaya-upaya pemulihan yang dilakukan untuk pemenuhan berbagai fungsi ekologis, ekonomi dan sosial

4 budaya yang dapat menjadi penunjang sistem penyangga kehidupan bagi daerah di sekitarnya (Granek dan Ruttenberg, 2008). Oleh karena itu, menurut Kairo et al.(2001) diperlukan komitmen terhadap pemanfaatan berkelanjutan untuk ekosistem tersebut. Keberadaan lahan pantai yang luas dengan kondisi tanah berpasir yang bersifat marjinal dan tandus serta cenderung kritis membutuhkan pengelolaan lahan yang baik, agar lahan pantai dengan luasan yang besar tersebut dapat berperan konservatif kemudian dapat dilanjutkan dengan peran produktifnya. Di sekitar Pantai Soge juga terdapat lahan kosong yang terbilang datar dan potensial untuk lahan budidaya pertanian. Akan tetapi, sebagian besar lahan kosong tersebut hanya digunakan sebagai lahan parkir para pengunjung Pantai Soge yang menurut warga setempat lebih menghasilkan. Pertumbuhan bangunan yang tidak terkendali juga dapat memberikan pengaruh negatif terhadap penataan ruang kawasan obyek wisata Pantai Soge yang akhirnya merusak potensi vista wisata pantai. Di area pantai (selatan JLS) terdapat bangunan gubuk gubukwarung milik sebagian warga dan juga pendatang dari luar daerah. Penataan kawasan di daerah tersebut perlu segera dilakukan untuk mengembalikan fungsinya, termasuk didalamnya penentuan zona yang digunakan untuk tujuan penanggulangan bencana maupun kelestarian sumberdaya alam.peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No. 17 Tahun 2008 tentang Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (WP3K) menjelaskan bahwa sempadan pantai merupakan salah satu kawasan konservasi yang harus dijaga kelestariannya, dilindungi, dan dimanfaatkan secara berkelanjutan. Sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya

5 proporsional dengan bentuk dan koordinasi fisik pantai, minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Berdasarkan peraturan tersebut, maka kawasan sempadan pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat tidak diperbolehkan digunakan untuk peruntukan lain termasuk adanya bangunan. Kebijakan ini akan semakin dipertegas dengan kondisi Pantai Soge yang letak muara Sungai Soge yang mudah berpindah. Sungai Soge mengalir dari arah utara dan berbatasan langsung dengan daratan yang merupakan pasir tambak. Pasir tambak tersebut terhimpit oleh muara sungai dan air laut. Fenomena perpindahan muara sungai yang acap kali mengubah bentuk daratan tersebut lebih dominan dipengaruhi oleh kekuatan gelombang pasang air laut dan bukan berasal dari limpahan arus Sungai Soge. Berdasarkan uraian diatas, dibutuhkan identifikasi penyebab abrasi dan kondisi wilayah meliputi kondisi fisik, kimia dan biologi tanah di Pantai Soge.Mengatasi hal ini, maka perlu adanya resolusi mengenai zonasi kawasan yang dapat berupa zonasi sederhana maupun kompleks, tergantung pada kondisi lingkungan setempat. Oleh karena itu, adanya pemikiran tentang perencanaan zonasi green belt dapat diarahkan untuk mereduksi abrasi dan menjaga eksistensi muara Pantai Soge. B. Perumusan Masalah Pantai Soge, merupakan kawasan pantai yang sangat berpotensi untuk mengalami abrasi. Dalam hal ini, perlu dipikirkan beberapa solusi yang dapat mereduksi terjadinya abrasi pantai, yaitu dengan menata dan merencanakan zonasi

6 green belt di sepanjang kawasan titik pasang air laut. Dengan demikian, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana upaya perencanaan dan penataan zonasi green belt dalam mereduksi tingkat abrasi Pantai Soge Pacitan? 2. Bagaimana pola tanam yang cocok untuk ditanam sebagai upaya dari zonasi green belt dalam mereduksi tingkat abrasi Pantai Soge Pacitan? 3. Jenis tanaman apa yang cocok ditanam sebagai upaya dari zonasi green belt dalam mereduksi tingkat abrasi Pantai Soge Pacitan? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk memberikan masukan kepada pihak terkait melalui penataan dan perencanaan zonasi green belt guna mereduksi terjadinya abrasi di Pantai Soge. Dengan demikian, tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi penyebab abrasi dan kondisi wilayah meliputi kondisi fisik, kimia dan biologi tanah pada Pantai Soge. 2. Menentukan zonasi perencanaan dan penataan green beltdipantai Soge Pacitan guna mereduksi tingkat abrasi. 3. Merekomendasikan penataan dengan green belt sebagai upaya untuk mereduksi abrasi Pantai Soge Pacitan.

7 D. Manfaat Masukan kepada Pihak Terkait Manfaat dari penelitian ini yaitu untuk memberikan rekomendasi masukan konsep perencanaan dan penataan zonasi green belt dalam mereduksi tingkat abrasi Pantai Soge kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Pacitan. E. Batasan Studi Studi mengenai perencanaan dan penataan zonasi green belt dalam mereduksi tingkat abrasi Pantai Soge Pacitan ini hanya difokuskan pada wilayah pesisir Pantai Soge, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Pacitan yang rawan terkena abrasi. F. Kerangka Pikir Penelitian Penelitian dilaksanakan menggunakan metode survei yang hasilnya dianalisis secara deskriptif. Analisis deskriptif merupakan prosedur pemecahan masalah dengan menggambarkan keadaan subyek atau obyek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang didapatkan dan upaya mencari hubungan satu fakta dengan fakta yang lainnya dalam aspek yang diteliti (Hadari Nawawi, 1995). Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer maupun sekunder yang berhubungan dengan kondisi fisik di kawasan pesisir Pantai Soge, Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur. Data tersebut terdiri dari peta orientasi, peta lokasi, letak geografis, topografi, jenis tanah dan iklim.

8 Kabupaten Pacitan Pantai Soge Desa Sidomulyo, Kecamatan Ngadirojo Kondisi Fisiografi Kondisi Eksisting Peta Rawan Bencana Perencanaan dan Penataan Zonasi Green Belt Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian Berdasarkan gambar 1, secara garis besar, kondisi fisiografi Kabupaten Pacitan berupa daerah pegunungan berkapur yang potensial sebagai lahan kering. Kabupaten Pacitan memiliki banyak pantai karena terletak pada kawasan Pantai Selatan. Karakteristik Pantai Selatan memiliki gelombang ombak yang besar yang berpotensi mengakibatkan abrasi.kondisi ini dapat mengancam kawasan Pantai Soge yang hanya memiliki luasan yang tergolong sempit dan memanjang dari barat ke timur. Menurut Mifta Damai R. (2014), diantara pantai-pantai di Kabupaten Pacitan tersebut, baru 5 pantai saja yang dikelola oleh pemerintah daerah. Salah satu dari pantai tersebut sudah dikelola oleh tiga pilar good governance, yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat. Sementara itu, pantai-pantai lain yang memiliki daya tarik tersendiri belum dikelola dengan baik oleh pemerintah.

9 Pengelolaan yang dimaksud baik berupa teknologi pencegahan bencanamaupun manajemen pengolahan aset belum sepenuhnya dilakukan terhadap pantai-pantai ini, termasuk Pantai Soge, Desa Sidomulyo, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Pacitan ini. Tiga pilar good governance yang ada di Pantai Soge belum seimbang karena antara pemerintah dengan masyarakat masih belum terdapat keselarasan. Masyarakat setempat masih sangat gigih dengan pendiriannya untuk mengelola kawasan pariwisata Pantai Soge. Hal ini dikarenakan adanya ketidakadilan pembagian aset antara pemerintah dengan masyarakat. Jika terdapat keselarasan antara pemerintah dengan masyarakat, maka sangat diharapkan untuk dapat memberikan PAD yang optimal, meningkatkan taraf hidup masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Beberapa hal tersebut belum dapat tercapai karena strategi pengembangan di kawasan Pantai Soge yang belum optimal. Berdasarkan gambar peta rawan bencana berikut ini, dapat dikaitkan dengan kondisi fisiografis dan kondisi eksisting Kabupaten Pacitan. Dalam gambar tersebut disebutkan angka 2, 3, 4, 9, 10, 11, 13 dan 16, yang menunjukkan bahwa daerah Kabupaten Pacitan berpotensi terjadi bencana, antara lain, gempa, banjir, longsor, epidemi, badai, kekeringan, tsunami dan kebakaran hutan.

10 Gambar 2. Peta Rawan Bencana Provinsi Jawa Timur Salah satu bencana yang rawan terjadi di daerah Kabupaten Pacitan terkait dengan penelitian ini adalah tsunami, karena Pacitan termasuk daerah pesisir pantai selatan Pulau Jawa yang lebih berpotensi untuk terjadi tsunami (gambar 2). Dengan adanya konsep perencanaan dan penataan zonasi green belt yang ini diharapkan mampu menjadi rekomendasi antisipasi dalam mereduksi tingkat abrasi yang terjadi di pantai-pantai Kabupaten Pacitan. Terjadinya bencana alam di kawasan pantai seperti gelombang pasang dan tsunami tersebut dapat menimbulkan kerugian yang tak terhingga mengharuskan adanya pembangunan hutan pantai yang selama ini terabaikan. Hutan pantai dapat diwujudkan melalui pembangunan jalur hijau pada sempadan pantai yang dapat berfungsi disamping sebagai perlindungan dari ancaman gelombang pasang juga dapat menjadi obyek wisata. Jenis tanaman yang sesuai dan dapat tumbuh di daerah pantai sebaiknyamemiliki kemampuan antara lain dapat menstabilkan lahan pasir di pantai serta tahan terhadap kondisi tanah dan pasir yang marjinal dan salin.