BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sekarang ini hiburan sangatlah penting bagi setiap orang. Hiburan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang menuntut untuk dipenuhi karena kebutuhan manusia itu sendiri bukan hanya kebutuhan fisik belaka, namun sebuah kebutuhan juga menyangkut kepuasan batin. Untuk sekarang ini saja hanya untuk sebuah hiburan, masyarakat rela mengeluarkan sejumlah uang hanya untuk memenuhi kepuasan batin tersebut. Tanpa hiburan manusia akan merasa bosan dan merasa dunia yang dijalaninya berputar seperti itu-itu saja. Selain itu film juga dapat memberikan sebuah informasi atau sudut pandang bagi penontonnya. Hiburan memiliki beragam jenis dan bentuk. Mulai dari hanya sekedar jalan-jalan, rekreasi, dan hangout yang tidak membutuhkan alat pemuas kebutuhan batin hingga hiburan seperti mendengarkan musik, menonton bioskop, menonton vcd atau dvd dll yang dalam teknisnya itu semua merupakan hiburan yang membutuhkan alat dalam pencapaian menuju pemuasan kebutuhan batin tersebut. Hiburan yang menggunakan alat salah satunya adalah film. Media film merupakan media hiburan yang paling banyak digemari oleh masyarakat atau khalayak umum dikarenakan media tersebut memiliki dua unsur yang menarik perhatian orang yaitu audio (suara) serta visual (gambar). Kedua elemen tersebut apabila digabungkan dapat memiliki efek yang luar biasa. 1
Unsur visual atau gambar dapat berpengaruh besar pada pola pikir orang yang melihatnya dan audio atau suara dapat berpengaruh besar terhadap psikologis orang yang mendengarkannya. Disamping itu media film sangat populer di khalayak luas. Media ini juga bisa diakses dengan mudah melalui internet, rental atau membeli film tersebut di toko-toko yang menjual film. Film juga bisa di konsumsi semua orang tanpa dibatasi oleh jenis kelamin, usia, dan sebagainya. Karena beberapa kemudahan yang telah disebutkan di atas maka pembuat film memiliki kesempatan untuk menjadikan media film menjadi media damai untuk menyuarakan ide, gagasan, pikiran, bahkan pandangan dalam menilai sesuatu. Dengan adanya media film juga pembuat film bisa secara tidak langsung menyelipkan sebuah ideologi kepada khalayak luas. Ini membuat khalayak yang tidak memiliki dasar ideologi yang kuat akan terpengaruh oleh sudut pandang tersebut yang lama kelamaan akan berpengaruh kepada lingkungannya juga. Media film juga merupakan media yang memiliki tingkat keberhasilan persuasif yang cukup tinggi, ini bisa dibuktikan dari fenomena-fenomena yang sekarang tengah terjadi dimasyarakat. Banyak sekali film-film sekarang yang banyak mengangkat isu-isu sosial, kritikan-kritikan dan sebagainya. Salah satunya adalah feminisme khususnya patriarki. Dengan media film ini penonton akan disuguhkan ideologi dari film tersebut. Terutama penonton anak kecil dan remaja yang mudah sekali terpengaruh dengan apa yang mereka lihat, dengarkan dan rasakan. 2
Dalam sebuah film lambang atau icon sangatlah memiliki peran penting dalam penyampaian pesan dari apa yang diinginkan pembuat film kepada khalayak atau penonton. Lambang juga mengartikan benda, tanda atau sesuatu menjadi suatu pesan yang ingin disampaikan kepada khalayak. Tidak jarang lambang tersebut mengalami miss communication dari struktur pemikiran apa yang diinginkan pembuat film menjadi struktur pemikiran yang lain. Pemahaman penonton atau keberhasilan penyampaian pesan oleh si pengirim yang disini adalah pembuat film sangatlah penting karena jika penonton atau khalayak salah menginterpretasikan maksud dari tanda tersebut dapat menyebabkan salah kaprah, salah presepsi, penolakan dan yang paling ekstrim adalah adanya perlawanan. Terutama bagi penonton yang awam akan tanda, simbol, icon-icon dan perwujudan bentuk tanda yang lainnya yang biasa kita sebut dengan istilah semiotik. Miss communication juga bisa tercipta akibat dari pengalaman seseorang yang pernah dia alami. Karena pengalaman setiap orang berbeda dari satu orang dengan yang lainnya. Ilmu yang mempelajari tentang semiotik adalah semiotika. Semiotika berasal dari kata Semeon σηµειωτικός, semeio-tikos, yang artinya an interpreter of sign. Kata semiotika tersebut berasal dari kata atau dari bahasa Yunani. Jadi, semiotika adalah ilmu tentang tafsir tanda, termasuk pula sistem tanda. Terdapat beberapa orang yang serius dalam mempelajari ilmu semiotika tersebut, salah satunya adalah Roland Barthes. Pemikir Roland Barthes beranggapan bahwa bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu (Alex Sobur, 2009 : 63). 3
Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca (the reader). Konotasi walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes menjelaskan apa yang sering disebut sebagai sistem pemaknaan tataran ke-dua, yang dibangun diatas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sistem ke-dua ini oleh barthes disebut dengan konotatif, yang di dalam Mythologies-nya secara tegas ia bedakan dari denotatif atau sistem pemaknaan tataran pertama (Alex Sobur, 2009 : 68-69). Tidak seperti Saussure yang hanya membahas tentang makna tanda pada tataran pertama, Roland Barthes juga menyinggung soal mitos, yakni kepercayaan yang dibuat oleh konstruksi sosial di suatu lingkungan tertentu yang dimana dia asumsikan sebagai makna tanda pada tataran kedua. Yang membedakan dari penelitian semiotik lain dengan penelitian semiotik ini adalah kebanyakan penelitian semiotik yang membahas patriarki fokus tentang perempuan yang dijadikan alat demi mencapai kepuasan lakilaki, atau hanya menyinggung tentang unsur seks saja. Tapi pada penelitian ini masalah yang akan dibahas lebih kompleks dimana perempuan bukan hanya dijadikan budak seks saja melainkan karena sistem patriarki yang berjalan dimasyarakat membuat perempuan terkalahkan dalam berbagai bidang seperti politik, budaya, sosial, ekonomi, bahkan psikologisnya. Itu membuat penelitian ini layak untuk dipelajari lebih dalam lagi. Sebutan feminis atau seorang feminis yaitu orang yang menganut paham feminisme. Merupakan sebuah gagasan kesetaraan wanita terhadap laki-laki. Secara etimologis feminis berasal dari kata femme (woman) berarti perempuan (tunggal) yang berjuang untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan (jamak), sebagai kelas sosial. Dalam pengertian yang paling luas feminis adalah gerakan kaum wanita untuk menolak segala sesuatu yang 4
dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan dominan, baik dalam bidang politik dan ekonomi maupun kehidupan sosial pada umumnya. Berbicara tentang wanita merupakan masalah yang kompleks. Sekarang ini kita tidak lagi membahas wanita yang selalu diatur atau menurut. Tetapi kompleksitas disini adalah berbicara tentang cara bertingkah wanita di dunia nyata. Seperti yang kita ketahui dunia perempuan tidak hanya tampak sebagai dunia yang independen yang dibentuk oleh sifat wanita itu sendiri. Tapi dunia wanita sangat dipengaruhi oleh dunia laki-laki. Kondisi ini terjadi dalam jangka waktu yang panjang, kemudian berpengaruh pada mainset laki-laki sebagai orang yang lebih unggul atau berada diatas posisinya sedangkan perempuan sebagai makhluk kedua, bahkan tidak dianggap. Kondisi ini memberikan dampak terhadap adanya atau tidak adanya kesetaraan gender dalam kondisi tersebut. Sebagaimana dinyatakan oleh Lois Tyson (2006 : 86) kaum feminis tidak menyangkal perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan, nyatanya banyak wanita yang menyukai perbedaan tersebut. Tapi mereka tidak setuju bahwa perbedaan seperti ukuran fisik, bentuk dan sifat laki-laki membuat mereka secara alami lebih hebat dari wanita misalnya lebih cerdas, lebih logis, memimpin dengan lebih berani atau bahkan lebih baik. Sehingga feminisme membedakan antara sex (jenis kelamin) yang mengacu pada perbedaan biologis kita sebagai laki-laki dan perempuan, dengan kata gender yang mengacu pada perbedaan antara feminin dan maskulin. Dengan kata lain perempuan tidak selalu dilahirkan feminin, dan 5
laki-laki tidak selalu dilahirkan maskulin. Sebaliknya kategori-kategori gender dibangun oleh masyarakat. Mengapa pandangan terhadap gender merupakan salah satu contoh dengan apa yang disebut konstruksi sosial. Konstruksi sosial telah menunjukkan pria yang membentuk dunia wanita. Dengan demikian keberadaan perempuan di dunia lebih pada otoritas pria yang menilai wanita dari biologisnya saja yang berbeda sebagai kekurangan dan bukan sebagai sifat wanita. Kepercayaan bahwa laki-laki lebih unggul membuat patriarkal mengambil tempat yang luas di masyarakat. Menurut Collins lanjutan kamus bahasa inggris (2009) patriarkal adalah merupakan suatu sistem dimana laki-laki memiliki semua atau sebagian besar kekuatan dan kepentingan. Singkat kata dapat dikatakan bahwa perempuan adalah objek superioritas laki-laki. Dalam sistem patriarki, laki-laki mememegang peranan penting, karena laki-laki di ibaratkan menjadi pusat. Laki-laki memiliki otoritas lebih dibanding perempuan. Laki-laki merupakan pihak yang memiliki peran dalam mengambil keputusan. Menurut Lois Tyson (2006 : 89) dalam bukunya Critical Theory Today A User-Friendly Guide Second Edition menjelaskan bahwa sistem patriarki juga membagi wanita menjadi dua tipe yaitu tipe good girl atau wanita yang disini dijelaskan menjadi wanita yang penurut, sabar, lemah, sederhana, dan malu-malu serta tipe bad girl dimana wanita dalam tipe ini dijelaskan menjadi wanita yang kuat, percaya diri, yakin akan kemampuan diri sendiri, serta agresif. 6
Dalam cerita dongeng seperti Snow White, Sleeping Beauty dan Cinderella diceritakan bahwa seorang putri yang cantik jelita, muda, memiliki sifat penyayang, sabar, lemah dan sederhana yang memiliki masalah atau dijebak oleh seorang bad girl entah itu berupa seorang ratu yang jahat, yang serakah, penyihir atau saudara tiri dan ibu tiri yang selalu menyiksa si tokoh utama yang bertipe good girl. Dan tentu saja disana tidak akan terlewatkan akan adanya seorang pangeran tampan yang akan menyelamatkan seorang putri yang cantik jelita tersebut dari sebuah masalahnya dan menikahi putri tersebut lalu akan hidup bahagia selama-lamanya. Dari alur cerita atau plot dongeng diatas dapat dijelaskan bahwa seorang laki-laki merupakan jaminan kebahagiaan seorang perempuan. Tanpa adanya pangeran tampan yang memiliki sifat pemberani dan baik hati tersebut maka kehidupan seorang putri tentu akan tetap menderita selamanya. Snow White and The Huntsman merupakan salah satu film produksi Hollywood yaitu Universal Studio. Film ini diproduksi tahun 2012, menceritakan dongeng terkenal asal Jerman yang bernama Snow White and Seven Dwarfs. Cerita dongeng yang di buat ulang kembali ini menandakan bahwa cerita rakyat atau cerita dongeng tersebut masih eksis di masyarakat. Selain itu film Snow White and The Huntsman karya Ruppert Sander merupakan versi dongeng Snow White yang paling akhir atau yang paling update karena dirilis tahun 2012. Itu mencerminkan bahwa sistem patriarki masih berkembang secara terus menerus dalam masyarakat luas hingga saat ini. Karena sebuah film mencerminkan lingkungan sosial dimana film itu dibuat, dan dilihat dari produksi perilisan yang disebarkan diseluruh dunia 7
menandakan bahwa film tersebut atau dongeng tersebut diterima di seluruh negara didunia. Itulah alasan mengapa film ini dijadikan objek penelitian. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan, peneliti ingin membahas semiotik lebih dalam hingga tataran kedua, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut : Apakah terdapat unsur-unsur dominasi lakilaki (patriarki) terhadap perempuan yang ada dalam film Snow White and The Huntsman karya sutradara Rupert Sanders? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui apakah terdapat unsur-unsur dominasi laki-laki (patriarki) terhadap perempuan yang ada dalam film Snow White and The Huntsman karya sutradara Rupert Sanders tersebut. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan bahan referensi bagi kajian ilmu komunikasi terlebih tentang feminisme, khususnya adanya dominasi laki-laki terhadap perempuan dalam berbagai bidang di kehidupan sehari-hari seperti politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang dapat disebut sebagai sistem patriarki serta memberikan kontribusi akademis tentang analisis deskriptif yang berguna bagi peneliti maupun pihak-pihak yang berkepentingan. 8
2. Manfaat Praktis Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran, informasi atau pesan serta menjadi suatu wacana untuk khalayak dan sebagai bahan referensi untuk penelitian-penelitian semiotik Roland Barthes selanjutnya, bahwa dicurigai hingga sekarang ini sistem patriarki tersebut masih eksis dan berjalan dengan baik di masyarakat. 9
10