MEWUJUDKAN PENGEMBANGAN DESA PASCA UU 6/2014 TENTANG DESA

dokumen-dokumen yang mirip
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex Et Societatis Vol. V/No. 9/Nov/2017

MEMBANGUN DAN MEMBERDAYAKAN DESA MELALUI UNDANG-UNDANG DESA Oleh : Mardisontori, LLM *

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG,

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BUPATI MAMUJU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Pemajuan Kebudayaan Nasional Indonesia secara menyeluruh dan terpadu; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PENATAAN RUANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN A. Definisi Penataan Ruang dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR : 01 TAHUN 2016

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

KEPALA DESA CIBITUNG KECAMATAN CIBITUNG KABUPATEN SUKABUMI PERATURAN DESA CIBITUNG NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROGRAM LEGISLASI NASIONAL TAHUN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBANGUNAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU

BUPATI FLORES TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun BAB 1 PENDAHULUAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN HUKUM ATAS MEKANISME PENYALURAN, PENGGUNAAN, DAN PELAPORAN SERTA PERTANGGUNGJAWABAN DANA DESA. Sumber : id.wordpress.com

BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2013 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KERJA SAMA DESA

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN

Pengelolaan. Pembangunan Desa Edisi Desember Buku Bantu PENGANGGARAN PELAKSANAAN PERENCANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 04 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : TAHUN 2009 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

Pengelolaan. Pembangunan Desa. Buku Bantu PENGANGGARAN PELAKSANAAN PERENCANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PELAPORAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

CUPLIKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

UU No. 6 Tahun 2014 kesatuan masyarakat hukum berwenang untuk mengatur dan mengurus

KEPALA DESA LICIN KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DESA LICIN NOMOR 7 TAHUN 2015 T E N T A N G

AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000)

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH

PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG:

BUPATI BANYUMAS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 5539) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan ata

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

KEPALA DESA CABAK KECAMATAN TLOGOWUNGU KABUPATEN PATI PERATURAN DESA CABAK NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN

Transkripsi:

MEWUJUDKAN PENGEMBANGAN DESA PASCA UU 6/2014 TENTANG DESA AKHMAD MUQOWAM KETUA PANSUS RUU DESA/ ANGGOTA KOMISI II DPR-RI Disampaikan pada : Dialog Nasional Forum Pengembangan Wilayah dan Perdesaan Berkelanjutan. Jakarta, 20 Mei 2014

UNDANG UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA

LATAR BELAKANG Desa ada jauh sebelum negara ada. Desa menjadi wadah tumbuh dan berkembangnya nilai-nilai kehidupan masyarakat Indonesia yang telah berlangsung berabad-abad lamanya. Desa telah memiliki tata kelola kehidupan mereka untuk kepentingan anggota masyarakatnya. Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum terkecil setelah individu dan keluarga membentuk bangsa dan negara RI. Kesejahteraan bangsa dan negara sangat ditentukan oleh tingkat kesejahteraan masyarakat desa, sebab sebagian besar masyarakat Indonesia berada di Desa.

PROBLEMATIKA PEMBANGUNAN PERDESAAN Politik hukum tentang Desa dalam beberapa dasawarsa belakangan ini mengabaikan Desa sebagai ujung tombak atau garda terdepan pembangunan bangsa. Desa hanya menjadi obyek dari penyelenggaraan pemerintahan dan pembanguan yang diselenggarakan oleh Pemerintah. Pada saat ini desa identik dengan kemiskinan, ketertinggalan, dan tidak layak untuk menjadi pilihan tempat tinggal dan mencari kehidupan. UU Desa mengembalikan posisi Desa sebagai elemen yang paling menentukan dalam membangun bangsa dan membela negara melalui pencitaan ketahanan ekonomi, sosial, politik yang berbasis pada kekayaan sumber daya alam dan sosial yang dimiliki oleh masyarakat Desa. Desa dipercaya mampu untuk mengembangkan diri dan ikut menentukan kemajuan bangsa apabila mendapatkan pengakuan yang memadai secara hukum.

Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; bahwa dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera;

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional telah menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional yang merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya pemerintahan negara Indonesia. Desa yang memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentinganmasyarakat berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kukuh dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Tujuan ditetapkannya pengaturan Desa dalam Undang-Undang merupakan penjabaran lebih lanjut dari ketentuan dalam Pasal 18 ayat (7) dan Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu:

RUANG LINGKUP Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.

ASPEK FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, HISTORIS DAN YURIDIS UU DESA Desa memiliki hak asal-usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kukuh dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera; Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan perlu diatur tersendiri dengan undang-undang

Desa basis penghidupan masyarakat dan Desa mempunyai kearifan lokal (untuk keseimbangan dan keberlanjutan). Bangunan Hukum Desa merupakan fundamen bagi tatanegara Indonesia; UU Desa sebagai instrumen untuk membangun visi kehidupan baru Desa yang mandiri (basis NKRI, subyek pembangunan, perencanaan di bawah, pelayanan publik, pemerataan pembangunan, kepercayaan dan prakarsa, kapasitas desa, arena pembelajaran bagi PemDes, partisipasi masyarakat, effisensi pembangunan, menggerakkan ekonomi lokal), demokratis (demokrasi adalah nilai dan sistem yang memberi bingkai tata pemerintahan Desa), dan sejahtera (layanan dasar dan pembangunan desa dengan basis pada potensi lokal.

UUD NRI 1945 Pasal 18 1. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerahdaerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiaptiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undangundang. 2. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. 3. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggotaanggotanya dipilih melalui pemilihan umum. 4. Gubernur, Bupati, dan Walikota masingmasing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. 5. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluasluasnya,kecuali urusan pemerintahan yang oleh undangundang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. 6. Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturanperaturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. 7. Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undangundang.

UUD NRI 1945 Pasal 18 B 1. Negara mengakui dan menghormati satuansatuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undangundang. 2. Negara mengakui dan menghormati kesatuankesatuan masyarakat hukum adat beserta hakhak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undangundang.

PENGATURAN DESA 1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok Pemerintahan Daerah, 2. Undang-Undang Nomor 1 tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, 3. Undang Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, 4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desa Praja, 5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Di Daerah, 6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, 7. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan terakhir dengan 8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

UUD NRI TAHUN 1945 DAN DESA Konsekuensinya mendefinisikan hubungan antara negara dan desa, yaitu: Rekognisi, Subsidiaritas, dan Delegasi. Rekognisi : Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat seperti desa, nagari, gampong, banua, lembang, pakraman atau sebutan lain. 13

Subsidiaritas : bahwa desa (sebagai organisasi yang paling bawah dan dekat dengan masyarakat) mempunyai kemandirian dan otoritas untuk menyelesaikan masalah maupun mengaturmengurus kepentingan masyarakat yang berskala lokal. Urusan atau masalah berkala lokal sebaik mungkin diselesaikan di level desa, tidak perlu ditarik ke atas. Kecuali terhadap perkara yang nyata-nyata pidana atau perdata, dan/ atau jika desa tidak mampu menyelesaikannya, maka negara (atau level yang lebih tinggi) hadir membantu desa. Delegasi : Pelimpahan sebagian urusan pemerintahan (yang sudah berhenti di kabupaten/kota) yang terkait dengan pelayanan publik kepada desa, sehingga menjadi pengikat hubungan antara negara atau supra desa dengan desa, agar desa tidak lepas dari negara. Kepentingan negara bisa dimasukkan ke dalam desa melalui delegasi, tetapi delegasi tidak boleh melebihi rekognisi dan subsidiaritas.

TUJUAN PENGATURAN DESA memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia

melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat Desa; mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan bersama; membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab

meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum; meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Desa guna mewujudkan masyarakat Desa yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional;

memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional; dan memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek pembangunan.

ASAS rekognisi, yaitu pengakuan terhadap hak asal usul; subsidiaritas, yaitu penetapan kewenangan berskala lokal dan pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat Desa; keberagaman, yaitu pengakuan dan penghormatan terhadap sistem nilai yang berlaku di masyarakat Desa, tetapi dengan tetap mengindahkan sistem nilai bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; kebersamaan, yaitu semangat untuk berperan aktif dan bekerja sama dengan prinsip saling menghargai antara kelembagaan di tingkat Desa dan unsur masyarakat Desa dalam membangun Desa; kegotongroyongan, yaitu kebiasaan saling tolongmenolong untuk membangun Desa;

kekeluargaan, yaitu kebiasaan warga masyarakat Desa sebagai bagian dari satu kesatuan keluarga besar masyarakat Desa; musyawarah, yaitu proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat Desa melalui diskusi dengan berbagai pihak yang berkepentingan; demokrasi, yaitu sistem pengorganisasian masyarakat Desa dalam suatu sistem pemerintahan yang dilakukan oleh masyarakat Desa atau dengan persetujuan masyarakat Desa serta keluhuran harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa diakui, ditata, dan dijamin; kemandirian, yaitu suatu proses yang dilakukan oleh Pemerintah Desa dan masyarakat Desa untuk melakukan suatu kegiatan dalam rangka memenuhi kebutuhannya dengan kemampuan sendiri; partisipasi, yaitu turut berperan aktif dalam suatu kegiatan; kesetaraan, yaitu kesamaan dalam kedudukan dan peran; pemberdayaan, yaitu upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat Desa melalui penetapan kebijakan, program, dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa; dan keberlanjutan, yaitu suatu proses yang dilakukan secara terkoordinasi, terintegrasi, dan berkesinambungan dalam merencanakan dan melaksanakan program pembangunan Desa.

PENATAAN DESA Penataan Desa (Pasal 7 ayat 4) meliputi: a. pembentukan; b. penghapusan; c. penggabungan; d. perubahan status; dan e. penetapan Desa.

Pembentukan, penghapusan, penggabungan, dan/atau perubahan status Desa menjadi kelurahan atau kelurahan menjadi Desa ditetapkan dalam Peraturan Daerah. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang pembentukan, penghapusan, penggabungan, dan perubahan status Desa menjadi kelurahan atau kelurahan menjadi Desa diundangkan setelah mendapat nomor registrasi dari Gubernur dan kode Desa dari Menteri. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota disertai lampiran peta batas wilayah Desa.

PEMBANGUNAN DESA DAN PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN Pembangunan Desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Pemerintah Desa wajib menginformasikan perencanaan dan pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa, Rencana Kerja Pemerintah Desa, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa kepada masyarakat Desa melalui layanan informasi kepada umum dan melaporkannya dalam Musyawarah Desa paling sedikit 1 (satu) tahun sekali.

PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN Pembangunan Kawasan Perdesaan merupakan perpaduan pembangunan antar-desa dalam 1 (satu) Kabupaten/ Kota. Pembangunan Kawasan Perdesaan meliputi: 1. penggunaan dan pemanfaatan wilayah Desa dalam rangka penetapan kawasan pembangunan sesuai dengan tata ruang Kabupaten/Kota; 2. pelayanan yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan; 3. pembangunan infrastruktur, peningkatan ekonomi perdesaan, dan pengembangan teknologi tepat guna; dan 4. pemberdayaan masyarakat Desa untuk meningkatkan akses terhadap pelayanan dan kegiatan ekonomi.

Rancangan pembangunan Kawasan Perdesaan dibahas bersama oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan Pemerintah Desa. Rencana pembangunan Kawasan Perdesaan ditetapkan oleh Bupati/Walikota sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah.

Pembangunan Kawasan Perdesaan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan/atau pihak ketiga yang terkait dengan pemanfaatan Aset Desa dan tata ruang Desa wajib melibatkan Pemerintah Desa.

Kerja sama antar-desa meliputi: 1. pengembangan usaha bersama yang dimiliki oleh Desa untuk mencapai nilai ekonomi yang berdaya saing; 2. kegiatan kemasyarakatan, pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat antar-desa; dan/atau 3. bidang keamanan dan ketertiban.

Sejalan dengan tuntutan dan dinamika pembangunan bangsa, perlu dilakukan pembangunan Kawasan Perdesaan, merupakan perpaduan pembangunan antar-desa dalam satu Kabupaten/Kota sebagai upaya mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat Desa di Kawasan Perdesaan melalui pendekatan pembangunan partisipatif. Rancangan pembangunan Kawasan Perdesaan dibahas bersama oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan Pemerintah Desa.

UNDANG UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG TATA RUANG

bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan negara kepulauan berciri Nusantara, baik sebagai kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, maupun sebagai sumber daya, perlu ditingkatkan upaya pengelolaannya secara bijaksana, berdaya guna, dan berhasil guna dengan berpedoman pada kaidah penataan ruang sehingga kualitas ruang wilayah nasional dapat terjaga keberlanjutannya demi terwujudnya kesejahteraan umum dan keadilan sosial sesuai dengan landasan konstitusional Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya Jenis Kawasan : Lindung, Budidaya, Perdesaan, Agropolitan, Perkotaan, Metropolitan, Megapolitan, Strategis Nasional, Strategis (Nasional, Propinsi, Kabupaten/Kota) Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan: 1. terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; 2. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan 3. terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang

TUGAS DAN WEWENANG Negara menyelenggarakan penataan ruang untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dalam melaksanakan tugas, negara memberikan kewenangan penyelenggaraan penataan ruang kepada Pemerintah dan pemerintah daerah. Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan dengan tetap menghormati hak yang dimiliki orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

KLASIFIKASI PENATAAN RUANG Penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan

PERENCANAAN TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten mengacu pada: Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan rencana tata ruang wilayah provinsi; pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang; dan rencana pembangunan jangka panjang daerah. Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten harus memperhatikan: perkembangan permasalahan provinsi dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang kabupaten; upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi kabupaten; keselarasan aspirasi pembangunan kabupaten; daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup; rencana pembangunan jangka panjang daerah; rencana tata ruang wilayah kabupaten yang berbatasan; dan rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten

Rencana tata ruang wilayah kabupaten memuat: tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten; rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang meliputi sistem perkotaan di wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan dan sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten; rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi kawasan lindung kabupaten dan kawasan budi daya kabupaten; penetapan kawasan strategis kabupaten; arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.

Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi pedoman untuk: 1. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah; 2. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah; 3. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten; 4. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antarsektor; 5. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan 6. penataan ruang kawasan strategis kabupaten

Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi dasar untuk penerbitan perizinan lokasi pembangunan dan administrasi pertanahan Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundangundangan dan/atau perubahan batas teritorial negara, wilayah provinsi, dan/atau wilayah kabupaten yang ditetapkan dengan Undang- Undang, rencana tata ruang wilayah kabupaten ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

PENATAAN RUANG KAWASAN PERDESAAN Penataan ruang kawasan perdesaan diarahkan untuk: pemberdayaan masyarakat perdesaan; pertahanan kualitas lingkungan setempat dan wilayah yang didukungnya; konservasi sumber daya alam; pelestarian warisan budaya lokal; pertahanan kawasan lahan abadi pertanian pangan untuk ketahanan pangan; dan penjagaan keseimbangan pembangunan perdesaan-perkotaan

Ketentuan mengenai pelindungan terhadap kawasan lahan abadi pertanian pangan diatur dengan Undang-Undang. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4725) memerintahkan perlunya perlindungan terhadap kawasan lahan abadi pertanian pangan yang pengaturannya dengan Undang-Undang Penataan ruang kawasan perdesaan diselenggarakan pada: 1. kawasan perdesaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten; atau 2. kawasan yang secara fungsional berciri perdesaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten pada satu atau lebih wilayah provinsi. Kawasan perdesaan dapat berbentuk kawasan agropolitan. Ketentuan lebih lanjut mengenai penataan ruang kawasan perdesaan dan kawasan agropolitan diatur dengan peraturan pemerintah.

Rencana tata ruang kawasan perdesaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten adalah bagian rencana tata ruang wilayah kabupaten. Penataan ruang kawasan perdesaan dalam 1 (satu) wilayah kabupaten dapat dilakukan pada tingkat wilayah kecamatan atau beberapa wilayah desa atau nama lain yang disamakan dengan desa yang merupakan bentuk detail dari penataan ruang wilayah kabupaten. Rencana tata ruang kawasan perdesaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten merupakan alat koordinasi dalam pelaksanaan pembangunan yang bersifat lintas wilayah. Rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berisi struktur ruang dan pola ruang yang bersifat lintas wilayah administratif.

UU 32/2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP 1. melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; 2. menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia; 3. menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem; 4. menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup; 5. mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup; 6. menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan; 7. menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia; 8. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana; 9. mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan 10.mengantisipasi isu lingkungan global.

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi: a. perencanaan; b. pemanfaatan; c. pengendalian; d. pemeliharaan; e. pengawasan; dan f. penegakan hukum.

TATA RUANG Untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat, setiap perencanaan tata ruang wilayah wajib didasarkan pada KLHS. Perencanaan tata ruang wilayah ditetapkan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

UU 41/2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah sistem dan proses dalam merencanakan dan menetapkan, mengembangkan, memanfaatkan dan membina, mengendalikan, dan mengawasi lahan pertanian pangan dan kawasannya secara berkelanjutan. Kawasan Perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan diselenggarakan dengan tujuan: 1. melindungi kawasan dan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan; 2. menjamin tersedianya lahan pertanian pangan secara berkelanjutan; 3. mewujudkan kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan; 4. melindungi kepemilikan lahan pertanian pangan milik petani; 5. meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan petani dan masyarakat; 6. meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan petani; 7. meningkatkan penyediaan lapangan kerja bagi kehidupan yang layak; 8. mempertahankan keseimbangan ekologis; dan 9. mewujudkan revitalisasi pertanian.

Perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan disusun baik di tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota terdiri atas: a. perencanaan jangka panjang; b. perencanaan jangka menengah; dan c. perencanaan tahunan.

Perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan diawali dengan penyusunan usulan perencanaan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota. Usulan perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dapat diajukan oleh masyarakat untuk dimusyawarahkan dan dipertimbangkan bersama pemerintah desa, kecamatan, dan kabupaten/kota.

Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dilakukan dengan penetapan: a. Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan; b. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di dalam dan di luar Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan; dan c. Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan di dalam dan di luar Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan Nasional diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan provinsi diatur dalam Peraturan Daerah mengenai rencana tata ruang wilayah provinsi. Penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan kabupaten/kota diatur dalam Peraturan Daerah mengenai rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota. Penetapan kawasan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara, persyaratan, dan kriteria penetapan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dalam Peraturan Pemerintah.

Lahan yang sudah ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dilindungi dan dilarang dialihfungsikan. Dalam hal untuk kepentingan umum, Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dapat dialihfungsikan, dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pengalihfungsian Lahan yang sudah ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan untuk kepentingan umum hanya dapat dilakukan dengan syarat: a. dilakukan kajian kelayakan strategis; b. disusun rencana alih fungsi lahan; c. dibebaskan kepemilikan haknya dari pemilik; dan d. disediakan lahan pengganti terhadap Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang dialihfungsikan. Dalam hal terjadi bencana sehingga pengalihan fungsi lahan untuk infrastruktur tidak dapat ditunda, persyaratan tidak diberlakukan.

Perlindungan lahan pertanian pangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam penataan ruang wilayah. Untuk itu, perlindungan lahan pertanian pangan perlu dilakukan dengan menetapkan kawasan-kawasan pertanian pangan yang perlu dilindungi. Kawasan pertanian pangan merupakan bagian dari penataan kawasan perdesaan pada wilayah kabupaten. Dalam kenyataannya lahan-lahan pertanian pangan berlokasi di wilayah kota juga perlu mendapat perlindungan. Perlindungan kawasan pertanian pangan dan lahan pertanian pangan meliputi perencanaan dan penetapan, pengembangan, penelitian, pemanfaatan dan pembinaan, pengendalian, pengawasan, pengembangan sistem informasi, perlindungan dan pemberdayaan petani, peran serta masyarakat, dan pembiayaan. Perlindungan kawasan dan lahan pertanian pangan dilakukan dengan menghargai kearifan budaya lokal serta hak-hak komunal adat.

IMPLIKASI PELAKSANAAN UU DESA MEMBERIKAN SOLUSI ATAS DISPARITAS PEMBANGUNAN INDONESIA : DESA VS KOTA, BAHKAN DISPARITAS PEMBANGUNAN WILAYAH DAN KEMISKINAN. SEBAGAI PARADIGMA BARU DALAM PEMBANGUNAN DI INDONESIA YANG MENDASARKAN DIRI PADA BLOK- KEWILAYAHAN (DESA). PERUBAHAN REGULASI PERUNDANGAN AL : UU KEUANGAN NEGARA, UU PEMERINTAH DAERAH, UU HUBUNGAN KEUANGAN PUSAT DAERAH, UU RPJM. PENYESUAIAN/ KOORDINASI-HARMONISASI AL : UU PENATAAN RUANG, UU PERTANIAN LAHAN BERKELANJUTAN, DAN UU PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LH.

STRATEGI IMPLEMENTASI UU DESA Daniel A. Mazmanian dan Paula A. Sabatier, 1983, 3 Variabel yang mempengaruhi Implementasi : 1. Karakteristik Masalah 2. Karakter Kebijakan/ Undang-Undang 3. Variabel Lingkungan Strategis/ Non Peraturan.

KARAKTERISTIK MASALAH 1. Ketersediaan Teknis dan Pengetahuan 2. Tingkat Kemajemukan Kelompok Sasaran 3. Sifat Populasi/ Prosentase Kelompok Sasaran terhadap Total Populasi 4. Derajat Perubahan Yang diharapkan

KARAKTERISTIK KEBIJAKAN 1. Dukungan Ilmu Pengetahuan 2. Alokasi Sumberdaya Keuangan terhadap Kebijakan/ Program 3. Dukungan Berbagai Kebijakan 4. Institusi Pelaksana 5. Kejelasan dan Konsistensi Aturan 6. Tingkat Komitmen Aparat thd Tujuan Kebijakan/ Program 7. Akses Kelompok Luar untuk Berpartisipasi dalam Implementasi

LINGKUNGAN KEBIJAKAN 1. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat 2. Dukungan Publik Terhadap Kebijakan 3. Sikap dari Kelompok Sasaran 4. Dukungan Kewenangan 5. Komitmen dan Ketrampilan dari Aparat dan Pejabat Pelaksana

PROSES IMPLEMENTASI 1. KELUARAN REGULASI /KEBIJAKAN DAN ORGAN PELAKSANA 2. KESESUAIAN KELUARAN REGULASI/ KEBIJAKAN DENGAN KELOMPOK SASARAN 3. DAMPAK AKTUAL KELUARAN REGULASI/ KEBIJAKAN 4. DAMPAK YANG DIPERKIRAKAN DAN PERBAIKAN.