BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana terkandung dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi Indonesia tidak bisa lepas dari dasar falsafah

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kebutuhan yang mutlak, oleh para pelaku pembangunan baik. disalurkan kembali kepada masyarakat melalui kredit.

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)

BAB I PENDAHULUAN. Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasaarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan. strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

BAB I PENDAHULUAN. adanya modal dalam mengembangkan unit usaha yang sedang dijalankan,

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. akan mati, jadi wajar apapun yang terjadi di masa depan hanya dapat direka reka. itu tidak dapat diperkirakan kapan terjadinya.

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan semakin meningkatnya kegiatan pembangunan Nasional, peran

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam

BAB I PENDAHULUAN. menunculkan bidang-bidang yang terus berkembang di berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat

PELAKSANAAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BANK RAKYAT INDONESIA (BRI) KC SOLO KARTASURA

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

TINJAUAN HUKUM PENOLAKAN PERMOHONAN KREDIT BANK TERHADAP NASABAH (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (Persero) Cabang Solo Kartasura)

GADAI DAN HAK KEBENDAAN TINJAUAN YURIDIS GADAI SEBAGAI HAK KEBENDAAN UNTUK JAMINAN KREDIT

BAB I PENDAHULUAN. terutama oleh instansi-instansi yang menurut Undang-Undang mempunyai

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

BAB I PENDAHULUAN. atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

PELAKSANAAN NOVASI SEBAGAI UPAYA PENYELESAIAN KREDIT MACET OLEH BANK

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI ATAS DI PD BPR BANK BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,

BAB I PENDAHULUAN. tidaklah semata-mata untuk pangan dan sandang saja, tetapi mencakup kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dalam menunjang pertumbuhan ekonomi negara. Bank adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Jadi dalam pembangunan, masing-masing masyarakat diharap dapat. Indonesia yaitu pembangunan di bidang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PROSES JUAL BELI PERUMAHAN SECARA KREDIT

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar. Sektor sektor ekonomi yang menopang perekonomian di Indonesia

ASPEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA (BTN) PERSERO

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, dalam

PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DI KOPERASI JASA KEUANGAN SYARIAH KHASANAH, SIDOHARJO WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang dilaksanakan saat ini adalah pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

TANGGUNG JAWAB PERUM PEGADAIAN TERHADAP PENJUALAN (LELANG) BARANG GADAI

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam sistem perekonomian. Menurut Undang Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

TINJAUAN PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT BANK DI BPR BKK Capem BATURETNO Kab. WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis moneter yang berkembang menjadi krisis ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan perkembangan-perkembangan yang terjadi di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bangsa Indonesia. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh bank sebagai suatu lembaga keuangan, sudah semestinya. hukum bagi semua pihak yang berkepentingan.

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. dan perdagangan sehingga mengakibatkan beragamnya jenis perjanjian

PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK ATAS PENSIUN

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara pihak-pihak yang. pembayaran bagi semua sektor perekonomian. 1

BAB I PENDAHULUAN. patut, dinyatakan sebagai penyalahgunaan hak. 1 Salah satu bidang hukum

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan Pembangunan Nasional, peranan pihak swasta dalam kegiatan pembangunan semakin ditingkatkan juga. Sebab pihak swasta juga mempunyai andil yang besar bagi pembangunan nasional. Salah satunya kegiatan pembangunan tersebut adalah terkait dengan kegiatan di bidang pembiayaan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam perusahaan, pembiayaan dan peralatan modal sering dilakukan melalui sistem perbankan dan lembaga keuangan non-bank, seperti tersedianya jasa kredit (pinjaman) dari bank. Ditinjau dari sudut perkembangan perekonomian nasional, akan dapat diketahui berapa besar peranan yang terkait dengan kegiatan pinjam meminjam uang pada saat ini. Berbagai lembaga keuangan, terutama bank konvensional telah membantu pemenuhan kebutuhan dan bagi kegiatan perekonomian masyarakat. Adanya hubungan pinjam meminjam ini didasari oleh perbuatan kesepakatan antara pihak peminjam dengan pihak yang meminjamkan yang dituangkan dalam bentuk perjanjian. Perjanjian menurut Pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih, sedangkan R. Subekti mengatakan suatu perjanjian adalah peristiwa dimana seorang 1

2 berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. 1 Permasalahan mengenai penggunaan jasa ini muncul, misalnya pada perusahaan yang baru didirikan, yang belum memiliki aset untuk dijadikan jaminan (collateral) bagi pinjaman yang akan diperoleh dari bank. 2 Bisa juga perorangan yang sedang membutuhkan modal besar untuk mengembangkan usahanya atau untuk kebutuhan konsumtif. Untuk mengatasi masalah ini, dapat digunakan fasilitas Kredit Tanpa Jaminan atau Kredit Tanpa Agunan (KTA) sebagai alternatif perkreditan, karena dalam kredit tanpa jaminan pengusaha tidak perlu menyediakan jaminan. Munculnya fasilitas kredit tanpa jaminan ini merupakan suatu alternatif yang menarik bagi pengusaha maupun perseorangan tetapi banyak orang yang belum mengetahuinya. Salah satu keuntungan dari kredit tanpa jaminan adalah memberikan kesempatan kepada nasabah untuk dapat menikmati fasilitas kredit dana tunai tanpa menjaminkan barang-barangnya. Diharapkan dengan adanya fasilitas kredit tanpa jaminan ini, selain untuk menambah pilihan pembiayaan usaha (sebagai alternatif selain fasilitas kredit bank pada umumnya dan fasilitas pembiayaan leasing) juga ditujukan untuk mendorong industri perkreditan di Indonesia. Namun dalam pelaksanaan, kredit tanpa jaminan yang diberikan oleh bank tidak selalu sesuai dengan perjanjian seiring terjadi terjadinya hal atau 1 R. Subekti, 1989, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, hal 1. 2 Nurjanatul Fajriyah, Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur (Bank) dan Debitur (Nasabah) dalam Perjanjian Kredit Tanpa Agunan (KTA) Bank X, Jurnal Hukum dan Pembangunan, Vol. 36 No. 2, (April-Juni, 2006), hal 159-160.

3 kejadian diluar perkiraan masing-masing pihak. Sehingga timbul permasalahan-permasalahan atau pelanggaran dalam perjanjian kredit tanpa jaminan ini, baik oleh penerima kredit maupun pemberi kredit. Permasalahan tersebut berkaitan dengan jaminan yang diatur dalam Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang membahas piutang-piutang yang diistimewakan yang berbunyi, Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitur itu. Pihak bank dalam memberikan kredit akan menentukan terlebih dahulu apa yang menjadi jaminan atau agunan dari kredit yang diberikan, misalnya dalam kredit pembelian kendaraan yang menjadi jaminan ialah BPKB dari kendaraan tersebut. Bagi pihak bank, dengan ditentukan dari awal tentang apa yang dijadikan jaminan terhadap kredit yang diberikan akan memudahkan bank untuk melakukan eksekusi apabila terjadi wanprestasi karena sudah tertentu apa yang menjadi jaminannya. 3 Pasal 1131 KUH Perdata merupakan dasar dari pelunasan hutang debitur apabila debitur tidak mampu membayar hutangnya. Oleh karena dalam perjanjian kredit tanpa jaminan tidak adanya jaminan yang ditetapkan sebelumnya oleh bank, jadi apabila sewaktu-waktu debitur wanprestasi, maka berdasarkan Pasal 1131 KUH Perdata semua harta kekayaan debiturlah yang akan dieksekusi. Selain itu debitur tidak tahu barang-barang mana saja yang 3 Hukumonline.com, 2010, 101 Kasus & Solusi tentang Perjanjian, Tangerang: Kataelha, hal 129.

4 akan dieksekusi, terlebih lagi jika sebagian barang-barang milik debitur telah dijaminkan kepada kreditur yang lain. Hal ini sangatlah merugikan debitur karena tidak perjanjikan sebelumnya dan tidak diketahui secara umum oleh debitur, karena tidak dikemukakan secara transparan oleh bank. Menurut Pasal 4 b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Pelindungan Konsumen, konsumen dalam hal ini debitur berhak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi barang dan/atau jasa. Jika pasal tersebut dihubungkan dengan Pasal 1131 KUH Perdata, maka secara perlindungan hukum konsumen Pasal 1131 KUH Perdata menimbulkan ketidakpastian hukum bagi nasabah kredit tanpa jaminan yang melakukan wanprestasi karena tidak adanya informasi yang jelas dalam perjanjian mengenai akibat apa saja apabila debitur wanprestasi. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk membahas mengenai perjanjian kredit tanpa jaminan secara umum dan dalam hal perlindungan hukum terhadap debitur ditinjau dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Untuk itu penulis melakukan penelitian dengan judul PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DEBITUR DALAM PEMBERIAN KREDIT TANPA JAMINAN. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaturan kredit tanpa jaminan di Indonesia?

5 2. Bagaimana kebijakan penilaian kredit yang dipergunakan kreditur sebagai syarat pemberian kredit tanpa jaminan? 3. Bagaimana perlindungan hukum bagi debitur wanprestasi dalam perjanjian kredit tanpa jaminan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pengaturan kredit tanpa jaminan di Indonesia 2. Untuk mengetahui kebijakan penilaian kredit yang dipergunakan kreditur sebagai syarat pemberian kredit tanpa jaminan 3. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi debitur wanprestasi dalam perjanjian kredit tanpa jaminan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1990 Tentang Perlindungan Konsumen D. Manfaat Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas maka penulis berharap dalam penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan sumbangan pemikiran terhadap perkembangan dari ilmu pengetahuan di bidang hukum perdata pada umumnya dan khususnya

6 di bidang hukum jaminan yang menyangkut adanya kredit yang bisa diberikan tanpa jaminan. b. Memberikan bahan referensi yang dapat digunakan sebagai acuan dan masukan terhadap penelitian-penelitian sejenis selanjutnya. 2. Manfaat Praktis a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi instansi yang terkait dalam hal pemberian kredit tanpa jaminan. b. Dengan penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan penulis dalam bidang hukum sebagai bekal untuk terjun ke dalam masyarakat nantinya. c. Dengan penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti. E. Kerangka Pemikiran Eksekusi terhadap barang jaminan Dengan jaminan Apabila Debitur wanprestasi Perjanjian Kredit Tanpa jaminan Apabila Debitur wanprestasi Eksekusi berdasar Pasal 1131 KUH Perdata semua harta kekayaan Debitur

7 Harus diakui, dibandingkan dengan produk dan jasa perbankan yang ditawarkan, pendapatan atau keuntungan suatu bank lebih banyak bersumber dari pemberian kredit kepada nasabahnya. Oleh karenanya, pemberian kredit tersebut secara terus menerus dilakukan oleh bank dalam kesinambungan operasionalnya. Pada akhirnya, pemberian kredit sudah menjadi fungsi utama bank-bank, sebagaimana disyaratkan pada Pasal 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 bahwa fungsi utama perbankan adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. 4 Dalam praktek perbankan di Indonesia, pemberian kredit umumnya diikuti penyediaan jaminan oleh pemohon kredit, sehingga pemohon kredit yang tidak bisa memberikan jaminan sulit memperoleh kredit dari bank. Persyaratan bagi pemohon kredit untuk menyediakan jaminan ini dapat menghambat pengembangan usaha pemohon kredit karena pengusaha yang modal usahanya sangat terbatas tidak memiliki harta kekayaan yang memenuhi syarat untuk dijadikan jaminan kreditnya. Dalam perkembangannya untuk membantu masyarakat memperoleh modal dengan mudah yang diharapkan mampu meningkatkan pembangunan nasional khususnya untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi maka Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tidak lagi mensyaratkan bahwa pemberian kredit harus diikuti dengan kewajiban pemohon kredit menyediakan jaminan materiil atau im-materiil. Dalam Pasal 4 H.R. Daeng Naja, 2005, Hukum Kredit dan Bank Garansi The Bankers Hand Book, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, hal 123.

8 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 hanya menegaskan bahwa dalam memberikan kredit, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas iktikad baik dan kemampuan debitur serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi hutangnya atau mengembalikan hutang yang dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. Dari pasal ini persyaratan adanya jaminan untuk memberikan kredit tidak menjadi keharusan. Ukuran iktikad baik sifatnya kualitatif tidak mudah untuk mengukurnya, sedangkan kemampuan dapat dianalisa dari pendapatan debitur dalam berusaha atau pendapatan dari pekerjaannya seorang pemohon kredit. 5 Hal tersebut yang melatarbelakangi adanya fasilitas pemberian kredit tanpa jaminan atau tanpa jaminan. Dalam hal perjanjian kredit tanpa jaminan, perjanjian kredit merupakan perjanjian baku (standard contract), dimana isi dan klausula-klausula perjanjian kredit tersebut telah dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir (blangko), tetapi tidak terikat dalam suatu bentuk tertentu (vorn virj). Calon nasabah debitur tinggal membubuhkan tanda tangannya saja apabila bersedia menerima isi perjanjian tersebut, tidak memberikan kesempatan kepada calon debitur untuk membicarakan lebih lanjut isi atau klausula-klausula yang diajukan pihak bank. Perjanjian baru ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya praktis dan kolektif. Pada tahap ini kedudukan debitur sangat lemah, sehingga menerima saja 5 Sutarno, 2004, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Bandung: Alvabeta, CV, hal 140.

9 syarat-syarat yang disodorkan pihak bank, karena jika tidak demikian calon debitur tidak akan mendapatkan kredit yang dimaksud. 6 Oleh karena dalam kredit tanpa jaminan tidak adanya jaminan yang ditetapkan sebelumnya oleh bank, jadi apabila sewaktu-waktu debitur wanprestasi, maka berdasarkan Pasal 1131 KUH Perdata semua harta kekayaan debiturlah yang akan dieksekusi. Hal ini sangatlah merugikan debitur karena tidak perjanjikan sebelumnya dan tidak diketahui secara umum oleh debitur, karena tidak dikemukakan secara transparan oleh bank. F. Metode Penelitian Metode penelitian ini bertujuan untuk menemukan gejala atau beberapa penyebab yang bertujuan guna memperoleh data-data yang benar dan riil, di dalam penelitian ini menggunakan suatu metode sesuai dengan apa yang penulis teliti. Metode penelitian pada hakikatnya memberikan pedoman tentang cara-cara ilmuwan mempelajari, menganalisis, dan memahami lingkungan-lingkungan yang dihadapinya. 7 Dalam penelitian ini metode yang digunakan penulis adalah sebagai berikut: 1. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah dengan menggunakan pendekatan yuridis empiris. Yaitu metode pendekatan yang meneliti data sekunder terlebih dahulu yakni peraturan 6 Rachmadi Usman, 2001, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, hal 265. 7 Soejono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, hal 10.

10 perundang-undangan dan kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian data primer di lapangan yakni wawancara. 2. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif karena penulis bermaksud untuk menggambarkan fenomenafenomena yang ada, yang berlangsung saat ini sejelas mungkin tentang bagaimana perlindungan hukum terhadap debitur wanprestasi dalam perjanjian kredit tanpa jaminan. 3. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bank BNI Cabang Surakarta. 4. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: a. Data primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber pertama. Data primer dalam penelitian ini yaitu keterangan atau fakta melalui wawancara dengan pihak yang dipandang mengetahui serta memahami tentang obyek yang diteliti. 8 b. Data sekunder Data sekunder merupakan keterangan atau fakta yang diperoleh secara tidak langsung, tapi diperoleh melalui studi pustaka, literatur, peraturan perundang-undangan, karya ilmiah dan sumber 8 Soejono Soekanto & Sri Mamudji, 1985, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Rajawali Press, hal 7.

11 tertulis lainnya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti penulis. Berikut data sekunder yang digunakan penulis dalam penelitian ini: 1) Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer yaitu norma atau kaidah dasar, peraturan perundang-undangan. Bahan hukum primer yang digunakan terdiri dari: a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) b) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan c) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen 2) Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder berasal dari bahan pustaka yang berhubungan dengan objek penelitian antara lain berupa buku, dokumen dan publikasi yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. 5. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini metode yang digunakan guna mengumpulkan data adalah sebagai berikut: a. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan dilakukan dengan cara mencari dan mengumpulkan serta mempelajari bahan-bahan yang berupa buku-

12 buku, makalah-makalah, peraturan perundang-undangan, serta dokumen lainnya yang berkaitan dengan obyek penelitian tersebut. b. Studi Lapangan Studi lapangan dilakukan dengan cara turun langsung ke lokasi penelitian untuk mendapatkan data primer dan dilaksanakan dengan cara wawancara. Wawancara terbuka melalui pembicara langsung dan lisan mengenai hal-hal yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini. 6. Metode Analisis Data Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh dari peraturan perundangundangan, bahan pustaka yang berkaitan dengan fokus permasalahan, kemudian akan dihubungkan dengan data yang diperoleh dari Bank BNI Cabang Surakarta sehingga dapat disusun secara sistematis untuk ditarik kesimpulannya. G. Sistematika Skripsi Untuk memberikan gambaran yang jelas tentang arah dan tujuan skripsi ini, maka penulis menarik garis besar yang digambarkan sebagai berikut: BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian

13 D. Manfaat Penelitian E. Kerangka Pemikiran F. Metode Penelitian G. Sistematika Skripsi. BAB II: TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perlindungan Hukum B. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kredit C. Tinjauan Umum Tentang Jaminan. BAB III: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan Kredit Tanpa Jaminan di Indonesia B. Kebijakan Penilaian Kredit Yang Dipergunakan Kreditur Sebagai Syarat Pemberian Kredit Tanpa Jaminan C. Perlindungan Hukum Bagi Debitur Jika Terjadi Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Tanpa Jaminan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. BAB IV: PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA