PRAKTEK KEKUASAAN ELIT POLITIK DALAM DEMOKRASI (SUATU STUDI KASUS PENYUSUSUNAN PERATURAN DESA OLEH BPD DESA SUM TAHUN 2015)

dokumen-dokumen yang mirip
P E M E R I N T A H K A B U P A T E N K E D I R I

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 4 Tahun : 2014

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DESA

PEMERINTAH KABUPATEN KARANGANYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DESA

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sistem pemerintahan yang

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 7 TAHUN 2008 PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 3 LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

KEPALA DESA KARANGPAPAK KECAMATAN CISOLOK KABUPATEN SUKABUMI PERATURAN DESA KARANGPAPAK NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 13 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG

PERATURAN DESA KERTAK EMPAT KECAMATAN PENGARON KABUPATEN BANJAR NOMOR 01 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

2/1/2008 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

KEPALA DESA KEHIDUPAN BARU KABUPATEN BATANG HARI PERATURAN DESA KEHIDUPAN BARU NOMOR : 05 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KERJA SAMA DESA

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER

PERATURAN DESA SINDANGLAYA KECAMATAN CIPANAS KABUPATEN CIANJUR NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DESA (RKP DESA) TAHUN 2015

BUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG TENTANG MUSYAWARAH DESA

KEPALA DESA MIAU MERAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DESA MIAU MERAH NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

KEPALA DESA MIAU MERAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DESA MIAU MERAH NOMOR 03 TAHUN 2017 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2006 NOMOR 18

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 25 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA KALIPAIT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SELUMA

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN. (Lembaran Resmi Kabupaten Sleman) Nomor: 2 Tahun 2014 Seri E BUPATI SLEMAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PEMERINTAH KABUPATEN WAROPEN

B U P A T I N G A W I PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TENTANG BUPATI MUSI RAWAS,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA DESA RARANG SELATAN KECAMATAN TERARA KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DESA RARANG SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2017

PEMERINTAH KABUPATEN TANA TORAJA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR : 6 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO SERI C

WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 44 TAHUN 2017 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

I. PENDAHULUAN. dilakukan langsung oleh pemerintah pusat yang disebar ke seluruh wilayah

BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PELEMBAGAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA MELALUI PEMBANGUNAN BKM

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT

BAB I PENDAHULUAN. demorasi secara langsung, desa juga merupakan sasaran akhir dari semua program

T E N T A N G LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU UTARA

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 8 TAHUN 2O15 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

Transkripsi:

PRAKTEK KEKUASAAN ELIT POLITIK DALAM DEMOKRASI (SUATU STUDI KASUS PENYUSUSUNAN PERATURAN DESA OLEH BPD DESA SUM TAHUN 2015) Debby Ch. Rende Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Indonesia ABSTRAK Elite politik merupakan bagian dari the ruling class, yaitu suatu golongan yang memegang kekuasaan baik secara formal maupun informal dalam suatu strata sosial. Mereka yang menduduki posisi puncak di masyarakat baik dalam kekuasaan maupun dalam kekayaan. Dalam praktek kekuasaan, mereka adalah orang-orang yang menjalankan otoritas, pengaruh, kekuasaan dan pengawasan terhadap sumber-sumber daya yang sangat penting. Selain itu, mereka juga berperan sebagai pembuat kebijakan, penentu kebijakan, pengambil keputusan serta sebagai pengontrol di dalam sistem pemerintahan. Sebagai perwujudan demokrasi, di Desa dibentuk Badan Permusyawaratan Desa yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Oleh karena itu Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai wakil rakyat atau wakil penduduk desa memiliki beberapa fungsi, yang salah satu diantaranya adalah berfungsi untuk menetapkan Peraturan Desa. Walaupun ada dinamika perbedaan sudut pandang pemahaman mengenai perencanaan dan penyusunan serta pembahasan peraturan desa (perdes), BPD sebagai bagian dari elit politik lokal telah berupaya membuka ruang partisipasi bagi masyarkat Desa Sum agar peraturan desa yang nantinya akan dibahas dan ditetapkan oleh Badan Permusyawaratan Desa dengan Pemerintah Desa Sum sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat. Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah metode penelitian kualitatif. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Cara untuk memperoleh informan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan prosedur purposive sampling dengan total informan berjumlah 20 orang. Teknik pengumpulan data mencakup wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Teknik analisis data yang dipakai yaitu reduksi data, penyajian data, serta penarikan kesimpulan dan verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembahasan rancangan peraturan desa, selain melibatkan unsur perwakilan masyarakat, BPD dan Kepala Desa Sum juga melibatkan tenaga ahli pendamping desa sum yang memfasilitasi terselenggaranya penyusunan, pembahasan dan penetapan rancangan peraturan desa. Oleh karena itu Perlunya BPD dan aparat pemerintah desa mengoptimal pendidikan dan latihan serta bimbingan teknis agar lebih mandiri dan otonom dalam penyusunan peraturan desa sehingga mengurangi ketergantungan terhadap pendamping desa. Kata kunci : elit politik, badan permusyawaratan desa, peraturan PENDAHULUAN Elite politik merupakan bagian dari the ruling class, yaitu suatu golongan yang memegang kekuasaan baik secara formal maupun informal dalam suatu strata sosial. Mereka yang menduduki posisi puncak di masyarakat baik dalam kekuasaan maupun dalam kekayaan. Dalam praktek kekuasaan, mereka adalah orang-orang yang menjalankan otoritas, pengaruh, kekuasaan dan pengawasan terhadap sumber-sumber daya yang sangat penting. Selain itu, mereka juga berperan 1

sebagai pembuat kebijakan, penentu kebijakan, pengambil keputusan serta sebagai pengontrol di dalam sistem pemerintahan. Sebagai perwujudan demokrasi, di Desa dibentuk Badan Permusyawaratan Desa yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan yang salah satu diantaranya adalah berfungsi untuk menetapkan Peraturan Desa. Walaupun ada dinamika perbedaan sudut pandang pemahaman mengenai perencanaan dan penyusunan serta pembahasan peraturan desa (perdes), BPD telah berupaya membuka ruang partisipasi bagi masyarkat Desa Sum agar peraturan desa yang nantinya akan dibahas dan ditetapkan oleh Badan Permusyawaratan Desa dengan Pemerintah Desa Sum sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat. Badan Permusyawaratan Desa menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dalam bab XI bagian ketiga pasal 209 bahwa Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Badan Permusyawaratan Desa memiliki kedudukan sejajar dengan pemerintah desa, dengan fungsi utama pengawasan kinerja pemerintah desa (fungsi legislasi) meliputi pengawasan pelaksanaan peraturan desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, dan keputusan menetapkan peraturan desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah disebutkan bahwa di desa dibentuk pemerintahan desa dan badan Permusyawaratan desa, jadi BPD berkedudukan sebagai bagian dari pemerintah desa. BPD merupakan badan Permusyawaratan di desa sebagai wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila. Kedudukan sejajar sebagai mitra pemerintahan desa ini terlihat dalam pasal 209 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 bahwa, badan Permusyawaratan desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa. Sebagai sebuah lembaga yang terbentuk pemerintahan desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Oleh karena itu Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai wakil rakyat atau wakil penduduk desa memiliki beberapa fungsi, dari, oleh, dan untuk masyarakat, maka BPD dapat disebut sebagai lembaga permusyawaratan desa, yang memiliki fungsinya: 1) Pengawasan terhadap pelaksana peraturan desa dan peraturan lainnya. 2) Mengawasi pelaksanaan keputusan kepala desa. 3) Mengawasi pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja desa. 4) Mengawasi kebijakan desa. Perlu untuk lebih diperjelas soal fungsi dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Dalam pasal 34 PP No 72 Tahun 2005 disebutkan bahwa BPD berfungsi menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat dan disamping itu BPD mempunyai fungsi mengawasi pelaksanaan peraturan desa dalam rangka pemantapan pelaksanaan kinerja pemerintah Desa. Dengan fungsi yang demikian kuat, maka BPD sewajarnya berada pada posisi yang setingkat di atas pemerintah desa. Untuk itu kemudian BPD mempunyai wewenang ialah diantaranya: 1. Membahas rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa 2. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa 3. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa. 4. Membentuk Panitia Pemilihan Kepala Desa 5. Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat, dan 6. Menyusun tata tertib BPD Bab II Wewenang BPD Pasal 2 Tentang Tata Tertib Badan Permusyawaratan Desa Sum memutuskan bahwa : 2

1. BPD sebagai lembaga permusyawaratan rakyat di desa, merupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan pancasila. 2. BPD mempunyai wewenang melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peraturan perundang-undangan lainnya yang khusus mengatur Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. 3. Menyusun anggaran pendapatan dan belanja desa. 4. Menampung dan menindak lanjuti aspirasi masyarakat desa. BPD akan berfungsi sebagai sebuah lembaga yang mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan pembangunan di desa, kemudian akan dilaksanakan sepenuhnya oleh Kepala Desa sebagai eksekutif, melalui sebuah mekanisme kontrol dari BPD, hingga pada penerimaan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan kepada BPD. Dengan demikian kelembagaan BPD akan mengatur soal-soal: (a) Mekanisme penampungan serta penggalian aspirasi rakyat; (b) Mekanisme pembuatan peraturan agar aspirasi yang diterima tadi dapat direalisasikan; (c) Mekanisme melakukan kontrol pengawasan agar pelaksanaan dan aspirasi tersebut dapat berjalan sesuai yang diharapkan; (d) Mekanisme penerimaan pertanggung pertanggungjawaban dari hasilhasil yang telah dilaksanakan (Team Work Lapera, 2001). Menurut Nurcholis (2011), peraturan desa adalah bentuk peraturan perundangundangan yang dibuat Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus urusan masyarakat setempat sesuai dengan asal usul dan adat istiadatnya. Berdasarkan pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan bahwa dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik yang meliputi : 1. Kejelasan tujuan Yang dimaksud dengan "kejelasan tujuan" adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai; 2. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat Yang dimaksud dengan asas kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat adalah bahwa setiap jenis Peraturan Perundangundangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang. Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, apabila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang; 3. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan Yang dimaksud dengan asas "kesesuaian antara jenis dan materi muatan" adalah bahwa dalam Pembentakan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis Peraturan Perundangundangannya; 4. Dapat dilaksanakan Yang dimaksud dengan asas "dapat dilaksanakan" adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundangundangan harus memperhitungkan efektifitas Peraturan Perundang- undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis; 5. Kedayagunaan dan kehasilgunaan Yang dimaksud dengan asas "kedayagunaan dan kehasilgunaan" adalah bahwa setiap Peraturan Perundangundangan dibuat karena memang benarbenar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; 6. Kejelasan rumusan Yang dimaksud dengan asas "kejelasan rumusan" adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunanperaturan Perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai 3

macam interpretasi dalam pelaksanaannya; dan 7. Keterbukaan Yang dimaksud dengan asas "keterbukaan" adalah bahwa dalam proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan. METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah metode penelitian kualitatif. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Cara untuk memperoleh informan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan prosedur purposive sampling dengan total informan berjumlah 20 orang. Teknik pengumpulan data mencakup wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Teknik analisis data yang dipakai yaitu reduksi data, penyajian data, serta penarikan kesimpulan dan verifikasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembahasan rancangan peraturan desa, selain melibatkan unsur perwakilan masyarakat, BPD dan Kepala Desa Sum juga melibatkan tenaga ahli pendamping Desa Sum yang memfasilitasi terselenggaranya penyusunan, pembahasan dan penetapan rancangan peraturan desa. 1. Peran BPD Dalam Perencanaan Dan Penyusunan Peraturan Desa (Perdes) Desa Sum. Dalam hal mengusulkan rancangan peraturan desa BPD dapat melakukan dan diserahkan kepada pemerintah desa. Rancangan peraturan desa yang sebagaimana diusulkan oleh BPD wajib dikonsultasikan kepada masyarakat desa untuk mendapatkan masukan dalam rancangan tersebut. Selain unsur masyarakat tersebut, musyawarah desa dapat melibatkan masyarakat lain sesuai dengan kondisi sosial masyarakat Pada tahapan awal, peraturan desa tersebut disusun dan diajukan dalam bentuk rancangan (draft) peraturan desa, baik yang diusulkan oleh BPD terlebih dahulu ataupun yang diprakarsai oleh Pemerintah Desa. Setiap rancangan peraturan desa wajib dikonsultasikankepada camat dan masyarakat desa untuk mendapatkan masukan (Pasal 83 PP No. 43 Tahun 2014. Masukan masyarakat terhadap rancangan peraturan desa sum rapat desa yang difasilitasi pemerintah desa sum (Kepala Desa/perangkat Desa) dengan mengundang elemen-elemen masyarakat seperti ketua RT/RW, lembaga kemasyarakatan seperti karang taruna, PKK, dan tokoh agama, tokoh masyarakat maupun perwakilan dari kelompok tani serta unsur lembaga kemasyarakatan lainnya termasuk BPD. Dalam rapat desa tersebut, setiap elemen memiliki hak memberi masukan aspirasi terhadap rancangan perdes yang di kaitkan dengan masalah-masalah kemasyarkatan yang di desa sum seperti masalah kesejahteraan dan atau masalah pembangunan desa. Tujuan dari pelaksanaan rapat desa adalah untuk menyerap aspirasi masyarakat masyarakat desa. Kemudian, hasil rapat desa diseleksi oleh kepala desa dan perangkatnya serta badan permusyawaratan desa (BPD) untuk di tuangkan ke dalam rancangan peraturan desa sum. Kemudian, rancangan peraturan tersebut di bawa ke dalam musyawarah desa untuk di lakukan pembahasan secara bersama-sama oleh pemerintah desa sum (BPD dan Kepala Desa). Selanjutnya, jika rancangan perdes yang berasal dari BPD maka rancangan peraturan desa yang di ajukan oleh BPD merupakan inisiatif BPD sendiri yang berkenaan dengan dua hal. Pertama, hal yang berkaitan dengan kebutuhan BPD dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Kedua, hal yang berkenaan dengan aspirasi masyarakat sudah terwakili oleh pemerintah desa desa sum yang mengadakan rapat desa mengundang elemen-elemen masyarakat desa termasuk di dalamnya BPD. 4

Di samping itu, rancangan peraturan desa yang murni berasal dari pemerintah desa disusun berdasarkan kebutuhan-kebutuhan desa sum. Adapun gambaran prosedurnya adalah sebagai berikut 1) kepala urusan (kaur) desa sum mengajukan rancangan peraturan desa sum yang berkaitan dengan program kerja masingmasing bidang kepada kepala desa sum melalui sekretaris desa. 2) Rancangan peraturan desa tersebut kemudian di bahas bersama-sama dengan kepala desa dalam rapat dengan para kepala urusan. Dalam pembahasan ini di mungkin untuk terjadinya revisi terhadap ajuan rancangan peraturan desa melalui dengar pendapat untuk menerima berbagai masukan pokok-pokok pikiran dari kaur yang membidangi bidang masing-masing serta gagasan yang dipaparkan oleh kepala desa. Selama kurun waktu tahun 2014 s/d 2015 dalam pelaksanaan penyelenggaraan Pemerintahan Desa Sum telah diterbitkan berbagai jenis peraturan desa sum diantaranya yaitu : 1. Peraturan Desa Nomor 1 Tahun 2014 tentang RPJM Desa Sum Tahun 2014-2020 2. Peraturan Desa Nomor 2 Tahun 2014 tentang RKP Desa Sum Tahun 2014 3. Peraturan Desa Nomor 5 Tahun 2015 tentang RPJM Desa Sum Tahun 2015 4. Keputusan Kepala Desa Nomor 44/KEP/V/2015 tentang Pembentukan Tim Kerja Kelompok Tani Desa Sum Tahun 2015. masyarakat desa yang difasilitasi BPD melalui musayawarah Desa maupun draff/rancangan peraturan desa oleh BPD dan Kepala Desa Sum. Salah satu pembahasan peraturan desa tersebut adalah rancangan/draff Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) Desa Sum 2014-2020. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) ini merupakan suatu keharusan yang nantinya dapat menjadi adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 (lima) tahunan yang memuat arah kebijakan desa sum baik di bidang pembangunan desa, keuangan desa, kebijakan umum yang disertai dengan rencana 5. Peraturan Desa Nomor 16 Tahun 2015 tentang Pungutan Desa Tahun 2015. 6. Peraturan Desa Nomor 22 Tahun 2015 tentang pelestarian lingkungan hidup Berdasarkan hasil penelitian, dkietahui bahwa jumlah BPD se-kabupaten Hakmahera Selatan yang mengikuti hanya berkisar 50% dari kuota yang telah disediakan Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan. Walaupun demikian, terjadi peningkatan jumlah pengurus/anggota BPD yang mengikuti diklat dan bimtek. Sebagai wakil masyarakat di desa, pelatihan dan bimtek yang diikuti BPD Desa Sum diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang tugas dan fungsi serta kemampuan teknis, terutama dalam merumuskan kebijakan yang dituangkan dalam peraturan desa di desa sum. Disamping itu, pengurus/anggota BPD desa sum menjadi harus paham dalam menyusun jenis produk peraturan desa yang ada di desa sum agar nantinya tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi maupun merugikan kepentingan masyarakat. 2. Peran BPD Dalam Dalam Pembahasan Peraturan Desa (Perdes) Desa Sum Pembahasan peraturan desa merupakan kegiatan yang bertujuan untuk membahas draff atau rancangan peraturan desa yang sebelumnya merupakan hasil masukan dan persetujuan dari perwakilan kerja. Dalam pembahasan rancangan RPJMDes, selain melibatkan unsur perwakilan masyarakat, BPD dan Kepala Desa juga melibatkan tenaga ahli pendamping desa yang memfasilitasi terselenggaranya penyusunan, pembahasan dan penetapan rancangan RPJMDes dan atau peraturan desa lainnya secara partisipatif dan demokratis. Tahapan yang harus ditempuh dalam membahas rancangan RPJM Desa Sum yaitu menyelenggarakan musayawarah desa (Musdes) yang difasilitasi oleh BPD. Dalam momen musdes ini, dilakukan diskusi kelompok secara terarah yang dibagi 5

berdasarkan bidang-bidang yaitu: 1) bidang penyelenggaraan pemerintahan desa, 2) pembangunan desa, 3) pembinaan kemasyarakatan desa, 4) pemberdayaan masyarakat desa. Diskusi kelompok tersebut akan membahas dan menyepakati hal-hal pokok sebagai berikut: a) laporan hasil pengkajian keadaan desa b) prioritas rencana kegiatan desa dalam jangka waktu 5 tahun kedepan c) sumber pembiayaan rencana kegiatan pembangunan desa d) rencana pelaksana kegiatan desa yang akan dilaksanakan oleh perangkat desa, unsur masyarakat desa, kerjasama antar desa, dan/atau kerjasama desa dengan pihak ketiga. Selanjutnya, Kepala Desa dan BPD Desa Sum memprakarsai diselenggarakannya Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (musrenbangdes) untuk membahas hasil kesepakatan mengenai rancangan RPJM Desa Sum pada tahapan musyawarah desa (Musdes) yang telah diselenggarakan sebelumnnya. Proses pembahasan rancangan RPJMDes dalam musrenbangdes ini, diikuti melibatkan Pemerintah Desa, BPD, dan unsur masyarakat. Yang dimaksud dengan unsur masyarakat adalah (1) tokoh adat, (2) tokoh agama, (3) tokoh masyarakat, (4) tokoh pendidikan, (5) perwakilan kelompok tani, (6) perwakilan kelompok nelayan, (7) perwakilan kelompok perajin, (8) perwakilan kelompok perempuan, (9) perwakilan kelompok pemerhati dan pelindungan anak, dan (10) perwakilan kelompok masyarakat miskin. Selain unsur masyarakat yang tersebut di atas, musrenbang desa juga dapat melibatkan unsur masyarakat lain sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat. Kemudian, rancangan RPJMDes yang telah dibahas dan disepakati ini disahkan Kepala Desa bersama BPD untuk ditetapkan menjadi Peraturan Desa tentang RPJM Desa Sum. Dalam forum musrenbang Desa Sum ini, pemerintah desa dan BPD bersama unsur masyarakat berupaya bekerja secara maksimal terutama dalam penyusunan dan pembahasan rancangan peraturan desa. Hal ini dilakukan agar pemahaman dan kemapuan teknis menjadi lebih memadai. Selain itu, dalam membuat rancangan peraturan desa akan lambat-laun menjadi semakin mandiri dari pendamping desa yang sebelumnnya telah berperan dalam mendorong peningkatan kapasitas aparatur pemerintah desa dan BPD Desa Sum dalam menyusun dan membahas peraturan desa secara parisipatif, demokratif dan inklusif. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Dalam hal mengusulkan rancangan peraturan desa, BPD wajib menkonsultasikan kepada elemen-elemen masyarakat seperti ketua RT/RW, lembaga kemasyarakatan seperti karang taruna, PKK, dan tokoh agama, tokoh masyarakat maupun perwakilan dari kelompok tani serta unsur lembaga kemasyarakatan lainnya untuk mendapatkan masukan. 2. Untuk menjamin terselenggaranya roda pemerintahan di tingkat desa, sejak tahun 2015 hingga saat ini, BPD Desa Sum telah meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM) dalam penyusunan peraturan desa (perdes) melalui berbagai kegiatan pendikan dan pelatihan (diklat) ataupun bimbingan teknis (bimtek) BPD se- Kabupaten Halmahera Selatan. 3. Selama kurun waktu tahun 2014 s/d 2015 telah diterbitkan 6 (enam) jenis peraturan desa sum yang ditetapkan oleh BPD bersama Kepala Desa Sum diantaranya yaitu : Peraturan Desa Nomor 1 Tahun 2014 tentang RPJM Desa Sum Tahun 2014-2020; Peraturan Desa Nomor 2 Tahun 2014 tentang RKP Desa Sum Tahun 2014; Peraturan Desa Nomor 5 Tahun 2015 tentang RPJM Desa Sum Tahun 2015; Keputusan Kepala Desa Nomor 44/KEP/V/2015 tentang Pembentukan Tim Kerja Kelompok Tani Desa Sum Tahun 2015; Peraturan Desa Nomor 16 Tahun 2015 tentang Pungutan Desa Tahun 2015 dan Peraturan Desa Nomor 22 Tahun 2015 tentang pelestarian lingkungan hidup. 4. Dalam pembahasan rancangan RPJMDes, selain melibatkan unsur perwakilan masyarakat, BPD dan Kepala Desa Sum juga 6

melibatkan tenaga ahli pendamping desa sum yang memfasilitasi terselenggaranya penyusunan, pembahasan dan penetapan rancangan RPJMDes dan atau peraturan desa lainnya secara partisipatif dan demokratis. Selanjutnya ada beberapa hal yang dapat di kemukakan sebagai saran yaitu sebagai berikut: 1. Perlunya Pengurus BPD Desa Sum untuk meningkatkan keterlibatan unsur masyarakat baik dalam Musdes maupun Musrenbangdes. 2. Disamping BPD, unsur pemerintah dan perangkat desa perlu juga diberikan peluang yang setara dalam rangka peningkatan kapasitas sumberdaya manusia melalui kegiatan diklat dan bimtek penyusunan peraturan desa. 3. Perlunya BPD dan aparat pemerintah desa mengoptimal pendidikan dan latihan serta bimbingan teknis agar lebih mandiri dan otonom dalam penyusunan peraturan desa sehingga mengurangi ketergantungan terhadap pendamping desa. DAFTAR PUSTAKA Firmanzah. 2008. Marketing Politik Antara Pemahaman dan Realitas: Edisi Kedua. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Nurcholis, 2011. Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Jakarta: Erlangga. Sedarmayanti. 2003. Good Governance (Kepemimpinan Yang Baik) Dalam Rangka Otonomi Daerah. Bandung: Mandar Maju. Team Work Lapera, 2001. Politik Pemberdayaan. Lapera Pustaka Utama: Yogyakarta. 7