Stevanny Keo, Rahel Rara Woda, Woro Indri Padmosiwi. Kata kunci: Riwayat pemberian ASI Eksklusif, panjang badan lahir, stunting

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa balita merupakan periode penting dalam proses. tumbuh kembang manusia. Pertumbuhan dan perkembangan

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

BAB I PENDAHULUAN. besar. Masalah perbaikan gizi masuk dalam salah satu tujuan MDGs tersebut.

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado **Departemen Pendidikan Politeknik Kesehatan Manado

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. beban permasalahan kesehatan masyarakat. Hingga saat ini polemik penanganan

HUBUNGAN SOSIAL EKONOMI DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA DI DESA KANIGORO, SAPTOSARI, GUNUNG KIDUL

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang menjadi insan yang berkualitas. sebanyak 20 juta anak balita yang mengalami kegemukan. Masalah gizi

PREVALENSI DAN KARAKTERISTIK GIZI KURANG DAN GIZI BURUK PADA BALITA DESA BAN KECAMATAN KUBU KABUPATEN KARANGASEM OKTOBER 2013

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK UMUR 1 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAKUAN BARU KOTA JAMBITAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. kurang, gizi baik, dan gizi lebih (William, 2010).

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan salah satu indikator masalah gizi yang menjadi fokus

Puskesmas Bilalang Kota Kotamobagu

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

HUBUNGAN SIKAP IBU DENGAN STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SAWAH LEBAR KOTA BENGKULU

Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Status gizi merupakan indikator dalam menentukan derajat kesehatan bayi dan

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado ABSTRAK

Eko Heryanto Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI BALITA USIA 1-5 TAHUN DI DESA PEKUNCEN BANYUMAS TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

Kata Kunci: Status Gizi Anak, Berat Badan Lahir, ASI Ekslusif.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

INFOKES, VOL. 4 NO. 1 Februari 2014 ISSN :

BAB 1 : PENDAHULUAN. diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. (1) anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya serta dapat menyebabkan

BAB V PEMBAHASAN. stunting pada balita ini dilaksanakan dari bulan Oktober - November 2016 di

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan prevalensi balita gizi pendek menjadi 32% (Kemenkes RI, 2010).

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan case control retrospektif atau studi kasus - kontrol retrospektif

Nurlindah (2013) menyatakan bahwa kurang energi dan protein juga berpengaruh besar terhadap status gizi anak. Hasil penelitian pada balita di Afrika

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut United Nations International

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu meningkatnya kesadaran,

HUBUNGAN JARAK KELAHIRAN DAN JUMLAH BALITA DENGAN STATUS GIZI DI RW 07 WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIJERAH KOTA BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kata Kunci : Riwayat Pemberian ASI Eksklusif, Stunting, Anak Usia Bulan

ANALISIS TERHADAP FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB GIZI KURANG PADA BALITA DI DESA BANYUANYAR KECAMATAN KALIBARU BANYUWANGI

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Stunting menurut WHO Child

HUBUNGAN TINGKAT PENDAPATAN DAN PENDIDIKAN ORANG TUA DENGAN STATUS GIZI PADA BALITA DI WILAYAH PUSKESMAS KELAYAN TIMUR BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Makanan yang terbaik untuk bayi usia 0-6 bulan adalah ASI. Air susu ibu (ASI) merupakan sumber energi

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang kekurangan gizi dengan indeks BB/U kecil dari -2 SD dan kelebihan gizi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak balita merupakan kelompok usia yang rawan masalah gizi dan penyakit.

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

Oleh : Suharno, S.Kep.,Ners ABSTRAK

HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN PENGHASILAN IBU MENYUSUI DENGAN KETEPATAN WAKTU PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP ASI)

GAMBARAN STATUS GIZI BALITA DI POSYANDU FLAMBOYAN B MOJOSONGO JEBRES SURAKARTA. Lilik Hanifah Akademi Kebidanan Mamba ul Ulum Surakarta ABSTRAK

STUDI DETERMINAN KEJADIAN STUNTED PADA ANAK BALITA PENGUNJUNG POSYANDU WILAYAH KERJA DINKES KOTAPALEMBANG TAHUN 2013

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terpadu kepada masyarakat dalam upaya untuk mengatasi masalah kesehatan serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masyarakat pekerja mempunyai peranan & kedudukan yang sangat

BAB II TINJAUAN TEORITIS

HUBUNGAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) DENGAN KEMATIAN NEONATAL DI RSUD. DR. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013 ABSTRAK

HUBUNGAN RIWAYAT ASI EKSKLUSIF DENGAN STATUS GIZI BALITA USIA 7-36 BULAN DI WILAYAH PUSKESMAS GONDOKUSUMAN I TAHUN 2015 NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan bayi baik fisik maupun psikologi sosial. ASI mengandung nutrisi,

BAB I PENDAHULUAN. mengandung zat gizi yang paling sesuai dengan kebutuhan bayi dan

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya angka kematian bayi dan anak merupakan ciri yang umum

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU BALITA TENTANG ASI EKSKLUSIF TERHADAP PEMBERIAN PASI PADA BAYI USIA 0-6 BULAN DI BPS NY. DIYAH SIDOHARJO SRAGEN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. penuhi. Alasan yang menerangkan pernyataan tersebut adalah ASI merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2025 adalah

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI BAIK DAN GIZI KURANG PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAYO SELINCAH KOTA JAMBI TAHUN 2014

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda dari orang dewasa (Soetjiningsih, 2004). Gizi merupakan

HUBUNGAN PELATIHAN PEMBERIAN MAKANAN PADA BAYI DAN ANAK (PMBA) DENGAN KETERAMPILAN KONSELING PADA BIDAN DI WILAYAH KAWEDANAN PEDAN TAHUN 2014

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Ilmu Kesehatan Anak, khususnya bidang nutrisi. Pengumpulan data dilakukan di Puskesmas Rowosari, Semarang.

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan pendekatan case control yaitu membandingkan antara

HUBUNGAN TINGKAT KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK KELAS V SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU AL AZHAR KEDIRI

Serambi Saintia, Vol. IV, No. 2, Oktober 2016 ISSN :

PENGARUH PENYULUHAN MP ASI TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN IBU DALAM PEMBERIAN MP ASI DI PUSKESMAS SAMIGALUH I

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI SITUASI GIZI. di Indonesia. 25 Januari - Hari Gizi dan Makanan Sedunia

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

STATUS GIZI BALITA DI LINGKUNGAN BONTO MANAI KELURAHAN ALLEPOLEA WILAYAH KERJA PUSKESMAS LAU KABUPATEN MAROS

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pembangunan kesehatan dan gizi masyarakat adalah terwujudnya

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI BILU BANJARMASIN

POLA PEMBERIAN ASI DAN STUNTING BAYI USIA ENAM SAMPAI SEBELAS BULAN

BAB III METODE PENELITIAN. cross sectional. Dalam penelitian cross sectional peneliti melakukan

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat terpenuhi. Namun masalah gizi bukan hanya berdampak pada

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembanguan manusia Indonesia (Saputra dan Nurrizka, 2012).

PERBEDAAN PERKEMBANGAN MOTORIK BAYI USIA 0-6 BULAN ANTARA YANG DIBERI ASI DENGAN YANG DIBERI PASI DI DESA GLAGAH JATINOM KLATEN

ABSTRAK. meninggal sebanyak 49 bayi dan 9 bayi diantaranya meninggal disebabkan karena diare. 2 Masa pertumbuhan buah hati

BAB I PENDAHULUAN. masalah gizi utama yang perlu mendapat perhatian. Masalah gizi secara

III. METODE PENELITIAN. dilakukan pada saat yang bersamaan dalam satu waktu (Notoatmojo, 2003)

BAB 1 PENDAHULUAN. sulit diharapkan untuk berhasil membangun bangsa itu sendiri. (Hadi, 2012).

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA USIA 1-5 TAHUN DI PUSKESMAS CANDI LAMA KECAMATAN CANDISARI KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan ibu hamil dan balita sangatlah penting, sehingga Notoatmodjo (2003)

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare merupakan salah satu penyebab morbiditas dan. Secara nasional, target Sustainable Development Goals (SDGs) untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam porsi yang dimakan tetapi harus ditentukan pada mutu zat-zat gizi yang

BAB I PENDAHULUAN. pertama kali posyandu diperkenalkan pada tahun 1985, Posyandu menjadi. salah satu wujud pemberdayaan masyarakat yang strategis

Transkripsi:

HUBUNGAN ANTARA PANJANG BADAN LAHIR DAN RIWAYAT PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF TERHADAP KEJADIAN STUNTING PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS OEKABITI KECAMATAN AMARASI KABUPATEN KUPANG ABSTRAK Stevanny Keo, Rahel Rara Woda, Woro Indri Padmosiwi Data Profil Kesehatan Indonesia dan Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukan angka prevalensi stunting di Indonesia dan NTT yang masih tetap tinggi dan menjadi masalah kesehatan masyarakat. Stunting dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor diantaranya riwayat pemberian ASI Eksklusif dan juga riwayat panjang badan lahir. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan panjang badan lahir dengan riwayat pemberian ASI Eksklusif terhadap kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Oekabiti Tahun 2015. Desain penelitian adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian ini berjumlah 96 anak yang dipilih menggunakan metode consecutive sampling. Penilaian stunting dan panjang badan lahir dengan menggunakan Z-score yang dihitung berdasarkan tabel PB/U dan TB/U oleh Kemenkes RI 2010. Penilaian riwayat pemberian ASI eksklusif menggunakan wawancara dengan kuesioner yang tervalidasi. Analisis data menggunakan uji Chi Square. Hasil penelitian menunjukkan nilai p = 0,738 (p > 0,05) untuk variabel riwayat pemberian ASI Eksklusif dan nilai p = 0,014 (p < 0,05) untuk variabel panjang badan lahir. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara panjang badan lahir dengan kejadian stunting. Kata kunci: Riwayat pemberian ASI Eksklusif, panjang badan lahir, stunting Keadaan kurang gizi dapat ditemukan pada setiap kelompok masyarakat dan disetiap sudut dunia. Anakanak menghadapi risiko paling besar untuk mengalami gizi kurang. Perlunya perhatian lebih dalam tumbuh kembang di usia balita didasarkan fakta bahwa kurang gizi yang terjadi pada masa emas ini, bersifat irreversible. (1) Data WHO memperlihatkan setiap hari kurang lebih 17.000 anak balita meninggal pada tahun 2013 dan sekitar 83% dari kematian balita tersebut disebabkan oleh penyakit infeksi, kondisi neonatal dan masalah gizi. (2) Pada tahun 2013, berdasarkan data Riskesdas di Indonesia terdapat 19,6% balita kekurangan gizi yang terdiri dari 5,7% balita dengan gizi buruk dan 13,9% berstatus gizi kurang. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional tahun 2007 (18,4 %) dan tahun 2010 (17,9 %), prevalensi kekurangan gizi pada balita tahun 2013 terlihat meningkat. Provinsi NTT sendiri merupakan provinsi yang memiliki prevalensi status gizi burukkurang pada balita diatas prevalensi nasional berdasarkan semua indikator pengukuran status gizi dan merupakan masalah kesehatan yang serius. (3) Data Kabupaten Kupang tahun 2014 memperlihatkan terdapat 1739 balita yang kurus dan 1094 balita yang mengalami gizi buruk. (4) Permasalahan gizi pada anak yang masih cukup serius diantaranya adalah stunting yang merupakan hambatan paling signifikan untuk pembangunan manusia, secara global mempengaruhi sekitar 162 juta anak-anak di bawah usia 5 tahun, jika kecenderungan ini terus berlanjut, proyeksi menunjukkan bahwa 127 juta anak di bawah 5 tahun akan mengalami stunting pada tahun 2025. (5) Universitas Nusa Cendana 123

Stunting merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Faktor pendidikan orang tua, perilaku dan genetik, kondisi sosial ekonomi, pemberian ASI, panjang badan lahir dan kejadian BBLR merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting. (6 10) Di Indonesia dari 24,5 juta anak di bawah 5 tahun terdapat sekitar 9,2 juta (37%) anak yang mengalami stunting dengan tingkat setinggi 50% di beberapa daerah. Masalah stunting/pendek pada balita masih cukup serius, angka nasional 37,2 persen, bervariasi dari yang terendah di Kepulauan Riau, DI Yogyakarta, DKI Jakarta, dan Kalimantan Timur (<30%) sampai yang tertinggi (>50%) di Nusa Tenggara Timur. (3) Menurut data Kabupaten Kupang tahun 2014 terdapat 2630 anak yang mengalami stunting dan 1121 anak dengan status gizi severe stunting, daerah Oekabiti berada di peringkat 5 dengan jumlah 211 anak yang mengalami stunting dan peringkat 3 dengan jumlah 108 anak dengan status gizi severe stunting. (4) Profil Nutrisi Indonesia 2014 menunjukan bahwa stunting yang terjadi di Indonesia dipengaruhi oleh faktor prenatal diantaranya tingginya tingkat penyakit dan bayi miskin dan juga praktik menyusui bayi dan anak, terutama tertundanya inisiasi menyusui dan juga rendahnya tingkat pemberian ASI Eksklusif. (11) Data WHO tahun 2013 memperlihatkan dari semua bayi yang berumur 0-6 bulan hanya 38% yang mendapatkan ASI eksklusif dan bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif menyumbang 11,6% dari kematian anak dibawah 5 tahun. (11) Di Indonesia prosentase pemberian ASI eksklusif sudah cukup baik, yaitu tahun 2013 sebesar 54,3 % sedikit meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2012 yang sebesar 48,6%. Provinsi NTT sendiri menduduki peringkat ke-3 pemberian ASI eksklusif tertinggi yaitu sebesar 74,37%. (12) Menurut data di kabupaten kupang pemberian ASI eksklusif dari tahun 2011 sampai tahun 2014 mengalami peningkatan walaupun belum bisa dikatakan baik yaitu dari 22,6 % hingga 55,0 %, sedangkan untuk daerah Puskesmas Oekabiti presentase pemberian ASI Eksklusif baru mencapai 56,3 %. (13) Jika ASI yang harusnya didapatkan bayi pada 6 bulan pertama kehidupannya tidak diberikan secara penuh maka akan meningkatkan kejadian infeksi dan diare, dan bila jumlah ASI yang diterima bayi berkurang, maka pertumbuhan bayipun akan terganggu. (1,14) Penelitian yang dilakukan Winny di Manado mendapatkan hasil Nilai p = 0,167 (p > 0,05) dengan nilai OR 2,057 yang berarti tidak ada hubungan antara riwayat pemberian ASI eksklusif dengan stunting pada batita, (14) berbeda dengan penelitian Arifin (2012), Irdasari (2012), dan Sukandar (2012), yang dilakukan di Kabupaten Puwakarta, dimana Hasil analisis hubungan antara pemberian ASI dengan kejadian stunting di peroleh p value = 0,0001, dan disimpulkan terdapat hubungan antara pemberian ASI dengan kejadian stunting. (15) Pada penelitian yang dilakukan Leni (2011), dan Mira (2011) di Tangerang menyatakan bahwa panjang badan lahir juga merupakan faktor yang juga berhubungan dengan kejadian stunting pada saat subjek berumur 6-12 bulan. Hal ini ditunjukkan dengan uji Chi Square dengan nilai p value < 0,01 dan nilai RR yang didapat menunjukkan bahwa panjang badan lahir yang kurang dari normal memiliki risiko untuk mengalami stunting pada usia 6-12 bulan sebesar 2,4 kali dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan panjang badan normal. (16) Hasil yang sama juga didapatkan pada penelitian yang dilakukan oleh Friska (2014), dan Muflihah (2014) di Purwokerto yaitu panjang badan lahir memiliki pengaruh yang paling besar terhadap kejadian stunting dengan nilai OR=16,43. (9) Universitas 124 Nusa Cendana Universitas Nusa Cendana 124

Berdasarkan data-data tersebut diatas maka peneliti ingin mengetahui hubungkan antara panjang badan lahir dengan riwayat pemberian ASI eksklusif terhadap stunting pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Oekabiti Kecamatan Amarasi Kabupaten Kupang. METODE Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Oekabiti pada bulan Oktober dan November tahun 2015 dengan jenis penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross-sectional. (17) Cara pengambilan sampel adalah consecutive sampling yang dilakukan dengan cara mengambil semua subjek yang datang secara berurutan dan memenuhi kriteria pemilihan sampai memenuhi besar sampel sebanyak 96 responden. (18,19). Subjek Penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak balita yang berada di wilayah kerja Puskesmas Oekabiti yang bersedia mengikuti penelitian dan mengisi inform consent. Adapun kriteria eksklusi sampel adalah balita yang sedang mengalami sakit. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer berupa hasil wawancara dengan kuesioner dan pengukuran antropometri sedangkan data sekunder diambil dari rekam medik responden. HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November 2015 di Puskesmas Oekabiti yang berada di Kecamatan Amarasi, Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur. Wilayah kerja Puskesmas Oekabiti terdiri dari 1 Kelurahan dan 8 Desa Binaan diantaranya yaitu Desa Ponain, Desa Apren, Desa Oesena, Desa Tesbatan 1 dan 2, Desa Oinoni 1 dan 2, Desa Kota Bes dan Kelurahan Nonbes. Total Posyandu yang terdapat di wilayah kerja Puskesmas Oekabiti adalah 34 Posyandu. Posyandu tersebut diselenggarakan sebulan sekali dengan jadwal yang sudah ditetapkan oleh unit Puskesmas Oekabiti. Berdasarkan rekapan data cakupan program tahun 2014 Dinas Kesehatan Kabupaten Kupang terdapat 1410 balita yang tersebar di 34 posyandu wilayah kerja Puskesmas Oekabiti dan yang terpilih sebagai subyek dalam penelitian ini adalah 96 anak. Karakteristik Sampel Penelitian Penelitian ini menggunakan responden sebanyak 96 orang. Karakteristik subyek penelitian ini akan dibagi berdasarkan usia balita, jenis kelamin, tingkat pendidikan orang tua, pendapatan orang tua, berat badan lahir, riwayat penyakit infeksi dan imunisasi. Universitas Nusa Cendana 125

Tabel 4.1 Karakteristik Sampel Penelitian NO. Karakteristik Sampel 1. Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 2. Usia 12-35 Bulan 36-59 Bulan 3. Pendidikan Ayah <SMA SMA & PT 4. Pendidikan Ibu < SMA SMA & PT 5. Pendapatan Keluarga (Bulan) <500.000 500.000-1.500.000 >1.500.000-2.500.000 6. Riwayat Penyakit Infeksi Ya Tidak 7. Berat Badan Lahir BBL Normal (2,5-4 Kg) BBL Rendah (< 2,5 Kg) 8. Riwayat Imunisasi Lengkap Tidak Lengkap Frekuensi (n) 49 47 83 13 57 39 49 47 75 16 5 59 37 74 22 77 19 Presentase (%) 51 49 86 14 59 41 51 49 78 17 5 61.5 38.5 77 23 80.2 19.8 Tabel 4.1 menjelaskan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 49 orang (51%) dan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 47 orang (49%). Kelompok usia yang paling banyak menjadi responden yaitu kelompok usia 12-35 bulan sejumlah 83 orang (86%), sedangkan kelompok usia 36-59 bulan sejumlah 13 orang (14%). Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar pendidikan dari kedua orang tua responden berada dibawah jenjang sekolah menengah atas yaitu sebanyak 57 orang ayah (59%) dan 49 orang ibu (51%), sedangkan 39 orang ayah (41%) dan 47 orang ibu (49%) memiliki jenjang pendidikan setara SMA dan Perguruan Tinggi. Rata-rata pendapatan keluarga responden yang berkisar <500.000 perbulan sebanyak 75 orang (78%), yang berkisar antara 500.000-1.500.000 sebanyak 16 orang (17%) dan yang berkisar >1.500.000-2.500.000 berjumlah 5 orang (5%). Sementara itu sebagian besar responden yang memiliki riwayat penyakit infeksi berjumlah 59 orang (61,5%) dan yang tidak memiliki riwayat penyakit infeksi sebanyak 37 orang (38,5%). Salah satu penyakit infeksi yang dapat menyebabkan anak mengalami penurunan berat badan yaitu diare baik itu karena terjadi infeksi pada usus atau diare yang didahului dengan gizi buruk. (20) Universitas 126 Nusa Cendana Universitas Nusa Cendana 126

Responden yang mempunyai berat lahir rendah yaitu dibawah 2500 gram sebanyak 22 orang (23%) dan yang mempunyai berat lahir normal yaitu antara 2500-4000 gram berjumlah 74 orang (77 %). Sebagian besar responden yang sudah mendapat imunisasi lengkap sesuai dengan umur sebanyak 77 orang (80,2%) dan responden dengan riwayat imunisasi tidak lengkap sebanyak 19 orang (19,8%). Sementara itu, hubungan antara variabel karakteristik sampel penelitian dengan kejadian stunting pada anak usia 12-60 bulan disajikan dalam tabel 4.2 Tabel 4.2 Hubungan Variabel Karakteristik Responden dengan Kejadian Stunting No. Karakteristik Sampel 1 Pendidikan Ayah <SMA SMA & PT 2 Pendidikan Ibu <SMA SMA & PT 3 Riwayat penyakit Infeksi YA TIDAK 4 Riwayat Imunisasi dasar Lengkap Tidak Lengkap 5 Berat Badan Lahir Normal Rendah 6 Pendapatan Keluarga/Bulan Rendah Tinggi Status Tinggi Badan Stunting Non Stunting 35 22 31 18 29 22 41 10 34 17 48 3 16 23 20 27 30 15 36 9 40 5 43 2 p-value 0,049 0,042 0,325 0,462 0.010 0.752 Tabel 4.2 menjelaskan bahwa faktor-faktor yang turut mempengaruhi terjadinya stunting dan memiliki hubungan yang bermakna secara statistik yaitu faktor pendidikan orang tua dan BBLR. Didasarkan pada penelitian bahwa semakin tinggi pendidikan orang tua, risiko anak yang dilahirkan mengalami stunting semakin rendah. Orang tua dengan pendidikan yang tinggi akan memahami pentingnya peranan mereka dalam proses pertumbuhan anak serta dengan tingginya pendidikan diperkirakan memiliki pengetahuan gizi yang baik pula. Sesuai dengan kenyataan dilapangan bahwa sebagian besar orang tua baik ayah maupun ibu dari responden mempunyai tingkat pendidikan dibawah jenjang sekolah menengah atas sehingga risiko untuk memiliki anak dengan status gizi yang kurang cukup tinggi. Begitupula dengan anak dengan berat badan lahir yang rendah memiliki risiko yang tinggi dikemudian hari untuk mengalami stunting. Dan beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukan bahwa BBLR merupakan faktor dominan terjadinya stunting. Universitas Nusa Cendana 127

Berdasarkan data diatas dapat dilihat juga bahwa secara statistik tidak tedapat hasil yang signifikan antara hubungan pendapatan keluarga perbulan dengan kejadian stunting. Data diatas menunjukkan keluarga dengan pendapatan per bulan yang rendah memiliki 48 orang anak dengan status gizi stunting dan 43 orang anak dengan status gizi non stunting. Hasil ini berbeda dengan beberapa penelitian lain yang mengemukakan bahwa faktor pendapatan keluarga atau status ekonomi keluarga merupakan faktor penting yang berhubungan dalam penentuan kualitas dan kuantitas asupan makanan dalam suatu keluarga dan sangat berpengaruh terhadap kejadian stunting. Namun dari data diatas dapat kita lihat bahwa terdapat perbedaan yang cukup jauh antara jumlah anak yang berstatus gizi stunting dan non stunting dengan pendapatan keluarga yang rendah, walaupun secara statistik menunjukkan tidak terdapatnya hubungan yang signifikan. Faktor-faktor seperti riwayat penyakit infeksi, riwayat imunisasi dasar yang lengkap secara statistik tidak didapatkan hubungan yang bermakna karena didasarkan fakta yang ditemukan di lapangan bahwa cakupan imunisasi dasar pada balita di oekabiti sudah cukup tinggi, sehingga peneliti menyimpulkan bahwa kasus stunting yang cukup tinggi di wilayah Oekabiti tidak disebabkan oleh faktor-faktor ini melainkan oleh faktorfaktor lain yang sudah dikemukakan pada pembahasan diatas. Tabel 4.3 Tabel Tabulasi Silang Berat Badan Lahir dengan Status Gizi RespondenBerdasarkan Indikator BB/U Status Gizi Berat Badan Lahir (BB/U) Normal Rendah Total N % N % N % Gizi Normal 59 80 4 18 63 66 Gizi Kurang 15 20 18 82 33 34 Total 74 100.0 22 100.0 96 100.0 Tabel 4.3 menjelaskan bahwa proporsi anak usia 12-60 bulan yang memiliki riwayat berat badan lahir normal dan berstatus gizi normal sebanyak 59 orang (80%) dan yang berstatus gizi kurang berjumlah 15 orang (20%). Sementara itu, proporsi anak usia 12-60 bulan yang mempunyai riwayat berat badan lahir rendah dengan status gizi normal sebanyak 4 orang (18%) dan yang berstatus gizi kurang sebanyak 18 orang (82%). Dapat disimpulkan bahwa anak dengan berat badan lahir yang rendah mempunyai risiko untuk mengalami keadaan gizi yang kurang dikemudian hari cukup tinggi. Tabel 4.4 Tabel Tabulasi Silang Status Gizi Sampel Penelitian Berdasarkan Indikator BB/U dengan Stunting Status Tinggi Badan Status Gizi (BB/U) Non Stunting Stunting Total N % N % N % Gizi Normal 38 84,4 25 49 63 66 Gizi Kurang 7 15,6 26 51 33 34 Total 45 100.0 51 100.0 96 100.0 Universitas 128 Nusa Cendana Universitas Nusa Cendana 128

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa proporsi anak usia 12-60 bulan dengan status gizi non stunting dan memiliki status gizi BB/U yang normal sebanyak 38 orang (84,4%) dan yang berstatus gizi kurang berjumlah 7 orang (15,6%). Sedangkan anak dengan status gizi stunting dan juga memiliki status gizi BB/U yang normal sebanyak 25 orang (49%) dan yang memiliki status gizi kurang sebanyak 26 orang (51%). Dari data diatas dapat dilihat bahwa status gizi berdasarkan indikator BB/U juga mempengaruhi status gizi berdasarkan indikator TB/U dimana dapat dlihat bahwa anak dengan status gizi stunting sebagian juga mengalami gizi kurang. Analisis Univariat Tabel 4.5 Status Tinggi Badan Sampel Penelitian Status Tinggi Badan Frekuensi (n) Presentase (%) Stunting 51 53 Tidak Stunting 45 47 Total 96 100.0 Dari tabel diatas karakteristik responden berdasarkan tinggi badan anak adalah sebagai berikut anak dengan status gizi TB/U normal sebanyak 45 orang (47%) dan anak dengan status gizi stunting sebanyak 51 orang (53%). Tabel 4.6 Riwayat Pemberian ASI pada Sampel Penelitian Riwayat Pemberian ASI Frekuensi (n) Presentase (%) Tidak ASI Eksklusif 74 77 ASI Eksklusif 22 23 Total 96 100.0 Berdasarkan data diatas, dapat diketahui bahwa dari 96 batita yang menjadi sampel penelitian terdapat 22 orang anak (23%) yang tidak mendapat ASI eksklusif dan sebanyak 74 orang (77%) mendapat ASI ekslusif. Tabel 4.7 Panjang Badan Lahir Sampel Penelitian Panjang Badan Lahir Frekuensi (n) Rendah 47 51.0 Normal 49 49.0 Total 96 100.0 Presentase (%) Universitas Nusa Cendana 129

Tabel diatas menunjukkan bahwa anak yang lahir dengan panjang badan normal sebanyak 49 orang (51.0%) dan anak yang lahir dengan panjang badan lahir rendah sebanyak 47 orang (49.0%). Analisis Bivariat Tabel 4.8 Hubungan Riwayat ASI Eksklusif dengan Stunting Riwayat Pemberian ASI Eksklusif Stunting Non ASI Eksklusif ASI Eksklusif Total N % N % N % Stunting 11 50 34 46 45 47 Non Stunting 11 50 40 54 51 53 Total 22 100.0 74 100.0 96 100.0 p = 0,738 dan nilai α = 0,05, dimana nilai p > α = 0,05 Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat bahwa proporsi anak balita umur 12-60 bulan yang tidak mendapatkan ASI eksklusif dengan status gizi stunting dan non stunting sama besar yaitu sebanyak 11 orang (50%). Sementara itu proporsi anak balita umur 12-60 bulan yang mendapatkan ASI secara eksklusif dengan status gizi stunting sebanyak 34 orang (46%) dan yang berstatus gizi non stunting sebanyak 40 orang (54%). Berdasarkan hasil perhitungan dengan uji Chi Square diperoleh tingkat signifikan p = 0,738. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara riwayat pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Oekabiti tahun 2015. ASI eksklusif memang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi anak. Namun selain ASI eksklusif masih terdapat banyak faktor lain yang juga turut memberi dampak pada status gizi anak antaranya faktor ekonomi dan ketersediaan pangan di daerah tempat tinggal, pendidikan dan pengetahuan orang tua, riwayat infeksi dan asupan nutrisi anak. Berdasarkan pengamatan peneliti dilapangan bahwa cakupan ASI eksklusif serta pengetahuan orang tua tentang ASI pada anak usia 0-6 bulan sudah cukup tinggi, namun hal tersebut berbanding terbalik dengan status gizi anak di Oekabiti dimana masih terdapat banyak anak dengan status gizi kurang dan buruk. Hal ini berarti bahwa ASI eksklusif bukan lagi merupakan faktor yang menyebabkan terjadinya stunting pada anak balita di Oekabiti tetapi lebih kepada asupan makanan yang diterima anak pada masa peralihan antara ASI eksklusif dan pemberian makanan pengganti ASI (MP- ASI) dimana fase ini merupakan fase kritis. Anak dengan ASI eksklusif yang baik jika tidak diimbangi dengan asupan makanan yang bergizi maka anak tersebut juga akan memiliki masalah dengan status gizinya pada kemudian hari. Salah satu asupan makanan yang kurang dikonsumsi oleh balita di Oekabiti berdasarkan pengamatan peneliti di lapanagan yaitu kurangnya asupan protein yang dimana merupakan zat yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan dari anak. Dari hasil wawancara Peneliti mendapatkan bahwa sebagian besar masyarakat di Oekabiti jarang untuk mendapatkan makanan seperti daging-dagingan, telur, tempe dan tahu yang mana merupakan makanan yang kaya akan protein dan cenderung memberi makan anak dengan menu yang hampir sama setiap hari yaitu nasi atau bubur dan jenis-jenis sayur seperti daun kelor. Maka Universitas 130 Nusa Cendana Universitas Nusa Cendana 130

dari itu, meskipun tingkat ASI eksklusif yang cukup tinggi di daerah ini tidak diimbangi dengan pola asupan makanan yang bernutrisi dan seimbang sehingga memungkinkan bagi anak-anak didaerah tersebut berstatus gizi kurang maupun pendek. Hasil penelitian ini juga didukung oleh beberapa penelitian sebelumnya yaitu Penelitian yang dilakukan Winny di Manado mendapatkan hasil Nilai p = 0,167 (p > 0,05) dengan nilai OR 2,057 yang berarti tidak ada hubungan antara riwayat pemberian ASI eksklusif dengan stunting pada balita. (14) Tabel 4.9 Hubungan Panjang Badan Lahir dengan Stunting Panjang Badan Lahir Stunting Normal Rendah Total N % N % N % Tidak 29 59 16 34 45 47 Stunting Stunting 20 41 31 66 51 53 Total 49 100.0 47 100.0 96 100.0 P = 0,014 dan nilai α = 0,05, dimana nilai p < α = 0,05 Tabel 4.9 menjelaskan bahwa proporsi anak usia 12-60 bulan dengan panjang badan lahir normal dan termasuk kelompok stunting sebanyak 20 orang (41%) dan yang termasuk kelompok non stunting sebanyak 29 orang (59%). Sedangkan, proporsi anak usia 12-60 bulan dengan panjang badan lahir rendah dan termasuk kelompok stunting sebanyak 31 orang (66%) dan yang termasuk kelompok non stunting sebanyak 16 orang (34%). Berdasarkan hasil perhitungan dengan uji chi square diperoleh tingkat signifikan p = 0,014. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara panjang badan lahir dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Oekabiti tahun 2015. (9,16) Panjang badan lahir yang rendah menandakan bahwa anak tersebut semasa dalam kandungan mengalami kekurangan asupan nutrisi sehingga berdampak pada pertumbuhan anak yang tidak optimal selain itu jika setelah anak lahir anak tersebut tidak mendapatkan asupan nutrisi yang adekuat dalam kurun waktu yang lama sehingga salah satu dampak yang ditimbulkan yaitu status gizi anak berdasarkan tinggi badan dan umur yang rendah (stunting). Menurut pengamatan peneliti di lapangan, sama juga yang telah dipaparkan oleh teori-teori yaitu tentang asupan nutrisi yang tidak adekuat dan tidak seimbang yang didapatkan ibu selama dalam masa kehamilan serta mungkin juga berhubungan dengan tingkat pendapatan keluarga dan ketersediaan pangan di daerah tersebut sehingga menyebabkan anak lahir dengan keadaan gizi yang kurang. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Leni (2011), dan Mira (2011) di Tangerang menyatakan bahwa panjang badan lahir juga merupakan faktor yang juga berhubungan dengan kejadian stunting pada saat subjek berumur 6-12 bulan. Hal ini ditunjukkan dengan uji Chi Square dengan nilai p value < 0,01. Hasil yang sama juga didapatkan pada penelitian yang dilakukan oleh Friska (2014),dan Muflihah (2014) di Purwokerto yaitu panjang badan lahir memiliki pengaruh yang paling besar terhadap kejadian stunting dengan nilai OR=16,43. Universitas Nusa Cendana 131

KESIMPULAN 1. Terdapat hubungan antara panjang badan lahir terhadap kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Oekabiti Kecamatan Amarasi Kabupaten Kupang. 2. Tidak terdapat hubungan antara riwayat pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Oekabiti Kecamatan Amarasi Kabupaten Kupang. 3. Proporsi anak usia 12 60 bulan yang mengalami stunting di wilayah kerja Puskesmas Oekabiti Kecamatan Amarasi Kabupaten Kupang selama penelitian berlangsung berjumlah 53%. 4. Proporsi anak usia 12-60 bulan di wilayah kerja Puskesmas Oekabiti Kecamatan Amarasi Kabupaten Kupang selama penelitian berlangsung yang mempunyai panjang badan lahir normal sebanyak 51% dan yang mempunyai panjang badan lahir rendah sebanyak 49%. 5. Tidak terdapat hubungan antara pendapatan keluarga per bulan terhadap kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Oekabiti Kecamatan Amarasi Kabupaten Kupang. 6. Proporsi anak dengan berat badan lahir yang normal dan mempunyai status gizi normal saat ini sebesar 80%, adengan berat badan lahir rendah dan mempunyai status gizi kurang sejumlah 82%. 7. Proporsi anak dengan status tinggi badan tidak stunting dan mempunyai gizi normal sebesar 84,4% dan proporsi anak dengan stunting dan mempunyai status gizi kurang sebesar 51%. SARAN Berdasarkan penelitian ini maka dapat disarankan : 1. Bagi peneliti selanjutnya agar dapat melakukan penelitian lebih lanjut terhadap faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi kejadian stunting selain yang sudah diteliti oleh peneliti. 2. Diharapkan agar pada penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan stunting dapat ditanyakan mengenai riwayat kelahiran dari responden apakan responden lahir prematur atau cukup bulan. 3. Bagi peneliti agar dapat membuat kontribusi berupa penyuluhan sebagai sarana edukasi dengan menggunakan media seperti poster atau brosur kepada para kader posyandu dan masyarakat sebagai subjek penelitian agar lebih memperhatikan asupan gizi janin selama dalam masa kehamilan maupun setelah anak lahir. DAFTAR PUSTAKA 1. Henningnam HB, McGregor SG. Gizi Kesehatan Mayarakat. Gibney MJ, Margetts BM, Kearney JM, Arab L, editors. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009. 2. WHO. Global Health Observatory Data. World Healt Organization [Internet]. 2015; Available from: http://www.who.int/gho/en/ 3. RISKESDAS. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2013. 4. Data Tahunan Stunting 2012-2014. Dinas Kesehatan Kabupaten Kupang. Universitas 132 Nusa Cendana Universitas Nusa Cendana 132

5. WHO. Global Nutrition Targets 2025 Stunting policy brief. World Healt Organization [Internet]. Available from: http://www.who.int/nutrition/topics/gl obaltargets_stunting_policybrief.pdf. 6. Eka Kusuma K, Nuryanto. Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Anak 2-3 Tahun (Studi di Kecamatan Semarang Timur). Journal Nutrition College [Internet]. 2013;2(4):523 30. Available from: eprints.undip.ac.id/41856/1/572_kuku h_eka_kusuma_g2c009049.pdf 7. Anisa P. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Usia 25 60 Bulan di Kelurahan Kalibaru Depok Tahun 2012. Universitas Indonesia Program Studi Gizi, Dept. Kesehatan Masyarakat [Internet]. 2012; Available from: lontar.ui.ac.id/file?file=digital/203204 60-S-Paramitha Anisa.pdf 8. Wiyogowati C. Kejadian Stunting pada Anak Berumur Dibawah Lima Tahun (0-59 Bulan) di Provinsi Papua Barat Tahun 2010. Ilmu Kesehatan Masyarakat Univ. Indonesia [Internet]. 2012; Available from: http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20 288982-S-Citaningrum Wiyogowati.pdf 10. Kusharisupeni. Peran Status Kelahiran Terhadap Stunting Pada Bayi. Jurnal Kedokteran Trisakti [Internet]. 2011;23(3):73 80. Available from: 9. Friska Meilyasari, Isnawati M. Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Balita Usia 12 Bulan di Desa Purwokerto Kecamatan Patebon, Kabupaten Kendal. Journal Nutritional College [Internet]. 2014;3:16 25. Available from: http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jnc http://www.univmed.org/wpcontent/uploads/2011/02/kusharisupen i.pdf. 11. Indonesian Nutrition Profile [Internet]. 2014. Available from: www.fantaproject.org 12. Profil Kesehatan Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013; 13. Data Tahunan ASI Eksklusif 2012-1014. Dinas Kesehatan Kabupaten Kupang. 14. Rambitan W, Purba RB, Kapantow NH. Hubungan Antara Riwayat Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Batita di Wilayah Kerja Puskesmas Kawangkoan Kabupaten Minahasa. 2014;167. Available from: fkm.unsrat.ac.id/wp- content/uploads/2014/11/winny- Artikel.pdf 15. Arifin DZ, Irdasari SY, Sukandar H. Analisis Sebaran dan Faktor Risiko Stunting pada Balita di Kabupaten Purwakarta 2012. Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Univ. Padjajaran Bandung [Internet]. 2012; Available from: http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2013/07/pustaka_unpa d_analisis_sebaran_dan_faktor_risiko_ stunting.pdf 16. Rahayu LS, Sofyaningsih M. Pengaruh BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) dan Pemberian ASI Eksklusif Terhadap Perubahan Status Stunting Pada Balita di Kota dan Kabupaten Tangerang Provinsi Banten. Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG s di Indonesia [Internet]. 2011;(April 2011):160 9. Available from: Universitas Nusa Cendana 133

http://journal.unsil.ac.id/jurnal/prosidi ng/9/9leni_19.pdf.pdf 17. Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. 2nd ed. Jakarta: PT. Rineka Cipta; 2012. 18. Dahlan MS. Langkah-Langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan. 2nd ed. Jakarta: Sagung Seto; 2012. 19. Dahlan MS. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. 5th ed. Suwartono, Arianto AS, editor. jakarta: Salemba Medika; 2012. 20. Depkes RI. Buku Saku Lintas Diare. Tahun 2011 Universitas 134 Nusa Cendana Universitas Nusa Cendana 134