POLITIK HUKUM PEMERINTAH DALAM PENYUSUNAN RUU KUHP. Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional

dokumen-dokumen yang mirip
PERSPEKTIF DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PIDANA ALTERNATIF

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

LAPORAN SINGKAT RAPAT TIMUS KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN)


Pelaksanaan Pidana Mati kemudian juga diatur secara khusus dalam Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

Bab XXI : Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG C U K A I [LN 1995/76, TLN 3613]

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

Analisis & Proyeksi Implikasi Rancangan KUHP Terhadap Kondisi dan Kebijakan Pemasyarakatan

BAB III ZINA LAJANG DALAM PERSPEKTIF RKUHP (RKUHP) Tahun 2012 Bagian Keempat tentang Zina dan Perbuatan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

Konsep Pemidanaan Anak Dalam RKUHP. Purnianti Departemen Kriminologi FISIP Universitas Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Bab IX : Sumpah Palsu Dan Keterangan Palsu

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PIDANA, ALASAN PENGHAPUS PIDANA DAN PERKEMBANGANNYA DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III HASIL PENELITIAN KESEIMBANGAN SANKSI PIDANA KURUNGAN SEBAGAI SANKSI PENGGANTI SANKSI PIDANA DENDA

UNDANG-UNDANG NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG [LN 2010/122, TLN 5164]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II PIDANA PENJARA MENURUT KUHP DAN KONSEP KUHP BARU. pencabutan kemerdekaan khususnya pidana penjara. Pidana pencabutan

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya

BAB III SANKSI PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA (MILITER)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB II. Regulasi penerbangan yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun. itu harus mendasarkan pada ketentuan Pasal 102 ayat (1) KUHAP yang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB IV. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN PN DEMAK No. 62/Pid.Sus/2014/PN Dmk DALAM KASUS TABRAKAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pidana yang berupa pembayaran sejumlah uang dinamakan pidana denda. Kedua

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN PEMERINTAH DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mempunyai tiga arti, antara lain : 102. keadilanuntuk melakukan sesuatu. tindakansegera atau di masa depan.

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

RUU KUHP PASAL-PASAL DIPENDING USUL PERUBAHAN KETERANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

2008, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184

Tabel Periode Pengaturan Pendanaan Terorisme

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan

Pasal 5: Setiap orang dilarang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PIDANA YANG ADA KAITANNYA DENGAN MEDIA MASSA. I. Pembocoran Rahasia Negara. Pasal 112. II. Pembocoran Rahasia Hankam Negara

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

BAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM PELANGGARAN SAFETY RIDING

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

EKSISTENSI DAN PROSPEK PIDANA DENDA DALAM SISTEM PEMIDANAAN DI INDONESIA KARYA TULIS ILMIAH

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059]

MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

POLITIK HUKUM PEMERINTAH DALAM PENYUSUNAN RUU KUHP Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional

RKUHP (RUUHP): Politik Pembaharuan Hukum Pidana (1) ARAH PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL (RPJPN 2005-2025) a.l: Tatanan hukum yang menciptakan kepastian hukum. Pembangunan hukum diarahkan untuk mendukung terwujudnya sistem hukum nasional yang mantap bersumber pada Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Pembangunan hukum dilaksanakan melalui pembaruan hukum dengan tetap memerhatikan kemajemukan tatanan hukum yang berlaku Pembangunan materi hukum diarahkan untuk melanjutkan pembaruan produk hukum dalam rangka menggantikan peraturan perundang-undangan warisan kolonial agar dapat mencerminkan nilai-nilai sosial dan kepentingan masyarakat Indonesia Penyusuan RKUHP sebagai wujud pembaharuan hukum sudah digariskan dalam politik pembangunan hukum Indonesia sejak GBHN I hingga RPJPN. Draft RKUHP sudah disiapkan sejak tahun 1977 dan terus disempurnakan hingga yang diajukan terakhir ke Prolegnas 2015-2019 adalah RKUHP rancangan 2015. RKUHP tidak hanya mengemban misi dekolonisasi dengan bentuk rekodifikasi tetapi mengemban misi lain yaitu: demokratisasi hukum pidana dengan masuknya tindak pidana terhadap hak asasi manusia dan hapusnya tindak pidana penaburan permusuhan atau kebencian (haatzaai-artikelen) yang merupakan tindak pidana formil dirumuskan kembali sebagai tindak pidana penghinaan yang merupakan tindak pidana materiil. konsolidasi hukum pidana karena perkembangan pesat hukum pidana di luar KUHP adaptasi dan harmonisasi terhadap berbagai perkembangan hukum yang terjadi baik sebagai akibat perkembangan di bidang ilmu pengetahuan hukum pidana maupun perkembangan nilainilai, standar, dan norma yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab di dunia internasional. Sampai hari ini tidak ada terjemahan resmi KUHP dari WvS

Lanjutan (2) Wetboek van Strafrecht (WvS) masih berlaku berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 dengan dikeluarkan UU No.1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (Semula hanya untuk Jawa dan Madura). UU No.1/1946 dengan segala perubahannya baru diberlakukan ke seluruh Indonesia dengan UU No. 73/1958.

Apa yang Baru dari RKUHP? Susunan RUHP terdiri dari 2 Buku Buku Kesatu berisi: Pedoman penerapan Buku Kedua serta UU di luar KUHP baru dan Perda yang mengatur Ketentuan Pidana, kecuali UU di luar KUHP menentukan lain sehingga Buku Kesatu ini merupakan legi generali bagi Undang-Undang di luar KUHP. Pengertian Istilah Buku Kesatu ditempatkan dalam Bab V karena tidak hanya berlaku bagi KUHP baru ini melainkan berlaku pula bagi UU yang bersifat lex specialis, kecuali ditentukan lain menurut UU. Buku Kedua berisi: Perumusan tindak pidana: Perbuatan yang dilarang Pertangungjawaban Pidana Sanksi Pidana yang akan dijatuhkan. RUUKUHP tidak membedakan lagi antara tindak pidana (strafbaarfeit) berupa kejahatan (misdrijven) dan pelanggaran (overtredingen). Kedua macam tindak pidana tersebut dipakai istilah tindak pidana

KUHP (WvS) memfokuskan pada perbuatan atau tindak pidana (Daad- Strafrecht). RUUKUHP memfokuskan pada aspek-aspek individual si pelaku tindak pidana (Daad-dader Strafrecht). Ada keseimbangan faktor objektif (perbuatan/lahiriah) dan faktor subjektif (orang/batiniah/sikap batin). Perumusan pemidanaan, baik berupa pidana maupun tindakan, didasarkan pada: tujuan dan hakikat pemidanaan; pedoman pemidanaan; pedoman penerapan pidana penjara; Alternatif pidana kemerdekaan; penghindaran penjatuhan pidana penjara jangka pendek; pidana dan tindakan bagi anak. Subyek TP: Anak Orang dewasa Korporasi

Tujuan pemidanaan (Keadilan lebih diutamakan) mencegah dilakukannya Tindak Pidana dengan menegakkan norma hukum demi pelindungan dan pengayoman masyarakat; memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan dan pembimbingan agar menjadi orang yang baik dan berguna; menyelesaikan konflik yang ditimbulkan akibat Tindak Pidana, memulihkan keseimbangan, serta mendatangkan rasa aman dan damai dalam masyarakat; dan menumbuhkan rasa penyesalan dan membebaskan rasa bersalah pada terpidana.

Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Pidana Untuk orang dewasa/umum 1. kesalahan pembuat Tindak Pidana; 2. motif dan tujuan melakukan Tindak Pidana; 3. sikap batin pembuat Tindak Pidana; 4. Tindak Pidana dilakukan dengan direncanakan atau tidak direncanakan; 5. cara melakukan Tindak Pidana; 6. sikap dan tindakan pembuat sesudah melakukan Tindak Pidana; 7. riwayat hidup, keadaan sosial, dan keadaan ekonomi pembuat Tindak Pidana; 8. pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat Tindak Pidana; 9. pengaruh Tindak Pidana terhadap korban atau keluarga korban; 10. pemaafan dari korban dan/atau keluarganya; dan/atau 11. nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat. Untuk Korporasi 1. tingkat kerugian atau dampak yang ditimbulkan; 2. tingkat keterlibatan pengurus Korporasi dan/atau peran personel pengendali Korporasi; 3. lamanya Tindak Pidanayang telah dilakukan; 4. frekuensi Tindak Pidana oleh Korporasi; 5. bentuk kesalahan Tindak Pidana; 6. keterlibatan pejabat; 7. nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat 8. rekam jejak Korporasi dalam melakukan usaha atau kegiatan; 9. pengaruh pemidanaan terhadap Korporasi; dan/atau 10. kerja sama Korporasi dalam penanganan Tindak Pidana. Ringannya perbuatan, keadaan pribadi pembuat, atau keadaan pada waktu dilakukan Tindak Pidana atau yang terjadi kemudian dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk tidak menjatuhkan pidana atau tidak mengenakan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan.

Jenis Pidana KUHP Lama KUHP Baru Jenis pidana pokok: 1. pidana mati 2. pidana penjara 3. pidana kurungan 4. pidana denda 5. pidana tutupan. Jenis Pidana : a. pidana pokok; b. pidana tambahan; dan c. pidana yang bersifat khusus yang selalu diancamkan secara alternatif (Pidana Mati). Pidana pokok : pidana penjara pidana tutupan pidana pengawasan pidana denda pidana kerja sosial. Urutan pidana menentukan berat atau ringannya pidana. Dalam pidana pokok diatur jenis pidana baru berupa pidana tutupan, pidana pengawasan dan pidana kerja sosial. Pidana pengawasan dan pidana kerja sosial bersama dengan pidana denda dikembangkan sebagai alternatif dari pidana perampasan kemerdekaan jangka pendek Dengan pelaksanaan ketiga jenis pidana ini terpidana dapat dibantu untuk membebaskan diri dari rasa bersalah, di samping untuk menghindari efek destruktif dari pidana perampasan kemerdekaan.

Pidana Penjara Pidana penjara dijatuhkan untuk seumur hidup atau untuk waktu tertentu paling lama 15 tahun berturut-turut atau paling singkat 1 Hari, kecuali ditentukan minimum khusus. Jika ada pilihan antara pidana mati dan pidana penjara seumur hidup atau terdapat pemberatan pidana penjara untuk waktu tertentu, dapat dijatuhkan untuk waktu 20 tahun berturut-turut. Pidana penjara untuk waktu tertentu tidak boleh dijatuhkan lebih dari 20 (dua puluh) tahun. Pembebasan Bersyarat (Pasal 75) Jika narapidana seumur hidup telah menjalani pidana penjara paling sedikit 15 (lima belas) tahun dengan berkelakuan baik,narapidana tersebut dapat mengajukan pembebasan bersyarat. Pembebasan bersyarat dapat diberikan setelah narapidana seumur hidup menjalani pidana penjara 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak permohonan diajukan. Masa pembebasan bersyarat dijalani 5 (lima) tahun di luar lembaga pemasyarakatan.

Pertimbangan lain utk tdk dijatuhi pidana penjara 1. terdakwa berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun atau di atas 75 (tujuh puluh lima) tahun; 2. terdakwa baru pertama kali melakukan Tindak Pidana; 3. kerugian dan penderitaan korban tidak terlalu besar; 4. terdakwa telah membayar ganti rugi kepada korban; 5. terdakwa tidak menyadari bahwa Tindak Pidana yang dilakukan akan menimbulkan kerugian yang besar; 6. tindak pidana terjadi karena hasutan yang sangat kuat dari orang lain; 7. korban tindak pidana mendorong atau mengerakkan terjadinya Tindak Pidana tersebut; 8. Tindak Pidana tersebut merupakan akibat dari suatu keadaan yang tidak mungkin terulang lagi; 9. kepribadian dan perilaku terdakwa meyakinkan bahwa ia tidak akan melakukan Tindak Pidana yang lain; 10. pidana penjara akan menimbulkan penderitaan yang besar bagi terdakwa atau keluarganya; 11. pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan diperkirakan akan berhasil untuk diri terdakwa; 12. penjatuhan pidana yang lebih ringan tidak akan mengurangi sifat berat Tindak Pidana yang dilakukan terdakwa; 13. Tindak Pidana terjadi di kalangan keluarga; dan/atau 14. Tindak Pidana terjadi karena kealpaan. Pembatasan: bagi Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih atau diancam dengan pidana minimum khusus atau Tindak Pidana tertentu yang sangat membahayakan, merugikan masyarakat, atau merugikan keuangan atau perekonomian negara.

Penjara Dapat menjadi diancam dengan pidana penjara di bawah 5 (lima) tahun tanpa korban; korban tidak mempermasalahkan; atau bukan pengulangan Tindak Pidana. Pidana Denda Kategori III s.d. V Penjara Dapat menjadi Pidana Tambahan Pembayaran Ganti Rugi kpd Korban Jika tujuan pemidanaan tidak dapat dicapai hanya dengan penjatuhan pidana penjara, pembuat Tindak Pidana terhadap harta benda yang hanya diancam dengan pidana penjara juga dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran ganti rugi kepada korban.

Penjara dapat dgn cara mengangsur Jika ancaman pidana penjara di bawah 5 (lima) tahun dan hakim menjatuhkan pidana penjara 1 (satu) tahun atau kurang, atas permohonan terdakwa hakim dapat menjatuhkan pidana yang pelaksanaannya dilakukan dengan cara mengangsur. Perlu Kesiapan SDM Pengawas Pertimbangan hakim adanya kondisi yang sangat gawat atau menimbulkan akibat lain yang sangat mengkhawatirkan apabila terdakwa menjalani pidana secara berturut-turut. Caranya: Dilaksanakan paling lama 2 (dua) Hari dalam 1 (satu) minggu atau 10 (sepuluh) Hari dalam sebulan dengan ketentuan jumlah atau lama mengangsur tidak melebihi 3 (tiga) tahun. Jika tidak dipatuhi, narapidana wajib menjalankan pidana secara berturut-turut tanpa mengangsur sesuai dengan putusan hakim

Pidana Tutupan Mempertimbangkan keadaan pribadi dan perbuatan pembuat TP. Dijatuhkan kepada terdakwa yang melakukan Tindak Pidana karena terdorong oleh maksud yang patut dihormati. Kecuali jika cara melakukan atau akibat dari Tindak Pidana tersebut sedemikian rupa sehingga terdakwa lebih tepat untuk dijatuhi pidana penjara.

Pidana Pengawasan Terdakwa yang melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dapat dijatuhi pidana pengawasan Pidana pengawasan dapat dijatuhkan kepada terdakwa dengan mempertimbangkan keadaan pribadi dan perbuatannya. Pidana pengawasan dijatuhkan untuk waktu paling lama 3 (tiga) tahun. Syarat penjatuhan pidana pengawasan: a. terpidana tidak akan melakukan Tindak Pidana kembali; b. terpidana dalam waktu tertentu yang lebih pendek dari masa pidana pengawasan harus mengganti seluruh atau sebagian kerugian yang timbul akibat Tindak Pidana yang dilakukan; dan/atau c. terpidana harus melakukan perbuatan atau tidak melakukan perbuatan tertentu tanpa mengurangi kemerdekaan beragama dan kemerdekaan berpolitik. Pengawasan pelaksanaan pidana pengawasan dilakukan oleh jaksa dan Pembimbing Kemasyarakatan. Jika selama dalam pengawasan terpidana melanggar syarat jaksa berdasarkan pertimbangan pembimbing kemasyarakatan dapat mengusulkan kepada hakim untuk memperpanjang masa pengawasan yang lamanya tidak melampaui maksimum 2 (dua) kali masa pengawasan yang belum dijalani. Jaksa dapat mengusulkan pengurangan masa pengawasan kepada hakim jika selama dalam pengawasan terpidana menunjukkan kelakuan yang baik,berdasarkan pertimbangan pembimbing kemasyarakatan. 1. Jika terpidana selama menjalani pidana pengawasan melakukan Tindak Pidana dan dijatuhi pidana yang bukan pidana mati atau bukan pidana penjara, pidana pengawasan tetap dilaksanakan. 2. Jika terpidana dijatuhi pidana penjara, pidana pengawasan ditunda dan dilaksanakan kembali setelah terpidana selesai menjalani pidana penjara.

Pidana Denda (1) Pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: 1. kategori I Rp1.000.000,00(satu juta rupiah); 2. kategori II Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); 3. kategori III Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); 4. kategori IV Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah); 5. kategori V Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); 6. kategori VI Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); 7. kategori VII Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah); dan 8. kategori VIII Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah). Dalam hal terjadi perubahan nilai uang, ketentuan besarnya pidana denda ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. hakim wajib mempertimbangkan kemampuan terdakwa dengan memperhatikan penghasilan dan pengeluaran terdakwa sehubungan dengan keadaan pribadi dan kemasyarakatannya.

Pidana Denda (2) 1. Pidana denda dapat dibayar dengan cara mengangsur dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan putusan pengadilan. 2. Jika pidana denda tidak dibayar penuh dalam jangka waktu yang telah ditentukan, kekayaan atau pendapatan terpidana dapat disita dan dilelang untuk melunasi pidana denda yang tidak dibayar. Jika penyitaan dan pelelangan kekayaan atau pendapatan tidak cukup atau tidak memungkinkan untuk dilaksanakan, pidana denda yang tidak dibayar diganti dengan: pidana kerja sosial pidana pengawasan atau pidana penjara dengan ketentuan pidana denda tersebut tidak melebihi pidana denda Kategori yg ditentukan Lama pidana pengganti: a. untuk pidana pengawasan paling singkat 1 bln dan paling lama 1 tahun dgn syarat Psl 86 (3). atau b. untuk pidana penjara pengganti paling singkat 1 bln dan paling lama 1 (satu) tahun yang dapat diperberat paling lama 1 tahun 4 bulan jika ada pemberatan pidana denda karena perbarengan. Perhitungan lama pidana pengganti didasarkan pada ukuran untuk setiap pidana denda Rp50.000,00 atau kurang yang disepadankan dengan: satu jam pidana kerja sosial pengganti; atau satu hari pidana pengawasan atau pidana penjara pengganti. Jika setelah menjalani pidana pengganti, sebagian pidana denda dibayar, lama pidana pengganti dikurangi menurut ukuran yang sepadan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3). Jika penyitaan dan pelelangan kekayaan atau pendapatan tidak dapat dilakukan, pidana denda di atas kategori I yang tidak dibayar diganti dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama sebagaimana yang diancamkan kpd ybs.

Pidana Denda (3) 1) Jika Tindak Pidana hanya diancam dengan pidana denda,dapat dijatuhkan pidana tambahan atau tindakan. 2) Setiap Orang yang telah berulang kali dijatuhi pidana denda untuk Tindak Pidana yang hanya diancam dengan pidana denda dapat dijatuhi pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana pengawasan bersama-sama dengan pidana denda. Pemberatan

Pidana Kerja Sosial 1) Pidana kerja sosial dapat dijatuhkan kepada terdakwa yang melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara di bawah 5 (lima) tahun dan hakim menjatuhkan pidana penjara tidak lebih dari 6 (enam) Bulan atau pidana denda tidak lebih dari Kategori II 2) Pertimbangan Penjatuhannya: a. pengakuan terdakwa terhadap Tindak Pidana yang dilakukan; b. kemampuan kerja terdakwa; c. persetujuan terdakwa sesudah dijelaskan mengenai tujuan dan segala hal yang berhubungan dengan pidana kerja sosial; d. riwayat sosial terdakwa; e. pelindungan keselamatan kerja terdakwa; f. keyakinan agama dan politik terdakwa; dan g. kemampuan terdakwa membayar pidana denda. 3) Pelaksanaan pidana kerja sosial tidak boleh dikomersialkan. 4) Pidana kerja sosial dijatuhkan paling singkat 8 jam dan paling lama 240 jam. 5) Pelaksanaan pidana kerja sosial dapat diangsur dalam waktu paling lama 6 bln dengan memperhatikan kegiatan terpidana dalam menjalankan mata pencahariannya dan/atau kegiatan lain yang bermanfaat. 6) Jika terpidana tidak memenuhi seluruh atau sebagian kewajiban menjalankan pidana kerja sosial tanpa alasan yang sah, terpidana diperintahkan: a. mengulangi seluruh atau sebagian pidana kerja sosial tersebut; b. menjalani seluruh atau sebagian pidana penjara yang diganti dengan pidana kerja sosial tersebut; atau c. membayar seluruh atau sebagian pidana denda yang diganti dengan pidana kerja sosial atau menjalani pidana penjara sebagai pengganti pidana denda yang tidak dibayar.