I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

1. PENDAHULUAN. Tindak Pidana pembunuhan termasuk dalam tindak pidana materiil ( Materiale

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

I.PENDAHULUAN. perhatian di dalam kalangan masyarakat. Berita di surat kabar, majalah dan surat

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun yang benar-benar menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia serta

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

I. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

V. PENUTUP. polri studi putusan No: 283/pid.B./2011/PN.MGL. Pertanggungjawaban atas

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN. A. Tindak Pidana Pembunuhan dan Pembunuhan Berencana

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana atau perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.

BAB I PENDAHULUAN. pembunuhan. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan, jumlah kasus. pembunuhan, dan tahun 2015 menjadi 48 kasus pembunuhan.

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen,

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

PEMBUNUHAN DENGAN RENCANA DAN PASAL 340 KUHP

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan di dalam masyarakat berkembang seiring dengan. tidak akan dapat hilang dengan sendirinya, sebaliknya kasus pidana semakin

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

I. PENDAHULUAN. tidak sesuai dengan perundang-undangan. Sebagai suatu kenyataan sosial,

I. PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting dalam. dalam kegiatan seperti pemeliharaan pertahanan dan keamanan, keadilan,

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

I. PENDAHULUAN. usahanya ia tidak mampu, maka orang cenderung melakukanya dengan jalan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pengertian Hukum Pidana Sumber Hukum Pidana Asas-asas berlakunya hukum pidana Hukum Pidana dan Kriminologi Peritiwa Pidana Jenis-Jenis Hukuman

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

I.PENDAHULUAN. Fenomena yang aktual saat ini yang dialami negara-negara yang sedang

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. harus diselesaikan atas hukum yang berlaku. Hukum diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana. Disampaikan oleh : Fully Handayani R.

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipidana jika tidak ada kesalahan ( Green Straf Zonder Schuld) merupakan dasar

II. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang

BAB I PENDAHULUAN. adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta )

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

BAB I PENDAHULUAN. terlihat pada ujud pidana yang termuat dalam pasal pasal KUHP yaitu

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

kearah yang tidak baik atau buruk. Apabila arah perubahan bukan ke arah yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan Penuntut. tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana.

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

I. PENDAHULUAN. pembangunan pada keseluruhan bidang tersebut. Pelaksanaan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara hukum, sesuai Pasal 1 ayat (3)

I. PENDAHULUAN. alat transportasi yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan, dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun. Pembunuhan berencana itu dimaksudkan oleh pembentuk undang-undang sebagai pembunuhan bentuk khusus yang memberatkan, yang rumusannya dapat berupa pembunuhan yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu dipidana karena pembunuhan dengan rencana. Merumuskan pasal 340 KUHP dengan cara demikian, pembentuk undang-undang sengaja melakukannya dengan maksud sebagai kejahatan yang berdiri sendiri. (Andi Hamzah dan M. Solehudin, 2006:111). Pembunuhan berencana itu memiliki dua unsur, yaitu unsur subyektif dan unsur obyektif. unsur subyektif, yaitu : dengan sengaja, dengan rencana lebih dahulu. unsur obyektif, yaitu perbuatan (menghilangkan nyawa), obyeknya (nyawa orang lain). Pembunuhan berencana adalah suatu pembunuhan biasa seperti pasal 338 KUHP, akan tetapi dilakukan dengan direncanakan terdahulu. Direncanakan lebih dahulu (voorbedachte rade) sama dengan antara timbul maksud untuk membunuh dengan pelaksanaannya itu masih ada tempo bagi si pembuat untuk dengan tenang memikirkan misalnya dengan cara bagaimanakah pembunuhan itu

2 akan dilakukan. Perbedaan antara pembunuhan dan pembunuhan direncanakan yaitu kalau pelaksanaan pembunuhan yang dimaksud pasal 338 itu dilakukan seketika pada waktu timbul niat, sedang pembunuhan berencana pelaksanan itu ditangguhkan setelah niat itu timbul, untuk mengatur rencana, cara bagaimana pembunuhan itu akan dilaksanakan. Jarak waktu antara timbulnya niat untuk membunuh dan pelaksanaan pembunuhan itu masih demikian luang, sehingga pelaku masih dapat berfikir, apakah pembunuhan itu diteruskan atau dibatalkan, atau pula nmerencana dengan cara bagaimana ia melakukan pembunuhan itu. (Andi Hamzah dan M. Solehudin, 2006:112). Perbedaan lain terletak dalam apa yang terjadi didalam diri si pelaku sebelum pelaksanaan menghilangkan jiwa seseorang (kondisi pelaku). Untuk pembunuhan direncanakan terlebih dulu diperlukan berfikir secara tenang bagi pelaku. Didalam pembunuhan biasa, pengambilan putusan untuk menghilangkan jiwa seseorang dan pelaksanaannya merupakan suatu kesatuan, sedangkan pada pembunuhan direncanakan terlebih dulu kedua hal itu terpisah oleh suatu jangka waktu yang diperlukan guna berfikir secara tenang tentang pelaksanaannya, juga waktu untuk memberi kesempatan guna membatalkan pelaksanaannya. Direncanakan terlebih dulu memang terjadi pada seseorang dalam suatu keadaan dimana mengambil putusan untuk menghilangkan jiwa seseorang ditimbulkan oleh hawa nafsunya dan di bawah pengaruh hawa nafsu itu juga dipersiapkan pelaksanaannya. (Bassar, M. Sudrajat. 2003:14). Hukuman yang pantas untuk pelaku tindak pidana pembunuhan berencana yaitu hukuman mati, sanksi terberat yang berlaku dalam suatu peraturan. Ketentuan

3 peraturan perundang-undangan yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur salah satu nya tentang tindak pidana pembunuhan ini yang tertuang pada Pasal 338 sampai dengan Pasal 350. Ancaman terberat pada tindak pidana kejahatan terhadap nyawa adalah pembunuhan berencana yang tercantum pada Pasal 340 KUHP. Ketika merujuk pada pasal ini jelas ancaman hukuman maximal nya adalah hukuman mati dan paling rendah yaitu selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun, namun pada kenyataan nya hal tersebut tidak terealisasi sebagai mana aturan nya. Tindak pidana pembunuhan berencana, termasuk pula dalam masalah hukum yang sangat penting untuk dikaji secara mendalam. Pertanggungjawaban pidana atas tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh seseorang merupakan hal yang harus dilaksanakan seseorang akibat perbuatannya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. (Bassar, M. Sudrajat. 2003:16). Kesalahan pelaku berkaitan dengan kejiwaan yang lebih erat kaitannya dengan suatu tindakan terlarang karena unsur penting dalam kesengajaan adalah adanya niat (mens rea) dari pelaku itu sendiri. Ancaman pidana karena kesalahan lebih berat dibandingkan dengan kelalaian atau kealpaan (culpa).bahkan ada beberapa tindakan tertentu, jika dilakukan dengan kealpaan, tidak merupakan tindak pidana, yang pada hal jika dilakukan dengan sengaja, maka hal itu merupakan suatu tindak pidana. Sengaja diartikan sebagai kemauan untuk melakukan perbuatanperbuatan yang dilarang atau diperintahkan oleh undang-undang. (Marpaung, Leiden. 2010:53).

4 Pembunuhan berencana terdiri dari pembunuhan dalam arti pasal 328 ditambah dengan unsur dengan rencana terlebih dahulu. Dibandingkan dengan pembunuhan dalam 338 maupun 339 diletakkan pada adanya unsur dengan rencana terlebih dahulu itu. Dengan rencana lebih dahulu diperlukan saat pemikiran dengan tenang dan berfikir dengan tenang. Untuk itu sudah cukup jika si pelaku berfikir sebentar saja sebelum atau pada waktu ia akan melakukan kejahatan sehingga ia menyadari apa yang dilakukannya. Direncanakan lebih dahulu bahwa ada sesuatu jangka waktu, bagaimana pendeknya untuk mempertimbangkan, dan untuk berfikir dengan tenang. Majelis Hakim berdasarkan fakta-fakta di persidangan menilai bahwa terdakwa dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya dengan pertimbangan bahwa pada saat melakukan perbuatannya terdakwa sadar akan akibat yang ditimbulkannya dan tidak mengurungkan niatnya, pelaku dalam melakukan perbuatannya dalam keadaan sehat dan cakap untuk mempertimbangkan unsur melawan hukum, serta tidak adanya alasan penghapusan pidana. (Marpaung, Leiden. 2010:55). Hukum dalam fungsi mengatur seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara dapat memberikan kontribusinya secara maksimal kepada pelaksanaan pembangunan jika aparat hukum dan seluruh lapisan masyarakat tunduk dan taat terhadap norma hukum, tetapi dalam kenyataannya tidak semua unsur dalam lapisan masyarakat siap dan bersiap tunduk kepada aturan yang ada. Oleh karena itu timbul perbuatan yang melanggar hukum seperti kejahatan pembunuhan dan penganiayaan. Sebenarnya yang menjadi masalah adalah faktor pendidikan di mana kurangnya pendidikan yang dimiliki pelaku kejahatan juga menjadi salah satu faktor pendukung pelaku dalam melakukan kejahatan. Kurangnya pendidikan

5 yang dimiliki pelaku membuat pelaku menjadi tidak berfikir terlebih dahulu akan akibat dari tindakannya kemudian. Dalam hal penegakan hukum, walaupun aparat penegak hukum telah melakukan usaha pencegahan dan penanggulangannya, namun dalam kenyataannya masih saja tetap terjadi dan bahkan beberapa tahun terakhir ini nampak bahwa laju perkembangan kejahatan pembunuhan di Indonesia pada umumnya dan di kota-kota lain pada khususnya cenderung meningkat baik dari segi kuantitas maupus dari segi kualitas dengan modus operandi yang berbeda. (Moeljatno. 2002:8). Terjadinya pembunuhan juga tidak terlepas dari kontrol sosial masyarakat, baik terhadap pelaku maupun terhadap korban pembunuhan sehingga tidak memberi peluang untuk berkembangnya kejahatan ini. Apalagi terhadap pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu, ancaman hukumannya lebih berat dari pembunuhan biasa karena adanya unsur yang direncanakan terlebih dahulu (Pasal 340 KUHP). Masalah pembunuhan berencana inipun setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan yang diakibatkan oleh tingkat pendidikan, moral, akhlak dan agama yang tidak berfungsi lagi terhadap sesama manusia. Ada hal yang perlu dicermati bahwa sistem peradilan kita masih belum dapat menjamin sebuah proses peradilan yang jujur dan adil. Dimana kadangkala masih terdapat hukuman yang kurang adil atau kesalahan dalam penanganan perkara. Berkaitan dengan hal tersebut, maka penulis akan membahas pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana pembunuhan berencana yang dilakukan secara bersama-sama dan juga membahas dakwaan dan tuntutan dari jaksa melalui tinjauan yuridis, tentu saja dengan mengaitkan peraturan perundang-

6 undangan yang berlaku di Negara kita. Agar kita mengetahui apakah sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Penerapan hukum pidana materiil terhadap kasus pembunuhan berencana ini yakni pasal 340 KUHP telah sesuai dengan fakta-fakta hukum baik keterangan para sanksi, keterangan ahli dan keterangan terdakwa, Hanya saja Pertimbangan hukum yang dijatuhkan oleh hakim terhadap terdakwa dalam kasus tersebut untuk sebagian telah sesuai dengan teori hukum pemidanaan tetapi untuk bagian lainnya masih terdapat kelemahan yaitu dalam menjatuhkan sanksi pidana hakim harus mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan yang memberatkan bagi para terdakwa, tidak lazim dalam suatu putusan tidak mencantumkan pertimbangan menyangkut hal-hal yang meringankan terdakwa, dimana dalam perkara ini hanya hal-hal yang memberatkan yang menjadi dasar pertimbangan hakim. Pembunuhan berencana adalah suatu tindak pidana yang dipandang sebagai salah satu tindak pidana berat, karena tindak pidana ini telah menghilangkan nyawa orang lain. Perbuatan pembunuhan berencana yang dijatuhi hukuman seumur hidup dipandang sebagian orang sebagai suatu hukuman yang setimpal, tetapi banyak juga yang memandang bahwa pidana seumur hidup adalah hukuman yang cukup berat bagi pelaku pembunuhan berencana. Pembunuhan berencana atau moord merupakan salah satu bentuk dari kejahatan terhadap nyawa yang diatur dalam Pasal 340 KUHP. Delik pembunuhan berencana merupakan delik yang berdiri sendiri sebagaimana dengan delik pembunuhan biasa yang diatur dalam Pasal 338 KUHP. Rumusan yang terdapat dalam delik pembunuhan berencana merupakan pengulangan dari delik pembunuhan dalam Pasal 338 KUHP,

7 kemudian ditambah satu unsur lagi yakni dengan rencana lebih dahulu. Hal ini berbeda dengan pembunuhan dengan pemberatan sebagaimana diatur dalam Pasal 339 KUHP yang menggunakan pengertian dari pembunuhan secara langsung dari delik pembunuhan. Pada umumnya delik-delik yang dimuat dalam KUHP ditujukan pada subjek hukum orang, sebagai contoh subjek delik dalam Pasal 340 KUHP yakni barangsiapa. Telah jelas yang dimaksud barangsiapa adalah orang dan orang ini hanya satu. Pada kenyataannya kejahatan tidak melulu dilakukan oleh satu orang. Terkadang, suatu kejahatan juga dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk menyelesaikan suatu delik. Dalam ajaran hukum pidana dimana suatu delik dilakukan oleh satu orang atau lebih yang setiap orang melakukan wujud-wujud perbuatan tertentu, dan dari tingkah laku-tingkah laku itulah lahirlah suatu tindak pidana yang disebut dengan penyertaan atau deelneming. Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang melatar belakangi penulis memilih judul skripsi ini, yaitu: Analisa Putusan Pengadilan Dalam Perkara Tindak Pidana Pembunuhan Berencana. B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat diambil pokok masalah, yaitu: 1. Bagaimana penerapan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana?

8 2. Bagaimanakah Analisa Putusan Pengadilan Dalam Perkara Tindak Pidana Pembunuhan Berencana?. 2. Ruang Lingkup Dalam rangka efektifitas dan efisiensi penelitian, penulis perlu membatasi ruang lingkup penelitian pada Polres Metro, Pengadilan Negeri Kelas IB Metro, dan Kejaksaan Negeri Metro. Dalam hal ruang lingkup substansi, dibatasi pada Analisa Putusan Pengadilan Dalam Perkara Tindak Pidana Pembunuhan Berencana. C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang akan dibahas, maka tujuan penelitian ditentukan sebagai berikut: a. Untuk mengetahui penerapan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan. b. Untuk mengetahui Analisa Putusan Pengadilan Dalam Perkara Tindak Pidana Pembunuhan Berencana. 2. Kegunaan Penelitian Sejalan dengan tujuan penelitian, maka penelitian ini diharapkan mengandung dua kegunaan sebagai berikut: a. Kegunaan yang bersifat teoritis, sebagai sumbangan pemikiran bagi penegak hukum dalam menganalisa tentang penerapan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana.

9 b. Kegunaan yang bersifat praktis, sebagai bahan pertimbangan bagi penegak hukum dalam Analisa Putusan Pengadilan Dalam Perkara Tindak Pidana Pembunuhan Berencana. D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis Kerangka teoritis adalah suatu konsep yang merupakan abstraksi dari hasil-hasil pemikiran atau kerangka acuan yang ada pada dasarnya, bertujuan untuk mengidentifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti. (Soerjano Soekanto, 2006:125). Suatu kejahatan yang termuat dalam buku II KUHP dengan macam-macam bentuk, sifat, dan akibat hukumnya. Salah satunya yaitu, kejahatan terhadap nyawa atau merampas nyawa orang lain atau Pembunuhan. Unsur yang melandasi tindak pidana terhadap kejahatan tubuh dapat membedakan hukuman apa yang dapat dijatuhkan padanya. Didalam KUHP dan didalam Perundang-undangan pidana yang lain. Tindak pidana dirumuskan didalam pasal-pasal. Perlu diperhatikan bahwa di bidang hukum pidana kepastian hukum merupakan hal yang esensial, dan ini telah ditandai dengan adanya asas legalitas pada pasal 1 ayat 1 KUHP. Untuk benar-benar yang apa yang diamaksudkan didalam pasalpasal itu masih diperlukan penafsiran. Dalam hukum pidana Indonesia, sebagaimana di Negara-negara Hukum lainnya, tindak pidana umumnya di rumuskan dalam kodifikasi. Namun demikian, tidak terdapat ketentuan dalam KUHP maupun peraturan perundang-undangan lainnya, yang merinci lebih lanjut mengenai cara bagaimana merumuskan suatu tindak pidana. Namun bila dilihat

10 dari kronologis peristiwa serta informasi yang didapat pada berita pelaku juga dapat dijerat pasal 351 ayat ke 3 yang berbunyi sebagai berikut, Jika mengakibtakan mati, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun. Pelaku pembunuhan awalnya hanya penganiayaan dan mengakibatkan mati maka pelaku mendapat pidana penjara lebih ringan yakni tujuh tahun bila dibanding pengenaan pasal 340 KUHP yakni seumur hidup atau maksimal dua puluh tahun. Hukum Pidana, sebagai salah satu bagian independen dari Hukum Publik merupakan salah satu instrumen hukum yang sangat urgen eksistensinya sejak zaman dahulu. Hukum ini terus berkembang sesuai dengan tuntutan tindak pidana yang ada di setiap masanya. Delik pidana salah satunya pembunuhan, Pembunuhan adalah suatu tindakan untuk menghilangkan nyawa seseorang dengan cara yang melanggar hukum, maupun yang tidak melawan hukum. Terkait dengan subjek tindak pidana perlu dijelaskan, pertanggungjawaban pidana bersifat pribadi. Artinya, barangsiapa melakukan tindak pidana, maka ia harus bertanggung jawab, sepanjang pada diri orang tersebut tidak ditemukan dasar penghapus pidana Kepastian hukum merupakan hal yang esensial, dan ini telah ditandai dengan adanya asas legalitas pada pasal 1 ayat 1 KUHP yang berbunyi : Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundangundangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan. Hakim dalam menjatuhkan putusannya memperhatikan kesesuaian dengan fakta yang ada di persidangan. Sehingga akan menghasilkan putusan yang sesuai dengan kesalahan yang diperbuat oleh terdakwa. Hakim memperhatikan hal-hal yang

11 melatarbelakangi dilakukannya tindak pidana, karena ada beberapa kedaan yang masuk dalam alasan penghapus pidana, yang mana dalam hal ini pelaku tindak pidana tidak boleh dihukum. 2. Konseptual Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang diteliti. (Soerjono Soekanto, 2006:32). Lebih jauah dapat penulis jabarkan bahwa konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dan arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang akan di teliti. Untuk memberikan kesatuan pemahaman terhadap istilah-istilah yang berhubungan dengan judul penelitian ini, maka di bawah ini akan diuraikan konseptual sebagai berikut: Analisa Putusan Pengadilan Dalam Perkara Tindak Pidana Pembunuhan Berencana. a. Analisa Yuridis adalah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia analisa yuridis adalah suatu analisa, penelitian, kajian secara hukum mengenai suatu perkara hukum. b. Pengertian Putusan Pengadilan adalah putusan hasil atau kesimpulan dari sesuatu yang telah dipertimbangkan dan dinilai dengan semasak-masaknya yang dapat berbentuk tertulis maupun lisan dalam suatu perose persidangan di pengadilan negeri. (Leiden Marpaung, 2010:129). Putusan Hakim adalah pernyataan hakim yang diungkapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari

12 segi tuntutan hukum, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undangundang ini Tindak pidana merupakan perbuatan atau serangkaian perbuatan yang padanya diletakkan sanksi pidana. (Tjandra Sridjaja Pradjonggo, 2010: 37). c. Pengertian pembunuhan adalah Secara prinsip, penggolongan berbagai tindak pidana dalam KUHP didasarkan pada kepentingan umum yang ingin dilindungi, yaitu Pasal 338 Kejahatan terhadap nyawa adalah berupa penyerangan terhadap nyawa orang lain. Kepentingan hukum yang dilindungi dan yang merupakan obyek kejahatan ini adalah nyawa manusia. Menurut Leden Marpaung, menghilangkan nyawa berarti menghilangkan kehidupan pada manusia yang secara umum disebut pembunuhan. Tindak pidana ini termasuk delik materiil (material delict), artinya untuk kesempurnaan tindak pidana ini tidak cukup dengan dilakukannya perbuatan, akan tetapi menjadi syarat juga adanya akibat dari perbuatan itu. Timbulnya akibat yang berupa hilangnya nyawa orang atau matinya orang dalam tindak pidana pembunuhan merupakan syarat mutlak. d. Tindak pidana tehadap nyawa dalam KUHP dimuat pada Bab XIX dengan judul Kejahatan terhadap Nyawa Orang yang diatur dalam Pasal 338 sampai dengan asal 350. Kejahatan terhadap nyawa dalam KUHP dapat dibedakan atau dikelompokkan atas 2 (dua) dasar, yaitu: atas dasar kesalahannya dan atas dasar obyeknya (nyawa). Kejahatan terhadap nyawa ini disebut delik materiil, yakni delik yang menimbulkan akibat tersebut. Kejahatan terhadap nyawa yang dimuat KUHP adalah sebagai berikut:

13 1. Pembunuhan/ Murder (Pasal 338 KUHP). Hal ini diatur dalam Pasal 338 KUHP yang berbunyi: barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang dihukum karena bersalah melakukan pembunuhan dengan hukuman penjara selama-lamanya 15 tahun Unsur-unsur pembunuhan adalah: a. Barangsiapa b. Dengan sengaja 2. Pembunuhan, pasal 338 KUHP yang mengatakan bahwa: Barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, karena bersalah telah melakukan pembunuhan dipidana dengan pidana penjara selama lamanya lima belas tahun. Pembunuhan dengan pemberatan sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 339 KUHP yang berbunyi: Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh kejahatan dan yang dilakukan dengan maksud untuk memudahkan perbuatan itu, atau jika tertangkap tangan, untuk melepaskan diri sendiri atau pesertanya dari pada hukuman, atau supaya barang yang didapatnya dengan melawan hukum tetap ada dalam tangannya, dihukum dengan hukuman penjara seumur hidup atau penjara sementara selamalamanya 20 tahun. E. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan para pembaca memahami penelitian ini, maka penulisan penelitian ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:

14 I. PENDAHULUAN Pendahuluan merupakan bagian yang memuat latar belakang masalah, kemudian permasalahan dan ruang lingkup, selanjutnya juga memuat tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual sebagai acuan dalam membahas penelitian serta sistematika penulisan. II. TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka merupakan bagian yang menguraikan pengertianpengertian umum tentang pokok-pokok bahasan dalam penelitian ini, yang terdiri dari Analisa Putusan Pengadilan Dalam Perkara Tindak Pidana Pembunuhan. III. METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan bagian yang menguraikan tentang langkah yang akan ditempuh dalam pendekatan masalah, sumber data, jenis data, cara pengumpulan dan pengolahan data serta analisa data. IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Uraian dalam bagian ini terdiri dari tiga sub bagian, yaitu sub bagian yang menguraikan tentang karakteristik responden, sub bagian yang menguraikan tentang Analisa Putusan Pengadilan Dalam Perkara Tindak Pidana Pembunuhan. V. PENUTUP Merupakan bab penutup dari penulisan penelitian yang berisikan secara singkat hasil pembahasan dari penelitian dan beberapa saran dari penulisan

15 sehubungan dengan masalah yang dibahas serta memuat lampiran-lampiran yang berhubungan dengan penulisan.