BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penderita diabetes mellitus (DM) di Indonesia menurut World Health Organizaton (WHO) pada tahun 2000 diperkirakan sekitar 4 juta orang, jumlah tersebut diperkirakan terus meningkat menjadi 5 juta penderita pada tahun 2010 dan menjadi 21,3 juta penderita pada tahun 2030. Tingginya prevalensi DM tersebut menjadikan Indonesia berada diperingkat terbesar ke-4 dunia setelah Amerika, India dan Cina. Prevalensi DM menurut hasil survei BPS tahun 2003 mencapai 14,7 persen di perkotaan dan 7,2 persen di pedesaan. Peningkatan ini seiring dengan peningkatan faktor resiko yaitu obesitas (kegemukan), kurang aktivitas fisik, kurang konsumsi serat, konsumsi tinggi lemak, merokok, hiperkolestrol dan lain-lain (Wild et al., 2004; Anonim, 2005). Penyakit DM memerlukan penatalaksanaan seumur hidup karena tidak dapat disembuhkan, pengendalian kadar glukosa darah secara teratur, pengaturan diet dan olah raga teratur merupakan bagian dari pengelolaan DM. Penyakit DM dapat menimbulkan komplikasi hampir di seluruh jaringan tubuh seperti pada mata, jantung, saraf, ginjal dan bila kadar glukosa tidak terkontrol komplikasi yang timbul lebih cepat terjadi. Diabetes mellitus memiliki konstribusi sekitar 34% pada gagal ginjal kronik dan merupakan salah satu penyebab stadium akhir gagal ginjal kronik yang menimbulkan kematian. Sekitar 20-30% penderita DM tipe 1 maupun tipe 2 akan timbul komplikasi nefropati. Nefropati diabetik merupakan salah satu penyebab kematian terpenting pada penderita DM yang kronis. Nefropati diabetik ditandai adanya proteinuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (Price & Wilson, 2006; Tedong et al., 2006).
Ginjal yang berperan dalam filtrasi darah pada kondisi hiperglikemia akan mengalami hiperfiltrasi, terjadi perubahan struktur yang mengakibatkan area filtrasi berkurang. Perubahan struktur ginjal antara lain terjadi apoptosis podosit, penebalan membran basalis glomerulus, fibrosis tubulointerstisial, terjadi peningkatan extracellular matrix (ECM) dan proteinuria selanjutnya terjadi penurunan fungsi ginjal yang ditandai dengan peningkatan kadar ureum dan kreatinin plasma. Patofisiologi nefropati diabetik meliputi berbagai mekanisme yang sangat kompleks, interaksi antara faktor metabolik, faktor hemodinamik, faktor intraseluler dan growth factor serta sitokin. Faktor metabolik disebabkan pada hiperglikemia terjadi akumulasi advanced glycation end products (AGEs) pada ginjal. Peningkatan AGEs ini akibat terjadi glikasi glukosa dengan protein. Advanced glycation end products selanjutnya akan berikatan dengan reseptornya (RAGE) akan menyebabkan stres oksidatif dalam sel dan jaringan (Evans et al., 2002; Suryawanshi et al., 2006). Stres oksidatif pada hiperglikemia kronik menyebabkan terbentuknya reaktif oxigen species (ROS) yang akan mengaktivasi protein kinase C (PKC). Aktivasi PKC menyebabkan peningkatan ekspresi endothelin-1, TGF-β1, vascular endothelial growth factor (VEGF) yang berperan dalam perubahan struktur di ginjal. Peningkatan TGF-β1 di ginjal menyebabkan akumulasi protein ECM, TGF-β1 sebagai mediator etiologi pada nefropati diabetik, karena itu TGF-β1 menjadi target terapi pada nefropati diabetes (Evans et al., 2002). Pengelolaan DM meliputi penatalaksanaan farmakoterapi dan penatalaksanaan non farmakoterapi yang berupa penatalaksanaan diet yang tepat untuk mempertahankan status gizi optimal, mengendalikan kadar glukosa darah, tekanan darah, asupan protein dan olah raga, yang penting dalam upaya pencegahan komplikasi lebih lanjut. Penderita DM dianjurkan untuk mengkonsumsi bahan makanan yang mempunyai indeks glikemik (IG) rendah sebagai pengganti nasi sebagai sumber karbohidrat, selain itu juga mengkonsumsi
makanan yang mempunyai kandungan antioksidan. Sumber antioksidan alami dapat menetralkan ROS yang merupakan oksidan berbahaya dan dapat menimbulkan komplikasi di jaringan. Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) telah lama dikonsumsi terutama oleh penderita DM karena mengandung kalori yang rendah sehingga digunakan sebagai pengganti nasi. Ubi jalar terutama ubi jalar putih diketahui mempunyai IG yang rendah yang diperlukan untuk diet penderita DM. Bahan makanan dengan IG rendah tidak meningkatkan kadar glukosa darah secara cepat setelah mengkonsumsi bahan makanan tersebut karena absorpsi terjadi secara perlahan di usus. Penelitian pada ubi jalar yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ubi jalar selain sebagai penyedia kalori rendah juga berperan dalam pengaturan kadar gula darah (Subroto, 2006). Ubi jalar diketahui mempunyai kandungan senyawa antoksida yaitu vitamin C, vitamin E dan karotenoid (Tjokropawiro, 1993; Hernani, 2006). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bagian kortek ubi jalar putih (Ipomoea batatas L.) mengandung komponen glikoprotein berasam yang mempunyai efek antihiperglikemik, disamping itu pemberian ubi jalar menurunkan kadar protein urin dan memperbaiki sel-sel beta pankreas pada tikus diabetes (Kusano et al., 2005; Rini et al, 2008, Royhan et al., 2009). Pada ubi jalar ungu walaupun mempunyai indeks glikemik yang lebih tinggi dari ubi jalar putih tetapi pada ubi jalar ungu mempunyai kandungan antosianin yang lebih tinggi. Antosianin ini merupakan suatu komponen flavonoid yang mempunyai fungsi sebagai antioksidan, antimutagenik, hepatoprotektif, antihipertensif dan antihiperglikemik. Sebagai antihiperglikemik ekstrak antosianin dari ubi jalar ungu berperan dengan menghambat aktivitas enzim α-glukosidase (Matsui, et al., 2001; Craig, et al., 2002). Indonesia sebagai salah satu negara yang mempunyai produksi ubi jalar dalam jumlah besar. Beberapa variasi makanan dan minuman yang dibuat dari olahan bahan dasar ubi jalar telah banyak dikembangkan, selain mudah diolah dan murah, ubi jalar juga mudah didapat karena dapat ditanam sepanjang tahun tetapi belum banyak pemanfaatan potensi ubi jalar
dalam pengelolaan DM. Pemanfaatan ubi jalar dalam pengelolaan diabetes telah dikembangkan di Jepang, sediaan bubuk ubi jalar putih dalam kemasan kapsul (Caiapo) terdapat di apotek-apotek untuk penderita diabetes. Ubi jalar ungu juga belum banyak dimanfaatkan untuk pengelolaan DM meskipun memiliki indeks glikemik yang lebih tinggi daripada ubi jalar putih tetapi mengandung antosianin lebih tinggi yang mempunyai efek antihiperglikemik dan antioksidan. Penatalaksaan pada pengendalian kadar glukosa darah secara teratur dan pencegahan komplikasi di organ ginjal sangat diperlukan mengingat tingginya prevalensi nefropati diabetik. Karena itu perlu dilakukan penelitian lebih mendalam tentang pengaruh kombinasi ubi jalar putih dan ungu pada diabetes terutama dalam upaya mencegah komplikasi pada ginjal. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji pengaruh ubi jalar (Ipomoea batatas L.) putih dan ungu terhadap ginjal tikus diabetes, kajian terhadap kadar glukosa darah, kadar ureum plasma, kreatinin plasma, protein urin, gambaran histopatologis ginjal, ekspresi RAGE dan TGF-ß1 yang merupakan patogenesis nefropati diabetes. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan sebelumnya pencegahan komplikasi di ginjal memerlukan pengendalian kondisi hiperglikemia dan stres oksidatif, ubi jalar putih diketahui mempunyai kandungan glikoprotein berasam yang mempunyai efek hipoglikemik sedangkan ubi jalar ungu mempunyai kandungan antosianin yang berperan sebagai antioksidan maka masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah pemberian kombinasi bubuk ubi jalar (Ipomoea batatas L.) putih dan ungu menurunkan kadar ureum plasma tikus diabetes yang diinduksi streptozotocin? 2. Apakah pemberian kombinasi bubuk ubi jalar (Ipomoea batatas L.) putih dan ungu menurunkan kadar kreatinin plasma tikus diabetes yang diinduksi streptozotocin?
3. Apakah pemberian kombinasi bubuk ubi jalar (Ipomoea batatas L.) putih dan ungu meurunkan kadar protein urin tikus diabetes yang diinduksi streptozotocin? 4. Apakah pemberian kombinasi bubuk ubi jalar (Ipomoea batatas L.) putih dan ungu memperbaiki gambaran histopatologis ginjal tikus diabetes yang diinduksi streptozotocin? 5. Apakah pemberian kombinasi bubuk ubi jalar (Ipomoea batatas L.) putih dan ungu menurunkan persentase ekspresi RAGE pada ginjal tikus diabetes yang diinduksi streptozotocin? 6. Apakah pemberian kombinasi bubuk ubi jalar (Ipomoea batatas L.) putih dan ungu menurunkan persentase ekspresi TGF-ß1 pada ginjal tikus diabetes yang diinduksi streptozotocin? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum : Mengkaji pengaruh kombinasi bubuk ubi jalar (Ipomoea batatas L.) putih dan ungu terhadap fungsi ginjal tikus diabetes yang diinduksi streptozotocin. 2. Tujuan Khusus : 1. Mengkaji pengaruh pemberian kombinasi bubuk ubi jalar (Ipomoea batatas L.) putih dan ungu terhadap kadar ureum plasma tikus diabetes yang diinduksi streptozotocin. 2. Mengkaji pengaruh pemberian kombinasi bubuk ubi jalar (Ipomoea batatas L.) putih dan ungu terhadap kadar kreatinin plasma tikus diabetes yang diinduksi streptozotocin. 3. Mengkaji pengaruh pemberian kombinasi bubuk ubi jalar (Ipomoea batatas L.) putih dan ungu terhadap kadar protein urin tikus diabetes yang diinduksi streptozotocin.
4. Mengkaji pengaruh pemberian kombinasi bubuk ubi jalar (Ipomoea batatas L.) putih dan ungu terhadap gambaran histopatologis ginjal tikus diabetes yang diinduksi streptozotocin. 5. Mengkaji pengaruh pemberian kombinasi bubuk ubi jalar (Ipomoea batatas L.) putih dan ungu terhadap persentase ekspresi RAGE pada ginjal tikus diabetes yang diinduksi streptozotocin. 6. Mengetahui pengaruh pemberian kombinasi bubuk ubi jalar (Ipomoea batatas L.) putih dan ungu terhadap persentase ekspresi TGF-ß1 pada ginjal tikus diabetes yang diinduksi streptozotocin D. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian tentang ubi jalar (Ipomoea batatas L.) putih dan ungu telah dilakukan oleh beberapa peneliti, diantaranya adalah: 1. Penelitian dengan hewan coba tikus Wistar yang diinduksi streptozotocin dan tikus Zucker setelah pemberian ekstrak ubi jalar putih (Ipomoea batatas L.) selama 2 minggu kadar glukosa dan kolesterol menurun (Kusano et al., 2000). 2. Isolasi komponen antidiabetik dari ekstrak ubi jalar putih yang menunjukkan kandungan antidiabetik (glikoprotein berasam) lebih banyak di bagian kortek (Kusano et al., 2001). 3. Pemberian ekstrak ubi jalar ungu dengan dosis 100mg/kg bb pada tikus menurunkan kadar glukosa (Matsui et al., 2001). 4. Efek pemberian bubuk ubi jalar putih (Caiapo) pada penderita diabetes melitus tipe 2 yang menunjukkan adanya penurunan HbA 1C (Ludvik et al., 2004). 5. Penelitian mengenai efek ekstrak ubi jalar putih (Ipomoea batatas L.) terhadap ekspresi adipositokin dalam jaringan lemak tikus diabetik (Kusano et al., 2005).
6. Penelitian tentang getah ubi jalar yang mempunyai aktivitas menghambat angiotensin converting enzim (ACE) in vitro (Huang et al., 2006) 7. Penelitian tentang pemberian ekstrak ubi jalar ungu pada tikus setelah aktivitas maksimal menunjukkan penurunan kadar MDA (Jawi et al., 2008). Penelitian tentang pengaruh pemberian kombinasi bubuk ubi jalar (Ipomoea batatas L.) putih dan ungu terhadap fungsi ginjal tikus diabetes terutama mengkaji tentang kadar ureum, kreatinin plasma, protein urin, gambaran histopatologis ginjal, ekspresi RAGE dan TGF- β1 belum pernah diteliti. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang pengaruh kombinasi bubuk ubi jalar (Ipomoea batatas L.) putih dan ungu terhadap fungsi ginjal tikus diabetes, secara teoritis diharapkan dari penelitian ini dapat diketahui pengaruh pemberian kombinasi bubuk ubi jalar Ipomoea batatas L.) putih dan ungu terhadap kadar ureum, kreatinin plasma, protein urin, histopatologis ginjal serta ekspresi RAGE dan TGF-β1 tikus diabetes yang diinduksi streptozotocin. 2. Manfaat Praktis Bagi masyarakat hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pengaruh kombinasi ubi jalar (Ipomoea batatas L.) putih dan ungu pada fungsi ginjal sehingga dapat sebagai acuan dalam pengembangan ubi jalar (Ipomoea batatas L.) putih dan ungu pada pengelolaan diabetes mellitus.