DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA,

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- Dasar Hukum Peraturan Daerah ini adalah :

PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

- 1 - WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2015

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

Salinan NO : 9/LD/2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN 2014

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

MEMUTUSKAN: IDENTITAS PEDAGANG KAKI LIMA.

BUPATI PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI BULELENG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

6. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indones

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 60 TAHUN 2016

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 15 SERI E

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PROVINSI JAWA TENGAH

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 79 TAHUN 2016

WALIKOTA BAUBAU PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA KABUPATEN SEMARANG

BUPATI BATANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

B A L A N G A N B U P A T I KABUPATEN BALANGAN YANG MAHA ESA BUPATI. budayaa. perlu. mampu. terhadap

WALIKOTA SORONG PEMERINTAH KOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 36 TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA

WALIKOTA PALANGKA RAYA

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2014 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2012 TENTANG KOORDINASI PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2012 TENTANG KOORDINASI PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA KABUPATEN SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN IZIN USAHA MIKRO DAN KECIL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 7 TAHUN 2006 SERI : C NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 7 TAHUN 2006 T E N T A N G

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG JARINGAN UTILITAS TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA

Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang Dengan Mengubah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2008 NOMOR 3

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 51 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH

WALIKOTA MATARAM PROVINS! NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR: 21, TAHUN 2015 TENT ANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 5

PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 7 TAHUN 2016 T E N T A N G PENGELOLAAN PASAR INDUK KOTA JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MIMIKA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 12 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 10 TAHUN 2008 SERI : E NOMOR : 5

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANAH LAUT PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 12 TAHUN

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR : 16 TAHUN 2002 TENTANG PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN PASAR RAKYAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MIMIKA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA DAN BUPATI TASIKMALAYA MEMUTUSKAN :

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENERBITAN IZIN USAHA PUSAT PERBELANJAAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

WALIKOTA TASIKMALAYA

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BUPATI PURWAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 12 TAHUN 2011 TENTANG

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA DAN BUPATI TASIKMALAYA MEMUTUSKAN :

WALIKOTA TASIKMALAYA

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN FASILITAS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBATASAN ANGKUTAN BARANG PADA RUAS JALAN PROVINSI RUAS JALAN SAKETI-MALINGPING-SIMPANG

Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang dengan mengubah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA MIKRO DAN KECIL DI KABUPATEN BINTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KABUPATEN MAROS

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

Transkripsi:

SALINAN BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa pedagang kaki lima merupakan pelaku usaha ekonomi kerakyatan yang harus dihormati, dilindungi, dipenuhi dan dimajukan hak asasi manusianya melalui ikhtiar pemberdayaan untuk mengembangkan usaha dan meningkatkan pendapatannya; b. bahwa peningkatan jumlah pedagang kaki lima di Kabupaten Tasikmalaya dapat menimbulkan dampak terhadap terganggunya ketertiban, kelancaran lalu lintas, estetika, kebersihan, serta fungsi sarana prasarana kawasan perkotaan sehingga perlu dilakukan penataan dan pemberdayaan terhadap pedagang kaki lima; c. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2012 tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, diperlukan pengaturan dalam melakukan penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (16) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia; 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat, (Berita Negara Tahun 1950) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang dengan Mengubah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Djawa Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2851);

2 3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah berapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 5. Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2012 tentang Koordinasi Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 291 Tahun 2012); 6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2012 tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 607); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA dan BUPATI TASIKMALAYA MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Tasikmalaya. 2. Bupati adalah Bupati Tasikmalaya. 3. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

3 4. Satuan Kerja Pemerintah Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah unsur pembantu Bupati dan dewan perwakilan rakyat daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. 5. Pedagang Kaki Lima, yang selanjutnya disingkat PKL, adalah pelaku usaha yang melakukan usaha perdagangan dengan menggunakan sarana usaha bergerak maupun tidak bergerak, menggunakan prasarana perkotaan, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan dan bangunan milik pemerintah dan/atau swasta yang bersifat sementara atau tidak menetap. 6. Penataan PKL adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui penetapan lokasi binaan untuk melakukan penetapan, pemindahan, penertiban dan penghapusan lokasi PKL dengan memperhatikan kepentingan umum, sosial, estetika, kesehatan, ekonomi, keamanan, ketertiban, kebersihan lingkungan dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 7. Pemberdayaan PKL adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah, Pemerintah Daerah, dunia usaha dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim usaha dan pengembangan usaha terhadap PKL sehingga mampu tumbuh dan berkembang baik kualitas maupun kuantitas usahanya. 8. Zona adalah suatu lokasi atau kawasan yang memiliki suatu fungsi tertentu berdasarkan tempat dan waktu dalam rangka penataan PKL. 9. Lokasi PKL adalah tempat untuk menjalankan usaha PKL yang berada di lahan dan/atau bangunan milik Pemerintah Daerah dan/atau swasta. 10. Lokasi Binaan adalah lokasi atau kawasan yang telah ditetapkan peruntukannya bagi PKL baik bersifat permanen maupun sementara. 11. Tanda Daftar Usaha yang selanjutnya disingkat TDU, adalah surat yang dikeluarkan oleh pejabat yang ditunjuk sebagai tanda bukti pendaftaran usaha PKL sekaligus sebagai alat kendali untuk pemberdayaan dan pengembangan usaha PKL di lokasi yang ditetapkan oleh Pemeritah Daerah. 12. Fasilitas Umum adalah lahan, bangunan, danl peralatan atau perlengkapan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah untuk dipergunakan oleh masyarakat secara luas. 13. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. 14. Trotoar adalah jalur pejalan kaki yang umumnya sejajar dengan jalan dan lebih tinggi dari permukaan perkerasan Jalan untuk menjamin keamanan pejalan kaki yang bersangkutan. 15. Tim Penataan dan Pemberdayaan PKL adalah tim yang dibentuk Bupati yang bertugas melaksanakan penataan PKL dan pemberdayaan PKL. 16. Pusat Perbelanjaan adalah suatu area tertentu yang terdiri dari satu atau beberapa bangunan yang didirikan secara vertikal maupun horizontal, yang dijual atau disewakan kepada pelaku usaha atau dikelola sendiri untuk melakukan kegiatan perdagangan barang.

4 BAB II PENATAAN PKL Bagian Kesatu Umum Pasal 2 (1) Penataan PKL dilakukan terhadap PKL dan lokasi tempat kegiatan PKL. (2) Penataan lokasi tempat kegiatan PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di kawasan perkotaan atau kawasan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penataan ruang. (3) Bupati melakukan penataan PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan cara: a. pendataan PKL; b. pendaftaran PKL; c. penetapan Lokasi PKL; d. pemindahan PKL dan penghapusan Lokasi PKL; dan e. peremajaan Lokasi PKL. Bagian Kedua Pendataan PKL Pasal 3 (1) Bupati melalui SKPD yang membidangi urusan PKL melakukan pendataan PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a. (2) Pendataan PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan bersama aparat desa dengan: a. membuat jadwal kegiatan pelaksanaan pendataan; b. memetakan Lokasi PKL; dan c. melakukan validasi atau pemutakhiran data. Pasal 4 (1) Pendataan PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dilakukan berdasarkan: a. identitas PKL; b. Lokasi PKL; c. jenis tempat usaha; d. bidang usaha; e. modal usaha; f. klasifikasi PKL. (2) Data PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar untuk Penataan PKL dan Pemberdayaan PKL. Pasal 5 (1) Identitas PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a berupa kartu tanda penduduk dan kartu identitas PKL.

5 (2) Dalam hal PKL belum memiliki kartu identitas PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PKL harus mendaftar ke SKPD yang membidangi urusan PKL untuk mendapatkan kartu identitas PKL. (3) Kartu identitas PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan bersamaan dengan TDU bagi PKL bersangkutan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan dan penertiban kartu identitas PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur dalam Peraturan Bupati. Pasal 6 Lokasi PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b terdiri dari lokasi PKL sesuai peruntukannya dan lokasi PKL tidak sesuai peruntukannya. Pasal 7 (1) Lokasi PKL sesuai peruntukannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 terdiri atas: a. Lokasi PKL yang bersifat permanen; dan b. Lokasi PKL yang bersifat sementara. (2) Lokasi PKL tidak sesuai dengan peruntukannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 merupakan lokasi bukan peruntukan tempat usaha PKL. Pasal 8 (1) Lokasi PKL yang bersifat permanen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a merupakan lokasi yang bersifat tetap yang diperuntukkan sebagai tempat usaha PKL. (2) Lokasi PKL yang bersifat sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b merupakan lokasi tempat usaha PKL yang terjadwal dan bersifat sementara. (3) Ketentuan mengenai penetapan Lokasi PKL yang bersifat sementara sebagaiman dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Pasal 9 Jenis tempat usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c terdiri atas: a. tempat usaha tidak bergerak; dan b. tempat usaha bergerak. Pasal 10 (1) Tempat usaha tidak bergerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a berupa: a. gelaran; b. tempat sila atau lesehan; c. tenda; d. selter; dan e. bentuk lain yang sejenis.

6 (2) Tempat usaha bergerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b meliputi: a. tidak bermotor; b. bermotor. Pasal 11 (1) Tempat usaha bergerak tidak bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a berupa: a. tidak bermotor; b. bermotor. (2) Tempat usaha bergerak bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b berupa: a. kendaraan bermotor roda dua; b. kendaraan bermotor roda tiga;dan c. kendaraan bermotor roda empat. Pasal 12 Bidang usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d antara lain: a. kuliner; b. mainan anak: c. kelontong; d. sayuran dan buah e. jamu dan/atau obat f. barang cetakan; g. jasa perorangan; h. peralatan bekas; i. kerajinan; j. tanaman hias; k. burung; l. ikan hias; m. baju, sepatu, dan tas; dan n. barang antik. Pasal 13 Modal usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e didasarkan pada Bidang Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12. Pasal 14 PKL Klasifikasi PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f didasarkan pada waktu berdagang PKL yang terdiri atas: a. berdagang pada pagi hingga siang hari; b. pagi hingga sore hari; c. sore hingga malam hari; d. malam hingga pagi hari; e. pagi hingga malam hari; dan f. sepanjang hari.

7 Bagian Ketiga Pendaftaran PKL Pasal 15 (1) Bupati melalui SKPD yang membidangi urusan PKL melakukan pendaftaran PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b. (2) Pendaftaran PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh SKPD yang membidangi urusan PKL bersama dengan lurah. (3) Pendaftaran PKL sebagaiman dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan untuk pengendalian PKL dan menjamin kepastian hukum berusaha. Pasal 16 (1) Pendaftaran PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dilakukan terhadap 2 (dua) kategori PKL, yaitu PKL lama dan PKL baru. (2) PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melengkapi dan menyampaikan berkas pendaftaran usaha kepada SKPD yang membidangi urusan PKL. Pasal 17 (1) PKL kategori lama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) memiliki kriteria: a. PKL yang pada saat pendataan sudah berusaha di lahan atau lokasi sesuai peruntukannya; dan/atau b. PKL yang pada saat pendataan sudah berusaha di lahan atau lokasi yang tidak sesuai peruntukannya dan ditetapkan sebagai lokasi sementara; (2) PKL yang sudah berusaha di lahan atau lokasi yang tidak sesuai peruntukannya, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilakukan relokasi atau pemindahan. Pasal 18 (1) PKL kategori baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) merupakan PKL yang belum pernah berusaha sebagai PKL di Daerah. (2) PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengajukan permohonan pendaftaran untuk berusaha pada lokasi yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah melalui SKPD yang membidangi urusan PKL. Pasal 19 Pendaftaran untuk berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) meliputi: a. permohonan TDU; b. penerbitan TDU; c. perpanjangan TDU; dan d. pencabutan dan tidak berlakunya TDU. Pasal 20 (1) PKL mengajukan permohonan TDU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a kepada Bupati melalui SKPD yang membidangi urusan PKL.

8 (2) Permohonan TDU bagi PKL dengan tempat usaha bergerak bermotor harus menggunakan kendaraan bermotor dengan nomor polisi Daerah. Pasal 21 (1) Bupati melalui SKPD yang membidangi urusan PKL menerbitkan TDU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b. (2) Penerbitan TDU sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan ketentuan: a. TDU diterbitkan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal penerimaan surat permohonan pendaftaran diterima, lengkap, dan benar; b. TDU hanya dapat digunakan untuk menempati 1 (satu) lokasi tempat usaha bagi PKL yang tidak bergerak dan 1 (satu) kendaraan bagi PKL yang bergerak; c. TDU berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung mulai tanggal diterbitkan dan dapat diperpanjang berdasarkan hasil evaluasi perkembangan usaha; dan d. Penerbitan TDU tidak dipungut biaya. (3) Dalam hal berkas pendaftaran PKL tidak memenuhi persyaratan, Bupati melalui SKPD yang membidangi urusan PKL menyampaikan surat penolakan penerbitan TDU disertai alasan penolakan. (4) Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada PKL paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal penerimaan surat permohonan pendaftaran. Pasal 22 (1) Perpanjangan TDU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c, dilakukan 1 (satu) bulan sebelum berakhirnya masa berlaku TDU. (2) Permohonan perpanjangan TDU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Bupati melalui SKPD yang membidangi urusan PKL. Pasal 23 Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara permohonan TDU, penerbitan TDU, dan perpanjangan TDU sebagimana dimaksud dalam Pasal 20 sampai dengan Pasal 23 diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 24 (1) Bupati melalui SKPD yang membidangi urusan PKL dapat melakukan pencabutan TDU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf d. (2) Pencabutan TDU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan jika: a. pemegang TDU melanggar ketentuan yang terdapat di dalam surat pendaftaran; b. lokasi usaha yang bersangkutan tidak lagi ditetapkan sebagai tempat usaha PKL; c. pemegang TDU melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan; d. tidak memperpanjang TDU; e. pemegang TDU berdagang di zona merah;

9 f. tidak melakukan usaha PKL lagi; dan/atau g. pemindahtanganan TDU PKL. (3) Tidak berlakunya TDU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf d jika: a. pemegang TDU meninggal dunia; b. atas permintaan tertulis dari pemegang TDU; dan c. pemegang TDU pindah lokasi usaha. (4) Dalam hal pemegang TDU meninggal dunia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, suami, isteri, dan/atau anak pemegang TDU dapat mengajukan permohonan TDU untuk menggunakan tempat usaha pada lokasi yang bersangkutan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20. Bagian Keempat Penetapan Lokasi PKL Pasal 25 (1) Bupati menetapkan lokasi atau kawasan sesuai peruntukannya sebagai Lokasi PKL. (2) Penetapan lokasi atau kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan kepentingan umum, sosial, budaya, estetika, ekonomi, keamanan, ketertiban, kesehatan, kebersihan lingkungan dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai rencana tata ruang wilayah dan rencana detail tata ruang. (3) Lokasi atau kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Lokasi Binaan yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati. (4) Lokasi Binaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilengkapi dengan papan nama Lokasi Binaan dan rambu atau tanda yang menerangkan batasan jumlah PKL sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 26 (1) Lokasi Binaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dibagi ke dalam 3 (tiga) Zona yang terdiri atas : a. Zona merah; b. Zona kuning; dan c. Zona hijau. (2) Ketentuan mengenai penetapan Zona Lokasi Binaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Pasal 27 Zona merah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a, merupakan lokasi atau kawasan yang memiliki fungsi strategis untuk pelayanan dasar kesehatan, pelayanan pemerintahan, fungsi pertahanan dan keamanan, peribadatan, lalu lintas barang dan orang berskala provinsi atau nasional dan tempat lain yang telah ditentukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.

10 Pasal 28 (1) Zona kuning sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b merupakan Lokasi Binaan yang ditetapkan berdasarkan klasifikasi PKL dan tempat tertentu. (2) Tempat tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kantor pemerintahan daerah yang sudah tidak digunakan, sekitar pusat perbelanjaan dan/atau lokasi lain telah ditentukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 29 Zona hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf c merupakan Lokasi Binaan pada lokasi atau kawasan tertentu berdasarkan hasil relokasi, revitalisasi pasar, konsep belanja tematik, konsep festival dan konsep pujasera sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 30 Ketentuan lebih lanjut mengenai Zona Lokasi Binaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sampai dengan Pasal 29 diatur dengan Peraturan Bupati. Bagian Kelima Pemindahan PKL dan Penghapusan Lokasi PKL Pasal 31 (1) PKL yang menempati lokasi bukan peruntukan tempat usaha PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dapat dilakukan pemindahan atau relokasi ke tempat atau lokasi lain yang sesuai peruntukannya. (2) Lokasi yang telah ditempati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan penghapusan untuk diterbitkan dan ditata sesuai dengan fungsi peruntukannya. (3) Ketentuan mengenai Pemindahan PKL dan penghapusan Lokasi PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Bagian Keenam Peremajaan Lokasi PKL Pasal 32 (1) Pemerintah Daerah berwenang melakukan peremajaan Lokasi PKL pada Lokasi Binaan. (2) Peremajaan Lokasi PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk meningkatkan fungsi prasarana, sarana dan utilitas perkotaan. BAB III PEMBERDAYAAN PKL Pasal 33 (1) Bupati melakukan Pemberdayaan PKL antara lain melalui:

11 a. peningkatan kemampuan berusaha; b. fasilitasi akses permodalan; c. fasilitasi bantuan sarana dagang; d. penguatan kelembagaan; e. fasilitasi peningkatan produksi; f. pengolahan, pengembangan jaringan dan promosi; dan g. pembinaan dan bimbingan teknis. (2) Pemberdayaan PKL sebagimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh setiap SKPD sesuai dengan tugas pokok, fungsi, dan kewenangannya. (3) Pemberdayaan PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui program tanggung jawab sosial dan lingkungan dan kemitraan dengan dunia usaha. (4) Bentuk kemitraan dengan dunia usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi: a. penyediaan tempat usaha PKL sesuai ; b. penataan peremajaan tempat usaha PKL; c. peningkatan kemampuan berwirausaha melalui bimbingan, pelatihan dan bantuan permodalan; d. promosi usaha dan event pada lokasi binaan; dan e. berperan aktif dalam penataan PKL di kawasan perkotaan agar menjadi lebih tertib, bersih, indah dan nyaman. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemberdayaan PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur dengan Peraturan Bupati. BAB IV HAK, KEWAJIBAN, DAN LARANGAN Bagian Kesatu Hak PKL Pasal 34 PKL berhak: a. mendapatkan pelayanan pendaftaran PKL; b. melakukan kegiatan usaha di lokasi yang telah ditetapkan; c. mendapatkan informasi dan sosialisasi atau pemberitahuan terkait dengan kegiatan usaha di lokasi yang bersangkutan; d. mendapatkan pengaturan, penataan, pembinaan, pengawasan, dan pendampingan dalam pengembangan usahanya; dan e. mendapatkan pendampingan dalam mendapatkan pinjaman permodalan dengan mitra bank. Bagian Kedua Kewajiban PKL Pasal 35 PKL wajib: a. mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan;

12 b. mematuhi lokasi dan waktu kegiatan usaha sesuai dengan TDU; c. memelihara keindahan, ketertiban, keamanan, kebersihan dan kesehatan lingkungan tempat usaha; d. menempatkan dan menata barang dagangan dan/atau jasa serta peralatan dagangan dengan tertib dan teratur; e. tidak mengganggu lalu lintas dan kepentingan umum; f. menyerahkan tempat usaha atau lokasi usaha tanpa menuntut ganti rugi dalam bentuk apapun, apabila lokasi usaha tidak ditempati selama 1 (satu) bulan atau sewaktu-waktu lokasi tersebut dibutuhkan oleh Pemerintah Daerah; g. mencegah kemungkinan timbulnya bahaya kebakaran; dan h. membayar biaya jasa pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketiga Larangan PKL Pasal 36 PKL dilarang: a. melakukan kegiatan usaha di Zona merah; b. merombak, menambah dan mengubah fungsi serta fasilitas yang ada di tempat atau Lokasi PKL yang telah ditetapkan Bupati; c. menempati lahan atau Lokasi PKL untuk kegiatan tempat tinggal; d. berpindah tempat atau lokasi PKL; e. memindahtangankan TDU tanpa sepengetahuan dan seizin Bupati; f. menelantarkan dan/atau membiarkan kosong tempat usaha atau Lokasi PKL tanpa kegiatan secara 30 (tiga puluh) hari berturut-turut; g. mengganti bidang usaha dan/atau memperdagangkan barang ilegal; h. melakukan kegiatan usaha dengan cara merusak dan/atau mengubah bentuk Trotoar, Fasilitas Umum, dan/atau bangunan di sekitarnya; i. menggunakan badan Jalan untuk tempat usaha, kecuali yang ditetapkan untuk Lokasi PKL terjadwal dan terkendali; j. melakukan kegiatan usaha di tempat larangan parkir, pemberhentian sementara, atau Trotoar; dan k. memperjualbelikan atau menyewakan tempat usaha PKL kepada pedagang lainnya. Bagian Keempat Larangan Bertransaksi Pasal 37 Setiap orang dilarang melakukan transaksi perdagangan dengan PKL di Zona merah. Pasal 38 (1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 sampai dengan Pasal 37 dapat dikenakan sanksi administratif. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:

13 a. teguran lisan; b. teguran tertulis; c. pencabutan TDU; d. penutupan dan pembongkaran tempat usaha; dan/atau e. biaya paksa penegakan Peraturan Daerah paling banyak Rp. 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah). (3) Ketentuan mengenai tata cara penerapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati. BAB V MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN Bagian Kesatu Monitoring dan Evaluasi Pasal 39 (1) Bupati melakukan monitoring dan evaluasi terhadap Penataan PKL dan Pemberdayaan PKL di Daerah. (2) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling sedikit 2 (dua) kali dalam setahun dan/atau sewaktu-waktu apabila diperlukan. Bagian Kedua Pelaporan Pasal 40 (1) Kepala SKPD yang membidangi urusan PKL menyampaikan laporan hasil pelaksanaan Penataan PKL dan Pemberdayaan PKL kepada Bupati. (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat pada akhir bulan Januari tahun berikutnya. (3) Bupati melakukan evaluasi terhadap laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagai bahan pengambilan kebijakan lebih lanjut. (4) Laporan yang telah dievaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Gubernur dengan tembusan kepada Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri paling lambat pada akhir bulan Februari tahun berikutnya. BAB VI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 41 (1) Bupati melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Penataan PKL dan Pemberdayaan PKL di Daerah. (2) Pembinaan dan Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh tim Penataan PKL dan Pemberdayaan PKL. (3) Tim Penataan PKL dan Pemberdayaan PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati dan terdiri atas unsur:

14 a. SKPD yang membidangi urusan koperasi, perindustrian dan perdagangan; b. SKPD yang membidangi urusan perencanaan pembangunan daerah; c. SKPD yang membidangi urusan penataan ruang daerah; d. SKPD yang membidangi urusan ketenteraman dan ketertiban; e. pelaku usaha; dan f. asosiasi terkait. (4) Tim Penataan PKL dan Pemberdayaan PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bertugas: a. menyusun konsep program pembinaan penataan dan pemberdayaan PKL yang dituangkan dalam dokumen rencana pembangunan daerah; b. merekomendasikan lokasi dan/atau kawasan tempat berusaha PKL; c. mengembangkan kerja sama dengan pemerintah kabupaten/kota lain; d. mengembangkan kemitraan dengan dunia usaha; e. melakukan pembinaan, pemberdayaan, pengawasan dan pengendalian pelaksanaan program Pembinaan PKL; dan f. melaporkan pelaksanaan tugas kepada Bupati. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, susunan keanggotaan, tugas, dan fungsi tim Penataan PKL dan Pemberdayaan PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Bupati. BAB VII PERENCANAAN PROGRAM DAN PENGANGGARAN Pasal 42 Program Penataan PKL dan Pemberdayaan PKL di Daerah disusun dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah dan/atau rencana strategis SKPD yang membidangi urusan PKL sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 43 Penganggaran biaya pelaksanaan Penataan PKL dan Pemberdayaan PKL bersumber dari: a. anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; b. anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi; c. anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan d. sumber pendapatan lain yang sah dan tidak mengikat. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 44 Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Peraturan Daerah ini diundangkan. Pasal 45 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

15 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Tasikmalaya. Ditetapkan di Singaparna Pada tanggal 22 Desember 2016 BUPATI TASIKMALAYA, ttd. Diundangkan di Singaparna pada tanggal 22 Desember 2016 UU RUZHANUL ULUM SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA, ttd. ABDUL KODIR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA TAHUN 2016 NOMOR 12 NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 12/352/2016 Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN TASIKMAYA Kepala Bagian Hukum, AZIZ PRIYADI, SH NIP. 19650505 199303 1 010